Malam Nisfu Syaban

A’uudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil ‘alaamin

Allaahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaa Sayidina Muhammadin wa ‘alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajma'in.

Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq.

Malam Nisfu Syaban

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

amma ba'du,

Berkenaan dengan malam Nisfu (pertengahan) Sya'ban ada beberapa permasalahan yang patut diketahui: Tentang keutamaan malam ini, terdapat beberapa hadis yang menurut sebagian ulama sahih. Diantaranya hadis Sayidah A'isyah: 

"Suatu malam Rasulullah shalat, kemudian beliau bersujud panjang, sehingga aku menyangka bahwa Rasulullah telah diambil (wafat), karena curiga maka aku gerakkan telunjuk beliau dan ternyata masih bergerak. Setelah Rasulullah usai salat beliau berkata: "Hai A'isyah engkau tidak dapat bagian?". Lalu aku menjawab: "Tidak ya Rasulullah, aku hanya berfikiran yang tidak-tidak (menyangka Rasulullah telah tiada) karena engkau bersujud begitu lama". Lalu beliau bertanya: "Tahukah engkau, malam apa sekarang ini". "Rasulullah yang lebih tahu", jawabku. "Malam ini adalah malam nisfu Sya'ban, Allah mengawasi hambanya pada malam ini, maka Ia memaafkan mereka yang meminta ampunan, memberi kasih sayang mereka yang meminta kasih sayang dan menyingkirkan orang-orang yang dengki"(H.R. Baihaqi)

Dalam hadis Ali, Rasulullah bersabda: "Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: "Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing." (H.R. Ibnu Majah).

Ulama berpendapat bahwa hadis lemah dapat digunakan untuk Fadhail A'mal (keutamaan amal). Walaupun hadis-hadis tersebut tidak sahih, namun melihat dari hadis-hadis lain yang menunjukkan kautamaan bulan Sya'ban, dapat diambil kesimpulan bahwa malam Nisfu Sya'ban jelas mempunyai keutamaan dibandingkan dengan malam-malam lainnya.

Bagaimana merayakan malam Nisfu Sya'ban? Adalah dengan memperbanyak ibadah dan salat malam dan dengan puasa, namun sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW, yaitu dengan secara sendiri-sendiri. Adapun meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan berlebih-lebihan seperti dengan shalat malam berjamaah, Rasulullah tidak pernah melakukannya. Sebagian umat Islam juga mengenang malam ini sebagai malam diubahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke arah Ka'bah.

Demikian juga tidak ada do'a khusus untuk malam nisfu Sya'ban, namun cukup dengan do'a-do'a umum terutama do'a yang pernah dilakukan Rasulullah SAW. Jadi sangat dianjurkan untuk meramaikan malam Nisfu Sya'ban dengan cara memperbanyak ibadah, salat, zikir membaca al-Qur'an, berdo'a dan amal-amal salih lainnya. Bedoa dengan mengikuti kebiasaan para salaf shalihin pun juga boleh, tidak terlarang, tidak di haruskan suatu doa yang khusus. Yang terpenting adalah memperbanyak ibadah kepada Allah SWT seperti halnya Rasulullah SAW.

Nisfu Sya’ban berarti pertengahan bulan sya’ban. Adapun didalam sejarah kaum muslimin ada yang berpendapat bahwa pada saat itu terjadi pemindahan kiblat kaum muslimin dari baitul maqdis kearah masjidil haram, seperti yang diungkapkan Al Qurthubi didalam menafsirkan firman Allah swt :

سَيَقُولُ السُّفَهَاء مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَن قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُواْ عَلَيْهَا قُل لِّلّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ

Artinya : “Orang-orang yang kurang akalnya diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus". (QS. Al Baqoroh : 142)

al-Imam Al Qurthubi.rhm mengatakan bahwa telah terjadi perbedaan waktu tentang pemindahan kiblat setelah kedatangannya saw ke Madinah. Ada yang mengatakan bahwa pemindahan itu terjadi setelah 16 atau 17 bulan, sebagaimana disebutkan didalam (shahih) Bukhori. 

Sedangkan Daruquthni meriwayatkan dari al Barro yang mengatakan,”Kami melaksanakan shalat bersama Rasulullah saw setelah kedatangannya ke Madinah selama 16 bulan menghadap Baitul Maqdis, lalu Allah swt mengetahui keinginan nabi-Nya, maka turunlah firman-Nya,”Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit.”. Didalam riwayat ini disebutkan 16 bulan, tanpa ada keraguan tentangnya.

Imam Malik meriwayatkan dari Yahya bin Said dari Said bin al Musayyib bahwa pemindahan itu terjadi dua bulan sebelum peperangan badar. Ibrahim bin Ishaq mengatakan bahwa itu terjadi di bulan Rajab tahun ke-2 H.

Abu Hatim al Bistiy mengatakan bahwa kaum muslimin melaksanakan shalat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari. Kedatangan Rasul saw ke Madinah adalah pada hari senin, di malam ke 12 dari bulan Rabi’ul Awal. Lalu Allah swt memerintahkannya untuk menghadap ke arah ka’bah pada hari selasa di pertengahan bulan sya’ban. (Al Jami’ Li Ahkamil Qur’an jilid I hal 554)

Kemudian apakah Nabi saw melakukan ibadah-ibadah tertentu didalam malam nisfu sya’ban ? terdapat riwayat bahwa Rasulullah saw banyak melakukan puasa didalam bulan sya’ban, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhori Muslim dari Sayidah Aisyah berkata,

”Tidaklah aku melihat Rasulullah saw menyempurnakan puasa satu bulan kecuali bulan Ramadhan. Dan aku menyaksikan bulan yang paling banyak beliau saw berpuasa (selain ramadhan, pen) adalah sya’ban. Beliau saw berpuasa (selama) bulan sya’ban kecuali hanya sedikit (hari saja yang beliau tidak berpuasa, pen).” (HR Bukhari - Muslim)

Adapun shalat malam maka sessungguhnya Rasulullah saw banyak melakukannya  pada setiap bulan. Shalat malamnya pada pertengahan bulan sama dengan shalat malamnya pada malam-malam lainnya. Hal ini diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah didalam Sunannya dengan sanad yang lemah,”Apabila malam nisfu sya’ban maka shalatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya.

Imam Ahmad meriwayatkan Rasulullah Saw. bersabda, “Allah mengampuni semua dosa hamba-hamba Nya pada malam Nisy fu Sya’ban kecuali dosa orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.”

Anas bin Malik bercerita bahwa Rasulullah pernah menyuruhnya pergi ke rumah Aisyah untuk suatu keperluan. Anas berkata kepada Aisyah, “Cepatlah, karena saya meninggalkan Rasulullah Saw. sedang membicarakan malam Nisyfu Saban.”

Aisyah berkata kepadanya, “Duduklah, saya akan menyampaikan kepada Anda hadis tentang Nisyfu Sya’ban. Pada malam Nisyfu Sya’ban kebetulan ia adalah malam giliran saya. Pada malam itu, saya terbangun, tetapi saya tidak menemukan beliau berada di sisi saya. Saya mengira beliau pasti mengunjungi budak yang bernama al-Qibthiyah. Saya keluar melewati masjid,tiba-tiba kaki saya menyandung Rasulullah Saw yang saat itu sedang berdoa, ” Jiwaku tunduk kepada Mu, hatiku beriman kepada Mu. Inilah tanganku dan apa yang kusembunyikan dalam diriku . Wahai Yang Mahaagung, ampunilah dosa-dosaku. Wajahku bersujud kepada Mu, duhai Sang Pencipta.

Ya Allah , berilah aku hati yang bersih dari perbuatan syirik, kufur dan dari perbuatan-perbuatan orang yang celaka.”

Beliau lalu sujud dan berdoa, “Tuhanku aku berlindung kepada keridhoan Mu darimurka Mu, kepada pengampunan Mu dari siksa Mu. Aku tidak mampu memuji Mu seperti Engkau memuji diri Mu sendiri. Aku hanya mampu berkata seperti apa yang diucapkan saudaraku Daud. Kubenamkan wajahku kedalam tanah karena keagungan Tuhan ku. ”

Lalu beliau mengangkat kepalanya kembali. Beliau berkata padaku, “Wahai Humayra, apakah engkau tidak tahu bahwa malam ini malam Nisyfu Saban ? Pada malam ini Allah membebaskan hamba-hamba Nya dari neraka sebanyak bilangan bulu kambing, kecuali enam orang ; peminum arak, orang yang menyakiti kedua orang tuanya, orang yang berbuat zina, orang yang memutuskan silaturahmi, para penjudi, dan orang yang suka marah-marah tanpa alasan.”

Sesungguhnya Allah swt turun hingga langit dunia pada saat tenggelam matahari dan mengatakan,”Ketahuilah wahai orang yang memohon ampunan maka Aku telah mengampuninya. Ketahuilah wahai orang yang meminta rezeki Aku berikan rezeki, ketahuilah wahai orang yang sedang terkena musibah maka Aku selamatkan, ketahuilah ini ketahuilah itu hingga terbit fajar.”

Syeikh ‘Athiyah Saqar mengatakan,”Walaupun hadits-hadits itu lemah namun bisa dipakai dalam hal keutamaan amal.” Itu semua dilakukan dengan sendiri-sendiri dan tidak dilakukan secara berjama’ah (bersama-sama).

Bulan Sya’ban punya kekhususan tersendiri. Keterangan itu kita dapat dari hadits-hadits yang shahih, yang merupakan keterangan valid dari Rasulullah SAW. Diantaranya sebagai berikut ;

1. Amal Hamba Diangkat ke Langit

Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa Sya''ban merupakan bulan di mana amal shalih setiap hamba akan diangkat ke langit.

Salah satu dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berkut ini:

Dari Usamah bin Zaid berkata, saya bertanya, “Wahai Rasulullah saw, saya tidak melihat engkau puasa di suatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban.” Rasul saw bersabda, "Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa.” (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)

2. Starting Point Persiapan Ramadhan

Di samping itu bulan sya’ban yang letaknya persis sebelum Ramadhan seolah menjadi starting point untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Sehingga isyaratnya adalah kita perlu menyiapkan bekal ibadah untuk menyambut bulan Ramadhan.

Dalam hal mempersiapkan hati atau sisi ruhiyah, Rasulullah saw. mencontohkan kepada umatnya dengan memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, sebagaimana yang diriwayatkan ‘Aisyah ra. berkata:

Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban. (HR Muslim).

Al Qasthalani menyebutkan didalam kitabnya “al Mawahib Liddiniyah” juz II hal 259 bahwa para tabi’in dari ahli Syam, seperti Khalid bin Ma’dan dan Makhul bersungguh-sungguh dengan ibadah pada malam nisfu sya’ban. Manusia kemudian mengikuti mereka dalam mengagungkan malam itu. Disebutkan pula bahwa yang sampai kepada mereka adalah berita-berita israiliyat. Tatkala hal ini tersebar maka terjadilah perselisihan di masyarakat dan diantara mereka ada yang menerimanya.

Ada juga para ulama yang mengingkari, yaitu para ulama dari Hijaz, seperti Atho’, Ibnu Abi Malikah serta para fuqoha Ahli Madinah sebagaimana dinukil dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, ini adalah pendapat para ulama Maliki dan yang lainnya, mereka mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.

Kemudian al Qasthalani mengatakan bahwa para ulama Syam telah berselisih tentang menghidupkan malam itu kedalam dua pendapat. Pertama : Dianjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah di masjid. Khalid bin Ma’dan, Luqman bin ‘Amir dan yang lainnya mengenakan pakaian terbaiknya, menggunakan wangi-wangian dan menghidupkan malamnya di masjid. Hal ini disetujui oleh Ishaq bin Rohawaih. Dia mengatakan bahwa menghidupkan malam itu di masjid dengan cara berjama’ah tidaklah bid’ah, dinukil dari Harab al Karmaniy didalam kitab Masa’ilnya. Kedua : Dimakruhkan berkumpul di masjid untuk melaksanakan shalat, berdoa akan tetapi tidak dimakruhkan apabila seseorang melaksanakan shalat sendirian, ini adalah pendapat al Auza’i seorang imam dan orang faqih dari Ahli Syam.

Tidak diketahui pendapat Imam Ahmad tentang malam nisfu sya’ban ini, terdapat dua riwayat darinya tentang anjuran melakukan shalat pada malam itu. Dua riwayat itu adalah tentang melakukan shalat di dua malam hari raya. Satu riwayat tidak menganjurkan untuk melakukannya dengan berjama’ah. Hal itu dikarenakan tidaklah berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Dan satu riwayat yang menganjurkannya berdasarkan perbuatan Abdurrahman bin Zaid al Aswad dan dia dari kalangan tabi’in.

Demikian pula didalam melakukan shalat dimalam nisfu sya’ban tidaklah sedikit pun berasal dari Nabi saw maupun para sahabatnya. Perbuatan ini berasal dari sekelompok tabi’in khususnya para fuqaha Ahli Syam. (Fatawa al Azhar juz X hal 31)

Sementara itu al Hafizh ibnu Rajab mengatakan bahwa perkataan ini adalah aneh dan lemah karena segala sesuatu yang tidak berasal dari dalil-dalil syar’i yang menyatakan bahwa hal itu disyariatkan maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menceritakannya didalam agama Allah baik dilakukan sendirian maupun berjama’ah, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan berdasarkan keumuman sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolak.” Juga dalil-dalil lain yang menunjukkan pelarangan bid’ah dan meminta agar waspada terhadapnya.

Didalam kitab “al Mausu’ah al Fiqhiyah” juz II hal 254 disebutkan bahwa jumhur ulama memakruhkan berkumpul untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban, ini adalah pendapat para ulama Hanafi dan Maliki. Dan mereka menegaskan bahwa berkumpul untuk itu adalah suatu perbuatan bid’ah menurut para imam yang melarangnya, yaitu ‘Atho bin Abi Robah dan Ibnu Malikah.

Sementara itu al Auza’i berpendapat berkumpul di masjid-masjid untuk melaksanakan shalat (menghidupkan malam nisfu sya’ban, pen) adalah makruh karena menghidupkan malam itu tidaklah berasal dari Rasul saw dan tidak juga dilakukan oleh seorang pun dari sahabatnya.

Sementara itu Khalid bin Ma’dan dan Luqman bin ‘Amir serta Ishaq bin Rohawaih menganjurkan untuk menghidupkan malam itu dengan berjama’ah.”

Kemuliaan malam Nisfu Sya'ban ini, bagi orang yang memahami Al-Qur'an al-Kariim dengan baik, mengikuti keterangan para Mufassirin (Ahli Tafsir al-Qur'an), dimuliakan oleh Allah SWT sendiri, Sang Pencipta Alam Semesta;

بسم الله الرّحمن الرّحيم

حم (۱) والكتاب المبين (۲) اناّانزلنه في ليلةمّباركة انّاكنّامنذرين (۳)ه

Haa Miim(1) Demi kitab Al Qur`an yang jelas(2) Sesungguhnya kami menurunkannya pada malam yang diberkahi, sesungguhnya kamilah yang memberi peringatan(3) (QS. Ad Dhuhaan 1-3).

Dalam Tafsir Munir “Sayyidi Syekh al-Imam Muhammad Nawawi Al Bantani” menerangkan:

قال عكرمة وطائفة اخرى انّها ليلة البرائة وهي ليلة النّصف من شعبان

Berkata Ikramah dan segolongn Mufasir yang lain menjelaskan bahwa malam yang barokah adalah Lailatul Baraah yaitu malam 15 Sya`ban.

وقيل بيداء فى استنساخ ذالك من الّلوح المحفوظ فى ليلةالبرائة ويقع الفراغ فى ليلةالقدرفتدفع نسخةالارزاق الى مكائيل ونسخةالحروب الى جبريل وكذالك الزّلازل والصّواعق والخسف ونسخةالاعمال الى اسرافيل صاحب سماءالدّنيا ونسخةالمصائب الى ملك الموت

Dikatakan bahwa permulaan penyalinan Al Qur`an dari Lauhilmahfud ke Baitul `Izzah dilangit dunia adalah Lailatul Baraah dan berakhir pada Lailatul Qadar. Maka diserahkanlah salinan Rizqi pada Malaikat Mikail, salinan tentang peperangan, kegoncangan, petir dan penghancuran kepada Malaikat Jibril. Salinan tentang amal perbuatan kepada Malaikat Isrofil dan salinan tentang musibah- musibah kepada Malaikat Izroil.

وقيل بيداء فى استنساخ ذالك من الّلوح المحفوظ فى ليلةالبرائة ويقع الفراغ فى ليلةالقدرفتدفع نسخةالارزاق الى مكائيل ونسخةالحروب الى جبريل وكذالك الزّلازل والصّواعق والخسف ونسخةالاعمال الى اسرافيل صاحب سماءالدّنيا ونسخةالمصائب الى ملك الموت

Dikatakan bahwa permulaan penyalinan Al Qur`an dari Lauhilmahfud ke Baitul `Izzah dilangit dunia adalah Lailatul Baraah dan berakhir pada Lailatul Qadar. Maka diserahkanlah salinan Rizqi pada Malaikat Mikail, salinan tentang peperangan, kegoncangan, petir dan penghancuran kepada Malaikat Jibril. Salinan tentang amal perbuatan kepada Malaikat Isrofil dan salinan tentang musibah- musibah kepada Malaikat Izroil.

انّنما سمّيت براءة لانّ الله تعالى يعطا في هذه الليلة, فى اعدائه والاشقياءبرائةمنّ الحنّةكما قال الله تعالى برائةمّن الله ورسوله ويعطى الاصفياءوالاتقياء برائةمن النّار

Malam Nisfu Sya`ban disebut malam Lailatul Braah, karena malam tersebut semua musuh Allah SWT dan kaum yang celaka dilepaskan dari Surga sebagaimana Firman Allah SWT dalam Surah At Taubah ayat 1: Allah dan Rasulnya berlepas diri dari orang-orang musyrik. Dan pada malam itu diputuskan juga kaum Muttaqin terlepas dari api Neraka dan menjadi penghuni surga abadi. Malam Nisfu Sya`ban menjadi mulia karena menjadi awal segala urusan Ilahiah tentang tatanan ke-makhluk-an yang termaktub dalam kitab suci Al Qur`an. Didalam kitab “Durratun Nasihiin” oleh Syekh Utsman bin Syakur Al Khubbawi diterangkan bahwa: Rasulullah SAW yang sangat cinta kepada umatnya, beliau SAW tidak pernah rela jikalau seorang saja dari umatnya masuk Neraka. Beliau SAW manjadikan bulan Sya`ban sebagai bulan Munajat untuk keselamatan dan kebahagiaan umat islam dengan memperbanyak puasa.

Dalam kitab “Nuzhatulmajalis Wamuntakhobatul Anfas” oleh Syeh Abdurrahman bin Abdussalam Ashofuriy dijelaskan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

الشّعبان جنّة فمن ارادان يلقانى فليصمه ولو ثلاثة ايّام

Bulan Sya`ban adalah benteng, maka barang siapa ingin bertemu denganku hendaklah dia berpuasa didalamnya walapun hanya tiga hari.

Pada malam Nisfu Sya`ban ada 300 pintu kerohmatan dibuka dan para Malaikat bersujud dan berdo`a untuk keselamatan umat Nabi Muhammad SAW. Disetiap pintu langit, mulai dari pintu langit Pertama, para Malaikat berseru “Berbahagialah meraka yang sedang ruku` pada malam ini”, dipintu kedua para Malaikat berseru “berbahagialah orang-orang yang sedang bersujud”, dipintu ke tiga berseru” berbahagialah orang-orang yang sedang berdizkir” dipintu ke empat berseru” berbahagialah orang-orang yang sedang berdo`a”, dipintu ke lima berseru” berbahagialah orang-orang yang sedang menangis”, dipintu ke enam berseru” berbahagialah orang-orang yang sedang beramal kebajikan”, dan dipintu ke tujuh berseru” berbahagialah orang-orang yang sedang membaca Al Qur`anul Karim”.

Rasulullah SAW suatu saat pada malam Nisfu Sya`ban pergi dari tempat tidurnya, dan istri beliau Sayidah `aisyah, bersama putri beliau tercinta Sayidah Fatimah Azzahra bersama suaminya Sayidina Ali bin Abi Thalib, melihat Rasul SAW sedang tenggelam dalam sujud, menangis penuh kesedihan yang amat sangat, Sayidah Fatimah Azzahra mendekati beliau, dengan penuh kelembutan dan kecintaan kepada beliau SAW Sayidah Fatimah bertanya pelan:

ياابى؟ماذااصابك اعدوّوحضراموحي نزل

Wahai Ayahanda? apakah yang sedang menimpa, apakah kedatangan musuh atau Wahyu Allah SWT yang turun.

Rasulullah SAW yang sedang tenggelam dikedalaman mujahadah dan kedekatan kepada Rabbul`Izzah terdengar membaca Surah Al-Maidah ayat 118:

ان تعذّبهم فانّهم عبادك,وان تغفرلهم فانّك انت العزيزالحكيم

Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka itu hamba-hamba-Mu dan jika Engkau ampuni mereka, sesungguhnya Engkau Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.

Kemudian Rasulullah SAW bangun dan berkata:

يافاطمةماحضرالعدوّوماانزل الوحي ولكن هذهاللّيلةاكون ساجداواطلب من ربّىواشفع

Wahai Fatimah, tiadalah musuh yang datang atau wahyu yang turun, melainkan aku bersujud dan mencari kerohmatan dari Tuhanku dan aku bisa memberi syafa`at kepada umatku.

Malam Nisfu Sya`ban disebut juga Lailatus syafa`ah, karena Allah SWT berkenan memberikan anugerah kerohmatan kepada umat islam dalam ujud syafa`t Rasulullah SAW kepada seluruh umat beliau SAW.

Dalam kitab”Mukasyafatul Qulub” oleh Imam Al Ghazali disebutkan:

لماروي انّه صلّىالله عليه وسلّم سال الله تعالى ليلة الثّالث عشرالشّفاعة فى امّته فاعطاه الثّالث وساله ليلةالرّبع عشر فاعطاه الثّلثين وساله ليلةالخامس عشرفاعطاه الجميع الاّمن شردعلى الله شردالبعيريعنى من فرّمن الله وتباعدعنه باالاصرارعلى المعصية

Bahwa sesungguhnya pada 13 Sya`ban, Rasulullah SAW bermohon kepada Allah SWT akan Syafa`t bagiumatnya, maka diberikanlah Syafa`at itu sepertiga bagi umatnya, kemudian pada malam 14 Sya`ban, Rasulullah SAW bermohon kembali, maka Allah SWT memberikan untuk dua pertiga bagi umatnya dan akhirnya pada malam 15 Sya`ban Allah SWT memberikan untuk seluruh umat islam kecuali mereka yang lari dan menjauh dari Allah SWT dengan segala rutinitas kemaksiatan.

Berarti menjalankan amal shalih berupa ruku`, sujud, dzikir, do`a ataupun yang lainnya dimalam Nisfu Sya`ban adalah keutamaan yng dianjurkan, bukan bid`ah apalagi sesat. Jangankan dimalam yang penuh kemuliaan, dimana keutamaan-keutamaannya diajarkan oleh Salafunashalihin, dimalam-malam biasa saja umat islam dianjurkan untuk senantiasa Istiqomah dalam ibadah. Umat islam hendaklah kembali pada ajaran Salafunasshalihin dengan keyakinan bahwa merekalah para pembimbing umat. Maka tidaklah mungkin seorang Hujjatul islam Wabarakatul anam Imam Al Ghazali akan menyesatkan umat islam. Justru merekalah yang berkata bahwa Imam Al Ghazali itu sesat berarti merendahkan para ulama salaf,  apakah mereka mengenal siapakah Imam Al Ghazali? Dan juga pernah membaca kitab-kitab beliau? Mereka itulah yang harus diwaspadai sebagai provokator dan kelemahan serta penghancur umat islam.

Pada malam tanggal 15 Sya'ban (Nisfu Sya'ban) telah terjadi peristiwa penting dalam sejarah perjuangan umat Islam yang tidak boleh kita lupakan sepanjang masa. Di antaranya adalah perintah memindahkan kiblat salat dari Baitul Muqoddas yang berada di Palestina ke Ka'bah yang berada di Masjidil Haram, Makkah pada tahun ke delapan Hijriyah.

Sebagaimana kita ketahui, sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah yang menjadi kiblat salat adalah Ka'bah. Kemudian setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau memindahkan kiblat salat dari Ka'bah ke Baitul Muqoddas yang digunakan orang Yahudi sesuai dengan izin Allah untuk kiblat salat mereka. Perpindahan tersebut dimaksudkan untuk menjinakkan hati orang-orang Yahudi dan untuk menarik mereka kepada syariat al-Quran dan agama yang baru yaitu agama tauhid.

Tetapi setelah Rasulullah saw menghadap Baitul Muqoddas selama 16-17 bulan, ternyata harapan Rasulullah tidak terpenuhi. Orang-orang Yahudi di Madinah berpaling dari ajakan beliau, bahkan mereka merintangi Islamisasi yang dilakukan Nabi dan mereka telah bersepakat untuk menyakitinya. Mereka menentang Nabi dan tetap berada pada kesesatan.

Karena itu Rasulullah saw berulang kali berdoa memohon kepada Allah swt agar diperkenankan pindah kiblat salat dari Baitul Muqoddas ke Ka'bah lagi, setelah Rasul mendengar ejekan orang-orang Yahudi yang mengatakan, "Muhammad menyalahi kita dan mengikuti kiblat kita. Apakah yang memalingkan Muhammad dan para pengikutnya dari kiblat (Ka'bah) yang selama ini mereka gunakan?"

Ejekan mereka ini dijawab oleh Allah swt dalam surat al Baqarah ayat 143 lanjutan ayat di atas:

وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِى كُنْتَ عَلَيْهَا إلاَّ لِيَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ.

Dan kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu, melainkan agar kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot…

Dan pada akhirnya Allah memperkenankan Rasulullah saw memindahkan kiblat salat dari Baitul Muqoddas ke Ka'bah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 144.

Diantara kebiasaan yang dilakukan oleh umat Islam pada malam Nisfu Sya'ban adalah membaca surat Yasin tiga kali yang setiap kali diikuti doa yang antara lain isinya adalah:

"Ya Allah jika Engkau telah menetapkan aku di sisi-Mu dalam Ummul Kitab (buku induk) sebagai orang celaka atau orang-orang yang tercegah atau orang yang disempitkan rizkinya maka hapuskanlah ya Allah demi anugerah-Mu, kecelakaanku, ketercegahanku, dan kesempitan rizkiku.."

Bacaan Yasin tersebut dilakukan di masjid-masjid, surau-surau atau di rumah-rumah sesudah salat maghrib.

Sebagian dari orang-orang yang mengaku "ahli ilmu" telah menganggap ingkar perbuatan tersebut, menuduh orang-orang yang melakukannya telah berbuat bid'ah dan melakukan penyimpangan terhadap agama, karena doa dianggap ada kesalahan ilmiyah yaitu meminta penghapusan dan penetapan dari Ummul Kitab. Padahal kedua hal tersebut tidak ada tempat bagi penggantian dan perubahan. Tanggapan mereka ini kurang tepat, sebab dalam syarah kitab hadist Arbain Nawawi diterangkan bahwa takdir Allah swt itu ada empat macam: Pertama;

Takdir yang ada di ilmu Allah. Takdir ini tidak mungkin dapat berubah, sebagaimana Nabi Muhammad saw bersabda:

لاَيَهْلِكُ اللهُ إلاَّ هَالِكًا

"Tiada Allah mencelakakan kecuali orang celaka, yaitu orang yang telah ditetapkan dalam ilmu Allah Taala bahwa dia adalah orang celaka."

Kedua;

Takdir yang ada dalam Lauhul Mahfudh. Takdir ini mungkin dapat berubah, sebagaimana firman Allah dalam surat ar-Ra'du ayat 39 yang berbunyi:

يَمْحُو اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الكِتَابِ.

"Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz)."

Dan telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa beliau mengucapkan dalam doanya yaitu "Ya Allah jika engkau telah menetapkan aku sebagai orang yang celaka maka hapuslah kecelakaanku, dan tulislah aku sebagai orang yang bahagia".

Ketiga;

Takdir dalam kandungan, yaitu malaikat diperintahkan untuk mencatat rizki, umur, pekerjaan, kecelakaan, dan kebahagiaan dari bayi yang ada dalam kandungan tersebut.

Keempat;

Takdir yang berupa penggiringan hal-hal yang telah ditetapkan kepada waktu-waktu yang telah ditentukan. Takdir ini juga dapat diubah sebagaimana hadits yang menyatakan: "Sesungguhnya sedekah dan silaturrahim dapat menolak kematian yang jelek dan mengubah menjadi bahagia." 

Dalam salah satu hadits Nabi Muhammad saw pernah bersabda,

إنَّ الدُّعَاءَ وَالبَلاَءَ بَيْنَ السَّمَاءِ والاَرْضِ يَقْتَتِلاَنِ وَيَدْفَعُ الدُّعَاءُ البَلاَءَ قَبْلَ أنْ يَنْزِلَ.

"Sesungguhnya doa dan bencana itu diantara langit dan bumi, keduanya berperang; dan doa dapat menolak bencana, sebelum bencana tersebut turun."

Diantara kebiasaan kaum muslimin pada malam Nisfu Sya'ban adalah melakukan salat pada tengah malam dan datang ke pekuburan untuk memintakan maghfirah bagi para leluhur yang telah meninggal dunia. Kebiasaan seperti ini adalah berdasar dari amal perbuatan atau sunnah Nabi Muhammad saw. Antara lain ada hadist yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi dalam Musnadnya dari Sayidah Aisyah RA, yang artinya kurang lebih sebagai berikut:

"Pada suatu malam Rasulullah saw berdiri melakukan salat dan beliau memperlama sujudnya, sehingga aku mengira bahwa beliau telah meninggal dunia. Tatkala aku melihat hal yang demikian itu, maka aku berdiri lalu aku gerakkan ibu jari beliau dan ibu jari itu bergerak lalu aku kembali ke tempatku dan aku mendengar beliau mengucapkan dalam sujudnya: "Aku berlindung dengan maaf-Mu dari siksa-Mu; aku berlindung dengan kerelaan-Mu dari murka-Mu; dan aku berlindung dengan Engkau dari Engkau. Aku tidak dapat menghitung sanjungan atas-Mu sebagaimana Engkau menyanjung atas diri-Mu." Setelah selesai dari salat beliau bersabda kepada Aisyah, "Ini adalah malam Nisfu Sya'ban. Sesungguhnya Allah 'azza wajalla berkenan melihat kepada para hamba-Nya pada malam Nisfu Sya'ban, kemudian mengampunkan bagi orang-orang yang meminta ampun, memberi rahmat kepada orang-orang yang memohon rahmat, dan mengakhiri ahli dendam seperti keadaan mereka."

Nabi Muhammad saw pada malam Nisfu Sya'ban berdoa untuk para umatnya, baik yang masih hidup maupun mati. Dalam hal ini Sayidah Aisyah RA meriwayatkan hadits:

إنَّهُ خَرَجَ فِى هَذِهِ اللَّيْلَةِ إلَى الْبَقِيعِ فَوَجَدْتُهُ يَسْتَغْفِرُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ وَالشُّهَدَاءِ.

"Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah keluar pada malam ini (malam Nisfu Sya'ban) ke pekuburan Baqi' (di kota Madinah) kemudian aku mendapati beliau (di pekuburan tersebut) sedang memintakan ampun bagi orang-orang mukminin dan mukminat dan para syuhada."

Banyak hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal, at-Tirmidzi, at-Tabrani, Ibn Hibban, Ibn Majah, Baihaqi, dan an-Nasa'i bahwa Rasulullah saw menghormati malam Nisfu Sya'ban dan memuliakannya dengan memperbanyak salat, doa, dan istighfar.

Saudaraku yang kumuliakan semoga mendapat Rahmat Allah,

mengenai doa dimalam nisfu sya'ban adalah sunnah Rasul saw, sebagaimana hadits-hadist berikut :

Sabda Rasulullah saw : "Allah mengawasi dan memandang hamba hamba Nya di malam nisfu sya'ban, lalu mengampuni dosa dosa mereka semuanya kecuali musyrik dan orang yg pemarah pada sesama muslimin"(Shahih Ibn Hibban hadits no.5755)

berkata Aisyah ra : disuatu malam aku kehilangan Rasul saw, dan kutemukan beliau saw sedang di pekuburan Baqi', beliau mengangkat kepalanya kearah langit, seraya bersabda : "Sungguh Allah turun ke langit bumi di malam nisfu sya'ban dan mengampuni dosa dosa hamba Nya sebanyak lebih dari jumlah bulu anjing dan domba" (Musnad Imam Ahmad hadits no.24825)

Disunnahkan untuk memperbanyak shalat malam di malam Nisfu Sya'ban dan berpuasa keesokannya, sebagaimana Hadits Rasul saw : "Bila sudah masuk Malam Nisfu Syaban maka bangunlah dimalamnya (perbanyak shalat malam dan dzikir) dan berpuasalah disiang harinya, sungguh Allah turun ke langit yg terendah berhadapan dg bumi saat terbenamnya matahari di hari itu (turun ke langit yg terdekat dg bumi = mendekatkan Rahmat Nya kepada hamba Nya), dan berkata: adakah yg beristighfar kuampuni dosanya, adakah yg ditimpa musibah (yg berdoa) hingga kuangkat musibahnya, adakah yg meminta rizki akan kulimpahi rizki, adakah..dan adakah.. (Rasul saw menjelaskan banyak kemuliaan malam itu dari Allah swt menjawab doa doa kita). 

sumber :

- Tafsir Imam Qurtubi Juz 16 hal 127.

- Sunan Ibn Maajah hadits no. 1388 

walaupun ada pendapat bahwa riwayat ini tidak shahih, namun baik pula kita banyak bermunajat di malam ini karena Pengampunan Allah tercurah di malam ini, sebagaimana riwayat shahih dibawah ini.

Rasul saw bersabda bahwa malam Nisfu Sya'ban Allah mengampuni semua hamba Nya kecuali Musyrik dan orang yang suka iri dan dengki/pemfitnah. (Shahih Ibn Hibban hadits no.5667), (Mawarid Dhamaan hadits No.1980) (Sunan Tirmidzi hadits no.739)

berkata Imam Syafii rahimahullah : "Doa mustajab adalah pada 5 malam, yaitu malam jumat, malam idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nisfu sya'ban" (Sunan Al Kubra Imam Baihaqiy juz 3 hal 319).

dengan fatwa ini maka kita memperbanyak doa di malam itu, jelas pula bahwa doa tak bisa dilarang kapanpun dan dimanapun, bila mereka melarang doa maka hendaknya mereka menunjukkan dalilnya?,

bila mereka meminta riwayat cara berdoa, maka alangkah bodohnya mereka tidak memahami caranya doa, karena caranya adalah meminta memohon kepada Allah SWT,

pelarangan akan hal ini, justru merupakan perbuatan mungkar dan sesat, sebagaimana sabda Rasulullah saw : 

"sungguh sebesar besarnya dosa muslimin dengan muslim lainnya, adalah pertanyaan yang membuat hal yang halal dilakukan menjadi haram, karena sebab pertanyaannya" (Shahih Muslim)

Jumhur seluruh Madzhab memuliakan malam nisfu sya;ban, sebagaimana telah dijelaskan kemuliaan kemuliaan malam itu pada Tafsir Imam Ibn Katsir, Tafsir Imam Attabari, Tafsir Imam Qurtubi, Tafsir Imam Assuyuthiy, juga pada Fathul Baari Bisyarah SHahih Bukhari oleh Hujjatul Islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy, juga Hujjatul Islam Al Imam Nawawi, juga pada Tuhfatul Ahwadziy Syarah sunan Tirmidziy, Faidhul Qadir, Syarah Sunan Ibn Majah, dan banyak lagi,

kesemuanya mengakui kemuliaan malam nisfu sya'ban dan sunnah memperbanyak doa di malam itu, dengan Alqur;an, dzikir, doa dll.

mengenai membaca Surat Yaasin tiga kali, adalah hal yang diajarkan oleh Imam Syafii.rhm, maka diteruskan oleh murid muridnya, dan memang dimalam itu tidak membaca Yaasin pun tidak apa apa. 

Namun tidak salah, justru mulia, jika kita mengikuti nasihat seorang Imam yang Alim dan Sholeh, yang diikuti ribuan ahli hadits dan para imam, Imam Bukhari dan Imam Muslim memilki sanad kepada Imam Syafi'i.rhm, tentunya ia tidak mungkin berfatwa menyesatkan kita, maka kita pun mengikutinya, mestilah beliau berfatwa dengan hujjah yang tsiqah (kuat), walaupun hujjah itu tidak sampai pada kita, namun jika 'mungkar' mestilah sudah ditentang oleh ratusan pakar hadits sesudah beliau, dan tidak di-ikuiti oleh mayoritas para ulama ahlus-sunnah wal Jama'ah sedunia.

hadist shahih riwayat Ibn Hibban bahwa Allah SWT mengampuni seluruh dosa hamba Nya dimalam nisfu sya'ban, kecuali orang yang menyembah selain Allah dan orang yang suka bermusuhan.

Lebih dari 100 hadits mengenai kemuliaan malam nisfu sya;ban, walau banyak yang dhoif dari sisi rawi, namun dalam matan itu berasal dari Baginda Nabi Rasulullah SAW, namun secara hukum pun, hadits dhoif jika didukung dari banyak riwayat, maka derajatnya akan menjadi hasan, dan hadits hasan sudah bisa diterima sebagai dalil hujjah.

Para ulama kita menyarankan membaca surat Yaasiin 3 x, itu pula haram seseorang mengingkarinya, kenapa dilarang?, apa dalilnya seseorang dilarang membaca surat Alqur'an?, melarangnya justru adalah haram secara mutlak.

Sebagaimana Imam Masjid Quba yang selalu menyertakan surat al-Ikhlas bila ia menjadi Imam, selalu ia membaca Al Ikhlas di setiap rakaatnya setelah surat A-Fatihah, ia membaca al-Fatihah, lalu al ikhlas, baru surat lainnya, demikian setiap rakaat ia lakukan, dan demikian pada setiap shalatnya, 

bukankah ini kebiasaan yang tidak pernah diajarkan oleh Baginda Nabi Rasulullah SAW?, bukankah ini menambah-nambahi bacaan dalam shalat????

Maka ketika itu makmumnya berdatangan kepada Rasulullah SAW seraya mengadukannya, maka Rasul saw memanggilnya dan bertanya mengapa ia berbuat demikian, dan orang itu menjawab Inniy Uhibbuhaa(aku mencintainya), yaitu ia mencintai surat Al-Ikhlas, hingga selalu menggandengkan Al-Ikhlas dengan Al-Fatihah dalam setiap rakaat dalam shalatnya.

apa jawaban Rasulullah SAW?, apakah Rasul SAW berkata : "kenapa engkau buat syariah dan ajaran baru?, kenapa membuat ibadah baru?, apakah ibadah shalat yang kuajarkan belum sempurna???, Kamu telah berbuat Bid'ah ???...dst

Beliau SAW tidak mengatakan demikian, malah Baginda Nabi SAW seraya berkata : Hubbuka iyyahaa adkhalakal Jannah (cintamu pada surat Al Ikhlas itulah yang akan membuatmu masuk sorga). hadits ini dua kali diriwayatkan dalam Shahih Bukhari.

dan shahih Bukhari adalah kitab hadits yang terkuat dan diakui dari seluruh kitab hadits lainnya untuk dijadikan dalil hukum.

Maka jelaslah Rasul SAW tidak melarang berupa ide-ide baru yang datang dari seorang beriman yang shaleh, selama ia tidak merubah syariah yang telah ada, apalagi hal itu merupakan kebaikan.

Dan doa nisfu sya'ban adalah mulia, apa yang diminta?, panjang umur dalam taat pada Allah, diampuni dosa-dosa, mohon diwafatkan dalam husnul khatimah, 

Salahkah doa seperti ini?, akankah perkumpulan seperti ini dibubarkan dan ditentang?

Sangat betul, lafal-ucapan doa Nisfu Sya'ban secara persis, tidak ada sumbernya dari Rasulullah dan para Sahabat, pertanyaannya adalah "Salahkah atau Dosakah atau Bid'ahkah ???", jika berkata demikian, bagaimana doa yang kita panjatkan untuk anak kita, misal Ahmad, Yaa Allah berkahilah anakku Ahmad/Fulan/Fulanah... panjangkan umurnya dalam keadaan taat kepada Allah dan Rasul-Nya, berilah kemudahan dan keberhasilan dalam ujian Nasional Besok dsb, dst...??? Silahkan jawab sendiri, bukankah hal yang demikian tidak ada sama sekali di-ucapkan oleh Baginda Nabi Rasulullah SAW, para sahabah, tabi`in dan tabi’ tabi`in..... 

Mengenai malam pertama bulan rajab Imam Syafii.rhm berfatwa bahwa itu adalah mustajab doa pula, sebagaimana malam jumat dan malam nisfu sya'ban, dan Imam syafii bukanlah berfatwa dari hawa nafsunya,

Mengenai fatwa Imam syafii tentunya debu di kaki Imam Syafii lebih mulia dari seribu bin baz, karena Imam Syafi'i sudah menjadi Imam sebelum Imam Bukhari lahir, dan ia adalah guru dari Imam Ahmad bin Hanbal, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal itu hafal 1 juta hadits dengan sanad dan matannya,

dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata : 20 tahun aku berdoa setiap malam untuk Imam syafii,

dan Imam Syafii adalah Imam besar yang ratusan para Imam mengikuti madzhabnya,

mengenai Imam Ghazali.rhm beliau adalah Hujjatul Islam, telah hafal lebih dari 300 ribu hadits dengan sanad dan hukum matannya,

beda dengan para wahabi yang diakui sebagai imam mereka (guru mereka) padahal mereka tak satupun sampai ke derajat Al Hafidh (hafal 100 ribu hadits dengan sanad dan hukum matannya), tapi fatwanya menghukumi hadits-hadist seakan mereka itu para nabi, dan ulama lainnya adalah 'bodoh'. Hanya dia yang benar yang lain salah, sesat dan Bid'ah...

Bagaimana mungkin, bagi orang-orang yang memiliki akal 'sehat lahir-batin, lebih memilih pendapat atau fatwa 'orang yang sekarang' di bandingkan fatwa Al-Imam Syafi'i.rhm, fatwa Imam Ahmad bin Hanbal, fatwa Imam al-Ghazali.rhm ??

Dengan demikian diperbolehkan bagi seorang muslim untuk menghidupkan malam nisfu sya’ban dengan berbagai bentuk ibadah seperti shalat, berdzikir maupun berdoa kepada Allah swt yang dilakukan secara sendiri-sendiri. Adapun apabila hal itu dilakukan dengan berjama’ah maka telah terjadi ada "khilaf", perselisihan dikalangan para ulama seperti penjelasan diatas. Untuk masalah Khilaf ini, Rasulullah bersabda, "al-Khliaf lii ummati bil Rahmah", perbedaan yang terjadi atas umatku adalah rahmat.

Begitu pula dengan dzikir-dzikir dan doa-doa yang dipanjatkan hendaklah tidak bertentangan dengan dalil-dalil shahih didalam aqidah dan hukum.

Lembaga fatwa tertinggi Mesir mengingatkan bahwa sibuk terus-menerus dalam masalah khilaf  ibadah nishfu Sya’ban, sebabkan kemunduran umat

Sebagaimana diketahui, di pertengahan bulan Sya’ban yang dikenal dengan istilah nisfu sya’ban, banyak umat Islam yang menghidupkan malamnya dengan qiyam dan siangnya dengan puasa, termasuk di Indonesia sendiri.

Akan tetapi fakta bahwa ada sebagian umat Islam lain tidak setuju dengan amalan ini tidak bisa dipungkiri, sehingga seringkali terjadi hubungan tidak sehat antara yang pro dan yang kontra. Darul Ifta’ Al Mishriyah, Lembaga Fatwa Mesir telah mewanti-wanti agar persoalan seperti ini jangan sempai menjadikan sumber perpecahan dan keterbelakangan.

 “Harus diketahui bahwa hal semacam ini bukanlah sebuah persoalan, dan bukanlah hal yang memisahkan antara pengamal sunnah atau pelaku bid’ah, bukan pula pelaku ketaatan atau pelaku maksiyat.” Demikian tanggapan Amin Fatwa (Komisi Fatwa) Darul Ifta, menjawab pertanyaan hidayatullah.com mengenai perselisihan yang biasa terjadi karena khilaf dalam ibadah nishfu Sya’ban.

Bahkan dengan tegas pihak Darul Ifta’ memperingatkan bahwa sibuk dalam masalah seperti ini menyebabkan kemunduran umat. “Setiap Muslim tidak boleh menjadikan hal ini sebagai perkara besar, yang harus mendapat perhatian besar. Karena sesungguhnya penyebab kemunduran umat adalah terlalu sibuk dengan masalah-masalah yang bukan merupakan prioritas utama.”

Dengan demikian, Darul Ifta’ menyatakan bahwa tidak sepatutnya umat Islam memperselisihkan masalah ini, yang bisa menyebabkan salah satu mencela saudaranya yang lain.

Mengenai kedudukan hadits fadhilah nisyfu Sya’ban, Darul Ifta’ menjelaskan bahwa hadits mengenai sunnahnya melakukan puasa dan qiyam dihukumi dhaif oleh Al Hafidz Al Iraqi dalam Takhrij Ihya’. Akan tetapi ada hadits lain yang diriwayatkan Imam Muslim yang membolehkan puasa itu. Bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam berkata kepada seorang laki-laki, ”Apakah engkau telah melakukan puasa di pertengahan bulan ini (Sya’ban)? Laki-laki itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam  bersabda, ”Jika engkau telah menunaikan puasa Ramadhan maka berpuasalah satu atau dua hari.”

Lembaga yang dipimpin oleh Mufti Mesir, Prof. Dr. Ali Jum’ah ini menyebutkan bahwa ada hadits lain yang menjelaskan fadhilah malam nishfu Sya’ban, yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Tirmidzi dari Ibnu Amru secara marfu’, menjelaskan bahwa Allah mendatangi hamba-Nya di malam hari pertengahan Sya’ban, dan mengampuni hamba-hamba-Nya, kecuali dua, yakni orang yang saling membenci atau pembunuh.

 “Dengan demikian, tidak mengapa jika ada seorang Muslim yang “menyambut” rahmat Allah ini dengan melakukan puasa di siang harinya dan qiyam di malam harinya.” Demikian Darul Ifta’ menutup pernyataannya.

Dan hendaklah setiap muslim menyikapi permasalahan ini dengan arif bijaksana, tanpa harus menentang atau bahkan menyalahkan pendapat yang lainnya, karena bagaimanapun permasalahan ini masih diperselisihkan oleh para ulama, meskipun hanya dilakukan oleh para tabi’in. Jadi kesimpulannya semua terserah kepada diri kita masing-masing, mau memperbanyak amal ibadahnya atau tidak, dan apa pun yang terjadi dalam Nisfu Syaban, ketahuilah itu perkara yang sunnah bahkan ada yang menganggap makruh, bukanlah perkara yang Wajib.... 

Dan memang masalah ini adalah mahallun-khilaf'' sepanjang zaman. Tidak akan ada penyelesaiannya, karena masing-masing pihak berangkat dengan ijtihad dan dalil masing-masing, di mana kita pun ber-husnudzdzhan bahwa mereka punya niat yang baik serta mereka memiliki kapasitas dan otoritas dalam berijtihad.

Lepas dari keyakinan kita masing-masing yang merupakan hak kita untuk mengikutinya, namun hak kita dibatasi oleh adanya hak saudara kita dalam kebebasan berekspresi dalam ijtihad mereka, selama masih dalam koridor manhaj yang benar.

Semoga bermanfaat 

Wallahu ‘alam bish showab, wal ‘afu minkum,

Wassalamu a’laikum warrahmahtullahi wabarakatuh

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!