Adab dalam Majelis Ilmu

A’uudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil ‘alaamin

Allaahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaa Sayidina Muhammadin wa ‘alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajma'in.

Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq

Adab dalam Majelis Ilmu

Kalam al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

amma ba'du,

Habib Ali, Muallif Simtud Duror, rodhiallohu anhu berbicara tentang adab dalam suatu majelis ilmu, atau dalam Rouhah di suatu zawiyah:

Di zaman ini, hanya ada sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majelis. Bahkan dalam majelis ilmu sekalipun tidak kalian temukan adab yang sempurna. Sesungguhnya rumah memiliki hak, pemilik rumah memiliki hak, teman duduk memiliki hak, dan hak itu menjadi semakin besar sewaktu duduk di

hadapan orang yang berilmu. Kau lihat seseorang membentak saudaranya karena kesalahan yang sangat kecil, seakan-akan ia adalah budaknya. Padahal makhluk itu adalah tanggungan Allah. Kakek mereka adalah Adam dan Adam berasal dari tanah, lalu apa yang akan ia sombongkan?! 

Setiap majelis perlu adab. Rumah perlu adab, makan perlu adab, tuan rumah perlu adab, teman duduk juga perlu adab. Kami sama sekali tidak berminat pada majelis kaum awam, karena majelis itu tidak diselenggarakan dengan adab yang mulia. Jika ada seseorang yang datang mereka berdiri dan

bersalaman, atau menghentikan bacaan, padahal masyarakat datang tidak lain untuk mendengarkan. Jika datang seorang lelaki terpandang mereka bangun dan berkata, “Silahkan, kemari.” Dan yang lain berkata, “Silahkan, kemari.” Orang yang duduk di sampingmu mengipasimu.

Gerakan-gerakan mereka dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majelis. Keberkahan majelis bisa diharapkan apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi, keberkahan majelis itu intinya adalah adab. Sedang adab dan pengagungan (ta’zhîm) letaknya di hati. (N:355-356)

Kadang kala aku (al-Habib Ali ) memaksakan diri untuk berbicara tentang berbagai hal yang sebenarnya tidak pantas dibicarakan di majelisku; sebenarnya aku sama sekali tidak ingin membicarakannya. Namun, demi mengambil hati orang-orang yang duduk bersamaku, maka kupaksakan diriku untuk berbuat demikian. (Q:I:518)

(Sekilas tentang Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, Putera Riyadi)

Pandangan lain

Dari kitab "Al-Fawaidud Durriyyah minal Anfasil Haddadiyyah". Kalam Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad.

Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad mencela orang-orang yang berdiri atau melakukan kegiatan lain pada waktu qiroah atau mudzakaroh

Habib Alwi berkata, "Suatu hari, seseorang yang hadir di majlis Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, ridwaanallahu alaih, sibuk bertasbih padahal saat itu qiro'ah sedang berlangsung. Habib Muhammad menghentikan qiro'ahnya, lalu berkata kepada orang itu, "Kita berada dalam kebaikan atau keburukan? Bila kita berada dalam kebaikan mengapa engkau tidak turut bersama kami? Tapi, bila kami berada dalam keburukan mengapa tak kau mencegah kami? Jika kau katakan bahwa engkau menyimak qiro'ah sambil bertasbih, maka sesungguhnya Allah tidak menciptakan dua hati dalam diri seseorang."

Orang itu merasa malu dan tidak menjawab sepatah kata pun.

(kiriman Akh Ahmad bin Abdurrahman Alaydrus)

(dalam Kitab Bahjatunnufus fi Ba'dhi Kalam Al-Habib Abdulbari bin Syaikh Alaydrus)

Habib Abdulbari bin Syeikh Alaydrus melihat para pelajar mengobrol ketika sedang disampaikan mudzakaroh di suatu majelis rouhah. Beliau berkata, 

"Dahulu, para salaf, ridhwanulloh alaihim, melarang para pelajar/murid menyibukkan diri dengan kegiatan lain ketika sedang berlangsung qiro'ah atau mudzakaroh di suatu majlis, walaupun hanya menggenggam tasbih ditangannya. Sedangkan Al-'Am Abdurrahman Al-Masyhur, apabila melihat ada murid yang memegang tasbih ketika sedang menghadiri qiro'ah atau mudzakaroh di suatu majlis, maka beliau akan segera merebut dan memutuskan tasbih itu."

 

Salah satu adab di dalam Majlis Ilmu

Dalam suatu rauhah yang dihadiri oleh Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus, seorang munsyid membacakan sebuah qosidah Al-Habib Abdulloh bin Alwi Alhaddad. Setelah qosidah itu selesai dilantunkan, berkata Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus :

Jika ada seseorang yang asyik berbicara pada saat dilantunkan suatu qosidah yang digubah oleh Salaf, maka hal itu akan berarti dia merasa yakin bahwa dia punya omongan pembicaraan lebih baik dari kalam Salaf. Atau bisa berarti dia menolak kalam tersebut.

 

Begitu juga jika seseorang asyik berbicara pada saat yang lain lagi membacakan Fatihah atau berdoa, maka hal itu menunjukkan sesungguhnya dia tidak mau mendapatkan pahala dari Fatihah atau doa yang dibacakan itu.

 

Didalam hadits dikatakan : Jika ada seseorang asyik berbicara ketika yang lainnya sedang membaca Al-Qur'an, maka Alloh menyuruh seorang Malaikat dan Malaikat tersebut akan berkata kepada yang lagi asyik berbicara, "Diamlah wahai musuh Alloh", sampai ia tidak bicara lagi. Jika ia masih tetap berbicara, Malaikat tadi akan berkata kepadanya, "Diamlah wahai orang yang sungguh dibenci oleh Alloh", sampai ia berhenti berbicara. Jika ia masih juga tetap berbicara, Malaikat itu akan berkata kepadanya, "Diamlah wahai orang yang sungguh dilaknat oleh Alloh".

Kalam Rasululloh SAW bersesuaian dengan Al-Qur'an. Begitu juga dengan kalam Salaf bersesuaian mengikuti kalam Rasululloh SAW. Karena mereka tidaklah berbicara kecuali dengan ijin robbani. Begitulah ilmu tidak akan bisa didapatkan kecuali dengan adab maka beradablah kalian...beradablah... beradablah....

[diambil dari kitab Bahjatun Nufus fi kalam Al-Habib Abdul Bari' bin Syeikh Alaydrus, disusun oleh Al-Habib Muhammad bin Saggaf bin Zain Al-Hadi, hal. 84-85]

 

Referensi :

 

Wallahu ‘alam bish showab, wal ‘afu minkum,

Wassalamu a’laikum warrahmahtullahi wabarakatuh

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!