Silaturahmi TNI, POLRI dan Ulama se-Indonesia

Ulama, TNI, Polri Dalam Menjaga Stabilitas Nasional

February 6, 2014 in Kodam IV/Diponegoro

Silaturahmi yang mengangkat tema Peranan Ulama, TNI, Polri Dalam Menjaga Stabilitas Nasional, menghadirkan 3 pembicara diantaranya Kapolri Jenderal Pol Sutarman, Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko dan Habib Lutfi Bin Ali Bin Yahya pimpinan Jam’iyyah Ahlith Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah dan dihadiri oleh para pejabat dan perwira TNI – Polri se Jateng – DIY, serta perwakilan para ulama se Indonesia.

Dalam rangka menjalankan agenda reformasi yang sedang berjalan saat ini guna menciptakan masyarakat yang demokratis dengan mengedepankan sipil society, TNI-Pori siap mengawal demokrasi untuk memperkokoh NKRI.

Sedikitnya 2000 jemaah memadati Dupan Square Pekalongan, Selasa (4/2). Mereka mengikuti silaturahmi nasional antara ulama, TNI, dan POLRI yang dirangkai dalam peringatan maulid Rasulullah SAW Majelis Kanzus Sholawat-nya pimpinan Habib Luthfi bin Yahya.

Mereka adalah tamu undangan yang terdiri dari ulama Jam'iyyah Ahlit Thariqah Al Mu'tabarah An Nahdliyyah (JATMAN), TNI, dan POLRI. Maulid ini secara teknis ditangani Pengurus Mahasiswa Ahlit Thariqah An Nahdliyyah (MATAN).

Dalam ceramah, Habib Luthfi yang juga Rais Aam Idaroh Aliyah JATMAN mengimbau unsur ulama, jajaran TNI, dan elemen POLRI untuk memperkuat barisan dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Kekompakan ketiganya memberi jaminan bagi kelestarian NKRI. Sebaliknya, bila tiga komponen ini berjalan masing-masing, maka NKRI akan rapuh,” terang Habib Luthfi di hadapan hadirin.

Dalam silaturahmi nasional ini, tampak hadir Panglima TNI Jendral Moeldoko dan Kapolri Jendral Sutarman.

Hal ini disampaikan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko pada acara silaturahmi TNI, Polri dan ulama se Indonesia dalam rangka wawasan kebangsaan yang berlangsung di Dufan Hall Pekalongan (4/1).

Jenderal TNI Moeldoko juga memberikan contoh tentang falsafah Jawa yang berbunyi : “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”, maka tokoh agama harus dapat dijadikan contoh tauladan, menjadi penggerak dan memberikan inspirasi bagi seluruh umatnya, serta membantu dan mendukung TNI-Polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Pol Sutarman dalam penyampaiannya menghimbau kepada seluruh elemen masyarakat untuk hidup bersatu padu dalam Bhinneka Tunggal Ika, untuk mengelola sumber daya yang ada serta kemakmuran dan kesejahteraan kita bersama. Selain itu, Kapolri berharap masyarakat dapat mendukung Polri dalam menjalankan tugas dan perannya untuk menjaga dan mengawal pemilu yang memiliki kerawanan agar berlangsung dengan aman, jujur, adil dan demokratis.

Pada sesi terakhir Habib Lutfi Bin Ali Bin Yahya dalam ceramahnya  mengajak seluruh umat untuk selalu bercermin kepada setiap tutur kata, perilaku dan tindakan Nabi Muhammad SAW, sehingga hidup terasa sejuk.

“Rapatkan jajaran kita, jangan berikan seujung rambut pun kepada orang-orang yang akan merusak bangsa, agama, umat beragama ini. Tunjukkan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat, intelektual, dan bangsa yang tidak suka dijajah”, ungkap Habib Lutfi.

Kapolri Inginkan Penegakan Hukum Jangan Ada Korban

Kapolri Jenderal Polisi Sutarman, menghendaki penegakan supremasi hukum jangan sampai menimbulkan adanya korban jiwa. Baik itu korban dari petugas penegak hukum itu sendiri, atau siapapun.

 Kapolri Jenderal Pol Sutarman ketika sedang menjadi pembicara dalam Silaturahim TNI, Polri dan Ulama se-Indonesia di Sahid Mandarin Convention Hall, Kota Pekalongan, Selasa (4/2).

“Saya ingin dalam penegakan hukum tidak sampai jatuh korban, baik petugas atau siapapun,” ungkapnya, saat menjadi pembicara pada Silaturahim TNI, Polri dan Ulama se-Indonesia di Sahid Mandarin Convention Hall, Kota Pekalongan, Selasa (4/2).

Meskipun, imbuh Kapolri, sebagai aparat penegak hukum Polri bisa melakukan langkah-langkah yang dipandang perlu jika dipandang dalam salah satu upaya penegakan hukum sudah sampai membahayakan jiwa petugas. “Tetapi kalau kondisinya sampai membahayakan jiwa petugas, Polri sebagai penegak hukum bisa melakukan langkah-langkah tegas yang dipandang perlu. Tapi itu tindakan paling terakhir. Itu sangat tidak kita kehendaki,” tegasnya.

Dalam acara yang juga menghadirkan Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko itu, Kapolri berharap agar tidak ada lagi kelompok-kelompok yang melakukan tindakan melanggar hukum sesuai kemauan mereka sendiri. Kemudian, jangan ada pula yang menghujat kepada kelompok lain kalau yang dilakukan itu salah. “Jangan menghujat bahwa yang lain salah. Memang, tentunya kita merasa bahwa apa yang kita anut adalah yang paling benar. Tetapi jangan sampai menghujat ke kelompok lain bahwa dia salah,” tandasnya.

Kalau hujat menghujat itu terus terjadi, maka akan terjadi ketegangan. Ujung-ujungnya bisa menimbulkan kerawanan lainnya, salah satunya bentrokan. Semisal, ada penganut salah satu ajaran agama yang menyalah-nyalahkan pihak lain yang ajarannya tidak sama.

Melihat hal tersebut, Kapolri memandang untuk menyelesaikan persalahan-permasalahan semacam itu sangat membutuhkan peran dari para ulama dan umaro. Bila tokoh ulama tidak berperan, maka kelompok yang kuat akan berlaku sewenang-wenang dan sampai ke tahap merusak. “Lakukan dengan cara damai dan santun.

Panglima TNI Ajak Ulama Tolak Faham Neoliberalisme

PAPARAN PANGLIMA – Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko sedang memberikan paparan di depan ribuan ulama yang hadir dalam silaturahmi TNI, Kapolri, dan Ulama se-Indonesia di Dupan Hall, Kota Pekalongan, kemarin (4/2). Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengajak para alim ulama untuk menolak paham neoliberalisme di Indonesia. Sebab, jika paham neoliberalisme dibiarkan tumbuh subur di negeri ini, maka akan mengancam kedaulatan dan ketahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Hal itu disampaikan Panglima TNI di hadapan duaribuan alim ulama, pada acara Silaturahmi TNI, Polri, dan Ulama se-Indonesia dalam Rangka Wawasan Kebangsaan dengan tema “Peran Ulama, TNI, Polri dalam menjaga kedaulatan Indonesia dalam menjaga Stabilitas”, yang digelar dalam rangkaian Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Dupan Hall, Kota Pekalongan, Selasa (4/2).

Menurut Jenderal Moeldoko, paham liberalisme merupakan sebuah mekanisme ekonomi yang sepenuhnya diserahkan pada pasar bebas dunia. Hal tersebut tidak sejalan iklim geopolitik ekonomi Indonesia yang menganut paham Demokrasi Pancasila. Mulanya paham neoliberalisme dianut Amerika Serikat dan Cina. Namun, paham tersebut sudah tidak sejalan dengan sistem demokrasi Amerika Serikat dan Cina.

Pada acara yang juga menghadirkan Kapolri Jenderal Pol Sutarman Panglima TNI menilai, saat ini Indonesia justru masih menganut paham neoliberalisme. Padahal ditegaskan bahwa paham itu tidak lagi cocok dengan iklim geopolitik-ekonomi, sehingga akan mengancam NKRI. Dalam paparannya, ia memotret kondisi Indonesia yang tidak konsisten dengan Demokrasi pancasila.

Ia mencontohkan mengenai konsumsi garam dan kedelai. Masyarakat kita tahunya bahwa garam yang dikonsumsi sehari-hari pasti produksi dalam negeri, terutama Madura. Namun kenyataannya, Indonesia masih impor garam dari Australia.

“Apakah garam yang kita konsumsi semuanya asli dari Madura? Ternyata tidak. Garam tersebut banyak yang dari Australia. Termasuk, kedelai termasuk kedelai dari Brazil, lalu jagung yang dimakan orang Pekalongan pun mungkin masih impor dari Thailand,” bebernya.

Maka dari itu, Panglima TNI dalam forum silaturahmi yang digagas Rais Aam Jamiya Ahlit Thariqah Al Mutabaroh (Jatman) Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, yang juga ‘Khodimul Maulid’ di Kanzus Sholawat, itu menyerukan agar jamaah Thoriqoh menjadi barisan pertama menjaga stabilitas nasional. Ulama thoriqoh harus menolak paham yang tidak sejalan dengan cita-cita para pendiri bangsa.

Panglima TNI juga mengajak agar bangsa dan negara Indonesia memiliki kedaulatan dalam segala bidang, termasuk yang terpenting adalah kedaulatan pangan. “Mari kita wujudkan kedaulatan pangan. Kita hanya memiliki ketahanan pangan. Bukti beras swasembada

surplus 3 juta masih saja impor dari Vietnam,” tukas Jenderal Moeldoko. Lebih lanjut Panglima menambahkan, untuk mewujudkan semua harapan tersebut, maka perlu adanya dukungan komponen bangsa yang lain, khususnya Polri dan alim ulama yang merupakan elemen penting dalam memberikan kontribusi bagi terwujudnya Stabilitas Keamanan Masyarakat. “Stabilitas keamanan tidak bisa didapat secara instan tetapi perlu usaha keras dan kerjasama antara TNI, Polri dengan para alim ulama dan masyarakat pada umumnya,” ungkapnya.

Ulama Wajib Bantu TNI dan Polri Pertahankan NKRI

Perwakilan Ulama Habib Luthfi bin Yahya menyatakan kesiapan umat Islam Indonesia untuk membantu menghadapi kelompok manapun yang mengubah bentuk negara Indonesia dengan bentuk lainnya. Bahkan kita bersedia berhadapan dengan mereka yang berupaya mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “NKRI sudah bentuk akhir yang tidak bisa ditawar. Kita siap menghadapi mereka itu karena di belakang kita ada TNI dan POLRI sebagai pendukung penuh tegaknya NKRI,” kata Habib Luthfi dalam ceramahnya pada acara Silaturahmi Nasional antara Ulama, TNI, dan POLRI se-Indonesia di Dupan Square Pekalongan, Selasa 4 Februari 2014 Kemarin. Di hadapan sedikitnya 2000 tamu undangan silaturahmi, Habib Luthfi menegaskan kembali sikap umat Islam Indonesia sebagai pembela NKRI hingga mati. "Saya harus menegaskan ulang sikap kita itu di hadapan seluruh tamu yang hadir mumpung ada ulama, TNI, POLRI, Panglima TNI Jendral Moeldoko, dan KAPOLRI Jenderal Sutarman,” tutur Habib Luthfi.

Ia mengharapkan kerja sama lebih erat unsur ulama, TNI, dan Kepolisian dalam mengawal keutuhan NKRI. Koordinasi tiga komponen ini, lanjut Habib Luthfi, menjadi jaminan keselamatan NKRI.

Sementara Ketua PC LDNU Pekalongan Hasyim Basyaeban yang turut menghadiri silaturahmi mengatakan, acara tingkat nasional yang digagas Habib Luthfi menjadi bukti kedekatan dan jaringannya yang cukup luas untuk menjaga tetap utuhnya NKRI.