Imam Malik
Mālik ibn Anas bin Malik bin 'Āmr al-Asbahi atau Malik bin Anas (lengkapnya: Malik bin Anas bin Malik bin `Amr, al-Imam, Abu `Abd Allah al-Humyari al-Asbahi al-Madani), (Bahasa Arab: مالك بن أنس), lahir di (Madinah pada tahun 714 (93 H), dan meninggal pada tahun 800 (179 H)). Ia adalah pakar ilmu fikih dan hadits, serta pendiri Mazhab Maliki.
Biografi
Abu abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amirbin Amr bin al-Haris bin Ghaiman bin Jutsail binAmr bin al-Haris Dzi Ashbah. Imama malik dilahirkan di Madinah al Munawwaroh. sedangkan mengenai masalah tahun kelahiranya terdapat perbedaaan riwayat. al-Yafii dalam kitabnya Thabaqat fuqoha meriwayatkan bahwa imam malik dilahirkan pada 94 H. ibn Khalikan dan yang lain berpendapat bahawa imam malik dilahirkan pada 95 H. sedangkan. imam al-Dzahabi meriwayatkan imam malik dilahirkan 90 H. Imam yahya bin bakir meriwayatkan bahwa ia mendengar malik berkata :"aku dilahirkan pada 93 H". dan inilah riwayat yang paling benar (menurut al-Sam'ani dan ibn farhun)[3].
Nama dan Nasab Beliau
Beliau adalah al-Imam Abu Abdillah, Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amr bin Harits bin Ghaiman bin Khutsail bin Amr bin Harits Dzu Ashbah bin Auf bin Malik bin Zaid bin Syaddad bin Zur`ah Himyar al-Ashghar al-Himyari kemudian al-Ashbahi al-Madani. Ibu beliau bernama Aliyah bintu Syarik al-Azdiyyah.
Sifat-Sifat Beliau
Beliau RAH berwajah tampan, berkulit putih kemerah-merahan, berperawakan tinggi besar, berjenggot lebat, pakaiannya selalu bersih, suka berpakaian warna putih, jika memakai ‘imamah (syal) sebagian diletakkan di bawah dagunya dan ujungnya diuraikan di antara kedua pundaknya. Beliau selalu memakai wangi-wangian dari misk (kasturi) dan yang lainnya.
Beliau tersohor dengan kecerdasan, keshalihan, keluhuran jiwa dan kemuliaan akhlaqnya.
Pertumbuhan Dan Guru-Guru Beliau
Beliau RAH menuntut ilmu ketika masih berusia belasan tahun. Ketika berusia 21 tahun beliau sudah mencapai tingkatan mufti yang boleh berfatwa dan memiliki majelis pengajian tersendiri. Banyak ulama yang mengambil ilmu riyawat dari beliau saat beliau masih begitu muda.
Banyak para penuntut ilmu dari berbagai penjuru datang kepada beliau pada akhir kekhalifahan Abu Ja`far al-Manshur dan bertambah banyak pada kekhalifahan Harun al-Rasyid hingga beliau wafat.
Beliau mengambil ilmu dari Nafi’ bin Abi Nu’aim, Maula Ibnu Umar, Sa`id al-Maqburi, Amir bin Abdullah bin Dinar, Nafi’ al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, Imam Ja’far ash-Shadiq dan lain-lain. dan banyak lagi selain mereka yang jumlahnya melebihi 1400 orang.
Murid-Murid Beliau
Di antara guru-guru beliau yang mengambil riwayat dari beliau adalah paman beliau Abu Suhail bin Abu Amir, Yahya bin Abu Katsir, az-Zuhri, Yahya bin Sa`id, Yazid bin Hadzai bin Abu Usainah, Umar bin Muhammad bin Zaid dan selain mereka.
Di antara murid-murid beliau adalah Ma`mar bin Rasyid, Ibnu Juraij, Abu Hanifah, asy-Syafi`i, Amr bin Harits, al-Auza`i, Syu`bah, Sufyan ats-Tsauri, Abdullah bin Mubarak, Abdul Aziz ad-Darawardi, Ibnu Abi Zinad, Ibnu Ulayyah, Yahya bin Abu Zaidah, Abu Ishaq al-Fazari, Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, Abdurrahman bin Qasim, Abdurrahman bin Mahdi, Ma`n bin Isa, Abdullah bin wahb, Musa bin Thariq, Nu`man bin Abdussalam, Waki` bin Jarrah, Walid bin Muslim, Yahya al-Qaththan dan selain mereka.
Murid beliau yang terakhir meninggal adalah perawi kitab al-Muwaththa`, Abu Hudzafah Ahmad bin Isma`il as-Sahmi, dia hidup selama 80 tahun sepeninggal al-Imam Malik.
Di antara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qoththon, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu Qosim, Al Qo’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi, Yahya bin Bakir,Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah, Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Aubairi, dan lain-lain.
Hadist Yang Mengisyaratkan Tentang Keutamaan Beliau
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh manusia akan menempuh perjalanan jauh untuk menuntut ilmu, maka mereka tidak mendapati seorang alim pun yang lebih berilmu dibandingkan dengan ulama Madinah.” (Diriyawatkan oleh Nasa`i dalam sunan kubra 2/489 dan Ibnu Abi Hatim dalam Taqdimatul Jarhwat Ta`dil hal.11-12 dan berkata adz-Dzahabi dalam siyar 8/56: hadist ini sanadnya bersih dan matannya gharib.
Abdurrazaq bin Hamman berkata, ”kami memandang bahwa dia adalah Malik bin Anas (yaitu dalam Sabda Rasulullah saw…. Mereka tidak mendapati seorang alim yang lebih berilmu dibandingkan dengan ulama di madinah.)”
Abdul Mughirah al-Makhzumi menyebutkan bahwa makna hadist di atas adalah selama kaum muslimin menuntut ilmu mereka tidak mendapati orang yang lebih berilmu dari pada ulama di Madinah.
Adz-Dzahabi berkata;”Tidak ada seorang ulama pun di Madinah setelah tabi`in yang menyerupai Malik dalam keilmuan, fiqh, keagungan dan hapalan.”
Fiqh dan Kelimuan Beliau
Al-Imam asy-Syafi`i berkata, “Seandainya tidak ada Malik dan Sufyan maka sungguh akan hilanglah ilmu Hijaz.”
Al-Imam asy-Syafi`i juga berkata, ”Muhammad bin Hasan sahabat Abu Hanifah berkata kepadaku, ’siapakah yang lebih mengetahui tentang al-Qur`an, sahabat kami (yaitu Abu Hanifah) atau sahabat kalian (yaitu Malik)? ’Aku berkata, ’secara adil?’ dia berkata, ’Ya.’ Aku berkata, ’Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah, siapakah yang lebih mengetahui tentang al-Qur`an, sahabat kami atau sahabat kalian?’ Dia berkata, ’Sahabat kalian (yaitu Malik). ’Aku berkata, ’Siapakah yang yang lebih mengetahui tentang Sunnah, sahabat kami atau sahabat kalian?’ Dia berkata, ’Sahabat kalian (yaitu Malik). ’Aku berkata, ’Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah, siapakah yang lebih mengetahui tentang perkatan para sahabat Rasulullah SAW dan perkataan para ulama terdahulu; sahabat kami atau sahabat kalian? ’Dia berkata, ’Sahabat kalian (yaitu Malik).” asy-Syafi`i berkata, ”Maka aku berkata, ’Tidak tersisa sekarang kecuali qiyas, sedangkan qiyas adalah analogi pada pokok-pokok ini, orang yang tidak tahu pokok-pokok ini, pada apa dia mengqiyaskan sesuatu?”
Abu Hatim ar-Razi berkata, ’Malik bin Anas adalah seorang yang tsiqah, Imam penduduk Hijaz, dia adalah murid Zuhri yang terdepan. Jika penduduk Hijaz menyelisihi Malik, maka yang benar adalah Malik.”
Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata, ”Malik bin Anas adalah manusia yang paling mantap dalam hadits.”
Kehati-hatian Beliau Dalam Berfatwa
Abu Mush`ab berkata, ”Aku mendengar Malik berkata, ”Aku berfatwa hingga 70 orang bersaksi bahwa aku layak berfatwa.”
Abdurrahman bin Mahdi berkata, ”Kami berada di sisi al-Imam Malik bin Anas, tiba-tiba datang seorang kepadanya seraya berkata, ’Aku datang kepadamu dari jarak 6 bulan perjalanan, penduduk negeriku menugaskan kepadaku agar aku menanyakan kepadamu suatu permasalahan.’ Al-Imam Malik berkata, ’Tanyakanlah!’ Maka orang tersebut bertanya kepadanya suatu permasalahan.
Al-Imam Malik menjawab, ’Aku tidak bisa menjawabnya.’ Orang tersebut terhenyak, sepertinya dia membayangkan bahwa dia telah datang kepada seseorang yang tahu segala sesuatu, orang tersebut berkata, ’Lalu apa yang akan aku katakan kepada penduduk negeriku jika aku pulang pada mereka?’ Al-Imam Malik berkata, ’Katakan kepada mereka, Malik tidak bisa menjawab.”
Khalid bin Khidasy berkata, ”Aku datang kepada Malik dengan membawa 40 masalah, tidaklah ia menjawabnya kecuali 5 masalah saja.”
Perhatian Beliau kepada Kitabullah
Khalid al-Aili berkata, ”Aku tidak pernah melihat seorang yang lebih memiliki perhatian kepada kitabullah dibandingkan Malik bin Anas.”
Abdullah bin Wahb berkata, ”Aku bertanya kepada saudara perempuan Malik bin Anas, ’Apakah kesibukan Malik di rumahnya.?” Dia menjawab, ’Mushaf dan tilawah.”
Tentang Akal dan Adab Beliau
Abdurrahman bin Mahdi berkata, ”Aku tidak pernah melihat ahli hadits yang lebih bagus akalnya dibandingkan Malik bin Anas.”
Abu Mush`ab berkata, ”Aku tidak pernah sekalipun mendengar Malik menyuruh orang berdiri, dia hanya berkata, ’kalau kalian menghendaki, kembalilah.”
Abdullah bin wahb berkata, ”Yang kami nukil dari adab Malik lebih banyak daripada yang kami pelajari dari ilmunya.”
Ittiba` Beliau kepada Sunnah
Abdullah bin Wahb, ”Aku mendengar Malik ditanya oleh seseorang tentang masalah menyela-nyela jari-jari kedua kaki ketika berwudhu, maka dia berkata, ”Hal-hal itu tidak disyari`atkan atas manusia.” Abdullah bin Wahb berkata, ”Aku biarkan dia sampai ketika sudah sepi dari manusia, aku katakan kepadanya, ’kami memiliki hadits tentang itu.’ Maka ia berkata, ’Apa itu?’ Aku berkata, ’Telah mengkabarkan kepada kami Laits bin Sa`ad, Ibnu Lahi`ah dan Amr bin Harits dari Yazid bin Amr Al-Ma`afiri dari Abu Abdirrahman a-Hubulli dari Mustaurid bin Syaddad al-Qurasyi, dia berkata, aku melihat Rasulullah SAW menggosok sela-sela jari-jari kakinya dengan kelingkingnya.’ Malik berkata, ’Hadits ini Hasan, aku belum pernah mendengarnya kecuali saat ini. ”Abdullah bin Wahb berkata, ”Kemudian sesudah itu aku mendengar Malik ditanya tentang hal tersebut dan dia memerintahkan agar menyela-nyela jari-jari kaki ketika berwudhu.”
Diantara Perkataan-perkataan Beliau
Al-Imam Malik berkata, ”Ilmu tidak boleh diambil dari 4 orang: orang dungu yang menampakkan kedunguannya meskipun dia paling banyak riwayatnya, Ahli bid`ah yang mengajak kepada hawa nafsunya, orang yang biasa berdusta ketika bicara dengan manusia meskipun aku tidak menuduh dia berdusta dalam hadits dan orang shalih yang banyak beribadah jika dia tidak hafal hadits yang dia riwayatkan.”
Beliau berkata, ”Rasulullah SAW dan para khalifah sesudah beliau telah membuat sunnah-sunnah, mengambil sunnah-sunnah tersebut adalah ittiiba` kepada kitabullah, penyempurna ketaatan kepada Allah dan kekuatan di atas agama Allah. Tidak boleh bagi seorang pun mengubah dan mengganti sunnah-sunnah tersebut dan melihat kepada sesuatu yang menyelisihinya. Orang yang mengambil sunnah-sunnah tersebut maka dialah orang yang mendapatkan petenjuk. Orang yang meminta pertolongan dengannya maka dia akan tertolong. Dan barangsiapa yang meninggalkannya maka dia telah mengikuti selain jalan orang-orang mu`min, Allah memalingkannya sebagaimana dia berpaling dan memasukkannya ke dalam jahanam yang merupakan sejelek-jelek tempat kembali.”
Al-Imam asy-Syafi`i berkata, ”Adalah al-Imam Malik jika didatangi oleh sebagian ahli bid`ah, dia mengatakan, ’Adapun aku maka berada di atas kejelasan agamaku. Adapun kamu maka seorang yang masih ragu, pergilah kepada orang yang ragu sepertimu dan debatlah dia.”
Ja`far bin Abdullah berkata, ”Kami berada di sisi Malik, lalu tiba-tiba datang seseorang yang berkata, ’wahai Abu Abdillah, Allah bersemayam di atas `Arsy, bagaimana istiwa` itu?’ tidaklah Malik marah dari sesuatu melebihi marahnya pada pertanyaan orang tersebut, dia melihat ke tanah dan menohoknya dengan batang kayu yang ada di tangannya hingga bercucuran keringatnya, kemudian dia mengangkat kepalanya dan membuang batang kayu tersebut seraya mengatakan, ’Kaifiyyat (cara) dari istiwa` tidak diketahui, istiwa` bukanlah perkara yang majhul, iman kepada istiwa` adalah wajib dan bertanya tentang kaifiyyatnya adalah bid`ah dan aku menduga kamu adalah seorang ahli bid`ah.” Maka kemudian orang tersebut dikeluarkan dari majelis.
Cobaan Beliau
Ibnu Jarir berkata, ”Malik pernah dipukul dengan cambuk.” Kemudian Ibnu Jarir membawakan sanadnya sampai Marwan ath-Thathari bahwasanya Abu Ja`far al-Manshur melarang Malik menyampaikan haditst, ’Tidak ada thalaq bagi orang yang dipaksa.‘ Kemudian ada orang yang menyelundup di majelisnya menanyakan hadits tersebut hingga Malik menyampaikannya di depan manusia, maka Abu Ja`far kemudian mencambuk Malik.”
Muhammad bin Umar berkata, ”Sesudah kejadian tersebut Malik semakin naik derajatnya di mata manusia.”
Azd-Dzahabi berkata, ”Inilah buah dari pujian yang terpuji, akan mengangkat kedudukan hamba di sisi orang-orang yang beriman.”
Tulisan-Tulisan Beliau
Ia menyusun kitab Al Muwaththa', dan dalam penyusunannya ia menghabiskan waktu 40 tahun, selama waktu itu, ia menunjukan kepada 70 ahli fiqh Madinah.
Kitab tersebut menghimpun 100.000 hadits, dan yang meriwayatkan Al Muwaththa’ lebih dari seribu orang, karena itu naskahnya berbeda beda dan seluruhnya berjumlah 30 naskah, tetapi yang terkenal hanya 20 buah. Dan yang paling masyur adalah riwayat dari Yahya bin Yahyah al Laitsi al Andalusi al Mashmudi.
Sejumlah ‘Ulama berpendapat bahwa sumber sumber hadits itu ada tujuh, yaitu Al Kutub as Sittah ditambah Al Muwaththa’. Ada pula ulama yang menetapkan Sunan ad Darimi sebagai ganti Al Muwaththa’. Ketika melukiskan kitab besar ini, Ibn Hazm berkata,” Al Muwaththa’ adalah kitab tentang fiqh dan hadits, aku belum mnegetahui bandingannya.
Hadits-hadits yang terdapat dalam Al Muwaththa’ tidak semuanya Musnad, ada yang Mursal, mu’dlal dan munqathi. Sebagian ‘Ulama menghitungnya berjumlah 600 hadits musnad, 222 hadits mursal, 613 hadits mauquf, 285 perkataan tabi’in, disamping itu ada 61 hadits tanpa penyandara, hanya dikatakan telah sampai kepadaku” dan “ dari orang kepercayaan”, tetapi hadits hadits tersebut bersanad dari jalur jalur lain yang bukan jalur dari Imam Malik sendiri, karena itu Ibn Abdil Bar an Namiri menentang penyusunan kitab yang berusaha memuttashilkan hadits hadits mursal , munqathi’ dan mu’dhal yang terdapat dalam Al Muwaththa’ Malik.
Imam Malik menerima hadits dari 900 orang (guru), 300 dari golongan Tabi’in dan 600 dari tabi’in tabi’in, ia meriwayatkan hadits bersumber dari Nu’main al Mujmir, Zaib bin Aslam, Nafi’, Syarik bin Abdullah, az Zuhry, Abi az Ziyad, Sa’id al Maqburi dan Humaid ath Thawil, muridnya yang paling akhir adalah Hudzafah as Sahmi al Anshari.
Adapun yang meriwayatkan darinya adalah banyak sekali diantaranya ada yang lebih tua darinya seperti az Zuhry dan Yahya bin Sa’id. Ada yang sebaya seperti al Auza’i., Ats Tsauri, Sufyan bin Uyainah, Al Laits bin Sa’ad, Ibnu Juraij dan Syu’bah bin Hajjaj. Adapula yang belajar darinya seperti Asy Safi’i, Ibnu Wahb, Ibnu Mahdi, al Qaththan dan Abi Ishaq.
Malik bin Anas menyusun kompilasi hadits dan ucapan para sahabat dalam buku yang terkenal hingga kini, Al Muwatta.
Di antara tulisan-tulisan beliau adalah al-Muwaththa’ yang dikatakan oleh al-Imam asy-Syafi`i, “Tidak ada kitab dalam masalah ilmu yanng lebih banyak benarnya dibandingkan dengan Muwaththa’ karya Malik.” Tulisan lainnya, sebuah Risalah mengenai Qadar yang dikirimkan kepada Abdullah bin Wahb, an-Nujum wa Manazilul Qamar yang diriyawatkan oleh Sahnun dari Nafi` dari beliau, sebuah Risalah mengenai Aqdhiyah (Hukum Peradilan), Juz dalam Tafsir, Kitabus Sirr, Risalah ila Laits fi Ijma` Ahlil Madinah dan yang lainnya.
Wafat Beliau
Al-Imam Malik wafat di pagi hari 14 Rabi`ul Awwal tahun 179 H di Madinah dalam usia 89 tahun. Semoga Allah meridhainya dan menempatkannya dalam keluasan jannah-Nya
Pujian Ulama untuk Imam Malik
An Nasa’i berkata,” Tidak ada yang saya lihat orang yang pintar, mulia dan jujur, tepercaya periwayatan haditsnya melebihi Malik, kami tidak tahu dia ada meriwayatkan hadits dari rawi matruk, kecuali Abdul Karim”.
(Ket: Abdul Karim bin Abi al Mukharif al Basri yang menetap di Makkah, karena tidak senegeri dengan Malik, keadaanya tidak banyak diketahui, Malik hanya sedikit mentahrijkan haditsnya tentang keutamaan amal atau menambah pada matan).
Sedangkan Ibnu Hayyan berkata,” Malik adalah orang yang pertama menyeleksi para tokoh ahli fiqh di Madinah, dengan fiqh, agama dan keutamaan ibadah”.
Imam as-Syafi'i berkata : "Imam Malik adalah Hujjatullah atas makhluk-Nya setelah para Tabi'in[3] ".
Yahya bin Ma'in berkata :"Imam Malik adalah Amirul mukminin dalam (ilmu) Hadits"
Ayyub bin Suwaid berkata :"Imam Malik adalah Imam Darul Hijrah (Imam madinah) dan as-Sunnah ,seorang yang Tsiqah, seorang yang dapat dipercaya".
Ahmad bin Hanbal berkata:" Jika engkau melihat seseorang yang membenci imam malik, maka ketahuilah bahwa orang tersebut adalah ahli bid'ah"
Seseorang bertanya kepada as-Syafi'i :" apakah anda menemukan seseorang yang (alim) seperti imam malik?" as-Syafi'i menjawab :"aku mendengar dari orang yang lebih tua dan lebih berilmu dari pada aku, mereka mengatakan kami tidak menemukan orang yang (alim) seperti Malik, maka bagaimana kami(orang sekarang) menemui yang seperti Malik? "
Kitab Al-Muwaththa
Al-Muwaththa berarti ‘yang disepakati’ atau ‘tunjang’ atau ‘panduan’ yang membahas tentang ilmu dan hukum-hukum agama Islam. Al-Muwaththa merupakan sebuah kitab yang berisikan hadits-hadits yang dikumpulkan oleh Imam Malik serta pendapat para sahabat dan ulama-ulama tabiin. Kitab ini lengkap dengan berbagai problem agama yang merangkum ilmu hadits, ilmu fiqh dan sebagainya. Semua hadits yang ditulis adalah sahih kerana Imam Malik terkenal dengan sifatnya yang tegas dalam penerimaan sebuah hadits. Dia sangat berhati-hati ketika menapis, mengasingkan, dan membahas serta menolak riwayat yang meragukan. Dari 100.000 hadits yang dihafal beliau, hanya 10.000 saja diakui sah dan dari 10.000 hadits itu, hanya 5.000 saja yang disahkan sahih olehnya setelah diteliti dan dibandingkan dengan al-Quran. Menurut sebuah riwayat, Imam Malik menghabiskan 40 tahun untuk mengumpul dan menapis hadits-hadits yang diterima dari guru-gurunya. Imam Syafi pernah berkata, “Tiada sebuah kitab di muka bumi ini setelah al qur`an yang lebih banyak mengandungi kebenaran selain dari kitab Al-Muwaththa karangan Imam Malik.” inilah karangan para ulama mutaqoddimin.
Al Muwatta' adalah kitab fikih berdasarkan himpunan hadits-hadits pilihan. Santri mana yang tak kenal kitab yang satu ini. Ia menjadi rujukan penting, khususnya di kalangan pesantren dan ulama kontemporer. Karya terbesar Imam Malik ini dinilai memiliki banyak keistimwaan. Ia disusun berdasarkan klasifikasi fikih dengan memperinci kaidah fikih yang diambil dari hadits dan fatwa sahabat.
Menurut beberapa riwayat, sesungguhnya Al Muwatta' tak akan lahir bila Imam Malik tidak 'dipaksa' Khalifah Mansur. Setelah penolakan untuk ke Baghdad, Khalifah Al Mansur meminta Imam Malik mengumpulkan hadits dan membukukannya. Awalnya, Imam Malik enggan melakukan itu. Namun, karena dipandang tak ada salahnya melakukan hal tersebut, akhirnya lahirlah Al Muwatta'. Ditulis di masa Al Mansur (754-775 M) dan baru selesai di masa Al Mahdi (775-785 M).
Dunia Islam mengakui Al Muwatta' sebagai karya pilihan yang tak ada duanya. Menurut Syah Walilullah, kitab ini merupakan himpunan hadits paling shahih dan terpilih. Imam Malik memang menekankan betul terujinya para perawi. Semula, kitab ini memuat 10 ribu hadits. Namun, lewat penelitian ulang, Imam Malik hanya memasukkan 1.720 hadits. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa dengan 16 edisi yang berlainan. Selain Al Muwatta', Imam Malik juga menyusun kitab Al Mudawwanah al Kubra, yang berisi fatwa-fatwa dan jawaban Imam Malik atas berbagai persoalan.
Imam Malik tak hanya meninggalkan warisan buku. Ia juga mewariskan mazhab fikih di kalangan Islam Sunni, yang disebut sebagai Mazhab Maliki. Selain fatwa-fatwa Imam Malik dan Al Muwatta', kitab-kitab seperti Al Mudawwanah al Kubra, Bidayatul Mujtahid wa Nihaayatul Muqtashid (karya Ibnu Rusyd), Matan ar Risalah fi al Fiqh al Maliki (karya Abu Muhammad Abdullah bin Zaid), Asl al Madarik Syarh Irsyad al Masalik fi Fiqh al Imam Malik (karya Shihabuddin al Baghdadi), dan Bulgah as Salik li Aqrab al Masalik (karya Syeikh Ahmad as Sawi), menjadi rujukan utama mazhab Maliki.
Di samping sangat konsisten memegang teguh hadits, mazhab ini juga dikenal amat mengedepankan aspek kemaslahatan dalam menetapkan hukum. Secara berurutan, sumber hukum yang dikembangkan dalam Mazhab Maliki adalah Al-Qur'an, Sunnah Rasulullah SAW, amalan sahabat, tradisi masyarakat Madinah (amal ahli al Madinah), qiyas (analogi), dan al maslahah al mursalah (kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
Mazhab Maliki pernah menjadi mazhab resmi di Mekah, Madinah, Irak, Mesir, Aljazair, Tunisia, Andalusia (kini Spanyol), Marokko, dan Sudan. Kecuali di tiga negara yang disebut terakhir, jumlah pengikut mazhab Maliki kini menyusut. Mayoritas penduduk Mekah dan Madinah saat ini mengikuti Mazhab Hanbali. Di Iran dan Mesir, jumlah pengikut Mazhab Maliki juga tidak banyak. Hanya Marokko saat ini satu-satunya negara yang secara resmi menganut Mazhab Maliki.
Wafatnya Sang Imam Darul Hijroh
Imam malik jatuh sakit pada hari ahad dan menderita sakit selama 22 hari kemudian 10 hari setelah itu ia wafat. sebagian meriwayatkan imam Malik wafat pada 14 Rabiul awwal 179 H.
sahnun meriwayatkan dari abdullah bin nafi':" imam malik wafat pada usia 87 tahun" ibn kinanah bin abi zubair, putranya yahya dan sekretarisnya hubaib yang memandikan jenazah imam Malik. imam Malik dimakamkan di Baqi'