Beda Ilmu Hikmah dan Ilmu Tasawuf

Al-Kisah no.15/2004

 

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Ada pandangan yang berkembang bahwa ilmu hikmah sama dengan ilmu tasawuf. Seolah orang yang memiliki kelebihan supranatural, identik dengan seorang sufi.

Saya jadi bingung. Sebenarnya apakah ada persamaan dan perbedaannya? 

Apakah karamah itu ada kaitannya dengan ilmu hikmah? 

Atas jawaban pengasuh, saya sampaikan terima kasih. 

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

H.M. Syamsi Wafa

Jln. A.I. Suryani, Sidoarjo, JawaTimur

 

 

Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Ilmu tasawuf dan ilmu hikmah memiliki perbedaan yang jauh. Sehingga jangan sekali-kali mencoba untuk menyamakan. Ilmu tasawuf itu erat taliannya dengan ilmu tarekat dan ilmu syariat. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Mempelajari tasawuf tanpa syariat itu jelas tidak benar.

Untuk mempelajari tasawuf, harus mempelajari ilmu syariat dulu. Syariat sudah mengatur dan menjadi fundamen. Kalau dipelihara dengan baik akan berbuah tarekat. Pakaian di antara tarekat tersebut adalah tasawuf. la mengatur bagaimana menjaga perbuatan, iman, amal dan Islam. Yaitu untuk mengantisipasi datangnya penyakit penyebab rusaknya amal, itulah yang disebut tasawuf. Dan inti tasawuf adalah akhlak dan adab atau sopan santun. 

Ada orang yang diberi kelebihan oleh Allah SWT berupa ahlak dan adab. la memiliki kemampuan 'weruh sak durunge winarah', atau waskita, yaitu tahu sebelum kejadian. Bagi orang yang tahu, tidak akan berani berbicara sembarangan. la merasa malu kepada Allah karena mendahului kehendak-Nya.

Orang yang mencapai tingkatan tasawuf yang berakhlak dan beradab, akan mempergunakan tasawuf untuk menjaga diri dari perbuatan yang tidak menguntungkan. Seperti bagaimana membersihkan riya'. Atau, bagaimana cara membawa wudhu yang bukan sekadar wudhu untuk menjalankan shalat tapi setelah itu (shalat) selesai. Tapi bisakah wudhu itu, setelah menyucikan secara lahihah, juga membuat suci batin. Ini hakikat wudhu dalam dunia tasawuf.

Sedangkan ilmu hikmah berbeda. llmu hikmah, asal dia mengetahui ilmu tauhid itu sudah cukup. Yaitu mempelajari fatwa ulama khususnya dan Baginda Nabi Muhammad SAW. Ulama yang mengetahui rahasia ayat, doa dan sebagainya sehingga bisa mengobati orang, berani tirakatnya, harus puasa sekian kali dan sebagainya, siapa pun asal siap mentalnya, bisa mempelajari ilmu hikmah itu.

Untuk memberi pengobatan atau pertolongan itu, dengan jalur ilmu hikmah. Seperti supaya dagangannya laris, dan sebagainya, itu bisa dicapai oleh siapa pun.

la mengetahui, membaca ini atau itu, bisa dipakai untuk jimat.Kalau ditaruh di toko, Allah Taala akan membukakan rezeki yang tebih banyak, dan orang yang membeli juga banyak sebab ada doa itu. Itulah ilmu hikmah, yang terkait dengan rahasia ilmu Al-Quran untuk dimanfaatkan manusia.

Bisa saja ilmu hikmah terkait dengan karamah. Tapi sebenarnya karamah itu dikhususkan bagi waliyullah atas kedekatannya di sisi Allah dan Rasul-Nya. Sekali lagi saya tekankan, karamah bukan tujuan para awliya. Tapi Allah Taala yang memberikannya. Jadi, mau diberi karamah apa pun, kalau Allah Taala memberi, sekalipun tidak masuk akal bagi manusia, itu sangat mungkin terjadi. Karena Allah Taala tidak pernah terikat oleh akal manusia.

Para awliya mempergunakan karamahnya bila terdesak. Sekali pun mampu, karena malu, mereka tidak sembarangan menggunakan. Apalagi karena itu bukan tujuan. Mereka tidak membangga-banggakan karamahnya. Sewaktu-waktu bila terdesak dan sangat diperlukan, baru itu akan keluar.

Orang yang menjalankan ilmu hikmah diberikan karamah karena karamatul ayatillah, yaitu kekeramatan karena ayat-ayat Allah yang memiliki kandungan 'asrar' (rahasia) yang luar biasa. Karena itu Allah Taala menurunkan karamah. Tapi hakikatnya bukan karamah si pelaku ilmu hikmah, melainkan karena pribadinya bertawasul kemudian mendapat karamah karena ayat-ayat tersebut. Sedangkan para awliya tidak. Karamah itu langsung dari Allah Ta'ala, karena ubudiah-nya. Itu perbedaannya.

 

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah