Sayidah Nafisah ath-Thahirah

Sayyidah Nafisah ialah salah satu keturunan Rasulullah s.a.w.. Beliau puteri Imam Hasan al-Anwar bin Zaid al-Ablaj bin Imam Hasan bin Imam Ali r.a.. Beliau lahir di Makkah, pada 11 Rabiulawal 145H, hidup dan besar di Madinah.

Hijrah Ke Mesir

Demi keamanan dan ketenangan hidup Sayyidah Nafisah berhijrah ke Mesir bersama suaminya, Ishaq al-Mu'tasim bin Ja'far as-Siddiq, pada tahun 193H, setelah sebelumnya ziarah ke makam Nabi Ibrahim a.s.. Di Mesir beliau tinggal di rumah Ummi Hani’.

Sayyidah Nafisah menetap di Mesir selama 7 tahun. Penduduk Mesir sangat menyayanginya dan percaya akan karamahnya. Mereka selalu berduyun-duyun mendatanginya, berdesakan mendengarkan mauizahnya dan memohon doanya. Hal ini membuat suaminya berfikir untuk mengajaknya pindah ke tanah Hijaz, namun beliau menolak dan menjawab: “Aku tidak bisa pergi ke Hijaz kerana aku bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.. Beliau berkata kepadaku: "Janganlah kamu pergi dari Mesir kerana nanti Allah akan mewafatkanmu di sana (di Mesir).”

Peribadinya

Sayyidah Nafisah adalah seorang yang sangat kuat beribadah kepada Allah. Siang hari dia berpuasa sunat sedangkan pada malamnya dia bertahajjud menghidupkan malam dengan berzikir dan membaca Al Quran. Dia sungguh zuhud dengan kehidupannya. Hatinya langsung tidak terpaut dengan kehidupan dunia yang menipu daya. Jiwanya rindu dengan syurga Allah dan sangat takut dengan syurga Allah. Disamping itu Sayyidah Nafisah sangat taatkan suaminya. Beliau sangat mematuhi perintah suami dan melayan suaminya dengan sebaik-baiknya.

Sayyidah Nafisah adalah seorang yang terkenal zuhud dan mengasihi manusia yang lain. Pernah satu ketika, beliau menerima wang sebanyak 1000 dirham dari raja untuk keperluan dirinya. Beliau telah membahagikan wang tersebut kepada fakir miskin sebelum sempat memasuki rumahnya. Wang hadiah dari raja itu sedikit pun tidak diambilnya untuk kepentingan dirinya. Semuanya disedekahkan kepada fakir dan miskin. Demikianlah dermawannya Sayyidah Nafisah terhadap fakir miskin.

Keutamaannya

Sayyidah yang mulia ini sudah mendapatkan keutamaan sejak kecil lagi. Suatu ketika, demikian al-Hafiz Abu Muhammad dalam kitabnya Tuhfatul Asyraf bercerita: Al-Hasan, ayahanda Sayyidah Nafisah membawa Nafisah semasa kecil ke makam Rasulullah s.a.w.. Di sini sang ayah berkata : "Tuanku, Bagindaku Rasulullah, ini puteriku. Aku redha dengannya. Kemudian keduanya pulang. Di malam hari sang ayah bertemu Rasulullah bersabda: "Wahai Hasan Aku redha dengan puterimu Nafisah kerana keredhaanmu itu. Dan Allah SWT juga redha kerana redhaku itu.

Salah satu keutamaan Sayyidah Nafisah adalah selama hidupnya beliau telah mengkhatamkan al-Quran sebanyak 4000 kali. Selain itu, meskipun tinggal jauh dari tanah suci, beliau melakukan ibadah haji sebanyak 17 kali.

Sayyidah Nafisah dan Imam Syafi'i

Sejarah sepakat mengatakan bahawa Sayyidah Nafisah semasa dengan Imam Syafie. Keduanya saling menghormati. Di ceritakan bahawa Imam Syafie meriwayatkan hadis dari Sayyidah Nafisah. Setiap berkunjung ke kediaman Sayyidah Nafisah Imam Syafie dan pengikutnya sangat menjunjung tinggi adab sopan santun terhadap beliau.

Imam Syafie setiap tertimpa penyakit selalu mengirim utusan ke Sayyidah Nafisah agar berkenan mendoakannya dengan kesembuhannya. Dan benar, setelah itu Imam Syafie mendapatkan kesembuhan. Ketika Imam Syafie tertimpa penyakit yang menyebabkan beliau wafat, Sayyidah Nafisah berkata pada utusan Imam Syafie: "Semoga Allah memberikan kenikmatan pada Syafie dengan melihat wajahNya yang mulia.”

Karamahnya

Menuturkan tentang salah seorang sufi besar wanita yakni Sayyidah Nafisah, putri Hasan Al Anwar bin Zaid Al Ablaj bin Imam Hasan ‘Ali bin Abi Thalib, dan persahabatannya dengan Imam Syafi’i.

Kali ini kami menuturkan kisah Sayyidah Nafisah, khusus yang berkaitan dengan keramat atau karomah yang dinisbahkan kepada beliau.

Perlu diketahui, karomah-karomah yang dinisbahkan kepada Sayyidah Nafisah sangatlah banyak. Para penulis tentang riwayat hidupnya menceritakan dengan panjang lebar, bahkan ada yang menceritakan sampai 150 karomah.

Sebagian karomah itu terjadi ketika Sayyidah Nafisah masih hidup, sedangkan yang lainnya terjadi setelah wafat. Di antara karomah – karomahnya yang terjadi ketika dia masih hidup adalah yang berhubungan dengan kesembuhan seorang gadis Yahudi dari dari penyakit Lumpuh.

Diceritakan bahwa sayyida nafisah datang ke Mesir, dia tinggal bertetangga dengan keluarga Yahudi yang memiliki seorang anak gadis hang lumpuh. Pada suatu hari, ibu si gadis pergi untuk suatu keperluan . Sang ibu menitipkan anaknya di tempat tetangganya, Sayyidah Nafisah.

Ketika Sayyidah Nafisah Berwudhu, air basuhannya jatuh ketempat gadis Yahudi yang lumpuh itu. Tiba-tiba Allah memberi ilham kepada si gadis, agar mengambil air wudhu tersebut sedikit dengan tangannya, dan membasuh kedua kakinya dengan air itu.

Maka dengan izin Allah, anak itu dapat berdiri dan lumpuhnya hilang. Saat itu terjadi, Sayyidah Nafisah sudah sibuk dengan shalatnya. Ketika anak itu tau ibunya sudah kembali, dia mendatanginya dengan berlari dan mengisahkan apa yang telah terjadi.

Maka menangislah si ibu karena sangat gembiranya, lalu berkata, “ tidak ragu lagi, agama Sayyidah Nafisah yang mulia itu sungguh-sungguh agama yang benar ! “ 

Kemudian dia masuk ketempat Sayyida Nafisah untuk menciuminya. Lalu dia mengucapkan Kalimat Syahadat dengan Ikhlas karena Allah SWT. Kemudian datang ayahnya si gadis yang bernama ( Ayub Abu Assaraya ), yang merupakan seorang tokoh yahudi. Ketika dia melihat anak gdisnya telah sembuh, dia pun sangat gembira dan bertanya kepada istrinya tentang sebab kesembuhannya.

Setelah mendengar cerita istrinya, sang ayah mengangkat tangan ke langit dan berkata, “ Maha Suci Engkau yang memberikan petunjuk kepada orang yang Engkau kehendaki. Demi Allah, inilah dia agama yang benar.”

Lalu dia menuju rumah Sayyidah Nafisah dan minta izin untuk masuk. Sayyidah Nafisah mengizinkannya. Ayah si gadis itu bicara kepadanya dari balik tirai. Dia berterima kasih kepada Sayyidah Nafisah dan menyatakan masuk Islam dengan mengatakan , “ Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan bahwa datukmu, Muhammad, adalah Rasul Allah, “ 

Kisah ini kemudian menjadi sebab masuk islam-nya sekelompok Yahudi yang lain, yang tinggal bertetangga dengan Sayyidah Nafisah.

Diantara keramat Sayyidah Nafisah juga dikisahkan bahwa seorang laki-laki menikah dengan wanita Dzimi dan mendapatkan seorang anak laki-laki darinya.

Anak itu lalu tumbuh dewasa. Pada suatu hari, si anak melakukan perjalanan. Ternyata dia menjadi wartawan di negri musuh. Ibunya pergi ketempat ibadahnya dan merendahkan dirinya, namun tidak ada jawaban.

Maka dia berkata dengan suaminya, “ Aku mendengar bahwa di antara kalian( orang – orang islam ) terdapat seorang wanita bernama Nafisah binti Al-Hasan Al-Anwar. Pergilah kepadanya. Mungkin dia dapat mendo’akan anak kita agar dapat pulang jika anak kita selamat, aku akan beriman ( Masuk Islam ) melalui dia.

Berangkatlah si suami ke tempat Sayyidah Nafisah untuk meminta do’a untuk anaknya itu. Sayyidah Nafisah mengabulkan permintaan tersebut.

Setelah itu, ketika waktu malam datang, tiba-tiba ada ketukan di pintu rumahnya sang ibu yang kehilangan anaknya. Maka dia bangkit membukakan pintu. Ternyata anaknya telah datang.

Dia lalu bertanya kepada anaknya, “ bagaimana engkau bisa pulang ? “ anaknya menjawab, “ Aku tahu, tiba-tiba ada tangan di atas belengguku, dan aku mendengar ada orang yang mengatakan, lepaskan dia, karena Nafisah binti Al-hasan Al-Anwari telah memberikan syafaat kepadanya.’ Kemudian aku tidak tahu apa-apa sampai aku telah berdiri di pintu ini.

Esok paginya wanita itu pergi menemui Sayyidah Nafisah. Setelah berterima kasih kepadanya, dia menyatakan masuk islam.

Berikutnya ada cerita tentang seorang penguasa yang lalim dan apa yang terjadi padanya. Diceritakan bahwa salah seorang ( penguasa Mesir ) benar-benar terkenal akan kelalimannya.

Pada suatu hari, penguasa ini memerintahkan dilakukan penangkapan terhadap seseorang untuk disiksa. Orang itu lalu ditangkap. Ketika Dia bersama para pembantu sang penguasa melewati rumah Sayyidah Nafisah, dia meminta perlindungan kepadanya.

Sayyidah Nafisah mendengar permohonan orang malang itu. Setelah mendo’akannya agar selamat, Sayyidah berkata kepadanya, “ Hijab Allah akan menghalangi pandangan orang lalim darimu.”

Orang tersebut dibawa dihadapkan kepada penguasa lalim itu. Tetapi, si penguasa tidak melihatnya, dia bertanya kepada para pengawal, “ mana orang itu ? “ mereka menjawab, “ dia telah berdiri di hadapan paduka. “ 

Penguasa itu berkata lagi, “ Demi Allah aku tidak melihatnya, “ seorang pengawal kemudian bercerita, “ kami tadi melewati Sayyidah Nafisah dan orang ini meminta do’a kepadanya. Lalu Sayyidah Nafisah berkata kepadanya. ‘ Hijab Allah akan menghalangi padangan orang-orang yang lalim darimu, “ begitulah paduka. “

Maka berkatalah penguasa itu, “apakah kelalimanku membuat Allah menghalangi pandanganku dari orang orang yang dilalimi berkat do’a Sayyidah Nafisah ? “

Penguasa itu lalu bertaubat kepada Allah dan merendahkan diri padaNya agar taubatnya diterima dan menyingkapkan pandangannya. Ia memohon , “ Ya Allah Ya Tuhanku, aku bertaubat kepadamu.

Seketika dia pun dapat melihat orang yang dilaliminya sedang berdiri di hadapannya. Dia lalu memanggilnya, kemudian mencium kepalanya dan memberinya hadiah serta mempersilahkan pergi dari tempat itu dengan mengucapkan terima kasih.

Kemudian si penguasa mengumpulkan hartang dan menyedekahkan kepada para fakir miskin. Dia juga mengirimkan 100,000 dhirham kepada Sayyidah Nafisah dan mengatakan kepadanya, “ ini sebagai tanda syukur kepada Allah dari seorang hamba yang telah bertaubat kepadaNya.” 

Sayyidah mengambil uang itu dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.

Imam Al Manawi saat berbicara tentang karomah-karomah Sayyidah Nafisah, mengutip keterangan yang diriwayatkan oleh Al Azhari dalam kitab ( Al-Khawakib As-Sayyarah ) yang secara ringkas menyebutkan, sebagai berikut ini : 

Ada seorang wanita tua yang memiliki empat orang gadis. Mereka dari hari – ke hari makan dari hasil tenunan wanita itu. Sepanjang waktu dia membawa tenunan yang dihasilkannya ke pasar untuk di jual. Setengah hasilnya digunakan untuk membeli bahan tenunan. Sedangkan setengahnya untuk biaya makan minum mereka.

Suatu ketika, wanita itu membawa tenunannya yang ditutupi kain lusuh berwarna merah ke pasar tiba-tiba seekor burung menyambar kain itu beserta isinya, yang merupakan 

hasil usahanya selama seminggu.

Menyadari musibah yang menimpanya, wanita miskin itu jatuh pingsan. Ketika sadar, di duduk sambil menangis. Dia berpikir bagaimana akan memberi makan anak-anak yatim yang diasuhnya.

Melihat kesedihan nenek ini, orang-orang kemudian memberikan petunjuk kepadanya agar menemui Sayyidah Nafisah. Sang nenekpun menuruti nasehat tersebut. Dia pergi ketempat Sayyidah Nafisah dan menceritakan musibah yang menimpa dirinya seraya meminta do’a kepadanya.

Sayyidah Nafisah lalu berdo’a,” Wahai Allah, Wahai Yang Maha Tinggi dan Maha Memiliki, gantikanlah untuk hambaMu. Ini apa yang telah rusak. Karena, karena mereka adalah makhluMu dan tanggunganMu. Sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Setelah berdo’a demikian, kemudian Sayyidah Nafisah berkata kepada wanita tua itu, “ duduklah, sesungguhnya Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu. “ 

Maka duduklah wanita tersebut menantikan kelapangan atas musibahnya, sementara hatinya terus menangisi anak-anaknya yang masih kecil.

Tidak beberapa lama kemudian, datanglah sekelompok orang menemui Sayyidah Nafisah. Mereka bercerita tentang apa saja yang baru dialami. Diceritakan, mereka sedang mengadakan perjalanan laut ketika tiba-tiba terjadi kebocoran dan perahu mereka nyaris tenggelam.

Sekonyong-konyong datang seekor burung yang menempelkan kain merah berisi tenunan di lobang itu, sehingga lobang tersebut tersumbat. Dengan izin Allah perahu pun tidak jadi tenggelam dan terus berlayar sampai kepelabuhan.

Sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Atas keselamatan mereka, kepada Sayyidah Nafisah orang-orang itu memberikan uang ( Limaratus dinar ). Maka menangislah Sayyidah Nafisah seraya mengatakan, “ Tuhanku, Jungjunganku, dan Penolongku, alangkah kasih dan sayangnya Engkau kepda hamba-hambaMu.

Sayyidah Nafisah kemudian mendatangi wanita tua tadi, dan bertanya kepadanya berapa dia menjual tenunanya. “ Dua puluh dirham, ‘ jawabnya. Sayyidah Nafisah memberinya ( Lima ratus dinar ) 

Wanita itu mengambil uang tersebut, lalu pulang kerumahnya. Kepada putri – putrinya, dia menceritakan kejadian yang telah dialaminya. Maka mereka datang menciummSayyidah Nafisah serta mengambil berkah darinya, seraya menawarkan diri untuk menjadi pelayan.

Sebelum menceritakan karamah-karamah Sayyidah yang mulia ini, perlu diketahui bahwa suami Sayyidah Nafisah (Ishaq bin al Mu'taman bin Ja'far ash Shadiq) pernah berkeinginan untuk memindah makam beliau ke pemakaman Baqi' (Madinah). Kemudian penduduk Mesir meminta suami Sayyidah Nafisah untuk mengurungkan keinginannya, kerana penduduk Mesir ingin mendapatkan berkah darinya. Akhirnya, pada suatu malam suami Sayyidah Nafisah bermimpi bertemu Rasulullah s.a.w.. Rasulullah bersabda, "Wahai Abu Ishaq, janganlah kamu menentang keinginan penduduk Mesir, karena Allah akan memberikan berkahNya kepada penduduk Mesir melalui Sayyidah Nafisah".

Tidak Basah dengan air hujan

Di antara karamahnya ialah ketika pembantu Sayyidah Nafisah yang bernama Jauharah keluar rumah untuk membawakan air wudhu untuk beliau, pada waktu itu hujan deras sekali. Akan tetapi, tapak kaki Jauharah tidak basah dengan air hujan.

Sungai Nil

Selain itu, pernah suatu ketika sungai Nil berhenti mengalir dan mengering. Orang-orang mendatangi Sayyidah Nafisah dan memohon doanya. Beliau memberikan selendangnya agar dilempar ke sungai Nil. Mereka melakukannya. Dan seketika itu juga sungai Nil mengalir kembali dan melimpah.

Karamah-karamah beliau setelah wafat juga banyak. Di antaranya, pada tahun 638H, beberapa pencuri menyelinap ke masjidnya dan mencuri enam belas lampu dari perak. Salah seorang pencuri itu dapat diketahui, lalu dihukum dengan diikat pada pohon. Hukuman itu dilaksanakan di depan masjid agar menjadi pelajaran bagi yang lain. Pada tahun 1940, seseorang yang tinggal di daerah itu bersembunyi di masjid itu pada malam hari. Ia mencuri syal dari Kasymir yang ada di makam itu. Namun, ia tidak menemukan jalan keluar dari masjid itu dan tetap terkurung di sana sampai pelayan mesjid datang di waktu subuh dan menangkapnya.

Kedermawanan

Salah seorang wanita yang menemaninya berkata:

“Wahai ibu, kalau ibu mau memberi saya sedikit uang, saya akan membeli sesuatu untuk berbuka puasa kita.”

“Ambillah benang ini dan juallah. Kita akan berbuka puasa dengan uang hasil penjualan itu.” 

Jawab Syarifah Nafisah, yang bermata pencaharian memintal dan menjual benang-benang untuk kain. Wanita sahabatnya itu kemudian pergi menjual benang. Uang hasil penjualan dibelikan roti untuk berbuka puasa Syarifah Nafisah dan sahabat-sahabatnya.

Wafatnya

Diceritakan menjelang wafatnya, Syarifah Nafisah sedang berpuasa, dan orang-orang menyarankan agar beliau membatalkan puasanya. Beliau berkata:

“Alangkah anehnya saran kalian ini. Selama tiga puluh tahun ini, aku telah bercita-cita hendak menghadap tuhanku dalam keadaan berpuasa. Apakah sekarang aku harus membatalkan puasaku? Tidak, tidak mungkin!”

Pada masa hidupnya selalu menghidupkan sepanjang malamnya dengan menegakkan shalat dan ibadah-dibadah lainnya. Sedangkan pada siang harinya selalu menjalankan puasa sunnah. 

Beliau menjalankan "Shaum ad-Dahri" atau Puasa Sepanjang Tahun (kecuali lima hari yang diharamkan puasa, yaitu: Hari Raya Idul Fitri tanggal 1 Syawal, Hari Raya Idhul Adha tanggal 10 Dzul-Hijjah, dan tiga hari tasyrik tanggal 11, 12, 13 Dzul-Hijjah) sampai menjelang ajalnya, yakni selama 30 tahun.

Ketika beliau mendapat isyarat tentang akan tiba masa kematiannya, beliau berinisiatif menggali lubang di dalam rumahnya untuk dijadikan sebagai kuburannya nanti. Setelai selesai menggali lubang kuburan, beliau selalu menjalankan shalat dan ibadah-ibadah lainnya di dalam lubang kuburan yang dibuatnya itu. Bahkan sampai sempat mengkhatamkan Al-Qur'an 30 juz sebanyak 6.000 (enam ribu) kali khataman. 

Menjelang tiba ajalnya dan masih dalam keadaan berpuasa, beliau membaca surat "Al-An'am". Dan ketika sampai di ayat:

لهم دار السام عند ربهم

Ketika sampai pada ayat “Bagi mereka Darussalam ( rumah kediaman ) di sisi Tuhan mereka dan dialah pelindung mereka disebabkan amal-amal saleh yang mereka kerjakan” ( ayat 127 ). 

kemudian beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir (meninggal) dan dikuburkan di kuburan yang dibuatnya sendiri yang terletak di dalam rumahnya.

{ Keterangan diambil dari ktab "Jami' Karamat al-Auliya" karya Syeikh Yusuf bin Isma'il an-Nabhani, jilid 2 halaman 509 - 512, cetakan "Darul Fikr", Beirut - Libanon}.

 

Al-Sakhawi bercerita, "Ketika Sayyidah Nafisah merasakan ajalnya sudah dekat, beliau menulis surat wasiat untuk suaminya, dan menggali kubur beliau sendiri di rumahnya. Kubur yang digalinya itu ialah untuk beliau sentiasa mengingatkan akan kematian. Kemudian beliau turun ke liang kubur itu, memperbanyak solat dan mengkhatamkan al-Quran sebanyak 109 kali. Kalau tidak mampu berdiri, beliau solat dengan duduk, memperbanyak tasbih dan menangis. Ketika sudah sampai ajalnya dan beliau sampai pada ayat: “Bagi mereka (disediakan) tempat kedamaian (syurga) di sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka disebabkan amal-amal soleh yang selalu mereka kerjakan.” (Surah Al-An’am: 127), beliau pengsan kemudian dan menghembuskan nafas terakhir menghadap Sang Maha Kasih Abadi pada hari Jumaat, bulan Ramadhan 208H.

Sewaktu disembahyangkan sangat ramai orang yang menghadirinya. Sehingga kini maqamnya diziarahi oleh pengunjung dari seluruh pelusuk dunia. Demikian kehebatan yang Allah anugerahkan kepada Sayyidah Nafisah yang terkenal dengan kewarakan kepada Allah dan ketaatannya kepada suami. Semoga ianya menjadi contoh buat generasi wanita akhir zaman ini.

Semasa kehidupannya di Mesir, terlihat orang-orang disana sangat menghormati dan mengaguminya. Diceritakan, ketika Imam Syafi’i pergi ke Mesir, beliau mendengar Syarifah Nafisah menuturkan hadits-hadits Nabi, dan selanjutnya meriwayatkan hadits dari Syarifah Nafisah itu. Ketika Imam Syafi’i wafat, Syarifah Nafisah melakukan salat jenazah di hadapan jenazah sang Imam. Kemudian beliau mendirikan tempat tinggalnya tidak jauh dari makam Imam Syafi’i, dan sampai meninggalnya beliau tetap disana.

Sebelum wafat, Syarifah Nafisah menyuruh orang menggali kubur untuknya, dan membacakan di atasnya Al-Qur’an sebanyak enam ribu kali tamat. Dan, ketika beliau meninggal dunia seluruh Mesir diliputi suasana berkabung yang sangat mendalam, ratap dan tangis serta doa’ terdengar dari setiap rumah. Jenazah Syarifah Nafisah dikuburkan di rumahnya di Darb Samah, Kaherah, dekat Kairo, Mesir.

Makam Syarifah Nafisah termasyhur, karena orang-orang yang menziarahinya dan bertabaruk kepadanya merasakan doa’nya terkabul. Diceritakan, pernah suaminya, Sayyid Ishaq, menginginkan agar jenazah isteri tercintanya dibawa ke Madinah untuk dikuburkan disana. Namun orang-orang Mesir memohon agar jenazah zahidah itu tidak dipindahkan. Sayyid Ishaq akhirnya mengalah. Masyarakat Mesir rupanya menginginkan agar mereka biasa senantiasa berdekatan dengan beliau, yang memiliki maqam keberkatan dan karamah tinggi.

Sang suami sendiri ternyata sempat bermimpi ditemui Rasulullah SAW, yang mengatakan kepadanya:

“Wahai Ishaq, janganlah engkau berdebat dengan orang-orang Mesir karena Nafisah; sebab melalui maqamnya rahmat Allah akan tercurah kepada mereka.:”

( Dikutip dari Majalah Al-Kisah No.15 / tahun III / 18-31 juli 2005 )

Disarikan dari kitab Asy-Sya’rawi : Ana min Sulalah Ahl Al-Bait, karya Sa’id ‘Ainain.