Inti Berthariqah

Assalamu’alaikum wr wb

Habib  Luthfi yang saya hormati, sudah beberapa kali saya diajak teman untuk bergabung dengan sebuah thariqah.  Tapi karena khawatir ajaran thariqah tersebut menyimpang, ajakan itu saya tolak dengan cara yang halus.

Mengingat banyaknya aliran thariqah, bagaimana cara mengetahui bahwa sebuah thariqah itu benar dan sesuai dengan ajaran Islam? Lalu bagaimana pula tahapan untuk bisa bergabung didalamnya? Juga bagaimana cara kita mengetahui perbedaan atau ciri khas dan tata cara pelaksanaan atau pengamalan masing-masing thariqah?

Wassalamu’alaikum wr wb

 

Wa’alaikumsalam wr wr

Thariqah adalah jalan menuju Allah SWT. Thariqah merupakan buah dari syariat oleh karena itu thariqah tidak bisa lepas dari syariat. Semua thariqah yang mu’tabarah ada gurunya masing-masing dan mempunyai sumber yang sama, yaitu  Baginda Nabi SAW, melalui jalur beberapa sahabat, diantaranya Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq RA, Umar Bin Khattab RA, Ali Bin Abi Thalib RA, Anas RA, Salman Al Farisi RA. Karena itu tidak mungkin thariqah yang mu’tabarah itu sesat atau lepas dari ajaran Islam.

Tapi, untuk meringankan beban umatnya, Rasulullah SAW mengajarkan bermacam-macam cara berdzikir kepada para sahabat sesuai dengan kemampuan mereka. Misalkan ada yang mampu berdzikir dalam hitungan  puluhan, maka disediakan pintunya. sedangkan bagi yang mampu hingga hitungan ribuan, juga disediakan pintunya. Tapi semua dzikir itu berdasarkan ayat 'ala bidzikrillahi tatmainul qulub' (berdzikir itu akan menenangkan hati), dan firman Allah SWT yang memerintahkan kita untuk memperbanyak dzikir. Sementara inti dari dzikir-dzikir tersebut sama yaitu supaya umat Islam tidak lalai kepada Allah SWT.

Sekarang ini ada bermacam-macam thariqah dan semuanya mempunyai peraturan yang berasal dari Baginda Nabi SAW sendiri. Inti dari semua thariqah tersebut adalah dzikir Laa ilaahailallah Muhammadur-rasulullah dan dzikir sirrnya yaitu Allah, Allah, Allah atau Hu, Hu, Hu,(Dia, Dia, Dia) serta dzikir lain yang terkait dengan mentauhidkan Allah SWT.

Dzikir dalam thariqah tersebut bukan sekedar bacaan untuk mencari pahala, tetapi meraih buahnya, yaitu selalu mengingat Allah SWT. Buah ini akan mewarnai kehidupan individu atau pribadi yang menjalankan thariqah tersebut.

Saya umpamakan, tapi perumpamaan ini bukan berarti saya membandingkan kalimah Laa Ilahailallah dengan dunia, melainkan untuk memahami, seseorang yang mempunyai cincin yang dihiasi batu permata yang tiada ternilai harganya, maka cincin itu akan dijaganya baik-baik. Ketika hendak makan saja, cincin itu disimpannya dikantong khusus agar tidak kotor atau terjatuh.

Itu baru batu. Lalu bagaimana dengan kalimah Laa Ilahailallah Muhammmadur-rasulullah, yang nilainya tidak bisa kita takar, seperti cincin bertahtakan batu permata tersebut?

Kalimat tahlil ini mesti mengiringi dan mewarnai saat kita makan. Maksudnya, nasi yang kita makan sekedar sebagai sarana mencari kenyang, sementara yang memberikan rasa kenyang hanyalah Allah SWT.

Jadi kita akan selalu ingat bahwa tiada dzat yang yang wajib disembah kecuali Allah SWT. Dan kita juga akan selalu ingat akan perintah dan larangan-Nya.

Kita akan selalu merasa didengar dan dilihat oleh Allah SWT. Dan bila sudah demikian mungkinkah kita akan banyak melakukan hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya?

Tentu saja tidak. Ketika kita menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya pun kita kembalikan kepada Allah SWT. sehingga muncullah keikhlasan dalam setiap perilaku kita.

Nah, inilah pengertian thariqah. Jadi bukan hanya untuk mencari pahala, atau pendekatan diri kepada Allah SWT diwaktu mengamalkan. Akan tetapi mampukah kita membawa buah dari kalimah tahlil ini dalam kehidupan sehari-hari.

Keistimewaan kalimah tahlil dalam setiap thariqah itu berbeda-beda. seperti keistimewaan tumbuh-tumbuhan yang diciptakan Allah SWT. Misalnya daun kumis kucing berkhasiat bagi orag yang kena penyakit kencing manis. Ada juga daun delima, atau daun keci beling dan sebagainya. Tumbuhan itu di beri kelebihan masing-masing oleh Allah SWT.

Begitu juga adengan kalimat tahlil dalam setiap thariqah. Kalimah ini bak lautan yang tak bertepi. Walau keistimewaanya dibagi-bagi kepada Thariqah Syadzaliyah, Qadiriyah, Maulawiyah dan sebagainya tak kan pernah habis. Justru kita akan melihat keagungan ilmu Allah SWT yang ditunjukan kepada kita. Karena itu yang penting bagi kita adalah bagaimana kita belajar salah satu thariqah yang sekiranya Mas Soetikno mampu mengamalkan dan menjalankan ajarannya secara istiqamah. Thariqah-Thariqah yang dipegang oleh para Awliya seperti Syekh Abdul Qadir Al Jilani, Syekh Abu Hilani, Syekh Abu Hasan Asy Syadzili, Sayiid Ahmad Ar Rifa’I, Syaikh Ahmad Al Badawi, Syekh Ibrahim Ad Dasuki dan tokoh-tokoh ulama yang lain yang semisal yang saya sebutkan tidak mungkin akan menyesatkan dengan ajarannya. Sebab, dipundak mereka ini terdapat amanah Rasulullah SAW. Bukankah ulama it waratsatul anbiya?

Karena itu pula saya yakin, para ulama itu yang takutnya hanya kepada Allah SWT tidak akan menyesatkan kita. Jadi jelaslah bahwa thariqah yang bersumber dari para awliya tersebut tidak akan lepas dari Al Qur’an dan sunnah Nabi SAW.

Sekali lagi saya sarankan, silahkan Anda masuk salah satu thariqah. Tapi thariqah yang jelas kemu’tabarahannya. Artinya silsilah guru-gurunya sampai kepada Baginda Nabi SAW.

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah