Nabi Hud.as

Hud (Bahasa Arab هود , Aubir, Ubayr, Neber) (sekitar 2450-2320 SM) adalah seorang nabi yang diutus untuk Kaum 'Ad yang tinggal di al-Ahqaf, Rubu' al-Khali-Yaman. Hud dikenal dalam ajaran agama Islam, Yahudi dan Kristen. Dalam kitab Perjanjian Lama dikenal sebagai Eber.[1] Namanya disebutkan sebanyak 7 kali dalam Al-Quran. Umat Muslim percaya bahwa Nabi Hud hidup sekitar 150 tahun dan diutus menjadi rasul pada tahun 2400 SM.[2][3] Diriwayatkan ia wafat di Timur Hadhramaut, Yaman.

Hud bin Abdullah bin Ribah bin Khulud bin Ad bin Aus bin Irim bin Syam bin Nuh. Ia menikahi seorang wanita yang bernama Melka binti Madai bin Japeth (Yafas).

Nabi Hud merupakan keturunan dari suku 'Aad (عاد), suku yang hidup di jazirah Arab, disuatu tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Mereka termasuk suku yang tertua sesudah kaum Nuh. Mereka dikaruniai oleh Allah (الله‎) tanah yang subur, dengan sumber-sumber air yang memudahkan mereka bercocok tanam.

Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh (نوح), kaum Hud, yaitu suku 'Aad tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah. Ajaran dan agama Nabi Idris a.s. (إدريس) dan Nabi Nuh a.s. (نوح) sudah tidak dijalankan lagi.

Dakwah

Nabi Hud memulai dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku 'Aad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka semua dan mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup. Dia-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri.

Diterangkan oleh Nabi Hud bahwa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin dan menuntun mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi Nuh yang ditimpa azab Allah serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.

Bagi kaum 'Aad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar ataupun duga. Mereka melihat bahwa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa heran bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat dimengerti dan diterima oleh akal fikiran mereka.

Reruntuhan yang berhasil digali oleh para peneliti arkeologi di kawasan Ubar. Mereka meyakini, bangunan yang berada di bawah tanah ini adalah sisa-sisa peninggalan kaum ‘Ad.

Pembalasan Allah atas kaum 'Aad

Pembalasan Tuhan terhadap kaum 'Aad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang dan kebun mereka. Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahwa kekeringan itu adalah suatu permulaan siksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sadar akan kesesatan dan kekafiran mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil untuk kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dan menghindari mereka dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap belum mau percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.

Tentangan mereka terhadap janji Allah yang diwahyukan kepada Nabi Hud segera mendapat jawaban dengan datangnya pembalasan tahap kedua yang dimulai dengan terlihatnya gumpalan awan dan mega hitam yang tebal diatas mereka yang disambutnya dengan sorak-sorai gembira, karena mengira bahwa hujan akan segera turun membasahi ladang dan menyirami kebun mereka yang sedang mengalami kekeringan. Melihat sikap kaum 'Aad yang sedang bersuka ria itu berkatalah Nabi Hud dengan nada mengejek: Mega hitam itu bukanlah mega hitam dan awan rahmat bagi kamu tetapi mega yang akan membawa kehancuran kamu sebagai pembalasan Allah yang telah kujanjikan dan kamu ternanti-nanti untuk membuktikan kebenaran kata-kataku yang selalu kamu sangkal dan kamu dusta.

Sejurus kemudian menjadi kenyataanlah apa yang diramalkan oleh Nabi Hud itu bahwa bukan hujan yang turun dari awan yang tebal itu tetapi angin topan yang dahsyat dan kencang disertai bunyi gemuruh yang mencemaskan yang telah merusakkan bangunan rumah dari dasarnya, membawa berterbangan semua perabotan dan harta benda serta melempar jauh binatang-binatang ternak. Keadaan kaum 'Aad menjadi panik, mereka berlari kesana-sini, hilir-mudik mencari perlindungan.

Adapun Nabi Hud dan para sahabatnya yang beriman telah mendapat perlindungan Allah dari bencana yang menimpa kaumnya. Setelah keadaan cuaca kembali tenang dan tanah Al-Ahqaf sudah menjadi sunyi senyap dari kaum 'Aad pergilah Nabi Hud meninggalkan tempatnya berhijrah ke Hadramaut, dimana ia tinggal menghabiskan sisa hidupnya sampai ia wafat dan dimakamkan di sana. Hingga sekarang makamnya yang terletak di atas sebuah bukit, di suatu tempat lebih kurang 50 km dari kota Siwun selalu dikunjungi para peziarah yang datang dari sekitar daerah itu, terutama pada bulan Syaaban.

Kisah Hud dalam al-Quran

Kisah Nabi Hud diceritakan dalam 68 ayat dari 10 surah yang di antaranya adalah Surat Hud, ayat 50 hingga 60, Surat Al Mu’minuun ayat 31 sehingga ayat 41 , Surat Al Ahqaaf ayat 21 sehingga ayat 26 dan Surat Al Haaqqah ayat 6 ,7 dan 8. Berikut adalah rincian kisah Nabi Hud disurat-surat yang lain:

Kaum 'Aad membangun tanah mereka: 7:69,26:128–129, 26:133–134, 41:15 89:7–8

Dakwah Nabi Hud: 7:65–72, 11:50–57,23:32 26:124–127, 26:131–132, 26:135, 46:21–23

Tantangan untuk Nabi Hud: 7:66–67,11:53–5514:9,26:123,26:136–137 38:12, 46:21, 50:13, 54:18

Pembinasaan terhadap kaum 'Aad: 7:72, 11:58, 11:89, 23:41, 25:38, 26:139, 29:38, 29:40, 40:31, 41:13, 41:16, 46:24–25, 51:41–42, 53:50, 54:19–20, 69:6–8, 89:6

Kaum ‘Aad, kepada mereka Allah mengutus Hud ‘alaihi as salaam. Kaum ‘aad adalah bangsa arab yang tinggal di kawasan selatan Arab, Tepatnya lembah Mughits kawasan gunung Ahqaf (bukit pasir) antara Yaman dan Oman. Mereka hidup kira-kira 3-6 abad sejak zaman Nuh. Bangsa ini mendapat kenikmatan hidup yang luar biasa. Fisik yang gagah perkasa, usia harapan hidup yang panjang, harta berlimpah, anak-anak yang kuat dan sehat, kebun-kebun yang selalu menghasilkan.

Jarak yang tidak terlalu jauh dari zaman Nuh menyebabkan mereka masih mengenal kata Allah, sebagaimana mereka memiliki tradisi mengagungkan Mekkah dan mengetahui batas-batas tanah haram.

Logika berpikir yang mereka miliki sungguh sulit dimengerti, ketika mereka mengetahui Allah sebagai pencipta, Allah yang menurunkan hujan, tapi benar-benar enggan menyembah Allah. Agama yang mereka rela untuk mereka anut adalah penyembahan patung sebagai simbol penghormatan kepada Allah. Sistem ritual yang berlaku adalah pengagungan tiga dewa,  yaitu dewa Dhurran, Dhamur dan alHaba.

Sistem masyarakat ‘aad adalah masyarakat egaliter, setiap anggota masyarakat memiliki suara. Keputusan yang berlaku menjadi aturan masyarakat adalah apa-apa yang disepakati bersama dan kemudian menjadi tradisi. Penghormatan pada kemanusiaan hanya berlaku pada sesama kaum ‘Aad, akan tetapi dalam hubungan dengan bangsa lain, terutama mereka yang lemah, mereka bersikap diktator dan superior. Memberlakukan pada bangsa lain bahwa merekalah yang selalu benar, dan mereka anggap terbukti dengan segala macam kekuatan dan kemakmuran yang mereka miliki. Kaum ‘Aad melakukan hegemoni persepsi, budaya, dan sosial.

Sebagai suatu peradaban, kita mendapatkan kabar bahwa bidang industri, pertanian dan bangunan sangat maju dizaman ini. Gedung-gedung tinggi pencakar langit dengan tiang-tiang tinggi. Pencapaian riset industri hingga pada taraf dihasilkannya produk yang dapat membuat hidup kekal.

“Apakah kalian akan membangun disetiap sudut kota bangunan untuk rekreasi dan berleha-leha, Dan memperkokoh riset-riset industri agar kalian dapat hidup kekal, Dan jika melakukan hegemoni dilakukan dengan kekerasan dan diktatorisme” (asy syu’ara :128-130)

Kehidupan benar-benar telah sangat jauh dari nilai-nilai ritual dan falsafah hidup yang benar. Materialisme menjadi arus utama tak terelakkan. Kata-kata Allah hanyalah nama Tuhan yang jauh dari pikiran dan penyebutan, ia adalah sesuatu yang lampau, pencipta semesta yang tidak melakukan apa-apa setelah selesai menciptakan semesta. Sistem hidup adalah milik manusia, manusia yang hidup, manusia yang menentukan.

Ketika kehidupan masyarakat ‘Aad dalam kondisi demikian, Allah mengutus Hud kepada mereka. Ketika ajakan Hud pada mereka dimulai, ajakan untuk mempercayai suatu sistem kenabian mulai dikumandangkan, mereka menolak dengan hebatnya.

Al Qur’an  menggambarkan di dalam surat al ‘Araf ayat 65-69 :

-“Dan kepada ‘Aad kami utus saudara mereka yang bernama Hud. Ia berkata : wahai kaumku sembahlah Allah, tiada Tuhan bagimu selainNya, tidakkah kalian memiliki rasa takut padaNya.

- Berkata para pemimpin kaum, yaitu mereka yang tidak mempercayai sistem kenabian : Kami sesungguhnya melihat bahwa kamu telah bicara ngawur dan ngelantur,  Dan kami mengira kamu telah berdusta dengan berkata bahwa kamu adalah utusan Tuhan.

- Hud menjawab kaumnya : sungguh aku tidak bicara ngawur, aku adalah utusan Pemilik semesta Alam. Aku menyampaikan pada kalian pesan-pesan dari Tuhanku, dan aku adalah penasihat yang jujur bagi kalian.

- Mengapa kalian keheranan dan takjub dengan kedatangan peringatan dari Tuhan kalian melalui perantaraan seorang lelaki dari kalangan kalian. Ia datang menyampaikan ancaman. Ingatlah ketika Allah menjadikan kalian pemimpin bumi sesudah kaum Nuh dengan menambahkan pada kalian kekuatan fisik. Ingatlah nikmat Allah supaya kalian beruntung”

(Al ‘Araaf : 65-69)

Kaum ‘Aad mendustakan kenabian. Semua kemapanan yang ada, sistem sosial yang baik, peradaban yang digjaya membuat kaum ‘Aad merasa menjadi kaum terhebat yang tidak satupun kekuatan menyamainya

“Adapun ‘Aad mereka berada dalam kesombongan di muka bumi dan itu bukan jalan yang benar. Mereka berkata : “Adakah bangsa yang lebih hebat dari kami?” Akapah mereka tidak memperhatikan bahwasanya Allah yang menciptakan mereka lebih hebat kekuatannya daripada mereka. Akan tetapi mereka ingkar kepada tanda-tanda kekuasaan Kami” (Fushshilaat:15)

Hud tidak berputus asa ia tetap menyampaikan bahwa ia adalah utusan Tuhan yang mengingatkan agar menyembah Allah dan berhenti melakukan hegemoni.

Kemudian, Kami membentuk sesudah mereka (ummat Nuh) suatu Ummat yang lain, lalu Kami utus kepada mereka (ummat baru tersebut), seorang Rasul dari kalangan mereka sendiri. Ia berkata: “Sembahlah Allah oleh kalian, sekali-kali tidak ada Tuhan selainNya. Maka mengapa kamu tidak takut (kepada-Nya).

“dan berkata para pemimpin kaum yang tidak mempercayai Hud utusan Tuhan dimana mereka juga mengingkari perjumpaan dengan hari akhirat, padahal kami telah membuat mereka hidup dalam kemewahan di dunia : “Orang ini, Hud,  tidak lain hanyalah manusia seperti kalian, Dia Makan dari apa yang kalian makan, dan meminum dari apa yang kalian minum.  dan Sesungguhnya jika kamu pengikut satu orang manusia seperti kamu, niscaya bila demikian yang terjadi, kamu benar-benar menjadi orang yang merugi. Apakah ia menjanjikan kepada kamu sekalian, bahwa bila kamu telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kamu Sesungguhnya akan dikeluarkan dari kuburmu?  Sungguh jauh dari kebenaran apa yang diancamkan kepada kamu itu, kehidupan itu tidak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan kita hidup dan sekali-kali tidak akan dibangkitkan lagi, ia tidak lain hanyalah seorang berbohong atas nama Allah, dan Kami sekali-kali tidak akan beriman kepadaNya”.

Hud berdoa: “Ya Tuhanku, tolonglah aku karena mereka tidak percaya padaku.”

Allah berfirman: “Dalam sedikit waktu lagi pasti mereka akan menjadi orang-orang yang menyesal.”

(al Mukminun :31-40)

 

Usaha Hud, mengajak kaum ‘Aad menyembah Allah adalah usaha hebat yang benar-benar tidak kenal lelah, kali ini Hud menyampaikan agar kaumnya menyembah Allah, dan segera bertaubat, karena jika kaumnya tidak menyembah Allah, maka akan datang adzab pada mereka.

‘(Hud berkata) : Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.  dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. (as Syu’ara : 131 – 135)

Hud pantang menyerah, acara-acara untuk memperingatkan kaumnya tetap ia gelar, Surat al Ahqaf menggambarkan usaha keras Hud ini

“dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad Yaitu ketika Dia memberi peringatan kepada kaumnya dikawasan Al Ahqaaf dimana telah datang banyak peringatan nabi-nabi seperti dari Hud, di masa sebelum dan sesudahnya. Para pemberi peringatan berkata: “Janganlah kamu menyembah selain Allah, Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”.

Mereka (kaum kafir) menjawab: “Apakah kamu datang kepada Kami untuk memalingkan Kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada Kami azab yang telah kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang yang benar”.

Hud berkata: “Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku Lihat kamu adalah kaum yang bodoh”.

(Al Ahqaaf : 21-23)

 

Sesudah itu datanglah kekeringan dahsyat melanda mereka, hujan tidak turun selama tiga tahun berturut-turut. Kelaparan, kehausan, kemiskinan membuat masyarakat berkebudayaan tinggi seperti ‘Aad mengalami degradasi. Ini dikarenakan parameter kebahagiaan yang mereka miliki adalah materi.

Hud, tetap berperan aktif menyadarkan masyarakat. Mengajak kaumnya untuk bertaubat :

“Hud berkata: “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling yaitu berbuat dosa.” (Hud :52)

Kaum ‘Add membalas ajakan Hud tetap dengan kekafiran, ketidakpercayaan dengan apa yang disampaikan Hud

“kaum ‘Ad berkata: “Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada Kami suatu bukti keterkaitan antara musibah ini dengan ketiadaan kami menyembah Allah, dan Kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena perkataanmu, dan Kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan selain bahwasanya Tuhan-tuhan Kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. ” Huud menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, yaitu Tuhan-tuhan selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.” (Hud : 53-57)

 

Bencana kekeringan terus melanda, kelaparan terjadi di mana-mana. Para ilmuwan dan pemimpin negeri tetap pada pendiriaannya bahwa ketiadaan hujan adalah disebabkan suatu perubahan iklim semata. Ilmu tentang langit dan bintang, bagi zaman itu, mencapai puncaknya pada masyarakat ‘Aad.

Setelah perundingan panjang, maka diputuskanlah teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan. Ilmu bumi yang dimiliki kaum ‘’Aad menghantarkan pada kesimpulan bahwa awan-awan berasal dari Mekkah lalu tersebar ke seluruh penjuru bumi. Diutuslah 70 orang ahli dan berfisik kuat untuk melakukan istisqa. Dan nabi Hud tidak terpilih menjadi anggota rombongan ini.

Jika Ummat Islam diperintah Allah untuk shalat istisqa, maka kaum ‘aad melakukan jenis istisqa yang bukan shalat, yang mereka maksud istisqa adalah teknik modifikasi cuaca.

70 orang utusan ini, memulai perjalanan mereka ke Mekkah. Tiba di pinggiran Mekkah mereka tinggal di kerabat ‘aad yang tinggal di sana, tercatat orang tersebut bernama Mu’awiyah bin Bakr.

Mu’awiyah merasa sangat terhormat,  ia memuliakan tamu dengan membuat pesta-pesta. Hidangan terlezat serta hiburan penyanyi dan penari tidak pernah terlewat. Suasana yang membuat para utusan lupa. Genap satu bulan mereka tidak melakukan apapun untuk urusan modifikasi cuaca ini. Muawiyah sang tuan rumah, khawatir dengan apa yang terjadi. Ia sungkan menyatakan dengan langsung pengingat akan tujuan utusan datang ke mekkah. Mu’awiyah takut dianggap pelit tidak mau menjamu.

Mu’awiyah mencari tahu dengan detil tentang apa yang terjadi, tentang kemarau yang menimpa ‘Aad. Ia pun menyimpulkan bahwa apa yang terjadi adalah akibat ketidakberimanan ‘Aad kepada seorang nabi yang Allah utus pada mereka.

Kemudian Muawiyah mendapat ide terbaik, ia menyuruh para penyanyi menyanyikan syi’ir karyanya, tanpa memberi tahu siapa yang menulis. Dalam syiir tersebut terkandung pengingat akan maksud dan tujuan kaum ‘aad datang ke Mekkah.

Rombongan tersadar, dan kemudian menyiapkan segala sesuatu untuk memasuki tanah Haram. Diantara rombongan terdapat seseorang bernama Martsad bin Sa’d. Ia telah beriman sejak lama kepada Hud, namun menyembunyikannya. Martsad berkata sesungguhnya modifikasi cuaca, bukanlah hal yang dapat menurunkan hujan. Apa yang dapat membuat hujan turun kembali adalah keta’atan kepada nabi yang telah Allah utus.

Keberanian Martsad yang dijawab dengan kekerasan, pemimpin rombongan bernama Jalhamah menyuruh Muawiyah menahan Martsad. Rombongan kemudian pergi ke tanah haram Mekkah tanpa Martsad.

Sesampainya di Mekkah, acara modifikasi cuaca dimulai dengan upacara ritual, do’a-do’a kepada Allah dipanjatkan. Ketika kumpulan-kumpulan awal muncul, mereka melakukan lokalisasi awan, dan pengenalan jenis-jenis awan. Beberapa saat proses dilakukan hingga terkumpul banyak jenis awan di atas langit mekkah. Para rombongan bergembira, mereka meminta ilmuwan modifikasi cuaca yang paling tahu tentang awan memilih awan untuk diarahkan ke kawasan Mughits di Yaman.

Sang ilmuwan memilih awan hitam, sementara awan-awan lain mereka arahkan menuju perkampungan lain. Sesudah awan terpilih rombongan bergegas menuju Mughits bersama awan pilihan mereka. Entah teknologi mengarahkan awan seperti apa yang mereka punya, canggih sekali rasanya.

Ketika awan mulai tiba di langit mughits, seorang wanita bernama Fahdad merasakan kejanggalan. Ia adalah seorang ilmuwan wanita yang mempelajari sifat-sifat awan. Ia mencocokan semua ilmu yang dipelajarinya tentang awan dengan apa yang ada dilangit Mughits. Apa yang ia lihat adalah suatu jenis awan yang sama sekali belum dipelajarinya. Apa yang kini berada di langit Mughits bukanlah awan hitam pembawa hujan. Ia semakin dalam mengamati. Ia menemukan awan-awan yang semakin menumpuk diatas langit desanya berisi kilatan-kilatan api.

Fahdad mengalami kepanikan yang luar biasa. Ia berupaya meyakinkan kepala para ilmuwan, bahwa apa yang ada dilangit Mughits bukan awan hujan, tapi itu adalah awan petaka. Ia meminta dengan segera dilakukan teknik pemecah awan.

Para ilmuwan sulit mempercayai analisa-analisa Fahdad, mereka tetap bersikeras, bahwa awan itu adalah pilihan terbaik, awan yang akan memberi berkah bagi ‘Aad setelah sengsara tiga tahun lamanya.

Adapun nabi Hud, Allah mewahyukan padanya bahwa awan yang ada adalah awan bencana. Nabi Hud dan sedikit pengikutnya diselamatkan oleh Allah.

“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata : “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”.

Bukan! bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung derita yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, Maka jadilah mereka tak terlihat lagi, kecuali tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada kaum yang berdosa. (al Ahqaf: 23-25)

 

Kaum ‘Aad ditimpa hujan dan badai dingin, selama 7 malam delapan hari. Suatu musibah yang ternyata secara jalan adalah ulah mereka sendiri. Merasa paling tahu ilmu awan, menggiring dengan suka cita musibah bagi diri mereka sendiri.

Kisah yang memberi kabar pada kita, bahwa diatas pengetahuan ada ilmu yang lebih tinggi lagi. Ketika manusia mencapai suatu tahapan ilmu tertentu, semua capaian itu hanyalah setetes air sedangkan ilmu Allah adalah samudera yang tak pernah kering. Jangan takabbur, jangan sombong berjalan di muka bumi.

Sembahlah Allah sebagaimana yang Rasulullah Muhammad ajarkan, lalu mintalah pada Allah ilmu untuk memakmurkan dan mengelola bumi, karena bumi adalah ciptaanNya. Mari berjuang mempelajari ilmu-ilmu Allah.

Usaha Hud, mengajak kaum ‘Aad menyembah Allah adalah usaha hebat yang benar-benar tidak kenal lelah, kali ini Hud menyampaikan agar kaumnya menyembah Allah, dan segera bertaubat, karena jika kaumnya tidak menyembah Allah, maka akan datang adzab pada mereka.

‘(Hud berkata) : Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.  dan bertakwalah kepada Allah yang telah menganugerahkan kepadamu apa yang kamu ketahui. Dia telah menganugerahkan kepadamu binatang-binatang ternak, dan anak-anak, dan kebun-kebun dan mata air. Sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar”. (as Syu’ara : 131 – 135)

Hud pantang menyerah, acara-acara untuk memperingatkan kaumnya tetap ia gelar, Surat al Ahqaf menggambarkan usaha keras Hud ini

“dan ingatlah (Hud) saudara kaum ‘Aad Yaitu ketika Dia memberi peringatan kepada kaumnya dikawasan Al Ahqaaf dimana telah datang banyak peringatan nabi-nabi seperti dari Hud, di masa sebelum dan sesudahnya. Para pemberi peringatan berkata: “Janganlah kamu menyembah selain Allah, Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar”.

Mereka (kaum kafir) menjawab: “Apakah kamu datang kepada Kami untuk memalingkan Kami dari (menyembah) tuhan-tuhan kami? Maka datangkanlah kepada Kami azab yang telah kamu ancamkan kepada Kami jika kamu Termasuk orang-orang yang benar”.

Hud berkata: “Sesungguhnya pengetahuan (tentang itu) hanya pada sisi Allah dan aku (hanya) menyampaikan kepadamu apa yang aku diutus dengan membawanya tetapi aku Lihat kamu adalah kaum yang bodoh”.

(Al Ahqaaf : 21-23)

Sesudah itu datanglah kekeringan dahsyat melanda mereka, hujan tidak turun selama tiga tahun berturut-turut. Kelaparan, kehausan, kemiskinan membuat masyarakat berkebudayaan tinggi seperti ‘Aad mengalami degradasi. Ini dikarenakan parameter kebahagiaan yang mereka miliki adalah materi.

Hud, tetap berperan aktif menyadarkan masyarakat. Mengajak kaumnya untuk bertaubat :

“Hud berkata: “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling yaitu berbuat dosa.” (Hud :52)

Kaum ‘Add membalas ajakan Hud tetap dengan kekafiran, ketidakpercayaan dengan apa yang disampaikan Hud

“kaum ‘Ad berkata: “Hai Huud, kamu tidak mendatangkan kepada Kami suatu bukti keterkaitan antara musibah ini dengan ketiadaan kami menyembah Allah, dan Kami sekali-kali tidak akan meninggalkan sembahan-sembahan Kami karena perkataanmu, dan Kami sekali-kali tidak akan mempercayai kamu. Kami tidak mengatakan selain bahwasanya Tuhan-tuhan Kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu. ” Huud menjawab: “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan, yaitu Tuhan-tuhan selain-Nya, sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus. jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu apa (amanat) yang aku diutus (untuk menyampaikan)nya kepadamu. dan Tuhanku akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain (dari) kamu; dan kamu tidak dapat membuat mudharat kepada-Nya sedikitpun. Sesungguhnya Tuhanku adalah Maha pemelihara segala sesuatu.” (Hud : 53-57)

Bencana kekeringan terus melanda, kelaparan terjadi di mana-mana. Para ilmuwan dan pemimpin negeri tetap pada pendiriaannya bahwa ketiadaan hujan adalah disebabkan suatu perubahan iklim semata. Ilmu tentang langit dan bintang, bagi zaman itu, mencapai puncaknya pada masyarakat ‘Aad.

Setelah perundingan panjang, maka diputuskanlah teknologi modifikasi cuaca untuk menurunkan hujan. Ilmu bumi yang dimiliki kaum ‘’Aad menghantarkan pada kesimpulan bahwa awan-awan berasal dari Mekkah lalu tersebar ke seluruh penjuru bumi. Diutuslah 70 orang ahli dan berfisik kuat untuk melakukan istisqa. Dan nabi Hud tidak terpilih menjadi anggota rombongan ini.

Jika Ummat Islam diperintah Allah untuk shalat istisqa, maka kaum ‘aad melakukan jenis istisqa yang bukan shalat, yang mereka maksud istisqa adalah teknik modifikasi cuaca.

70 orang utusan ini, memulai perjalanan mereka ke Mekkah. Tiba di pinggiran Mekkah mereka tinggal di kerabat ‘aad yang tinggal di sana, tercatat orang tersebut bernama Mu’awiyah bin Bakr.

Mu’awiyah merasa sangat terhormat,  ia memuliakan tamu dengan membuat pesta-pesta. Hidangan terlezat serta hiburan penyanyi dan penari tidak pernah terlewat. Suasana yang membuat para utusan lupa. Genap satu bulan mereka tidak melakukan apapun untuk urusan modifikasi cuaca ini. Muawiyah sang tuan rumah, khawatir dengan apa yang terjadi. Ia sungkan menyatakan dengan langsung pengingat akan tujuan utusan datang ke mekkah. Mu’awiyah takut dianggap pelit tidak mau menjamu.

Mu’awiyah mencari tahu dengan detil tentang apa yang terjadi, tentang kemarau yang menimpa ‘Aad. Ia pun menyimpulkan bahwa apa yang terjadi adalah akibat ketidakberimanan ‘Aad kepada seorang nabi yang Allah utus pada mereka.

Kemudian Muawiyah mendapat ide terbaik, ia menyuruh para penyanyi menyanyikan syi’ir karyanya, tanpa memberi tahu siapa yang menulis. Dalam syiir tersebut terkandung pengingat akan maksud dan tujuan kaum ‘aad datang ke Mekkah.

Rombongan tersadar, dan kemudian menyiapkan segala sesuatu untuk memasuki tanah Haram. Diantara rombongan terdapat seseorang bernama Martsad bin Sa’d. Ia telah beriman sejak lama kepada Hud, namun menyembunyikannya. Martsad berkata sesungguhnya modifikasi cuaca, bukanlah hal yang dapat menurunkan hujan. Apa yang dapat membuat hujan turun kembali adalah keta’atan kepada nabi yang telah Allah utus.

Keberanian Martsad yang dijawab dengan kekerasan, pemimpin rombongan bernama Jalhamah menyuruh Muawiyah menahan Martsad. Rombongan kemudian pergi ke tanah haram Mekkah tanpa Martsad.

Sesampainya di Mekkah, acara modifikasi cuaca dimulai dengan upacara ritual, do’a-do’a kepada Allah dipanjatkan. Ketika kumpulan-kumpulan awal muncul, mereka melakukan lokalisasi awan, dan pengenalan jenis-jenis awan. Beberapa saat proses dilakukan hingga terkumpul banyak jenis awan di atas langit mekkah. Para rombongan bergembira, mereka meminta ilmuwan modifikasi cuaca yang paling tahu tentang awan memilih awan untuk diarahkan ke kawasan Mughits di Yaman.

Sang ilmuwan memilih awan hitam, sementara awan-awan lain mereka arahkan menuju perkampungan lain. Sesudah awan terpilih rombongan bergegas menuju Mughits bersama awan pilihan mereka. Entah teknologi mengarahkan awan seperti apa yang mereka punya, canggih sekali rasanya.

Ketika awan mulai tiba di langit mughits, seorang wanita bernama Fahdad merasakan kejanggalan. Ia adalah seorang ilmuwan wanita yang mempelajari sifat-sifat awan. Ia mencocokan semua ilmu yang dipelajarinya tentang awan dengan apa yang ada dilangit Mughits. Apa yang ia lihat adalah suatu jenis awan yang sama sekali belum dipelajarinya. Apa yang kini berada di langit Mughits bukanlah awan hitam pembawa hujan. Ia semakin dalam mengamati. Ia menemukan awan-awan yang semakin menumpuk diatas langit desanya berisi kilatan-kilatan api.

Fahdad mengalami kepanikan yang luar biasa. Ia berupaya meyakinkan kepala para ilmuwan, bahwa apa yang ada dilangit Mughits bukan awan hujan, tapi itu adalah awan petaka. Ia meminta dengan segera dilakukan teknik pemecah awan.

Para ilmuwan sulit mempercayai analisa-analisa Fahdad, mereka tetap bersikeras, bahwa awan itu adalah pilihan terbaik, awan yang akan memberi berkah bagi ‘Aad setelah sengsara tiga tahun lamanya.

Adapun nabi Hud, Allah mewahyukan padanya bahwa awan yang ada adalah awan bencana. Nabi Hud dan sedikit pengikutnya diselamatkan oleh Allah

“Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka, mereka berkata : “Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami”.

Bukan! bahkan Itulah azab yang kamu minta supaya datang dengan segera (yaitu) angin yang mengandung derita yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya,

Maka jadilah mereka tak terlihat lagi, kecuali tempat tinggal mereka.

Demikianlah Kami memberi Balasan kepada kaum yang berdosa.

(al Ahqaf: 23-25)

 

Kaum ‘Aad ditimpa hujan dan badai dingin, selama 7 malam delapan hari. Suatu musibah yang ternyata secara jalan adalah ulah mereka sendiri.

Mereka merasa paling tahu ilmu awan, menggiring awan hitam pekat dengan suka cita, menghantarkan musibah bagi diri mereka sendiri.

Kisah yang memberi kabar pada kita, bahwa diatas pengetahuan ada ilmu yang lebih tinggi lagi. Ketika manusia mencapai suatu tahapan ilmu tertentu, semua capaian itu hanyalah setetes air sedangkan ilmu Allah adalah samudera yang tak pernah kering. Jangan takabbur.

Sumber :

Al Bidayah wa an Nihayah

Tarikh Thabary

Al kamil fi at Tarikh

Al muntadzim