Tentang Kewalian

A’uudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil ‘alaamin

Allaahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaa Sayidina Muhammadin wa ‘alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajma'in.

Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq.

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

amma ba'du,

TENTANG KEWALIAN

 

Kewalian adalah ma'rifat (pengenalan) yang benar terhadap Allah SWT. Ia juga sekaligus perlindungan Tuhan dan tujuan ilahi yang diberikan kepada seorang hamba-Nya, sehingga ia tidak lagi diperbudak oleh nafsunya. Ia sekalipun tidak pernah menyepelekan ibadah, ketaatan dan mujahadahnya (perjuangan ibadahnya).

 

          Bagaimanapun seseorang berusaha keras dalam ketaatan, ia tidak akan mencapai derajat kewalian atau ma'rifat, selama ia tidak mendapat perlindungan dan perhatian Allah SWT. Perlindungan Allah ‘Azza Wa Jalla adalah kunci utama dalam hal kewalian. Seorang wali adalah seorang yang perkaranya diurus oleh Allah, seorang yang dituntun oleh-Nya, seorang yang dimenangkan oleh Allah atas nafsu dirinya, seorang yang dititahkan untuk ke kehadiratNya...sehingga ia sangat begitu bersyukur dan memujiNya, atas limpahan karunia dan kemulian (karamah) yang dianugerahkan Allah SWT atas dirinya.

 

          Orang-orang yang mencapai ma'rifat mereka adalah wali Allah, manusia-manusia khusus, kekasih-Nya. Mereka adalah manusia pilihan yang mengetahui dan mengenal Allah SWT dengan baik, dan karenanya Allah jadikan mereka sebagai orang yang berhak mendapat perhatian dan kewalian.

 

          Allah berfirman: "Katakan, segala puji bagi Allah, keselamatan untuk hambaNya yang Ia pilih" (QS: An­-Naml: 59).

 

          Seorang hamba jika ia menempuh jalan menuju Allah, ikhlas dalam perjalanannya, maka Allah SWT akan memperhatikan dan melindunginya, menunjukinya (taufik wal hidayah) ke arah ketaatan dan ibadah padaNya. FirmanNya, "Sesung­guhnya pelindungku adalah Allah yang menurunkan Al­Kitab (Al-Qur'an), Dia melindungi orang-orang yang shalih" (QS: Al-A'raf: 196).

 

          Cinta adalah rona kehidupan bagi seorang yang kasmaran. Cinta terus bertambah bagi orang-orang yang lebih memilih Tuhannya dari pada dunia, bagi orang-orang yang mengingat Allah ‘Azza Wa Jalla dalam segala keadaan; berdiri, duduk, hatinya tidak pernah lupa kepada Allah Rabbul ‘Alamiin, lisannya tidak pernah bosan menuturkan Allah SWT.

 

          Maka siapa yang mengerti akan Allah SWT, maka ia akan mendekat padaNya. Siapa yang mengerti dunia, ia akan zuhud darinya. Dan siapa yang mengerti nafsunya, ia akan merendahkan dirinya untuk beribadah mengharap hanya kepada Allah SWT.

 

          Bagi pejalan ruhani yang berharap kedekatan kepada Allah, ia harus mengetahui bahwa dirinya menghadapi lima musuh (godaannya):

 

Jika ia berhasil mengalahkan musuh-musuhnya ini, maka ia baru memulai perjalanan naik menuju kedekatan dengan Allah.

 

          Tetapi apakah kewalian hanya hak prerogratif Allah SWT? Ataukah ia pemberian Allah kepada hambaNya sebagai buah dari mujahadahnya dalam tangga kesulukan (perilaku dallam menuju-Nya) ? Ataukah di dalamnya harus ada kesesuaian antara kehendak Allah dengan usaha hamba untuk memperoleh derajat kewalian?, Istilahnya anugerah atau pencapaian.

 

          Banyak pendapat yang berbeda-beda atas pertanyaan di atas, sebagian pendapat itu ialah:

Pertama: kewalian adalah karunia Allah semata, pemberian yang dikhususkan Allah kepada beberapa hambaNya. Lebih dikenal dalam kalangan tasawuf sebagai golongan orang-orang yang Khowwas (khusus). Meskipun mereka mengatakan demikian, tetapi secara implisit mereka juga melihat urgensi adanya usaha dan kerja keras dalam ketaatan, ibadah dan zikir. Abah menggambarkan orang-orang demikian, ibarat batu mulia permata. Tanpa perlu iktiar/usaha yang lebih, batu tersebut memang sudah mulia dan berharga. Apalagi dibarengi dengan ikhtiar-usaha dipoles atau digosok lagi, maka semakin mengkilap dan bernilai batu tersebut, diantara batu-batuan lainnya yang berserakan di dunia.

Kedua: kewalian hanya bisa diperoleh dengan usaha dan kerja keras, bersungguh-sungguh dalam mengingatNya dan mengerjakan segala hal yang bisa mendekatkan kepadaNya. Ibarat batu misal batu pirus, yang awalanya masih muda dan bernilai biasa saja, tetapi karena digosook dan rajin dipoles terus. Maka lama-lama akan matang dan mahal serta lebih bernilai harganya.

Ketiga: kewalian tidak akan tercapai kecuali dengan berkumpulnya dua hal secara bersamaan, yaitu pemberian Allah serta usaha dan kerja keras (mujahadah) seorang hamba.

Keempat: Zuhud di dunia adalah jalan kewalian, meski begitu seorang hamba harus bekerja mengais rizki. Tawakkal kepada Allah adalah perilaku Nabi SAW, kerja mengais rizki adalah sunnah baginda Nabi SAW. Siapa yang berada sesuai dengan perilaku baginda Nabi SAW, maka ia tidak akan meninggalkan sunnahnya.

 

          Salah seorang arif mengatakan, "Jika engkau ingin agar Allah menjadi pelindungmu, sayang padamu, maka tinggalkan dunia dan akhirat, jangan engkau sekali-kali menginginkan keduanya. Kosongkan jiwamu dari keduanya. Hadapkan dirimu ke arah Allah semata, niscaya Ia akan menghadapkan diriNya padamu. Engkau pertama­-tama harus mengerjakan fardlu-fardluNya (kewajiban), kemudian memperbanyak kesunahan dengan berbagai jenisnya yang tidak terbatas, meski dalam pandanganmu kelihatannya sepele. Baginda Nabi SAW bersabda: "Senyummu di hadapan saudaramu adalah shadaqah, membuang sesuatu yang mencelakakan orang lain di jalanan adalah shadaqah, kata­-kata yang baik adalah shadaqah," sabdanya juga, "Jangan engkau mengecilkan sesuatu pun dari perbuatan baik, meski (dalam bentuk) hanya sekedar beramah muka ketika engkau bertemu saudaramu."

 

          Allah SWT ulurkan kepada hati orang-orang yang arif dengan ketenangan, kemantapan dan sinar-sinar tauhid, sehingga mereka hidup di dunia ini sedikit pun tidak menginginkan segala godaan dunia dan kenikmatan­nya, tetapi yang mereka inginkan justru rahmat, barokah, ampunan, dan ridha Allah SWT semata. Perilaku mereka selalu tawadhlu', menunduk-kan diri, meminta ampun, amalan-amalan mereka hanya demi Allah Rabbul ‘Alamiin, hati mereka hadir dihadapan Allah ‘Azza Wa Jalla, seluruh gerak dan tenang serta diamnya mereka hanya untuk Allah SWT.

 

          Mereka benar-benar tulus niatnya demi Allah, sehingga mereka adalah orang-orang yang dipilih dan dilimpahkan karunia olehNya, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun demikian, selalu ridha atas segala ketetapan-Nya. FirmanNya: "Mereka itulah golongan Allah, ingatlah sesungguhnya golongan Allah adalah mereka yang beruntung" (QS: Al-Mujadalah: 22).

 

          Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah memanggil penduduk syurga: wahai penduduk syurga, mereka menjawab: labbaik wahai Tuhan kami, Allah bertanya: "Apakah kalian ridha", mereka menjawab: "Bagaimana kami tidak ridha, padahal engkau telah berikan kami sesuatu yang tidak engkau berikan kepada makhluq lain", Allah bertanya lagi, "Tidakkah Aku berikan lebih dan itu?" Mereka menjawab, "Tuhan kami, adakkah yang lebih baik dari ini?" Allah menjawab, "KeridhaanKu Aku berikan kepada kalian, Aku tidak akan murka kepada kalian setelah ini."

 

          Kewalian itu bertingkat-tingkat; ia dimulai dengan cinta demi Allah, kemudian adanya taufiq mengerjakan kewajiban, melakukan ketaatan, meninggalkan larangan, memperbanyak zikir...dan berakhir dengan derajat shiddiq (kesungguhan dan puncak ketulusan, kejujuran serta keikhlasan), di atas tingkat ini tidak ada lagi kecuali tingkat kenabian.

 

Imam At-Turmudzi.rhm membagi kewalian ke dalam dua macam:

1- Kewalian umum

2- Kewalian khusus

 

          Kewalian jenis pertama mencakup semua orang yang beriman kepada Allah, beramal shalih, dan mempercayai para nabi dan rasul. Sedangkan jenis kedua terbatas pada kekasih-kekasih dan orang-orang pilihan Allah yang diberinya karunia dan diberinya petunjuk ke arah jalanNya. FirmanNya: "Allah berikan karunia kepada orang-orang yang dikehendakiNya dan memberikan petunjuk kepadaNya orang-orang yang kembali kepada Allah kerena cinta" (QS: As-Syura: 13).

 

          Hati para wali Allah adalah gudang hikmah, sumber rahmat, ma'rifat dan tempat ilmu Allah SWT. Allah Azza wa Jalla hiasi hati mereka dengan cahaya keimanan, Allah sirami dengan limpahan ihsan, Allah bina dengan rasa tawakkal, Allah khususkan dengan perhatian, Allah sucikan ia dari syirik, keragu-­raguan dan riya. Allah SWT murnikan dirinya dari segala bentuk penyakit dan cela. Hati mereka adalah "the land of wisdom", di mana Allah bimbing dengan petunjuk, Allah SWT sirami dengan lautan ridha, sehingga tumbuhlah akhlaq terpuji darinya, hati itu memancarkan cahaya-cahaya Tuhan. Mereka itu adalah orang yang bersih, baik dan FirmanNya, "Cahaya mereka berjalan di antara tangan-tangan mereka, dan dengan sumpah mereka mengatakan Tuhan kami sempurnakanlah cahaya kami dan ampunilah kami, sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu" (QS: At-Tahrim: 8). Itulah anugerah kemulian (karamah) yang hakiki kepada para kekasih-kekasih, hamba-hamba pilihan yang dikehendaki-Nya, para Waliyullah, Awliya Allah (Awliya= bentuk jama’ dari Wali, Awliya berarti para Wali).

 

          Perlindungan Allah dan kasih sayangNya meliputi hamba-hambaNya yang shaleh dan wali-walinya yang baik. Allah SWT menanggung perkara mereka di dunia dan akhirat. Ia jadikan mereka sebagai contoh kebaikan, iman dan keutamaan.

 

          Sebagaimana (sebaliknya) wali-wali Allah itu juga menjalankan tuntunan-tuntunan Allah, menolong kewajiban-kewajibanNya, konsekwen dalam ketaatan, mereka hidup untuk Allah bukan untuk diri mereka, Allah SWT menjadi tujuan mereka dalam hidup mereka di dunia dan akhirat.

 

Imam Al-Ghazali.rhm mengatakan: "Secara yakin saya tahu sesungguhnya kaum sufi yang muhaqiqin (yang benar) adalah mereka yang terdepan di jalan Allah, lebih-lebih bahwa perilaku mereka adalah paling bagus, jalan mereka adalah paling benar, akhlaq mereka paling bersih, bahkan seandainya dikumpulkan akal semua orang yang berakal, hikmah semua orang yang berhikmah dan ilmu para ulama yang menekuni rahasia syariah untuk menggantikan secuil perilaku dan akhlaq mereka, menggantikannya dengan yang lebih baik, mereka itu tidak bisa; sesungguhnya seluruh gerak dan diam para sufi itu (baik lahir maupun batin mereka) bersumberkan dan cahaya lentera kenabian, tidak ada cahaya pun yang melampaui cahaya lentera kenabian di muka bumi ini.... Secara global dapat dikatakan syarat pertama jalan kesufian adalah membersih­kan hati secara total dengan hal selain Allah, dari situ kita ambil kuncinya yaitu tenggelamnya hati secara total pula dalam aliran menuju Allah SWT semata. Selain hal-hal yang berkaitan dengan usaha dan kerja keras dari awal perjalan tersebut. Hal-hal tersebut adalah untuk diwujudkan bagi pemula jalan (salik-murid) dan setelahnya seorang salik ibarat melewati ruang bawah tanah.

 

          Di awal perjalanan menuju Tuhan, seorang salik akan memulainya dengan pemandangan-pemandangan menakjubkan seperti melihat malaikat dan ruh para Nabi dalam keadaan radar, ia juga bisa mendengar suara-suara dan mereka, mengambil berbagai wasiat. Kemudian ia akan naik tingkat dari sekedar melihat gambar dan bentuk ke tingkat yang lebih tinggi yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Sekian banyak orang yang berusaha untuk mengekspresikan tingkatan ini dengan kata-kata tetapi yang terjadi justru mereka terpeleset dalam kesalahan fatal serta berbahaya. Satu kelompok menggambarkan tingkatan yang mereka alami adalah tingkatan "berlarut", kelompok lain menggambarkan sebagai "bersenyawa", dan kelompok lain menyebutnya "sampai". Sebutan-sebutan itu semuanya adalah kurang tepat bisa salah, seharusnya mereka cukup mengatakan, "Apa yang terjadi adalah sesuatu yang aku tidak ingat lagi, aku hanya mengira itu kebaikan dan jangan engkau bertanya soal bagaimana, semua itu adalah karunia anugerah Allah SWT semata, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang"

 

          Orang yang kumpul bersama para sufi akan menyadap keinginan semacam itu. Kaum sufi itu sebenarnya adalah kelompok yang tidak susah untuk dikumpuli. Bagi Anda yang belum pernah duduk bareng bersama mereka ketahuilah bahwa hal-hal ajaib di atas bisa saja terjadi dan bahkan ada bukti-bukti nyata akan hal tersebut..."

 

          Karena itu bagi para pemula ia harus berteman dengan para syekh yang shalih dan kamil (sempurna-sejati), mengikuti mereka dalam bimbingannya menuju jalan Allah SWT. Sebab sebaik-baik ucapan adalah yang dibuktikan kebenarannya oleh pengucapnya dan ia bisa dimanfaatkan oleh pendengarnya, sehingga dapat terhindar dari berbagai tanjakan berbahaya yang bisa jatuh menyesatkan, salah jalan dalam perjalanannya menuju kehadirat illaahi Rabbi.

 

          Seorang saleh mengatakan: "Engkau harus berteman bersama orang yang membuatmu mengingat Allah tatkala melihatnya, orang yang hatimu merasakan kewibawaan­nya, orang yang memberimu wejangan dengan bahasa perbuatan bukan yang memberimu bahasa kata".

 

          Jenis pertama ibadah adalah ilmu; sebab kata pertama di mana Al-Qur'an diturunkan adalah "Iqra'" (bacalah). Seandainya anda tahu maka anda akan mengerti, seandainya anda mengerti atau memahami (ma'rifat) maka anda akan menyembah-Nya.

 

          Hati itu penguasa, pengontrol bagi anggota badan yang lain. Jika hati itu mempunyai ma'rifat dan akal maka ia menjadi istiqamah. Sebaliknya jika hati itu dijejali dengan hawa nafsu ia menjadi jauh dari jalan kebenaran. Dan jika munajat (panjatan doa dan zikir) dengan hati yang benar, maka anggota badannya menjadi lega bahagia.

 

          Seorang salik (murid –pejalan) jalan kesufian ia harus membawa nafsu dan anggota badannya untuk menjaga tuntunan syariat agama, menjauhi secara total hal-hal yang diharamkan bahkan yang subhat (adanya keragua-raguan) serta makruh (dilakukan tidak berdosa jika ditinggalkan berpahala). Membawa nafsunya dengan penuh keseriusan dalam segala hal yang dilakukan dan yang ditinggalkan. Supaya ia menjadi hamba yang menjalankan syariat Allah SWT, perintah dan laranganNya dengan penuh kelurusan.

 

          Suatu kebodohan dan kesalahan bila seseorang menyangka kalau kehidupan ruhani bisa dipahami hanya dengan menginginkannya. Sesungguhnya kehidupan ruhani adalah suatu usaha yang penuh totalitas dan seluruh perujudan manusia–pikiran, kehendak, niat dan cipta- asa dan rasa, seorang murid tidak hanya cukup dengan amal-amal ragawi saja tetapi ia juga harus melakukan amalan-amalan batin. Di mana amalan batin ini sesungguhnya adalah tolok ukur segala amalan lahir yang berupa ibadah dan muamalah. Amalan batin ini adalah bentuk pengawasan jiwa dan pelurusan niat dalam perjuangan yang gigih melawan nafsu dan syahwatnya. Allah berfirman, "Dan demi jiwa dan kesempurnaannya, Aku ilhamkan padanya antara jalan sesat dan jalan ketaqwaan, maka beruntunglah orang yang membersihkan nafsunya, dan celakah orang yang mengotorinya" (QS: As-Syams: 7-10).

 

          Zikir adalah poros doa para hamba dalam wirid dan arah mereka menuju Tuhan.

 

          Kaum sufi menggunakan tasbih dalam zikirnya sejak zaman tokoh sufi Imam Abul Qasim Al-Junaid Al-Baghdadi ra.

 

          Kaum sufi menjadikan jumlah angka sebagai pembatas bagi amalan mereka, pemicu dalam amal kebaikan, pendorong untuk mengerjakan ketaatan dan memperbanyak zikir.

 

          Dalam kesinambungan zikir terdapat kemenangan terbesar, dan menjauhkan dari penyesalan, karena seperti Hadits menyebutkan: "Para penghuni syurga menyesal oleh karena sesaat mereka tidak berzikir mengingat Allah".

 

          Saudaraku, ingatlah dunia ini fana dan akhiratlah yang akan kekal. Pendamping Anda ke akhirat hanya amal shalih tidak ada yang lain. Maka jadikan zikir Anda dimulai dengan lisan sambil diucapkan dan sedikit kesabaran dan konsentrasi, kemudian akan sampai ke zikir hati. Dengan sedikit kerinduan dan keikhlasan Anda akan mencapai zikir ruh yang insya Allah akan mengantarkan Anda kepada zikir dengan cara diam.

 

          Jika Anda berzikir dengan Allah maka jadikan totalitasmu untuk mengagungkanNya, dan jika Anda membaca Al-Qur'an maka jadikan totalitasmu untuk meninggikannya-mengagungkannya serta memuliakannya. Karena Al-Qur’an adalah kitab pedoman “keselamatan dan kebahagiaan hakiki”, pemisah antara yang haq dan batil, oleh sebabnyalah kita bisa selamat dan bahagia dunia dan akhirat.

 

          Hal yang membuat hati bertambah khusyu' dan jiwa lebih jernih adalah dengan menghadirkan baginda Nabi saw saat berzikir. Sebab bayangan seperti ini akan berpengaruh besar dalam menguatkan kemauan dan menyambungkan ruh dengan kehadirat Nabi Muhammad SAW. Sehingga diharapkan dapat secra sungguh-sungguh bisa totalitas didalam mengikuti, mensuri tauladani Baginda Nabi SAW baik secara lahir maupun batin, di dalam memposisikan diri sebagai hamba-Nya, karena beliaulah SAW sebaik-baik hamba-Nya.

 

          Barangsiapa yang ingin agar doanya dikabulkan ketika ia dalam kesulitan, maka ia hendaknya memperba­nyak zikir pada saat senang. Baginda Nabi SAW bersabda, "Kenalilah Allah saat engkau senang maka Allah akan mengenalimu saat engkau susah." Dalam hadits qudsi juga disebutkan, "...hal yang lebih Aku sukai adalah jika hambaKu mendekatiKu dengan sesuatu yang akan wajibkan padanya, hambaKu terus mendekatiku dengan segala kesunahan sehingga Akupun mencintainya, jika Aku mencintai (hambaKu) maka Aku adalah telinga di mana ia mendengar, mata di mana ia melihat, tangan di mana ia mengayuhkannya dan kaki di mana ia berjalan dengannya. Jika ia memintaKu maka tentu Aku mengabul­kannya. dan jika meminta perlindungan dariKu tentu Aku akan melindunginya…”.

 

          Hamba seperti ini adalah curahan cinta ilahi, perlambang karunia Tuhan. Hamba seperti itu adalah benar-benar manusia rabbani (manusia yang melam­bangkan sifat-sifat Allah), karena ia melihat, mendengar dan berakal dengan Allah SWT. Maha Suci Allah kalau Ia ditempatkan seperti makhluq atau Ia adalah makhluq. Namun hakekat makna yang ditunjukkan oleh hadits qudsi di atas adalah puncak tauhid dan ma'rifat Allah. Hadits qudsi itu adalah bentuk kesaksian Allah akan Zatnya sendiri melalui bahasa manusia yang fana, kalau hal tersebut adalah hasil cipta cinta ilahi, kalau Ia adalah Maha Pencipta Yang Ajaib.

 

          Asmaul Al-Husna adalah zikir teragung yang bisa mendekatkan seorang sufi kepada Allah SWT. Asmaul Husna adalah bekal kaum sufi untuk naik menuju Allah SWT. FirmanNya: "Allah memiliki asmaul khusna maka berdoalah dengannya" (QS. Al-A'raf: 180), juga firmanNya: "Allah tiada tuhan selain Dia, Ia mempunyai asmaul khusna" (QS: Thaha: 8).

 

          Sayyidi Syekh Abdul Maqshud Muhammad Salim r.a. berkata, "Ketahuilah, zikir kepada Allah dengan asmaul khusna adalah motto para nabi dan rasul, kebiasaan para wali yang shalih..., barangsiapa mengambil asma Allah sebagai benteng dirinya maka Allah akan menjaganya dan setiap keburukan". Beliau menambahkan, "Wahai pembaca, jika engkau menyebut sebuah asma Allah, maka hendaknya Anda menyebutnya dengan penuh meresapi, rendah diri dan khusyu'. Hadirkan dan perasaanmu makna yang Anda katakan. Pejamkan mata dan indera Anda dari segala renungan jiwa yang lain. Bersihkan indera dan jiwa Anda. Jangan sekali-kali Anda menjadi orang yang berbicara tetapi tidak paham apa yang Anda katakan.. Jangan menggunakan asma Allah untuk meminta sesuatu yang jauh, sesuatu yang tidak pas untukmu. Jadikan zikir untuk Allah SWT semata, demi keridhaanNya, berdoa dengan cara-cara yang layak sesuai dengan keagungan dan kesempurnaanNya".

 

          Manusia paling sempurna yang memiliki semua sifat terpuji di dunia adalah baginda Nabi Muhammad SAW, baginda juga memiliki segala sifat terpuji di akhirat. Tidakkah Anda ingat sabdanya dalam soal wasilah: "Sesungguhnya ia (wasilah) adalah sebuah kedudukan di syurga, yang diperuntukkan hanya untuk satu orang saja, dan saya mohon agar ia adalah saya, maka barangsiapa memohon kepada Allah melalui wasilahku, maka dia akan mendapat syafa'at". Karena itu wasilah dinamai tempat yang terpuji (maqam al-Mahmud). Baginda juga bersabda, "Setiap nabi itu mempunyai doa yang mustajab Para nabi yang lain menyegerakan doanya masing-masing, sedangkan aku menunda doaku, adalah sebagai syafa'at bagi orang-orang yang berdosa besar dari umatku". Baginda Nabi SAW adalah pribadi yang terpuji dengan segala lisan, sekaligus terpuji dengan sebaik­-baik kedudukan. Allah SWT dalam hadits qudsi berfirman, "Para malaikat memberikan syafa'at, para nabi juga memberikan syafa'at, dan ia (Rasulullah Muhamamd SAW) adalah orang yang paling kasih di antara para pengasih."

 

          Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya dari kalangan para hamba Allah ada segolongan orang yang bukan nabi dan bukan pula syuhada, namun para nabi dan para syuhada’ berebut dengan mereka dalam kedudukan terhadap Allah.”  Sahabat pun bertanya, “Wahai Rasulullah, ceritakan kepada kami siapa mereka itu dan apa amal perbuatan mereka. Sebab kami senang kepada mereka karena yang demikian itu.” Nabi menjawab, “Mereka adalah kaum yang saling mencintai karena Allah, dengan Ruh Allah, tidak atas dasar pertalian keluarga antara sesama mereka dan tidak pula karena harta yang mereka saling beri. Demi Allah, wajah mereka adalah cahaya terang, dan mereka berada di atas cahaya terang. Mereka tidak merasa takut ketika semua orang merasa takut, dan mereka tidak merasa kuatir ketika semua orang merasa kuatir.” Dan beliau membaca ayat ini: Ketahuilah, sesungguhnya para wali Allah itu tiada rasa takut pada mereka dan tidak pula mereka merasa kuatir.  (Kitab Fath al-Bari, Syarh Sahih al-Bukhari)

 

 

Wallahu ‘alam bish showab, wal ‘afu minkum,

Wassalamu a’laikum warrahmahtullahi wabarakatuh

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!