Membersihkan Hati

Al-Kisah no.26/2010

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Semoga Habib dan keluarga senan­tiasa berada dalam lindungan Allah SWT. Amin.

Habib Luthfi yang saya hormati, saya ingin bertanya, bagaimana cara menge­lola hati, cara menghilangkan sifat som­bong, angkuh, dengki, riya', ghibah hati, tamak terhadap dunia, dan cemburu ke­pada saudara yang mendapatkan ke­dudukan yang baik. Bagaimana juga caranya agar hati ini bisa senantiasa hadir terhadap hal-hal yang terpuji, se­perti berprasangka baik terhadap Allah SWT, Nabi Muhammad SAW, para sa­habat, juga para ulama dan awliya'.

 

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Ahmad Mustafid

Wonorejo, Sumber Gempol,

Tulungagung, Jawa Timur

 

Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Terima kasih atas pertanyaan Anda. Yang Anda sebutkan itu adalah sebagian dari penyakit yang ada dalam diri kita. Solusinya insya Allah ada. Di antaranya, Allah Ta'ala berfirman, "Ala bidzikrillahi tathmainnul qulub." Artinya, berdzikir itu akan menenangkan hati.

Dzikir ada bermacam-macam. Di antaranya, pertama, melihat dan mere­nungkan ciptaan Allah. Bukan dengan sekadar penglihatan biasa, tapi mempela­jarinya dan kemudian memikirkannya.

Misalnya saja, ketika kita melihat akar pepohonan, contohnya pohon mangga, yang panjang akarnya bisa mencapai 25 sampai 100 meter. Akarnya menjalar ke mana-mana, sementara batang pohon­nya tidak pernah bergeser. la bisa meng­hidupi dirinya sendiri dan juga makhluk lainnya, termasuk manusia. lni menun­jukkan keyakinan yang luar biasa kepada Yang Maha Memberi. la tidak takut men­jadi fakir karena faktor rizqi Padahal ia hanya mengandalkan akarnya, sedang­kan batang pohonnya sendiri tidak pernah bergeser dari tempatnya semula.

Coba kita lihat lagi perihal hewan­-hewan, khususnya yang halal dimakan, seperti ayam, angsa, bebek, kerbau, sapi, kambing.

Sepintas kita melihat, makanan he­wan-hewan itu pada umumnya adalah rumput. Paling, di zaman sekarang, ma­kanan mereka bisa dicampur dengan ampas tahu. Tapi, adalah sesuatu yang luar biasa, hewan-hewan ini bisa mem­berikan kita vitamin serta gizi.

Apabila kita merenungkan hal-hal tersebut, itu termasuk dzikir.

Lalu, selanjutnya, kita tengok diri kita sendiri. Lihatlah tangan kita, yang bisa bergerak, dan dengannya kita mencari nafkah. Kita renungkan: Siapa yang menciptakannya? Juga anggota tubuh kita yang lain, baik yang terlihat maupun yang tidak. Yang terbungkus oleh daging dan kulit, sampai yang terbuka, seperti mata, telinga, mulut, dan hidung.

Sejauh mana tangan kita bisa diajak bersujud kepada Yang menciptakan? Bukan hati kita saja yang beriman, dan bukan hati kita saja yang sujud. Tapi mampukah kita mengajak tangan, kaki, mulut, lidah, gigi, dan semua anggota tubuh kita mengerti kepada Yang men­ciptakan. Jika belum, binalah mereka un­tuk bersembah sujud kepada Yang men­ciptakan.

Hati memang merupakan sentral untuk mendapatkan kekhusyu'an untuk bersembah sujud kepada Allah. Hati itu segumpal daging. Tidak bermata, ber­telinga, bermulut, tapi bisa berbicara.

Hati itu saya umpamakan seperti besi. Tapi, yang saya umpakan bukan keras­nya, melainkan kebersihannya.

Misalnya saja pacul atau parang yang terbuat dari besi. la selalu kita asah, kita bersihkan, sehingga mengkilat. Setelah kering kita masukkan ke sarungnya, lalu kita jaga dengan sebaik-baiknya. Keesok­an harinya, kita melihat ternyata sudah ada tutul-tutul (noda) berwarna cokelat.

Kalau tutul-tutul (noda) cokelat itu kita diam­kan, lama-lama akan menghitam. Jika kita biarkan terus, tutul-tutul yang meng­hitam itu akan berubah menjadi karat.

Begitu pula dengan hati manusia. Jika tidak dirawat, akan berkarat. Karat-karat itu antara lain takabur, dengki, hasud, riya', dan sebagainya, yang disebut juga penyakit hati. Penyakit hati ini sangat berbahaya, karena akan mempengaruhi pola pikir, sehingga pola pikir kita, meski secerdas apa pun, akan menjadi kotor, dan kita mempunyai pikiran-pikiran yang kurang terpuji.

Karena itu, penyakit hati ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga terkadang orang lain.

Contohnya, tidak usah jauh-jauh, organ tubuh kita. Bila pencernaan kita tidak bersih, timbullah satu penyakit yang sangat mempengaruhi tubuh kita. Yang dimaksud pencernaan di sini bukan sakit maag. Kotornya pencernaan karena fak­tor kerak atau endapan-endapan yang ada di dalam pencernaan kita, yang ja­rang kita bersihkan, entah itu dengan obat-obatan atau dengan berpuasa. Man­faat puasa antara lain membersihkan pencernaan.

Kerak atau endapan-endapan itu, karena tidak pernah dibersihkan, menjadi tebal, lalu mempengaruhi proses dalam mengelola atau mencerna makanan yang masuk ke dalamnya. Karena hasil proses yang kurang balk dari pencernaan, darah putih dan darah merah yang dihasilkan­nya pun kurang maksimal, sehingga mempengaruhi kesehatan atau stamina seseorang. Darah kotor bisa saja menjadi penyakit kulit dan sebagainya.

Nah, bagaimana kalau kerak atau karat di hati semakin tebal? Karena itu, sebelum kerak atau karat itu menebal, bersihkanlah dengan cara berdzikir, dengan melihat apa yang diciptakan oleh Allah SWT. Termasuk juga melihat dan memperhatikan sesama kita. Coba lihat para fuqara wal masakin (fakir-miskin). Kita ukur ke­adaan mereka dengan pribadi kita sendiri, Kita buka mata. Dengan demikian, hati kita akan tersentuh, sehingga mun­cul sebuah doa untuk diri sendiri mau­puan saudara-saudara para fuqara dan masakin tersebut. Atau, paling tidak, hati yang tadinya sudah mengeras akan men­jadi lembut.

 

 

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah