Al-Habib Abu Bakar al- Adeni bin Abdullah Al-Aydrus

Tersibaknya Kebingungan dan Kesedihan Dalam Menerangkan Riwayat Hidupnya Penguasa Aden, Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdillah Alidrus

أبو بكر العدني بن عبد الله العيدروس‎

 Masjid di Muhajir,dan sekolah baru yg dibina oleh Habib Abu Bakar Adeni Al-Mashoor

Sekilas Tentang Sejarah Kota Aden

Banyak para ahli sejarah yang mengupas tentang Aden baik dari segi nama ataupun sejarah, diantaranya Syekh Bamakhromah dalam "Sejarah Bandar Aden", Ibnu Al-Mujawir dalam "Sejarah Al-Mustabshir", Al-Hamdani dalam "Al-Iklil" dan Al-Janady dalam "Assuluk".

Di Negeri Yaman banyak kawasan yang bernama Aden, dari kawasan-kawasan tersebut sebagian diantaranya merupakan pemukiman yang masih dihuni dan sebagian lainnya tinggal puing-puing yang tersisa, dari kenyataan tersebut bisa ditarik kesimpulan bahwa kata "aden" bukanlah nama satu daerah saja, melainkan suatu daerah yang mempunyai kriteria tertentu hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya daerah di Yaman yang bernama Aden, diantaranya :

1. kawasan utara propinsi Lahaj tepatnya daerah yang diapit oleh Lab'us dan Dhali'.

2. sebelah utara kota Radfan terdapat lebih dari sepuluh daerah yang bernama "aden" namun

    semuanya mempunyai nama akhiran yang berbeda, seperti Aden Hamadah, Aden Ahwar, 

    Aden Gair, Aden Arwad, Aden Ja'syan, Aden Assahi, Aden Addaqiq, Aden AlHijal, Aden Al-

    hausyabi, Aden Arrohah.

Jika kita perhatikan secara seksama, kawasan-kawasan yang bernama aden tersebut mempunyai karakter yang sama yaitu kesemuanya merupakan daerah yang jauh dari jalan raya yang sengaja dijadikan sebagai tempat berlindung oleh para penghuninya, dan sebagian daerah aden itu ada yang membentang panjang hingga mencakup beberapa pegunungan yang di bawahnya terbentang Aden Abyan, Udainah Taiz, Udain Attaakur diwilayah propinsi Ibb, dari sekian banyak daerah yang bernama aden adapula yang tinggal nama dan telah ditinggalkan oleh penduduknya, diantaranya Aden Laah di propinsi Hajjah, Benteng Aden di lembah Hadhramaut, Aden Al-Manasib, dan Aden Bani Syabib dipinggiran kota Ibb.

Dari sekian banyak daerah yang bernama aden tersebut terlihat bahwa "aden" identik perkampungan yang damai dan sejahtera, dan sifat-sifat itulah yang terdapat di Aden Abyan tempat tinggal Imam Abi Bakar yang akan kita bahas sejarahnya dalam tulisan ini, dan dewasa ini apabila disebutkan nama aden maka yang dimaksud adalah Aden Abyan.

Ada juga yang mengatakan bahwa nama aden diambil dari nama orang yang pertama kali membuka tempat tersebut yang bernama Aden, kalimat aden juga diambil dari nama Adnan bin Naqsyan bin Ibrahim, menurut versi ini aden adalah berasal dari kata kerja adana yang berarti berdomisili, atau dari kata ma'din yang berarti barang tambang.

Penulis Yaqut Al-hamawy memiliki pendapat lain tentang asal mula nama penamaan aden, menurut dia nama aden tersebut bermula dari perang antara Habasyah dengan Yaman, ketika perahu-perahu mereka tiba di Aden mereka berkata "adwanatan" yang berarti musuh, maka sejak itulah dinamai Aden.

Kota Aden sejak zaman dahulu telah menjadi incaran dan impian penguasa-penguasa yang serakah, wilayah pantai aden selalu disinggahi para tentara penjajah yang ingin menguasai jalur strategis tersebut, dari semenjak zaman kerajaan Saba, Aden sudah mempunyai peran penting dalam dunia perdagangan, karena para saudagar dari Saba dan Himyar menggunakan Aden sebagai jembatan mereka untuk menjalankan perdaganganya dengan orang-orang India dan Mesir.

Peran Kota Aden dalam perdagangan dan juga dalam peperangan tersebut juga dikarenakan letak geografisnya yang begitu strategis karena berada dipertengahan jalan antara samudera Eropa dan India.  

  

Kota Aden semenjak dahulu kala bahkan sebelum islam telah mennjadi perhatian para raja dengan membangun bendungan-bendungan penampung air dan benteng, diantara raja-raja tersebut adalah Sultan Amir bin Abdul Wahab salah satu raja dari kerajaan Ath-Thahiriah, yang mempunyai hubungan erat dengan Imam Abi Bakar Al-Adeni bin Abdullah Alidrus. Diantara jasa Sultan Amir terhadap Aden adalah waduk bundar yang dikenal dengan nama "Bilyafer" yang mengitari waduk-waduk kecil lainya, selain itu pada tahun 1500 M, Sultan Amir membuat saluran air dari sumur "Mahtha" ke Aden. 

Pada tahun 1513 M, datanglah tentara Portugal untuk menjajah Aden, namun saat itu Portugal harus puas dengan kekalahannya oleh tentara Ath-Thahiriah yang saat itu dipimpin oleh Sultan Amir dan Pangeran Marjan. Semenjak itu Aden berdiri tegar setegar para pemimpinnya dan gunung-gunungnya yang menjulang tinggi, hingga tibalah tentara Inggris yang datang pada tahun 1839 M, kedatangan inggris yang berpura-pura meminta ganti atas kapalnya yang tenggelam dan dijarah oleh para kabilah diperairan pantai Abyan, namun Sultan Lahaj (penguasa Aden waktu itu) menunda-nunda ganti rugi tersebut sehingga inggris menyerangnya dan berhasil menguasai Aden pada tanggal 19 januari di tahun yang sama. 

Dengan dikuasainya Aden oleh Inggris maka pelabuhan internasional Aden pun menjadi kekuasaannya hingga tibalah revolusi bersenjata yang mampu memukul mundur tentara Inggris sekaligus mengusir tentara penjajah tersebut pada tanggal 30 November 1967 yang sekaligus menjadi hari kemerdekaan Yaman Utara.

Pergolakan politik dan ekonomi serta revolusi bersenjata silih berganti dalam sejarah Aden hingga kemudian tibalah hari persatuan Yaman yang menyatukan semua wilayahnya dan sekaligus mengakhiri semua kekisruhan yang dibawa oleh orang-orang kafir dan komunis dari negeri Yaman. Dengan terciptanya persatuan dan kemerdekaan tersebut maka kembalilah Aden ke pangkuan putra daerah.

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah yang Maha Esa dan hanya kepadaNya-lah tempat bergantung, solawat serta salam semoga dilimpahkan kepada pimpinan putra Adnan, pemimpin para wali dan orang-orang takwa yang menjadi panutan orang-orang yang mendapat petunjuk dengan kesaksian dari Allah SWT dalam firmanya dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang artinya:

"Sungguh pada diri Rasulullah itu teladan yang baik bagi kamu".

Junjungan kita Muhammad bin Abdullah sang pembela atas kemuliaan para kekasih Allah sebagaimana yang Ia katakan dari Allah :

"barang siapa yang menyakiti salah satu kekasihku, maka Aku telah mengikrarkan perang dengan dia".

Kemudian akan berkata seorang hamba yang berdosa dan  fakir kepada Allah SWT, Abu Bakar Al-Adeni bin Ali bin Abi Bakar Al-Masyhur Baalawy :

Aku ridlo Allah sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku, dan Junjungan Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul, dan aku berjanji kepada diriku sendiri –sesuai kemampuan- akan berjuang dan mengabdi jalan menuju Allah SWT dengan memperkenalkan diri saya dan generasi saya atas apa saja yang wajib mereka ketahui tentang adab para (syekh) dan kemuliaan amanat yang dipikul oleh manusia-manusia sempurna yang tidak tergiur oleh manisnya dunia (mereka jujur atas apa yang mereka janjikan kepada Allah), janji tersebut merupakan suatu obor yang menerangi orang yang tersesat, memberi petunjuk kepada orang-orang bodoh, serta menjadi dalil kepadaku dalam memberi penjelasan kepada diriku sendiri serta orang-orang sepertiku yang tertipu oleh sebab-sebab kebudayaan atau mereka yang tenggelam dalam keraguan atas atas ahli dzauk dan isyaroh, dan barangsiapa yang tidak mengetahui hak-hak para kekasih Allah maka tidak akan mendapatkan ridhlo Tuhannya. 

dan kami jelaskan bahwa zaman sekarang ini penuh ketakaburan dan kebohongan atas Allah SWT, dan kita telah mendengar dan membaca penghinaan dan kebohongan atas para kekasih Allah, orang yang busung dianggap gemuk setiap orang mengaku alim dan berani berfatwa, dan telah timbul pula pada zaman ini kekikiran yang diturutkan hawa nafsu yang diikuti, setiap orang merasa bangga akan pendapatnya, orang tidak lagi bisa membedakan antara benar dan salah, atas dan bawah, maka dalam keadaan yang seperti ini tiada lagi tempat kembali kita adalah kitab serta rujukan-rujukan lainnya kita cari di dalamnya tentang hakikat suatu zaman, dan ketetapan-ketetapan islam iman dan ihsan, tentang mereka yang memiliki kedudukan yang tinggi (orang-orang yang ketika mereka melihat maka mereka mengingat Allah, dan ketika mereka berdzikir maka turunlah rahmat yang berlimpah. 

Ini adalah suatu keyakinan dari keyakinan, saya sebutkan agar jelas dan menenangkan jiwa yang beriman, dan tujuan saya atas semua itu adalah keridloan Allah SWT dan memelihara sunnah Rasul saw yang bersabda "barangsiapa memlihara sunnahku ketika umat mulai rusak maka dia mendapatkan pahala seratus orang syahid" dan membela para kekasih Allah dari keturunan Nabi saw dan para pengikut dan pecintanya.

Dan tulisan ini merupakan sekelumit riwayat hidup salah satu imam dari keluarga Nabi SAW, yaitu Imam Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah Al-Aydrus bin Syekh Abdurrahman Assegaff.

Silsilah Keturunan Imam al-Aydrus

Adalah Sayid Syarif Abu Bakar Al-Adeni bin Imam Abdullah Al-Aydrus bin Abu Bakar As-Sakran bin Sayyidina Syekh Al-Imam Al-Qutb Abdurrahman As-segaf bin Syekh Muhammad Maula Ad-Dawilayh bin Syekh Ali Shohibud Dark bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Imam Al-Adeni Simbol Para Wali di Kota Aden

Sesungguhnya daripada hamba-hamba Allah yang shaleh terdapat orang-orang yang jasadnya mati namun seakan masih hidup dan selalu diingat pada setiap saat pada setiap kesempatan, namanya selalu hidup dalam jiwa setiap generasi, hal ini merupakan suatu keistimewaan orang-orang yang melihatnya akan mengingat Allah sejalan dengan firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 2 yang artinya:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka dan mereka bertawakal kepada Tuhannya".

Dan disinilah di kota Aden tepatnya di sebelah barat laut pusat kota Aden berdiri tegar Masjid Imam Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah al-Aydrus, Masjid tersebut didirikan oleh Imam Al-Adeni awal kedatangan beliau di kota tersebut pada abad 9 Hijriah, semenjak berdirinya masjid tersebut merupakan tempat berkumpulnya para murid dan pelajar, masjid tersebut mempunyai ciri khas yaitu menaranya yang tinggi dengan desain yang unik selain itu masjid tersebut mempunyai banyak beranda dan kubahnya yang berwarna putih mengkilap. Persis dibawah kubah tersebut terdapat makamnya Imam Al-Adeni, disekitar makam tersebut terdapat juga makam Sayid Ahmad Al-Musawa (putra Imam Al-Adeni), makam Sayid Umar bin Abdullah al-Aydrus (cucu Imam Al-Adeni), Sayidah Mazinah (putri Imam Al-Adeni) dan selain makam keluarga Imam Al-Adeni di bawah kubah tersebut terdapat juga makam Pangeran Marjan bin Abdullah Adz-dzafiri penguasa Aden yang mempunyai hubungan khusus dengan Imam Al-Adeni, Pangeran Marjan inilah yang membangun Ribath (pondok pesantren) di samping masjid tersebut serta membangun sebuah rumah untuk orang yang menjaga pemakaman Imam Al-Adeni.

Disepanjang harinya masjid dan makam tersebut tidak sepi dari para peziarah dari berbagai daerah baik dari dalam atau pun luar negeri, mereka yang datang memiliki tujuan yang bermacam-macam, ada yang datang untuk sekedar rekreasi melihat saksi bisu sejarah, atau sengaja menelusuri peninggalan-peninggalan pendahulu dalam bidang arsitektur dan dekorasi dan ada pula dari para peziarah tersebut sengaja datang ke makam dan masjid bersejarah tersebut untuk mengingat akhirat dan berdoa kepada ahli kubur.

Dari kenyataan tersebut banyak orang yang bertanya-tanya siapa al-Aydrusitu? Apa sebabnya dia mendapat kedudukan dan kehormatan seperti itu, kenapa pula tempat peristirahatan dan masjid yang dibangunnya merupakan tempat yang diagungkan dan dihormati?

Merupakan suatu kenyataan yang terlupakan oleh kebanyakan orang yang menjadi korban media informasi, bahwa setiap periode sejarah tentunya memiliki seorang tokoh, dan setiap tokoh tentunya mempunyai lambang dan ciri tersendiri, ciri-ciri itu sekarang sudah punah yang tertinggal hanyalah peninggalan berupa bangunan ataupun pakaian, hal tersebut merupakan suatu bukti akan penghianatan terhadap tokoh-tokoh sejarah, dan hal yang sangat disayangkan sekali penghianatan dilakukan turun temurun dari generasi kegenerasi, oleh sebab itu merupakan suatu kewajiban atas kita untuk mengungkap hakikat yang telah terkubur oleh debu-debu penghianatan yang begitu tebal menutupi kenyatan sejarah para tokoh ulama yang telah membawa umat ini ke puncak kejayaan, adapun bangunan dan gordeng-gordeng yang dipasang rapi menutupi pemakaman para tokoh tersebut hanyalah bagian kecil dari bukti-bukti dan lambang sejarah dari para tokoh tersebut, hal tersebut terjadi karena generasi yang dating setelah para tokoh tersebut tidak bisa menelusuri jejak mereka, maka untuk menghormati dan mengenang mereka dibuatlah hiasan-hiasan dan wangi-wangian tersebut sebagai tanda kebanggaan dan pujian dari mereka.

Diantara sekian tokoh itu adalah Imam Abu Bakar Al-Adeni bin Abdullah al-Aydrus, bbeliau dikenal dengan julukan Alidrus diambil dari ayahnya juga dikenal dengan panggilan Al-Adeni karena beliau tinggal di Aden dan meninggal pun disana.

Kelahiran dan Pertumbuhan Imam Al-Adeni

Imam Al-Adeni dilahirkan pada awal abad ke-9 Hijriah atau tepatnya pada tahun 851 H, bertepatan dengan 1432 M. Ada juga yang mengatakan bahwa kelahirannya adalah pada 852 H, adapun kota tempat dilahirkannya Imam Al-Adeni adalah kota Tarim, salah satu pusat keagamaan di propinsi Hadhramaut. Imam Al-Adeni tumbuh dalam naungan dan perhatian dari ayahandanya Imam Abdullah Alidrus, serta pamannya Imam Ali bin Abi Bakar Assakran dan Syeih Alwali Saad bin Ali Madzhij, ketiga imam inilah yang berperan penting dalam membangun jati diri Imam Al-Adeni, maka sauatu hal yang wajar kalau dalam usia yang masih belia, Imam Al-Adeni sudah hafal Al-qur'an, bahkan lebih dari itu beliau diebri futuh oleh Allah dalam memahami isi dan kandungan Al-qur'an, dikisahkan bahwa ayahandanya berpesan kepada guru ngaji yang mengajar dia membaca Al-qur'an agar bersikap lembut dan jangan membentaknya apalgi sampai memberikan hukuman kepadanya.

Dan hal yang menakjubkan dalam perlakuan Imam Abdullah Alidrus terhadap putranya adalah beliau selalu membawa serta Imam Al-Adeni dalam halaqoh Qur'an, dan ketika tiba gilirannya untuk membaca maka dibiarkannya membaca sendiri tanpa ada yang menegur ataupun menyalahkanya walaupun keliru ataupun salah, dan terkadang ketika dia membaca sengaja membaca dengan salah untuk meyakinkan ataupun pindah dari satu surat ke surat yang lainnya ketika ada ayat yang serupa, tetapi tetap didiamkan tidak dibetulkan oleh ayahnya ataupun para peserta halaqoh lainnya sehingga dengan sendirinya Imam Al-Adeni mengulangi bacaanya yang keliru dan membetulkannya.

Pada usia yang masih belia itu beliau sudah diarahkan oleh ayahandanya untuk mempelajari dasar-dasar ilmu pengetahuan dari ilmu bahasa arab, hadits, tafsir, fiqih dan sebagianya, selain itu ayahandanya selalu mendorongnya agar rajin mutolaah dan murojaah sehingga dengan dorongan dari ayahandanya tersebut Imam Al-Adeni menjadi hobi membaca dan mutolaah kitab-kitab yang memenuhi perpustakaan pribadi ayahnya, namun bukan berarti beliau bebas membaca semua kitab-kitab yang ada diperpustakaan tersebut, Karena ayahandanya selalu memantau apa saja yang beliau baca, tentang hal itu Imam Al-Adeni mengungkapkan "seingatku ayah tidak pernah membentak atau memukulku, keculai satu kali ketika beliau melihat aku memegang kitab "Al-Futuhat Al-Makkiyah" karangan Ibnu Arobi, beliau sangat marah dan dari detik itu aku tidak pernah lagi memegang kitab tersebut". Beliau juga berkata "Ayah melarangku untuk membaca kitab Al-Futuhat dan Al-Fusul  keduanya karangan Ibnu Arobi, tetapi disamping itu ayah juga menyuruhku untuk berbaik sangka atas isi kitab tersebut, dan tentang isi kitab tersebut beliau berkata bahwa kitab-kitab tersebut mengandung hal-hal yang tidak difahami oleh orang-orang yang masih rendah, kitab-kitab tersebut hanya untuk dibaca oleh kalangan yang sudah tinggi".

Domisili dan Perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni.

Imam Abu Bakar bin Abdullah al-Aydrus semenjak dilahirkan tinggal di kota kelahirannya Tarim Hadhramaut, dan selama 38 tahun beliau tidak keluar dari Hadhramaut. Namun setelah ayahnya wafat beliau mulai mengadakan perjalanan ke kota Syihir meneruskan jejak ayahnya ziaroh Syekh Sa'ad bin Ali Adzafari Asyihri. Selain ziaroh ke Syihir Imam Abu Bakar dalam rangka meneruskan jejak ayahnya, beliau juga ziaroh ke Dau'an dan Gidun tempat makomnya Syekh Said bin Isa Al-Amudi, selain itu beliau juga dengan rutin melakukan ziaroh ke makam Nabi Hud Alaihi Salam.

Perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni ke Haromain

Imam Abu Bakar Al-Adeni melakukan perjalan ke Haromain sebanyak dua kali, perjalanan pertama dilakukan pada tahun 880 H, adapun perjalanan beliau ke Haromain yang kedua kalinya adalah pada tahun 888 H, dan dari Makkah beliau menuju Zaila' (ibu kota Somalia pada masa itu), penguasa Somalia pada waktu itu adalah Muhammad bin Atik yang mempunyai hubungan erat dengan Imam Abu Bakar Al-Adeni, dikisahkan bahwa sepulangnya dari Haromain beliau berdomisili di Aden.

Tentang perjalanan Imam Abu Bakar Al-Adeni al-Aydrus tersebut di bahas secara terperinici oleh Syeh Umar Bahraq dalam kitabnya "Mawahibul Qudus", Dikisahkan bahwa ketika Imam Abu Bakar Al-Adeni berniat untuk melakukan ibadah haji untuk yang kedua kalinya, beliau meminta izin ibunya Syeikhah Aisyah binti Umar Muhdlor, namun ketika beliau masuk kepada sang bunda melihat wajahnya sedih seakan-akan keberatan untuk ditinggalkan oleh sang putra, mengetahui ibunya keberatan dengan kepergiannya maka Imam Abu Bakar berencana akan membatalkan kepergiannya ke Tanah Suci, melihat gelagat akan batalnya keberangkatan putranya ke Tanah Suci sang ibu berkata kepada Imam Abu Bakar "Berangkatlah ibu akan bersabar dengan perpisahan denganmu" mendengar ibunya berkata seperti itu Imam Abu Bakar berkata " Saya takut kalau ananda berangkat ke Tanah Suci tidak akan bertemu dengan ibu lagi", sang ibu menjawab "kamu tidak akan menghadiri kematianku" bagaimana itu bisa terjadi ? Tanya Imam Abu Bakar kepada sang ibu, "Sesungguhnya aku telah bermimpi seakan-akan aku masuk surga, dan ibu bertanya dimana anakku? Kemudian ada yang menjawab, anakmu ada di Zaila', ibu yakin arti mimpi tersebut adalah ibu akan meninggal ketika kamu ada di Zaila'. Dan hal itu lah yang kemudian hari terjadi, sang ibu meninggal dunia ketika beliau berada di Zaila' setelah menunaikan ibadah haji.

Imam Abu Bakar Berdomisili di Aden

Ketika Imam Abu Bakar Al-Adeni al-Aydrus meninggalkan Hadhramaut untuk menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya, dalam perjalanan yang didampingi oleh sepupunya Syeh Abdurrahman bin Ali ini beliau melewati beberapa kota, seperti Aden, Zabid, Bait Alfaqih, Almurawa'ah dan bertemu dengan para ulama dan muhadits serta para wali di kota-kota yang beliau lewati, dan setelah keduanya melaksanakan ibadah haji, Imam Al-Adeni melanjutkan perjalanannya ke Zaila' untuk menemui penguasa Zaila' Muhammad Atiq, karena antara beliau dan Sultan Muhammad Atiq sudah saling mengenal pada waktu Imam Abu Bakar menjalankan ibadah haji yang pertama kalinya pada tahun 880 H.

Ketika beliau berada di Zaila', sampailah kabar tentang meninggalnya sang Ibu, Aisah binti Syeh Umar Al-Mudlor. Mendengar berita tersebut Imam Abu Bakar merasa sedih dan terpukul dan teringat akan mimpi sang ibu yang diceritakan sebelum beliau pergi menunaikan ibadah haji.

Selang beberapa lama beliau melanjutkan perjalanannya ke Hudaidah melalui jalan laut, dan dari Hudaidah beliau melanjutkan perjalanannya ke Taiz pada tahun 889 H, dan ketika itu beliau berniat akan meneruskan perjalanannya ke Syihir, dan merupakan suatu kebetulan bahwa kedatangan Imam Abu Bakar ke Ta'iz bersamaan dengan berkumpulnya masyarakat setempat untuk melayat dalam kematian Syarif Sirojuddin Umar bin Abdurrahman, yang meninggal pada bulan Ramadlan 888 H, mengetahui kedatangan Imam Abu Bakar Al-Adeni maka orang-orangpun berdatangan kepada beliau untuk melayat atas meninggalnya sang ibu, selain itu datangnya juga surat dari para ulama di Aden yang menyatakan keinganan mereka untuk datang ke taiz guna melayat beliau atas meninggalnya sang ibu, maka beliau menjawab bahwa beliau akan ke Aden, dan ketika beliau diperjalanan dan tiba di Al-Hautah (ibu kota Lahaj) beliau mengutus seorang utusan guna memberi tahukan warga Aden akan kedatangan beliau, mendengar akan kedatangan Imam Abu Bakar Al-Adeni maka para ulama serta pembesar dan masyarakat umum berkumpul untuk menyambut kedatangan Imam Abu Bakar di kota Aden yang bertepatan pada tanggal 13 Rabiutsani tahun 889 H.   

Pada kesempatan itu beliau menerima takziah dari para pelayat yang datang berbondong-bondong, mereka yang dating selain mempersembahkan takziah juga memohon doa dari Imam Abu Bakar, dengan pertemuan itu Allah menebarkan rasa cinta dan ikatan batin di hati para penduduk Aden terhadap Imam Abu Bakar Al-Adeni, oleh sebab itu mereka meminta kepada Imam Abu Bakar agar menetap di Aden, mendapat permintaan seperti itu Imam Abu Bakar kemudian melakukan shalat istikhoroh untuk meminta petunjuk dari Allah SWT, setelah melakukan istikhoroh maka Allah memberikan petunjuk kepada Imam Abu Bakar untuk tinggal menetap di kota Aden, hal tersebut sesuai dengan isyarat pamannya Syekh Ali bin Abi Bakar Assakran ketika beliau masih muda yang mengatakan bahwa Imam Abu Bakar akan menetap di kota Aden dan akan meninggal disana pula, maka hal itupun menjadi kenyataan dengan memilihnya Imam Abu Bakar Al-Adeni untuk berdomisili di Aden hingga datang waktunya beliau dipanggil menghadap Allah SWT, pada bulan Syawal tahun 914 H.

Disebutkan dalam kitab "Tarikh Syihir" bahwa setelah Imam Abu Bakar wafat, Sultan Amir bin Abdul Wahab membangun kubah diatas makam Imam Abu Bakar Al-Adeni, dan setelah itu Pangeran Marjan Adz-zafiri membangun sebuah bangunan ribat dan rumah yang dihususkan bagi orang yang menjaga dan memelihara komplek pemakaman Imam Abu Bakar Al-Adeni dan kemudian Syeh Muhammad bin Abdul Malik membangun balkon yang melingkari pemakaman.

Keadaan, Kebiasaan dan Sebagian Sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni

Imam Abu Bakar Al-Adeni  sejak kecil sudah membiasakan dan menghiasi diri dengan kebiasaan dan sifat-sifat terpuji, maka bukan suatu hal yang aneh kalau beliau mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh teman-teman sebayanya, sejak kecil beliau membagi waktunya antara perbuatan taat kepada Allah SWT, mencari dan hidmah kepada ilmu, menyebarkan dakwah islamiah, berkumpul dengan orang-orang shalih, zikir kepada Allah, membaca Al-qur'an, membaca wirid-wirid, serta membantu kedua orang tuanya, dan tidak ada waktu kosong kecuali beliau gunakan untuk mutola'ah kitab. Adapun prilakunya terhadap orang lain, beliau sangat penyayang terhadap orang-orang awam terutama mereka yang sering datang menghadiri majlisnya, dan memperlakukan mereka dengan sopan dan halus serta selalu mengarahkan mereka kepada kebaikan, tentang hal itu beliau berkata : "Sesungguhnya aku merasa lega ketika melihat seseorang yang diberi hidayah oleh Allah SWT untuk menjalankan kewajiban dan meninggalkan dosa-dosa besar, dan sebaliknya yang membuatku resah dan aku berusaha semampuku untuk meluruskan mereka yang terjebak dalam lautan dan dosa dan perangkap syetan".

Oleh karena itu setelah beliau menetap di kota Aden, setiap malamnya beliau mengumpulkan para pengikutnya terutama mereka yang diketahui setelah pulang dari majlisnya biasa melakukan maksiat, maka dengan sengaja beliau menahan mereka semalaman untuk berdzikir bersama dan membaca Al-qur'an hingga menjelang waktu subuh, setelah selesai berjamaah salat subuh barulah mereka diizinkan pulang setelah sebelumnya masing-masing diberikan upah sesuai upah kerja mereka selama sehari, hal tersebut beliau lakukan terhadap pengikutnya supaya mereka terbiasa menjalankan taat dan jauh dari kemaksiatan.

Diantara sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni adalah beliau selalu berlemah lembut dan penyayang terhadap orang muslim yang sedang bersedih hati, beliau selalu berusaha menghibur dan tidak pernah menakut-nakuti mereka dan memberikan mereka pengharapan agar tidak putus asa, karena beliau tahu bahwa rahmat Allah SWT sangat luas, Imam Abu Bakar juga memiliki semua sifat terpuji seperti sifat malu, menjaga harga diri dan zuhud terhadap dunia serta selalu berpegang

teguh terhadap Qur'an dan Hadits, dan memerintahkan kepada pengikutnya untuk mengikut jejak beliau dalam hal itu, beliau juga sangat menjauhi dari pembicaraan yang tidak berfaidah seperti pembicaraan tentang pertentangan antara Sahabat Nabi RA.

Beliau juga memiliki hati yang sangat lembut, hingga beliau sering sekali menangis ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Al-qur'an yang menerangkan tentang ancaman dan siksaan, sebaliknya beliau terlihat ceria dan senang ketika mendengar atau membaca ayat-ayat Qur'an yang menerangkan tentang janji-janji pahala, beliau heran jika melihat orang yang tidak terpengaruh oleh ayat-ayat ancaman dan siksaan dan berkata "Ketika hati seseorang telah dikuasai oleh hawa nafsu maka ancaman-ancaman tersebut akan menjadikan dia semakin menjauh".

Penulis kitab "Mawahib Al-Quds" menceritakan tentang kedermawanan Imam Abu Bakar Al-Adeni, dikisahkan pada sautu kesempatan terjadilah pembicaraan tentang Imam Abu Bakar Al-Adeni di hadapan Sultan Abdullah Al-Katsiri, dalam kesempatan itu salah satu hadirin ada yang berkata kurang baik tentang Imam Abu Bakar, mendengar hal seperti itu Sultan menegur orang tersebut seraya berkata : "Aku bersaksi bahwasanya Imam Abu Bakar adalah pemimpin pada zamannya, karena seorang pemimpin di dunia adalah mereka yang dermawan, dan aku tidak mengetahui di muka bumi ini orang yang lebih dermawan dari Imam Abu Bakar".

Permulaan Imam Abu Bakar tinggal di Aden beliau menempati sebuah rumah dipinggiran laut di kota Aden, hingga ketika selesai pembangunan Masjid pada tahun 890 H, bertepatan dengan 1470 M, pindahlah beliau ke dekat masjid tersebut, semenjak itulah rumah dan masjid yang barusan selesai dibangun itu menjadi tempat berkumpulnya para tamu dan para penuntut ilmu.

Ahwal Imam Abu Bakar Al-Adeni

Ketika Syeh Abdulatif bin Ahmad Az-Zabidi ditanya tentang ahwal Imam Al-Adeni, beliau menjawab : "Yang aku yakini tentang Imam Al-Adeni beliau adalah sang penguasa waktu, dan pembicaraan tentang ahwalnya sangat panjang sekali, tetapi tujuan dari semua itu adalah untuk menghilangkan keraguan dengan kesaksian dari orang-orang yang memiliki mata hati dan kesempurnaan".

Syeh Muhammad bin Umar Bahraq Al-Hadhrami dalam kitab "Mawahib Al-Quds" halaman 14, mengatakan :"Aku sempat bertanya-tanya tentang beberapa hal yang dilakukan oleh Imam Abu Bakar dan tidak bisa diterima oleh akal pikiranku yang dangkal, namun dengan taufik dari Allah SWT, hal tersebut aku tanyakan kepada para masyayeh, dan jawaban dari mereka semua menyuruhku untuk taslim dalam yakin bahwa Imam Abu Bakar memiliki maqom yang tinggi dan beliau diberi hidayah oleh yang Maha Tau, diantara para masyayekh tersebut adalah Syekhina al-Faqih al-Alim al-Arifbillah Muhammad bin Ahmad Bajarfil ad-Du'ani, aku bertanya kepada beliau tentang muamalah Imam Abu Bakar menyangkut harta yang berada dalam genggaman beliau, tapi beliau mengeluarkan harta tersebut tidak pada tempat yang selayaknya, ketika itu Syekh menjawab :"Aku bersaksi bahwa Imam Abu Bakar adalah Amirul mu'minin yang mempunyai hak untuk mengangkat atapun mencopot seseorang dan lain sebagainya. Pernah juga aku bertanya kepada Sayidina Syeikh Syarif Badrudiin Al-Husain bin Ash-Shidiq bin Al-Husain Al-Ahdal, tentang ahwal Imam Abu Bakar Al-Adeni yang tidak bisa dipahami oleh akal pikiranku yang dangkal, beliau menjawab:

"Biarkanlah dibelakang tirainya, karena jika hal itu memancar niscaya akan terbakar ala mini, tidak kah kamu ketahui bahwa kita ini hanya bisa berdiri didepan pintu dan puas dengan menciumi daun pintunya".

Kita akhiri pembahasan tentang ahwal Imam Abu Bakar dengan pernyataan seorang muridnya Syekh Abdulatif Bawazir tentang sifat-sifat Imam Abu Bakar Al-Adeni dalam pembukaan diwan "Mahajatussalik", :

Syeikhina adalah orang yang paling baik (pada zamannya) budi pekertinya, orang yang paling baik pembicaraanya, luas ilmu pengetahuannya, mempunyai kesabaran yang sangat tinggi, pemahamannya sangat mendalam, pendapatnya sangat tajam, beliau sangat arif dan bijak tidak pernah mengingat atas kesalahan orang kepadanya, membalas perbuatan zalim dengan kebaikan, menerima hadiah walaupun sedikit serta membalasnya, memaafkan kesalahan orang walaupun besar tanpa meminta balasan, menyambung tali silaturrahim, menanggung para anak yatim, mencintai orang-orang miskin, sangat senang bersedekah, beliau sangat menyukai kebaikan dan memerintahkannya dan sebaliknya sangat membenci kejahatan dan melarangnya, sangat memuliakan tetangga, dan tamu yang datang kepadanya, sangat mencintai syariah dan membelanya serta memrintahkan pengikutnya untuk tunduk dan mengamalkannya, selalu bersyukur baik dalam keadaan senang maupun susah. Kesabarannya sangat menakjubkan, kebaikannya sangat dekat, prilakunya selalu melawan hawa nafsu dan syetan dan mencari keridloan Allah, yang aku sebutkan ini tidak ada sepersepuluh dari sifat-sifat baiknya beliau, apa yang aku tulis ini hanya seperti yang dikatakan dalam syair :

جمعت له وصفا على حسب طاقتي    وما أنا إلا باليسير لجامع

Artinya : Aku telah menyebutkan sifat-sifat baiknya semampuku, tapi walau begitu aku hanya bisa menyebutkan sebagian kecilnya saja.

Adapun bisyaroh dan isyaroh yang menunjukkan tentang keutamaan dan maqom Imam Abu Bakar Al-Adeni sangat banyak dan dapat ditemukan dalam kitab-kitab sejarah, dianatara bisyaroh tersebut adalah sebagaimana dikatakan dalam kitab "Al-Iqdu Annabawi" :Alfaqih Abdurrahman Bawazir berkata, ketika suatu waktu kami sedang duduk dengan ayahnya Imam Abu Bakar (sebelum  dilahirkan), tiba-tiba beliau berseru "اللهأكبر" sebanyak tiga kali, maka aku bertanya kepada beliau, ada apa? Beliau menjawab aku telah dikarunia seorang anak yang memiliki kewalian dan kemuliaan. Dan pada suatu malam ketika beliau datang 'hal'-nya (kondisi ruhani), berkata : "Akan lahir dan tampak bulan yang sempurna, yang mempunyai amal-amal yang terpuji serta maqom yang tinggi, dan pada hari itulah dilahirkan Imam Abu Bakar al-Adeni al-Aydrus.

Suatu ketika penguasa Tarim Sultan bin Duwes sedang bertamu ke Syekh Abdullah bin Abi Bakar al-Aydrus, sedangkan putranya (Abu Bakar) sedang memainkan jenggot beliau, maka sang sultan bertanya apakah tuan menyayangi putra tuan ini? Syekh Abdullah menjawab, tentu saja aku menyayanginya bagaimana tidak, Karena ketika putraku ini dilahirkan aku mendapat gambar gembira bahwa aku dikarunia seorang putra yang memiliki kewalian.

Syekh dan Guru Imam Abu Bakar Al-Adeni 

Adanya seorang syekh adalah suatu keharusan dalam menyelusuri suatu "Thoriq", adapun yang dimaksud dengan syekh menurut para ulama ialah orang yang mengajarkan ilmu pengetahuan dan membawa muridnya ke jalan Allah dengan nasihat, tauladan yang baik, sesuai keadaan dan kejiwaan seorang murid, adakalanya dengan mengharuskan seorang murid untuk menjalani riadloh dan mendidik dengan tatakrama, adakalanya seorang melakukan muridnya dengan memarahinya dan keras. Sebagaimana dalam shalat ada imamnya, dalam ilmu pengetahuan juga ada ahlinya, begitu pula halnya dengan pendidikan rohani dan jiwa agar tertuju kepada Allah semata memiliki Syeikh dan Penunjuk jalan (Musalik), bagi seorang murid (yang menelusuri toriq) harus mempunyai seorang syekh agar dia tidak menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Dan merupakan suatu musibah bahwa syeikh yang betul-betul memenuhi kriteria tersebut pada zaman sekarang ini, yang ada pada zaman sekarang ini adalah orang-orang yang mengaku-ngaku dan ahirnya menyebar fitnah. Syeikh tersebut terbagi atas lima macam dan tingkatan yaitu Syeih futuh, Syeih taslik dan tarbiyah, syeih ta'lim dan syeih tabarruk.      Dan merupakan anugerah Allah SWT kepada Imam Abu Bakar, bahwa guru-guru beliau memiliki kesemua tingkatan tersebut, seperti yang akan dipaparkan dalam pembahasan berikut ini : 

1.    Ayahandanya, Imam Abdullah al-Aydrus Imam Abdullah al-Aydrus adalah pemimpin Bani Alawi di zamanya, beliau dilahirkan di Tarim pada tahun 811 H, hafal Qur'an, menguasali semua ilmu pada zamannya dan lebih dari itu beliau mengungkuli orang-orang dizamannya dengan ilmu ahwal dan bathin. Beliau diberi nama panggilan (al-Aydrus ) oleh ayahnya, adapun asal muasal nama al-Aydrus sebagaimana disebutkan dalam kitab "Al-Masyra" adalah nama panggilan seorang Imam para wali Allah, ada juga yang mengatakan bahwa al-Aydrus adalah salah satu nama macan, dan ketika kakeknya, syekh Abdurrahman Assegaff mendengar kabar gembira tentang kelahiran cucunya, beliau berkata : dia adalah seorang sufi di zamannya, selain itu Imam Abdullah juga dijuluki dengan al-Aydrus Alakbar, untuk membedakan beliau dengan Alidrus-al-Aydrus lainnya. Imam Abdullah al-Aydrus ditinggalkan oleh sang ayah kea lam baka ketika beliau baru berumur 10 tahun, sepeninggal ayahnya Imam Abdullah dididik dan dibimbing oleh pamannya syekh Umar Muhdlor, dan setelah menginjak usia dewasa beliau dinikahkan dengan putri syekh Umar Muhdlor yang bernama Aisyah, selanjutnya syekh Umar Mudlor membawa Imam Abdullah kepada para guru besar pada zaman itu, maka dengan bersungguh-sungguh Imam Abdullah menimba dari para masyayeh tersebut, hingga beliau menguasai semua ilmu terutama ilmu syariah baik Fiqh, Hadits dan Aqidah, begitu pula halnya dalam ilmu tasawuf. Selain itu Imam al-Aydrus juga gemar bermujahadah dan riadloh yang beliau dapatkan dari pamannya syekh Umar Muhdlor, dan ketika Syeih Umar Muhdlor meninggal dunia, Bani Alawi sepakat mengangkat Imam Abdullah sebagai pengganti syekh Umar Muhdlor. Pada waktu itu beliau berumur 25 tahun, maka semenjak itulah beliau meneruskan jejak sang paman syekh Umar Muhdlor dalam dakwah ataupun mengajar hingga beliau dipanggil oleh Sang Pencipta ditengah perjalanan pulang ke Tarim dari kota Syihir pada tanggal 12 Ramadlan tahun 865 H, Imam Abdullah al-Aydrus meninggal dunia dalam usia 54 tahun, dan jasadnya dikebumikan di kampong kelahirannya Tarim pada tanggal 14 Ramadlan,ketika selesai membacakan talqin syekh Ali bin Abi Bakar saudara kandungnya Imam Abdullah membacakan sauatu bait syair :

 غبتم فياوحشةالدنيابفقدكم    فاليوملاعوضعنكمولابدل 

Artinya : Dengan kepergianmu maka turut hilang pulalah singa dunia, dan tidak ada lagi penggantimu

Imam Abdullah merupakan syekh pertama bagi Imam Abu Bakar, beliaulah yang pertama membuka jalan dan memberikan bekal serta mengembangkan pemahaman dalam perjalanan mencari ilmu, perhatian Imam Abdullah terhadap sang putra begitu besarnya, putranya tidak lepas dari pantauan sang Ayah sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya. Imam Abu baker tumbuh dewasa diabawah asuhan sang ayah sesuai dengan jalan lurus yang ditelusuri oleh Bani Alawi, sejalan dengan perkataan syair :

 و ينشأناشئالفتيانمنا    علىماكانعودهأبوه 

Artinya : para generasi muda kita tumbuh besar sesuai didikan orang tuanya 

Sang ayah telah membiasakan untuk mengkaji kitab-kitab ilmu pengetahuan secara teliti, juga menghafal Al-qur'an. Maka berkat bimbingan sang ayah, pada usia yang masih belia beliau sudah berhasil mempelajari kitab-kitab ilmu pengetahuan dalam berbagai bidang, 

dalam ilmu suluk beliau telah menyelesaikan kitab "Bidayah Alhidayah" dan "Minhaj Alabidin" karangan Imam Ghazali, sedang dalam bidang fiqh beliau telah menyelesaikan kitab "Minhaj Attolibin" dan "Al-Khulashoh" serta kitab "Umdah Ibnu Naqib" selain itu dalam bidang ilmu suluk beliau mempelajari kitab "Al-Ihya Ullumuddin" dengan ayahnya, kemudian beliau bernadzar bahwa setiap hari akan membaca sebagian dari kitab Al-Ihya seumur hidupnya. 

Pada suatu saat ayahnya memasukkan beliau ke kamar khalwah, ketika itu Imam Abu Bakar berusia 14 tahun, dan setelah 7 hari berada dalam khalwah maka ayahnya mengeluarkan beliau dan berkata : Alhamdulillah dia (Imam Abu Bakar) tidak memerlukan riyadloh

Adapun riyadlohnya Imam Abu Bakar semasa hidup sang ayah adalah membaca Al-qur'an sebanyak 10 juz dalam shalat malam, hal tersebut dilakukannya pada setiap menjelang akhir malam bersama saudara sepupunya Abdurrahman bin Ali dipinggiran kota Tarim, dan setelah menunaikan shalat malam keduanya kembali ke masjid untuk menunaikan shalat shubuh, disamping itu Imam Abu Bakar dari semenjak kecil sudah terbiasa meninggalkan tidur malam. 

Dua bulan menjelang wafatnya Imam Abdullah al-Aydrus memakaikan pakaian sufi dan mengambil tahkim dan memberikan ijazah kepadanya, selain itu beliau juga menempatkan putranya dalam kedudukan sang ayah pada bulan Rajab tahun 875 H, pada waktu Imam Abu Bakar al-Adeni masih berusia 14 tahun, oleh Karena itu beliau bersabda "Mereka membawanya kepadaku lengkap dengan tali kendalinya, seraya menyuruhku untuk menaikinya, maka akupun menaikinya". 

Imam Abdullah al-Aydrus mempunyai kedudukan yang tinggi di kalangan Bani Alawi, begitu pula dikalangan penguasa pada waktu itu, dalam hal kitab-kitab ilmiah Imam Abdullah al-Aydrus sangat menggandrungi kitab-kitab karangan Imam Al-Ghozali, sehingga beliau bersabda "Kitab-kitab Al-Ghozali bisa difahami dan dikaji oleh orang alim dan orang awam", dikalangan masyarakat Imam al-Aydrus juga terkenal dengan kedermawanannya, hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh Imam Abu Bakar dalam suatu bait, bahwa ketika ayahnya meninggal dunia beliau masih mempunyai hutang sebanyak 30 ribu dinar karena infak kepada fakir miskin anak yatim dan para janda, 

أما ترىأننيقضيتدينأبي    وكانذاكثلاثونألفدينار 

Imam Abdullah al-Aydrus juga meninggalkan beberapa karangan, diantaranya ada yang sudah dicetak seperti kitab "Alkibrit Al-Ahmar" dan karangan beliau yang lainnya masih dalam bentuk tulisan tangan. 

2.    syekh Ali bin Abu Bakar Assakran 

syekh Ali  dilahirkan di Tarim pada tahun 818 H, hafal Qur'an, menguasai ilmu qiroah terutama qiroah Abi Amar dan Nafi', dalam bidang Fiqh hafal "Al-Hawi Assogir" karangan Alquzwini, dalam bidang Nahwu hafal "Al-Hawi", adapun guru syekh Ali yang paling utama adalah pamannya sendiri syekh Umar Muhdlor, karena syekh Umar Muhdlor lah yang merawat syekh Ali dan saudaranya setelah ditinggalkan ayahnya, selain menimba ilmu dari syekh Umar Muhdlor dan ulama besar lainya di Hadhramaut, syekh Ali juga pergi merantau ke luar Hadhramaut untuk menimba ilmu, diantara daerah-daerah yang disinggahi syekh Ali adalah Syihir, Gail Bawazir dan Aden di Aden beliau berguru kepada syekh Basykil, pada tahun 849 H, syekh Ali pergi ke Haromain untuk menimba ilmu dari para ulama disana, beliau juga sempat singgah di Zabid dan menimba ilmu dari para ulamanya. Awal mulanya syekh Ali terkenal dengan kedalaman ilmunya daripada tasawufnya, dan kemudian beliau pun menjadi panutan dalam tasawuf, beliau memiliki banyak mujahadah disamping karya ilmiah yang bermacam-macam diantaranya "Mi'raj Al-Hidayah", Al-Burqoh Al-Masyiqoh Fi asanid At-Toriqoh", Ad-Durru AlMudhisy Albahiy Fi Manaqib syekh Sa'ad bin Ali", dan kitab-kitab lainnya dalam bidang Fiqh, Nahwu, Aqidah dan Kumpulan sayir-syair. 

Syekh Ali memiliki murid yang banyak baik di Hadhramaut ataupun di luar Hadhramaut, beliau mempunyai perhatian khusus terhadap kitab-kitab karangan Imam al-Ghozali terutama kitab Ihya, disebutkan juga dalam kitab-kitab sejarah bahwa syekh Ali memilki pepatah dan kata hikmah yang mempunyai daya tarik dan pengaruh terhadap jiwa. 

Syekh Ali meninggal dunia ketika berceramah memberikan pelajaran diatas mimbar pada tahun 895 H, dan dimakamkan di kampung kelahirannya Tarim. 

Syekh Ali merupakan guru Imam Abu Bakar Al-Adeni yang paling berpengaruh terhadapnya, sehingga Imam Abu Bakar condong kepada pamannya tersebut dan selalu ingin berada didekat serta belajar kepadanya.  Diantara kitab-kitab yang beliau pelajari dari syekh Ali adalah kitab "Awarif Al-Maarif" karangan Imam Sihabuddin Assahrorudi, beliau menyelesaikan kitab tersebut pada tahun 877 H, selain mengajarkan ilmu Syariah syekh Ali juga memakaikan Khirqoh kepada Imam Abu Bakar dan mengizinkannya untuk memakaikannya, memberikan ijazah atas semua ilmu yangtelah dipelajarinya serta sanadnya, dan untuk mengikat tali kekeluargaan syekh Ali juga menikahkan Imam Abu Bakar dengan salah satu putrinya ketika ayahanda Imam Abu Bakar masih hidup. Bahkan beliau menulis sebuah qosidah yang berisi pujian terhadap Imam Abu Bakar yang berbunyi ;

 سلام كنشرالمسكبلهوأفخر  *  وأبهرمنشمسالضحىحين  

  ورحمته والزاكياتغوامر        *    مضاعفةتغلووتعلووتشهر

 على فخرديناللهنجلعفيفه    *     أبي بكرالمضالسرومظهر

 رعاه إلهيواحتظاهعناية        *    وخصصهفيحيطةالحفظمغمر

 جزاه إلهيمنجزيلعطائه    *    لطائف لاتحصىتجلوتكبر

 ومنه يعودالنفعفيكللحظة    *    علىالسادةالإخوانيطموويغمر

 سلام عليهكلحينوطرفة    *    سلام علىالآباءيزكووينشر

 سقى اللهربعاضمهوطمىالحمى*     سوابغ إفضالمنالجوتمطر

 وأعطاه تمكينامكينابطاعة    *    وحال اشتقاقماهنالكيبهر

 وحصنا حصينامنكمالسلامة    *     ومحض نصيحاتتدلوتبصر

 يمد ذويالتسليكهمةأثرها    *  بصادق عزمكاملليسيفتر

 سراية أحواليفيضبسرها    *    على قابلللسرللحبمصدر

 و تخلعبالمعنىحلىمنجمالها* علىكلذيسرصفاليسيكدر

 وفي شرعخيرالخلقيكملحالكم* بتمكينسرللبرايايبصر

 على سرروحالكونمعدنسره    * صلاةمعالتسليمدأباتكثر

 وآل وأصحابوزوجوعترة    *    وتابعهمفيالهديبالفضلنغمر

 ونسأله بالمصطفىنصحتوبة  *  وحسنختامبالكمالاتيظهر

 لنا وفروعوالأصولومنبهم     *  له سببأونسبةحينيذكر

 ودائرة الإسلامفاعمملمنبها  *  بفياضجودمنعطاياكيغمر

 فجودك هطالوفضلكدائم  *  علىالكونهتانعلىالدوبيمطر

 بأسمائك الحسنىوأوصافكالعلى  *  ومايقتضيهكميدليستحصر

 فنحن بمحضالنقصجيناوبالردى  *  وأنتبمحضالفضلتعفووتغفر

 بوجهك ربيقدسألناكنفحة  *  تفيضعلىأصليوفرعيوتنشر

 على منهوىالإسلامبرومذنب*  ومافيجبالوالسهولومقفر

 أغثهم بغيثمنكياخيرمفضل  *  وعمبهكلالبلادلتغمر 3.    

3. syekh Alfaqih Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakar Assakran 

syekh Abul Abbas dilahirkan di Tarim, beliau tumbuh dengan bersungguh-sungguh dalam menimba ilmu dari para gurunya, hingga pada usia yang terbilang masih belia sudah hafal Al-qur'an dan menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, setelah meningjak usia dewasa beliau berkelana keluar Hadhramaut guna menimba ilmu, diantara kota yang beliau tuju adalah Tihamah (wilayah pesisir) Yaman, Zabid dan terakhir beliau menuju Haromain dalam rangka menunaikan ibadah haji serta menimba ilmu dari para ulama di Haromain, beliau dikenal dengan sifatnya yang sangat berhati-hati dalam hal ibadah, selalu berbuat kebaikan dan sering menangis karena takut akan siksa Allah SWT. Diantara para masyayeh yang berguru kepada beliau adalah keponakannya Imam Al-Adeni, syekh Abul Abbas merupakan orang ketiga yang menjadi penanggung jawab dan pembimbing Imam Al-Adeni setelah ditinggalkan oleh ayahnya dan pamannya syekh Ali bin Abu Bakar, beliau juga memberikan Ijazah dalam semua ilmu dari riwayatnya serta sanad-sanad yang tinggi, dan beberapa kali beliau memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni, dan yang terakhir beliau memakaikannya pada tahun 876 H, di kota Tarim. 

4.    Syekh Sa'ad bin Ali Madzhaj 

Beliau adalah syekh yang mumpuni dalam ilmu zohir dan batin, syekh murobbi dan ahli ibadah Sa'ad bin Ali Al-Hadhrami. Dilahirkan di Tarim dan tumbuh dewasa disana, hafal Al-qur'an namun dengan susah payah, oleh karena itu ibunya membawa beliau kepada syekh Abdurrahman Assegaff, maka syekh Abdurrahman berkata kepada sang ibu : "Tinggalkanlah putramu padaku insyaAllah akan mendapat futuh dari Allah SWT". 

Maka ucapan syekh Umar Muhdlor itu pun jadi kenyataan, beliau berguru kepada para ulama besar pada zaman itu, dalam ilmu fiqih beliau mengambil dari syekh Alfaqih Jamaluddin Muhammad bin Hakam Baqusair dan syekh Abdullah bin Fadol Balhaj, sejarah hidup beliau dibukukan oleh syekh Ali bin Abu Bakar Assakran dengan judul "Ad-durru al-mudhis al-bahy fi manaqib syekh Sa'ad bin Ali" dikatakan dalam kitab itu bahwa kepribadiannya mengikuti Al-qur'an dan Hadits, berakhlak dengan akhlak Nabi SAW dan para sahabtanya. Beliau adalah seorang syekh yang mempunyai mujahadah yang agung dari shalat dan puasa, beliau juga tidak berbicara kecuali dalam hal yang berfaidah, selalu sibuk dengan koreksi diri serta menggunakan seluruh waktunya dalam hal yang diridloi Allah SWT, disamping itu semua beliau sangat mencintai keturunan Rasulullah SAW serta orang-orang Shaleh dan selalu bersikap lembut kepada orang-orang muslim dan mendoakannya. 

Pendek kata syekh Sa'ad adalah seorang wali yang disepakati oleh para ulama yang terpercaya bahwa beliau telah mencapai derajat "ubudiah mahdlah", dan selama hidupnya digunakan dalam berkhidmah kepada Allah SWT, sehingga beliau dipanggil oleh Sang pencipta pada malam Senin tanggal 9 bulan Rajab tahun 857 H, jasad beliau dimakamkan dikomplek pemakam "Furait" setelah di shalatkan oleh ribuan ulama dan orang shaleh serta masyarakat lainnya. Syekh Sa'ad merupakan seorang syekh yang paling berpengaruh terhadap Imam Al-Adeni, beliaulah yang sangat dekat dengan hati dan jiwa Imam Al-Adeni pada semasa kecilnya, sehingga Imam Al-Adeni pernah berkata : "Aku menyangka bahwa ayahku adalah syekh Sa'ad, karena beliau sangat memperhatikanku dan selalu berada didekatku ketika aku masih kecil, dan kalau aku menangis maka dibawalah akau oleh pembantu ke masjid tempat syekh Sa'ad beri'tikaf dan akupun menjadi tenang bersamanya, pernah pada suatu malam aku menangis dengat sangat kerasnya hingga membangunkan semua penghuni rumah, maka mereka menyuruh seorang pembantu untuk membawaku ke masjid tempat syekh Sa'ad berada, sesampainya di masjid sang pembantu meletakkan ku didekat syekh Sa'ad tanpa sepengetahuan beliau, maka aku mendekati beliau dan beliau ketika itu sedang terlentang dan matanya menatap ke atas, ketika beliau tahu akan kehadiranku maka beliau mengambilku dan menidurkan lalu menyelimutiku dan memberikan sepotong roti syair yang masih panas, maka akupun terlena dengan roti tersebut hingga terlelap tidur". 

Ketika Imam Al-Adeni tumbuh besar maka hubungan beliau dengan syekh Sa'ad pun semakin erat, beliau dengan bersungguh-sungguh menunutut ilmu dari syekh Sa'ad dan menjelang Imam Al-Adeni menginjak usia tamyiz syekh Sa'ad memakaikan Khirqoh kepadanya, kejadian bersejarah tersebut pada bulan Jumadil Awal tahun 857 H, atau 2 bulan sebelum syekh Sa'ad meninggal dunia. 

Imam Al-Adeni berkata : "Kebanyakan madad (anugerah) dari Allah yang diberikan oleh Allah SWT kepadaku adalah berkah syekh Sa'ad", ketika syekh Sa'ad wafat umur Imam Al-Adeni kurang lebih tujuh tahun, dan ketika Imam Al-Adeni masih bayi syekh Sa'ad selalu berkata "anak ini akan mempunyai kedudukan yang tinggi".

 

5.    Syekh Muhammad bin Ali (Shahib Aidit) 

Beliau adalah Sayid Syarif al-Wali al-Arifbillah Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah bin Alfaqih Ahmad bin Abdurrahman bin Amul Faqih, beliau dikenal dengan "Maula Aidid" karena beliau tinggal di perkampungan yang bernama Aidid yang terletak di sebelah barat kota Tarim, syekh Muhammad merupakan salah seorang ulama dan wali, adapun para masyayekh yang menjadi guru beliau adalah syekh Abdurrahman Assegaff, syekh Muhammad Baqasyir dan syekh Abdullah bin Fadhol serta banyak lagi masyayeh lainnya. 

Syekh Muhammad bin Ali adalah seorang yang luas ilmu pengetahuannya terutama dalam ilmu kedokteran dan ilmu bedah, dalam kesehariannya beliau tidak keluar dari rumah kecuali untuk menunaikan shalat jum'at ataupun berkunjung kepada orang-orang shaleh, banyak para pelajar dan para syekh yang datang berkunjung ke rumahnya untuk menuntut ilmu, syekh Muhammad bin Ali dipanggil oleh Sang Pencipta pada tahun 862 H, dan dimakamkan di Tarim. 

Imam Al-Adeni menemui syekh Muhammad bin Ali dimasa hidupnya selama 10 tahun, Imam Al-Adeni mendapat ijazah dan ilbas sebagaimana beliau sebutkan dalam "Al-juz Al-latif" ketika menyebutkan nama-nama para Syehnya, dan dalam kitab itu disebutkan bahwa ilbas (memakaikan pakaian sufi), terjadi pada tahun 859 atau 860 H. 

6.    Syekh Muhammad bin Abdurrahman Balfaqih 

Imam Al-Adeni berguru pada beliau di Tarim, dalam ilmu Fiqh, Tasawuf dan sebagainya. 

7.    Syekh Abdullah bin Abdurrahman Balhaj Bafadhol 

Imam Al-Adeni belajar kepada beliau dari mulai mulai beliau menuntu ilmu atas petunjuk dari ayahnya, Imam Al-Adeni banyak belajar ilmu Fiqih dan Hadits dari syekh Abdullah, beliau dilahirkan pada tahun 850 H, dan wafat pada tanggal 5 bulan Ramadlan tahun 918 H, di Syihir dan dimakamkan disana. 

8.    syekh Muhammad bin Ali Bajahdab 

Imam Al-Adeni menghafal Al-Qur'an di tangan beliau 

9.    syekh Salim bin Gabri 

Imam Al-Adeni menghafal Al-Qur'an di tangan beliau 

10.    syekh Ibrohim bin Muhammad Bahurmuz 

Imam Al-Adeni dipakaikan pakaian sufi oleh beliau di kota Syibam dalam suatu acara yang besar dengan di hadiri oleh para ulama besar pada tahun 897 H. 

11.    syekh Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al-Amudi 

Dalam kitab "Aljuz Al-latif" Imam Al-Adeni mengatakan bahwa diantara gurunya yang memakaikan pakaian sufi dan memberikan ijazah untuk memakaikannya adalah syekh Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al-Amudi, yaitu pada kunjungan pertama kalinya ke Doan tahun 867 H. 

12.    syekh Muhammad bin Ahmad Bafadhol 

Dalam "Aljuz Al-Latif" halaman 18 Imam Al-Adeni menyebutkan bahwa diantara para guru besarnya adalah syekh Muhammad bin Ahmad Bafadhol, beliau dipakaikan pakaian sufi dan memberikan ijazah pada bulan Muharom tahun 887 H, setelah sebelumnya beliau dipakaikan Khirqoh oleh gurunya syekh Muhammad Bafadhol Alqodli Jamaluddin Muhammad bin Mas'ud Baskil Al-Anshori. syekh Muhammad Bafadhol dilahirkan di Tarim tahun 840 H, beliau belajar kepada para ulama di Tarim dan sekitarnya, kemudian pergi ke Syihir dan Gail dalam rangka mencari ilmu, dan kemudian beliau pergi ke Aden, disanalah beliau belajar kepada syekh Al-Allamah Muhammad Mas'ud Baskyl, syekh Muhammad bin Ahmad Bahumaisy, dengan kesungguh-sungguhannya beliau mampu menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan. syekh Muhammad Bafadhol sangat menghormati Imam Al-Adeni, salah satu buktinya adalah kalau Imam Al-Adeni datang dari berpergian maka beliau mendahuluinya masuk ke Aden untuk memberi tahukan para penduduk akan kedatangan Imam Al-Adeni dan menyuruh mereka untuk menyambut kedatangannya. Ketika beliau ditanya tentang hal itu beliau mengatakan bahwa hal tersebut agar rahmat Allah turun kepada mereka berkat melihat beliau dan dilihat oleh beliau. Penguasa Aden pada masa itu Sultan Amir bin Abdul Wahab sangat menghormati syekh Bafadhol dan tidak pernah menolak permintaan dan perintah syekh Bafadhol kepadanya, disamping itu beliau memiliki kedudukan yang tinggi dan sangat dihormati oleh para penduduk Aden dan sekitarnya, tentang hal tersebut syekh Syarif Umar bin Abdurrahman Baalawi mendendangkan bait syair yang berbunyi :

 سلام علىشخصبهعدنزهت    أبيفضلالمشهورزينالشمائل

 جمال لديناللهخادمشرعه        دليل طريقاللهبدرالمحافل 

syekh Muhammad Bafadhol meninggalkan beberapa karya ilmiah dalam berbagai macam disiplin ilmu pengetahuan diantaranya : 

1.    Syarah judul bab kitab Imam Al-Buhkori dalam ilmu Hadits 

2.    Mukhtasor "Qowaid Zarkasyi" yang dikenal dengan nama "Al-Mantsur"  dalam ilmu Usul Fiqh 

3.    Syarah Mukhtashor Al-Mantsur 

4.    Al-Uddah Wassilah Li Mutawali Aqdi Annikah dalam ilmu Fiqh

5.    Syarah "Alfiah Al-Barmawi" dalam Usul Fiqh 

serta banyak lagi karangan beliau yang sangat bermanfaat. syekh Muhammad bin Ahmad Bafadhol meninggal dunia pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal tahun 903 H, di kota Aden dan dimakamkan disana. 

13.    syekh Abdullah bin Ahmad bin Ali Bamakhromah 

Tentang biografi syekh Abdullah bin Ahmad bin Ali Bamakhromah disebutkan dalam kitab "An-Nur Assafir" halaman 30 dan seterusnya. Disebutkan bahwa syekh Abdullah Bamakhromah dilahirkan di Hajren pada bulan Rojab tahun 833 H, beliau tumbuh besar di kampung kelahirannya serta menghafal Al-Qur'an, setelah menginjak dewasa beliau pergi Aden untuk menuntut ilmu, setibanya di Aden beliau belajar kepada kedua Imam di Aden yaitu Muhammad bin Mas'ud Basykil dan Muhammad bin Ahmad Bahamis, walaupun keadaan beliau yang miskin harta namun tidak menghalangi beliau untuk menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh, hingga berkat kesungguhannya dalam belajar beliau mampu menguasai ilmu pengetahuan yang diterima dari para masyayeh serta mengungguli rekan-rekannya dalam belajar, dan kemudian menjadi mufti disana. 

Syekh Abdullah Bamakhromah akhirnya dinikahkan oleh gurunya syekh Muhammad Baskil dengan salah seorang putrinya, dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai beberapa orang anak di antaranya At-Thoyib bin Abdullah Bamakhromah. 

Pada masa kekuasaan kerajaan At-Thahiriah syekh Abdullah Bamkhromah menjabat sebagai Qodli selama 2 tahun lamanya, maka selama beliau menjabat sebagai Qodli tegaklah keadilan, namun kemudian beliau kembali ke Hadhramaut guna menjauhi dari jabatan Qadli, hingga kemudian Sultan Ali bin Thohir membebaskan beliau dari jabatan tersebut maka beliau kembali lagi ke Aden dan menetap disana hingga dipanggil oleh Sang Pencipta pada bulan Muharam tahun 903 H. 

14.    syekh Ahmad bin Umar Al-Mazajjad 

Beliau adalah Sofiyuddin Al-qodli Ahmad bin Umar bin Ahmad bin Muhammad bin Abdurrahman bin Al-qodi Yusuf bin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Hassan bin Raja Saif bin Dzi Yazan Al-Madzhaji Assaifi Al-Murodi Sihabudiin yang dikenal dengan julukan Al-Mazajjad, Assyafi'I Az-Zabidi. 

Syekh Ahmad merupakan salah seorang ulama yang terkenal dan tergolong dalam ulama muhakkik dan qaulnya muktamad dalam madzhab Syafi'I, beliau adalah seorang alim yang mumpuni dalam berbagai bidang ilmu baik ilmu usul ataupun furu'. Di lahirkan di pinggiran perkampungan Zaidiyah dan tumbuh besar disana, beliau belajar kepada beberapa ulama Bait Alfaqih, Taiz dan lainnya, menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama dalam ilmu Fiqh dan dalam bidang tersebut beliau  tidak ada duanya pada waktu itu. Diantara karya beliau yang terkenal adalah "Al-Ubab Al-Muhit Bima'dzomi Nususu Asyafi'I Walashab", syekh Al-Mazajjad memiliki kemampuan yang tinggi dalam bidang syair dan mempunyai gubahan-gubahan serta teori-teori dalam bidang tersebut. 

Beliau menjabat sebagai Qadli di wilayah Aden dan Zabid, selama menjabat sebagai qodli beliau menjalaninya dengan ikhlas dan bersih dari segala subhat, setiap waktu dalam hari-harinya dibagi dengan teratur. 

Beliau mempunyai hubungan erat dengan Imam Al-Adeni diantara keduanya sering berkirim surat dan bertukar bait syair, yang akan kami sebutkan beberapa contohnya pada bab berikutnya. syekh Al-Mazajjad meninggal dunia pada akhir bulan Rabi Alakhir tahun 930 H, dan dimakamkan di Bab Siham. 

15.    syekh Yahya bin Abu Bakar Al-Amiri 

Tentang syekh Yahya Al-Amiri, Imam Al-Adeni dalam "Aljuz Al-latif" mengatakan : diantara guru-guruku adalah Sayidi syekh Alfaqih Al-Imam Al-Hafiz Al-Muhaddits Al-Allamah Alwali Ashalih Yahya bin Abu Bakar Al-Amiri, beliau memakaikanku Khirqoh Syarifah dari Syehnya Assyarif yang dikenal dengan Al-Musawa Ahmad bin Yahya dan memberikan ijazah kepadaku untuk memakaikan Khirqoh di masjid Asyamsi kota Hirid pada tahun 880 H, ditengah-tengah perjalananku ke Tanah Suci. 

16.    syekh Maqbul bin Abu Bakar Az-Zailai

Beliau dikenal dengan julukan Shahibullihyah, sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Adeni dalam "juz latif". 

17.    syekh Maqbul bin Musa Az-Zailai 

Tentang syekh Maqbul bin Musa Imam Al-Adeni menyebutkannya dalam "Juz Latif" 

18.    syekh Muhammad bin Abdurrahman Assakhowi 

Beliau adalah Al-Imam Al-Hafiz ahli sejarah Alfaqih Al-Allamah Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Utsman bin Muhammad Assafi'I berasal dari Qohiroh dan meninggal di Madinah, dimakamkan di komplek pemakaman Al-Baqi disamping makam Imam Malik. 

Dilahirkan pada bulan Robi Alawal tahun 831 H, hafal Qur'an pada usianya yang masih anak-anak, selain itu belaiu juga hafal "Minhaj" karangan Imam Nawawi, Alfiah Ibnu Malik, Nukhabah Alfikr karangan gurunya syekh Ibnu Hajar, Alfiah Aliraqi, sebagian besar dari "Syatibiah" serta Muqoddimah Assyawi dalam ilmu Arudl. Beliau juga ikut berperan dalam bidang ilmu Faraidl, Hisab, Almiqot, Usul Tafsir dan Fiqh. 

Berguru kepada kurang lebih 400 orang syeh, mendapat izin dari para gurunya untuk memberikan fatwa dan mengajar serta mengimla' Hadits. Mendengar Hadits Nabi SAW dari syekh Asyihab Ibnu Hajar, beliau selalu mendampingi syekh Ibnu Hajar dan mempelajari semua karangan gurunya tersebut dan mendampinginya hingga syekh Ibnu Hajar wafat. 

Setelah syekh Ibnu Hajar meninggal dunia, beliau berkeliling untuk menyebarkan ilmu pengetahuan dan menambahnya serta mencari sanad, kemudian kembali lagi ke Haromain dan menetap di Mekah dan mengajar serta berfatwa serta mengimla' Hadits. syekh Assakhawi memiliki karya ilmiah yang bermanfaat terutama dalam bidang Hadits dan sejarah, diantara karangan beliau adalah : Almaqosid Alhasanah, Fathul Mugits Syarah Alfiah Iraqi, Alqaul albadi' Fi Shalat Alalhabib Assyafi', Ad-Dau' Allami' Li Ahlilqorni At-tasi', Al-Manhal Al-azbi Ar-rawi Fi Tarjamah Al-Imam Nawai, Aljawahir Wadduror tentang sejarah syekh Ibnu Hajar dan banyak lagi karangan beliau dalam berbagai macam bidang ilmu, syekh Assakhawi wafat pada tahun 902 H. 

19.    syekh Ahmad bin Ahmad Asyarji 

Beliau adalah syekh Al-Allamah Alfaqih Syihabuddin Ahmad bin Ahmad bin Abdulatif bin Abu Bakar Asyarji Al-Hanafi, dilahirkan di kota Zabid pada tahun 811 H, beliau berguru kepada para ulama besar zaman itu baik di dalam Zabid ataupun dari luar, diantara guru beliau adalah syekh Ahmad bin Abi Bakar Arradad, syekh Annafis Alalawi, syekh Attaqi Alfasi, syekh Ali bin Aljazari, syekh Abu Alfatah Al-Marogi dan lainya. syekh Asyarji mempunyai banyak karya ilmiah, sebagian besar dari karangannya adalah dalam Hadits dan yang paling terkenal adalah kitabnya yang bernama "At-Tajrid As-Sharih Li ahadits As-Shahih" dan "Tobaqot Al-Khowash Ahli As-shidqi Walikhlash" tentang ulama tasawuf di Yaman. Pertemuan antara Imam Al-Adeni dengan syekh Asyarji terjadi pada tahun 881 H, ketika Imam Al-Adeni melakukan perjalanan ke tanah suci Mekah untuk melaksanakan ibadah haji dan singgah di kota Zabid, dalam kesempatan tersebut keduanya saling tukar ilmu pengetahuan dan pada kesempatan itu pula Imam Al-Adeni meminta waktu kepada syekh Syarji untuk mutola'ah kitabnya yang bernama Thabaqot Alkhawash, dan ketika selesai dari mutola'ah kitab tersebut Imam Al-Adeni menulis surat yang berbentuk bait syair kepada syekh Syarji yang berbunyi :

 شهاب الدينقدأحييتذكرا        لأرباب الكمالوزدتفخرا

 فقد نظمتهعقداثمينا            حوىكمجوهرعالودرا 

Dan seterusnya…. syekh Ahmad bin Ahmad Assyarji meninggal dunia di Zabid pada bulan Robi Tsani tahun 893 H/1487 M. 

20.    syekh Abu Alqosim Al-Makki 

syekh Abu Alqosim merupakan salah satu guru Imam Al-Adeni yang disebutkan dalam kitabnya "Al-Juz Al-Latif", dalam kitab tersebut dikatakan bahwa syekh Abu Alqosim memakaikan Khirqoh serta memberikan izin kepada Imam Al-Adeni untuk memakaikannya dengan sanad yang bersambung hingga syekh Abdul Qodir Jaelani, kejadiana tersebut pada tahun 880 H, ketika beliau akan menunaikan ibadah haji. 

21.    syekh Abdullah bin Aqil Baabbad 

Tentang syekh Abdullah bin Aqil Imam Al-Adeni menyebutkannya dalam kitab "Al-Juz Al-Latif" di sela-sela menyebutkan sanadnya kepada syekh Abdulqodir Al-Jaelani, bahwa syekh Abdullah bin Aqil Baabbad memakaikannya Khirqoh Syarifah serta memberikan izin untk memakaikannya. 

22.    syekh Abdullatif bin Ahmad Asyarji Az-Zabidi Al-Hanafi 

syekh Abdullah bin Ahmad disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" dalam golongan ulama yang memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni dan memberikan izin untuk memakaikanya, hal tersebut terjadi pada tahun 880 H, di kota Zabid ketika Imam Al-Adeni berkunjung ke kediaman syekh Abdullah, beliau meninggal di Zabid pada tahun 928 H. 

23.    syekh Afifuddin Abdulatif bin Musa Al-Masyrai 

syekh Afifuddin disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" dalam golongan ulama yang memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni dan memberikan izin untuk memakaikanya dengan sanad yang bersambung kepada syekh Abdul Qodir Al-Jailani. 

24.    syekh Alfaqih Jamaluddin Muhammad bin Ahmad Ad-Dahmani Al-Qairowani 

syekh Jamaluddin disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" dalam golongan ulama yang memakaikan Khirqoh kepada Imam Al-Adeni dan memberikan izin untuk memakaikanya pada bulan Muharam tahun 904 H, di Mekah dengan sanad yang bersambung kepada syekh Al-Junaid. 

25.    syekh Abu Bakar (Abu Harbah) 

Disebutkan dalam "Al-Juz Al-Latif" : diantara para ulama yang memakaikanku Khirqoh Syarifah dan memberikan izin untuk memakaikannya dengan sanad yang bersambung kepada syekh Abdul qodir  adalah Sayidi syekh Alwali putra Alwali syekh Almahjub Abu Bakar yang dikenal dengan julukan Abu Harbah, hal tersebut terjadi di Mekah pada tahun 885 H ketika pertama kalinya aku menunaikan ibadah haji. 

26.    syekh Musa bin Abdurrahman (Penguasa Arhab) 

Beliau adalah termasuk salah satu guru besar daripada para ulama Fiqih, antara Imam Al-Adeni dan syekh Musa terdapat hubungan yang erat, diantara keduanya sering kali berkirim surat baik dalam bentuk bait syair ataupun lainya, diantaranya sebuah surat dari Imam Al-Adeni yang disebutkan -dalam buku kumpulan syair-sayir Imam Al-Adeni- sebagai jawaban kepada syekh Musa yang meminta izin kepada Imam Al-Adeni untuk ziarah ke Aden.

 أهلا بكمومرحب        ياساكنين أرحب بل ساكنيفؤادي

    قربتمونااقرب إليكم وأطرب        في خالصالوداد 

Walaupun syekh Musa sangat menjaga tatakrama dengan Imam Al-Adeni dan sangat tawadu' dengannya namun Imam Al-Adeni menganggap bahwa syekh Musa sebagai gurunya begitu juga sebaliknya. Memang begitulah ahklak para ulama dahulu, mereka selalu mengambil berkah dan ilmu dari orang alim dan bertaqwa walaupun lebih muda usianya ataupun derajatnya lebih rendah.

Murid-Murid Imam Al-Adeni

Pembahasan tentang para ulama dan pelajar yang belajar kepada Imam Al-Adeni atau hanya sekedar mengambil berkah atau orang-orang yang khidmah kepada beliau baik mereka yang berasal dari kota-kota di Yaman ataupun dari luar Yaman adalah sangat panjang sekali, namun penulis akan menyebutkan beberapa orang dari ulama yang pernah menimba kepada Imam AL-Adeni.

1.    Syeh Abdurrahman bin Ali bin Abu Bakar Assakran

Syekh Abdurrahman bin Ali adalah putra pamannya Imam Al-Adeni, Syekh Ali bin Abu Bakar Assakran, beliau dilahirkan di Tarim pada tahun 850 H, hafal Qur'an dan tumbuh dewasa sebagaimana tumbuhnya orang-orang shaleh dan dalam keluarga yang shaleh serta lingkungan shaleh juga, suatu faktor penting dalam membentuk pribadi yang siap menerima dan menjalankan segala perintah Allah dan melakukan mujahadah serta pembersihan jiwa dari segala kotoran batin dengan bimbingan dari para ulama besar pada zaman itu.

Sehinga sebagaimana telah disebutkan dalam biografi Imam Al-Adeni bahwa diantara mujahadahnya adalah setiap malam Imam Al-Adeni bersama putra pamannya Syekh Abdurrahman bin Ali pergi ke pinggiran kota Tarim dan melakukan shalat malam dengan membaca 10 juz daripada Al-qur'an, mereka melakukan hal tersebut hingga menjelang datangnya waktu shalat fajar, apabila tiba waktu shalat maka mereka berdua kembali ke Tarim untuk menunaikan shalat berjamaah di masjid dengan Imam al-Aydrus, begitulah hubungan keduanya dari sejak belia sudah begitu eratnya dan demikian seterusnya hingga keduanya menjadi orang yang mempunyai kedudukan dan ilmu yang tinggi.

Dalam permulaan belajarnya Syekh Abdurrahman memulainya dengan ayahandanya Syekh Ali bin Abu Bakar Assakran, dari ayahnya Syekh Ali mempelajari berbagai kitab dalam berbagai macam bidang ilmu, terutama kitab Ihya Ulumuddin, hingga diriwayatkan bahwa beliau menamatkan Ihya dengan ayahnya sebanyak 40 kali.

Selain menimba ilmu dari sang ayah Syekh Abdurrahman juga belajar kepada ulama-ulama Hadhramaut pada zaman itu, dan kebanyakan dari guru Imam AL-Adeni adalah guru Syeh Abdurrahman juga terutama para ulama yang mereka temui di tengah-tengah perjalanan ke tanah suci Mekah. 

Setelah Imam Al-Adeni menetap di Aden, hubungan keduanya tetap erat hal tersebut bisa terbukti dengan saling kirim surat antara Syeh Abdurrahman dan Imam Al-Adeni, yang akan disebutkan dalam pembahasan kumpulan surat-surat Imam Al-Adeni insyaAllah.

2.    Syekh Umar bin Abdullah al-Aydrus

Dilahirkan tahun 926 H, meninggal dunia pada bulan Muharam tahun 1000 H dan dimakamkan disamping makam Imam Abu Bakar Al-Adeni dalam qubah.

Syekh Umar menimba ilmu dari Imam Al-Adeni secara sempurna dan setelah itu dinikahkan oleh Imam Al-Adeni dengan putrinya yang bernama Syarifah Muznah.

Selain terkenal dengan keilmuannya Syekh Umar juga dikenal oleh masyarakat sebagai dermawan, orang yang sangat bijak, dan  sangat rajin beribadah, dan sangat tawadu', dikisahkan pada suatu majlis ada seorang yang membaca syair yang berisi pujian terhadap Syekh Umar, maka seketika itu beliau menyuruh orang itu untuk keluar dari majlis. Syekh Umar memegang masjid dan menjadi imam di masjid peninggalan kakeknya setelah saudaranya Muhammad bin Abdullah meninggal dunia di Mekkah pada tahun 978 H.

Dari Syekh Umar inilah tersebar keturunan Imam Al-Adeni karena selain putrinya yang menikah dengan Syekh Umar Imam Al-Adeni tidak memiliki keturunan lagi.

3.    As-Syekh Syaikh bin Abdullah al-Aydrus

Diantara murid Imam Al-Adeni adalah Syaikh bin Abdullah al-Aydrus adik Imam Al-Adeni, dilahirkan di Tarim dan tumbuh besar disana dalam bimbingan ayah serta pamannya dan ulama pada zaman itu, ketika usianya menginjak 14 tahun dipinta oleh Imam Al-Adeni untuk tinggal di Aden guna menuntut ilmu pada ulama disana, setelah selesai menghafal Al-qur'an pada Syeh Abdurrazaq Al-Khatib, Syekh bin Abdullah diizinkan untuk pergi ke Tarim oleh Imam Al-Adeni dan menetap disana selama 5 tahun lamanya, kemudian kembali lagi ke Aden dan menimba ilmu dari sang kakak Imam Al-Adeni, dengan giat dan sungguh-sungguh Syekh bin Abdullah menuntut berbagai macam ilmu dari Imam Al-Adeni hingga tiba saatnya Imam Al-Adeni dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, setelah sang guru wafat Syekh bin Abdullah pun kemudian kembali lagi ke Tarim.

Diantara wasiat Imam Al-Adeni kepada Syekh bin Abdullah adalah wasiat yang ditulis oleh Imam Al-Adeni kepada Syekh yang berbunyi : "Jangan sekali-kali megurusi hal yang tidak bermanfaat, dan jangan gembira dengan pangkat dan kekuasaan dan berkatalah : Wahai raja pada hari kiamat hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku meminta pertolongan".  

Syekh bin Abdullah Alidrus meninggal dunia pada awal bulan Muharam tahun 919 H, dan dimakamkan di kota kelahirannya Tarim.

4.    Syekh Al-Husain bin Abdullah Alidrus

Diantara murid Imam Al-Adeni adalah adiknya Syekh Al-Husain bin Abdullah al-Aydrus, dilahirkan di Tarim pada tahun 861 H, hafal Qur'an dalam usia anak-anak dan tumbuh besar dalam bimbingan sang ayah Imam Abdullah al-Aydrus serta para ulama pada zaman itu, dalam fiqih Syeh Al-Husain belajar kepada Syekh Alfaqih Abdullah bin Ahmad Bakatsir, Alqodli Ibrahim bin Dzahiroh, Syekh Alfaqih Muhammad bin Abdurrahman Al-Asyqo' dan Syekh Al-Allamah Alfaqih Abdul Hadi Assudi sebelum beliau mazdub, setelah usianya menginjak dewasa Syekh al-Husain pergi ke Mekkah guna menuntut ilmu dari para ulama disana, dan menetap disana selama 2 tahun, kemudian kembali lagi ke Tarim dan menetap disana.

Syekh al-Husain selain terkenal dengan kedalaman ilmunya terutama dalam bidang ilmu falak dan qiroah, beliau juga dikenal sebagai seorang dermawan, bahkan Imam Al-Adeni mengatakan bahwa Syekh al-Husain lebih dermawan daripadaku, ketika ditanya apa sebabnya? Imam Al-Adeni menjawab, karena Syekh al-Husain menafkahkan hartanya dalam keadaan sulit sedangkan aku menafkahkan hartaku dalam keadaan cukup, karena itu dia lebih dermawan dariku.

Syeh Alhuasin meninggal dunia di Tarim pada tanggal 16 Muharam tahun 917 H. tentang Syeh Alhuasian seorang penyair berkata :

إن الحسين تواترت أخباره        في فضله عن سادة فضلاء

غيث يسح على العفاة سحابه     سحا إذا شحت يد الأنواء

تال لآثار النبي محمد            متمسك بالسنة البيضاء

ورث المكارم والعلى عن سادة    ورثوا عن الأسلاف والآباء

5.    Syekh Abdullah bin Syekh bin Abdullah Alidrus

Diantara murid Imam Al-Adeni adalah Syekh Abdullah bin Syekh, dia dilahirkan di lembah Damun dengan di hadiri oleh Imam Al-Adeni, ketika Syeh Abdullah lahir Imam Al-Adeni mengadzaninya di kuping kanan dan membacakan iqomat dikuping kirinya sesuai tuntunan sunnah Rasul Saw, setelah itu menyuapinya dengan kurma, dan berkata kepada saudaranya Syekh bin Abdullah Alidrus : "Anak ini adalah anakku dan yang akan mewarisiku maka jagalah dia nisacaya kamu akan di jaga oleh Allah SWT".

Syekh Abdullah bin Syeh dilahirkan pada tahun 787 H, semenjak kecil beliau sudah mendapatkan bimbingan dan ajaran dari para ulama pada zaman itu, terutama dari ayahnya dan pamannya Syeh Alhusain bin Abdullah Alidrus, ketika umurnya menginjak 14 tahun datanglah surat dari Imam Al-Adeni kepada Assyeh Syeh bin Abdullah yang isinya meminta saudaranya itu mengirimkan putranya ke Aden guna menuntut ilmu disana, maka sesuai permintaan Imam Al-Adeni diutuslah Syeh Abdullah bin Syeh ke Aden, tiba di Aden Syeh Abdullah disambut dengan gembira oleh Imam Al-Adeni dan beliau memerintahkan Syeh Ashaleh Abdurraziq Al-Khatib untuk mengajari Syeh Abdullah Al-qur'an dan menghafalnya, dan setiap hari menyetorkan hafalannya kepada Imam Al-Adeni hingga selesai menghafal seluruh Qur'an.

Setelah 2 tahun lamanya tinggal dalam asuhan dan bimbingan Imam Al-Adeni Syeh Abdullah bin Syeh akhirnya kembali ke Tarim dan tinggal disana selama 5 tahun dan kemudian kembali lagi ke Aden untuk meneruskan menuntut ilmu kepada pamannya Imam Al-Adeni, dan seterusnya menetap disana menuntut ilmu hingga wafatnya Imam Al-Adeni bahkan ketika wafat Imam Al-Adeni berada dalam pangkuan Syeh Abdullah.

Sepeninggal Imam Al-Adeni, Syeh Abdullah kembali ke Tarim kemudian menikah dan menetap disana, hingga pada tahun 917 H beliau diundang untuk datang ke Aden oleh saudara sepupunya Syeh Ahmad bin Abu Bakar, maka bertolaklah beliau menuju kesana guna memenuhi undangan tersebut, setibanya disana beliau disambut gembira oleh Syeh Ahmad dan menetap beberapa waktu lamanya di Aden dan kemudian kembali lagi ke Tarim.

Setelah Syeh Ahmad bin Abu Bakar meninggal dunia (Thn 922 H) Syeh Abdullah bin Syeh pergi ke India, disana beliau mendapat sambutan baik dari penguasa India pada masa itu Sultan Madzhar bin Mahmud, dari sana beliau kembali ke Tarim dan kemudian bertolak ke Aden pada masa kekuasaan Pangeran Marjan, maka semenjak itu beliau terjun dalam penyebaran dakwah dan mengajar masyarakat disana, hingga selanjutnya beliau pulang pergi antara Hadhramaut dan Aden.

Pada masa kekuasaan Syeh Abdul Malik bin Thahir tahun 927 H, Syeh Abdullah menetap lagi di Aden selama 9 tahun, kemudian kembali ke Tarim, pada tahun 937 H, Syeh Abdullah berniat melakukan ibadah Haji, maka berangkatlah beliau menuju tanah suci Mekah, namun sebelumnya beliau singgah dulu di Aden yang pada waktu ada dalam kekuasaan Sultan Amir bin Daud, kemudian pada tahun 938 Syeh Abdullah melanjutkan perjalanannya ke tanah suci Mekah guna menunaikan ibadah Haji, setelah menunaikan ibadah Haji dan ziarah ke Madinah beliau menetap di Mekah selama 1 tahun dan pada musim haji berikutnya beliau menunaikan ibadah Haji untuk yang kedua kalinya, dari Mekah beliau kembali ke Aden dengan menggunakan jalan laut dan menetap di Aden hingga tahun 943 H, kemudian beliau melanjutkan perjalanannya menuju kampung halaman Tarim dengan menggunakan jalan darat, dari Aden Syeh Abdullah menuju Khanfar dari Khanfar ke Abyan dan disana beliau ziarah Syeh Ibnu Abilja'di, dari sana dilanjutkan ke kampung Masjid yang kemudian dikenal dengan nama kampun Syeh Salim, dari sana kemudian menuju Ahwar, disana Syeh Abdullah ziarah kepada Syeh Ahmad Baljafar, dari Ahwar kemudian ke Maifaah, Gidun dan tiba di Tarim pada bulan Dzul hijjah tahun 943 H, dan selanjutnya beliau menetap di Tarim dipanggil Allah Yang Maha Kuasa pada tanggal 14 Sya'ban 944 H, Syeh Abdullah dimakamkan di pemakaman keluarga Baalawi di Tarim.

6.    Syekh Ahmad Al-Musawa bin Abu Bakar Al-Adeni

Beliau adalah penerus perjuangan Imam Abu Bakar dalam menyebarkan dakwah islamiah, dilahirkan di Tarim pada tahun 882 H, Syekh Ahmad Al-Musawa tumbuh besar di Tarim dalam naungan dan bimbingan para ulama disana, dan ayahnya Imam Al-Adeni selalu mengirim surat yang berisi dorongan kepada putranya agar bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu, hal tersebut sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Haddad dalam "Kumpulan surat menyuratnya" : seperti yang aku lihat sebelumnya dalam surat yang ditulis oleh guruku Syekh Abu Bakar Al-Adeni kepada putranya Syekh Ahmad ketika dia masih berada di Tarim yang berisi perintah untuk belajar ilmu nahwu kepada Alfaqih Syekh Abdullah bin Abdurrahman Balhaj Bafadhol.

Kemudian beliau hijrah ke Aden mengikuti sang ayah Imam Al-Adeni, untuk khidmah kepada kedua orang tua dan menuntut ilmu dari sang ayah dan para ulama di Aden. Setelah beliau menguasai ilmu pengetahuan serta mendapatkan ijazah dari sang guru, kemudian atas permintaan dari sultan Nashiruddin Alhalwani penguasa Zaila', Imam Al-Adeni mengutus Syekh Ahmad Al-Musawa ke Zaila' guna menyebarkan dakwah islamiah disana, antara Imam Al-Adeni dan Sultan Nashiruddin sering saling berkirim surat dan Imam Al-Adeni seringkali mengisyaratkan kepada putranya dengan tanpa berlebihan, diantara pujian Imam Al-Adeni atas putranya Syekh Ahmad Al-Musawa sebagaimana disebutkan dalam salah satu Qasidah yang berbunyi :

و خص لنا شهاب الدين حقا        فنعم القرم إن ذكر القروم

سلاما دائما في كل حين         لعل بحقه يوما نقوم

إمام سيد حبر فريد             و عند الغيظ ذو عفو كظوم

كريم الأصل من سلفي معد        جزيل الحلم إن ضاعت حلوم

له القدح المعلى في المعالي        وبحر ما له أحد يعوم

يجيب دعاءه ذو العرش حقا         ومن نفثاته تشفى الكلوم

له كف تلقف كل سقم             عصا موسى النبي نعم الكليم

رعاه الله من ولد برير            كلاه الله ما طلعت نجوم

أقر الله عيني بالتملي            برؤيته وإن رغم الخصوم

وأبقانا الجميع بخير عيش            فجود إلهنا جزل عميم

Dan ketika suatu saat Imam Al-Adeni terbelit hutang karena saking dermawannya beliau, ketika itulah Allah menggerakkan hati sultan Nashruddin Abdullah Al-Halwani untuk membayar hutang Imam Al-Adeni, maka sultan Nashruddin mengirim uang bersama Syekh Ahmad kepada Imam Al-Adeni, sesampainya Syekh Ahmad di Aden maka dipanggillah semua orang yang memiliki piutang kepada Imam Al-Adeni dan dibayarkan piutangnya tersebut.

Pada pertengahan Ramadlan Syekh Ahmad Al-Musawa kembali lagi ke Zaila' dan selanjutnya menetap disana hingga datanglah berita wafatnya sang ayah Imam Al-Adeni, setelah datangnya berita teresebut lalu Syekh Ahmad kembali ke Aden dan menetaplah disana serta meneruskan perjuangan Imam Al-Adeni dalam menyebarkan dakwah islamiayah serta menyantuni anak yatim dan fakir-miskin.

Syekh Bahraq dalam kitabnya "Mawahib Al-quds" mengatakan bahwa setelah Imam Al-Adeni meninggal dunia, Syekh Ahmad dimimpikan beliau menggendong ayahnya pada pundaknya, tetapi beliau tidak mau menakwilinya, adapun takwil daripada mimpi tersebut adalah Syekh ahmad sepeninggalnya Imam Al-Adeni akan menggantikan maqom ayahandanya di Aden serta kakeknya di Hadhramaut.

Pada pembahasan lain Syekh Bahraq mengatakan bahwa suatu ketika ada hal yang tercela yang dilakukan oleh salah seorang pengikut dan pembantunya Imam Al-Adeni, hal yang mungkin tidak bisa dimaafkan kecuali oleh orang-orang seperti Syekh Ahmad, namun karena aku takut orang tersebut akan mendapat murka dari Syekh Ahmad karena walau bagaimana beliau adalah manusia biasa, maka aku menghadap kepadanya dan memohon agar memaafkan orang tersebut, maka Syekh Ahmad berkata : "Kami akan merawat dan menjaga hewan peninggalan ayah, apalagi pembantu dan para pengikut beliau."

Tentang Syekh Ahmad yang akan menggantikan maqom ayahnya Imam Abu Bakar Al-Adeni, hal tersebut telah diisyaratkan oleh Imam Al-Adeni dalam akhir kitabnya "Al-juz Al-latif", yaitu dengan memakaikan khirqoh syarifah dan mengizinkan untuk memakaikannya dengan sanad yang bersambung kepada para gurunya Imam Al-Adeni, hal tersebut terjadi pada hari Jum'at tanggal 5 bulan Syawal 894 H.

Syekh Ahmad Al-Musawa bin Abu Bakar meninggal dunia dalam usianya yang ke 64 tahun pada akhir bulan Muharam tahun 922 H di Aden, dan dimakamkan disamping kanan makam Imam Abu Bakar Al-Adeni.

Syeh Ahmad Al-Musawa dikaruniai dua orang putra namun kedua-duanya meninggal sebelumnya, maka beliau tidak mempunyai keturunan yang mewarisi.

7.    Syekh Muhammad bin Umar Bahraq

Syekh Muhammad bin Umar Bahraq dilahirkan di Hadhramaut pada pertengahan Sya'ban tahun 869 H, tumbuh besar disana, hafal qur'an serta menguasai dasar-dasar ilmu bahasa Arab dan Syariat daripada ulama-ulama di Hadhramaut sseperti Syekh Alfaqih Muhammad bin Ahmad Bajarfil, setelah itu beliau pergi ke Aden, disana belajar kepada Syekh Abdullah bin Ahmad Bamakhromah dalam berbagai bidang ilmu, Fiqih, Usul Fiqh, Bahasa Arab dan sebagainya, sealain itu beliau juga belajar kepada Syekh Alfaqih Muhammad bin Ahmad Bafadhol.

Dari Aden Syekh Bahraq menuju kota Zabid, disana beliau belajar kepada para ulama besar di masa itu, seperti al-Allamah Zainuddin Muhammad bin Abdullatif Assyarji, Alfaqih Jamaluddin bin Muhammad bin Abu Bakar Ad-dhai' dan Sayid Alhusain bin Abdurrahman Al-Ahdal, Sayid Husain inilah yang memakaikan Khirqoh kepadanya, disamping itu Syekh Muhammad Bahraq juga mempunyai sama' dari Al-Hafidz As-Sakhowi di Mekah, Syekh Umar selain dikenal dengan keilmuannya juga dikenal fasih dan mahir dalam ceramah dan syair, sedang dari segi budi pekertinya beliau dikenal bijak dan orang yang dermawan terutama kepada para penuntut ilmu.

Di Aden Syekh Umar Bahraq juga belajar kepada Imam Al-Adeni, dan beliau menulis kitab yang berisi tentang riwayat hidup Imam Al-Adeni dan diberi nama "Mawahib Alquds Fi manaqib Ibn Al-Aydrus".

Sekembalinya ke Hadhramaut Syekh Umar Bahraq menjabat sebagi Qodli di kota Syihir, namun kemudian beliau mengundurkan diri dan kembali lagi ke Aden, disana beliau disambut hangat terutama oleh penguasa Aden masa itu Pangeran Marjan bin Abdullah Azzafiri, dan setelah Pangeran Marjan meninggal dunia Syekh Bahraq pergi menuju India, disana disambut ramah oleh penguasa India masa itu sultan Mudzofar bin Mahmud.

Syekh Umar Bahraq mempunyai hasil karya ilmiyah sebagaimana disebutkan dalam kitab "An-nur Assafir", sebagaimana juga mempunyai kumpulan sayair-syair yang sangat bagus, diantaranya syair yang beris pujian kepada Sultan Amir bin Abdul Wahab ketika membangun madrasah di Zabid, ada juga syair-syairnya yang berisi pujian atas Imam Al-Adeni dalam bentuk puisi nyanyian, seperti syair yang awalnya :

شابيح بالغرام        كم ذا تستر بعشقي

 وارفع ذا اللثام        أو خذ نصيبي ورزقي

Diantara karangan Syeh Bahraq yang berbentuk qasidah adalah kitab yang dinamai "Al-Urwah Al-Watsiqoh Filjam'I Baina Syariah Walhaqiqoh" dan syarahnya yang bernama "Alhadiqoh Al-Aniqoh", keduanya sudah dicetak.

Syeh Umar Bahraq meninggal dunia di Haidar Abad India pada tanggal 20 Sya'ban tahun 930 H, dan dimakamkan disana.

8.    Syekh Alhusain bin Assiddiq Al-Ahdal

Al-allamah Alfaqih Badruddin Alhusain bin Assiddiq bin Alhusain bin Abdurrahman Al-Ahdal Al-Yamani, dilahirkan pada bulan Rabi at-tsani tahun 805 H, diperkampungan Abyat Huasin dan tumbuh besar disana, dari kecil Syekh Alhusain sudah menguasai berbagai macam ilmu pengetahuan terutama ilmu fiqh, beliau mendalami ilmu Fiqh kepada Syekh Alfaqih Abu Bakar bin Ma'yadh dan Syekh Abulqosim bin Umar bin Mutoyyar serta ulama besar lainnya.

Riwayat hidupnya secara detail serta guru-gurunya dikupas dalam "An-nur Assafir", pada tahun 872 Syeh Alhuasin pergi ke Tanah Suci Mekah guna menunaikan Ibadah Haji, setelah itu Syekh Alhusain bermukim di Mekah setahun lamanya menimba ilmu dari para ulama Mekah dan Madinah, dalam perjalanan pulang Syekh Alhusain singgah di Zabid dan belajar kepada Syekh Yahya Alamiri, dan ditangan Syekh Yahya inilah Syekh Alhusain menguasai Al-Minhaj, selain itu Syekh Alhusain juga belajar kepada Alhafiz Assakhowi sebagaimana disebutkan dalam "Ad-dhau Allami".

Kemudian beliau masuk ke kota Aden dan mukim disana, di kota Aden beliau menyebarkan ilmu dan dakwah islamiayh, diantara ulama yang menimba ilmu dari Syekh Alhusain adalah Syekh Alfaqih Muhammad Athahir bin Abdurrahman bin Abdurrahman bin Alqodli Muhammad bin Mas'ud Basykil.

Ketika pertama kali Imam Al-Adeni memasuki kota Aden dan kemudian mukim disana, Syekh Alhusain sempat inkar terhadap keadaan Imam Al-Adeni, namun setelah Syekh Alhusaini mengetahui tentang Imam Al-Adeni yang sesungguhnya dan keluhuran ilmu dan budi pekertinya, Syekh Alhusaini pun akhirnya berbalik menghormati dan bersahabat dengan Imam Al-Adeni, bahkan Syekh Alhusain mempunyai beberapa gubahan syair yang berisi pujian kepada Imam Al-Adeni, diantara syair-syair tersebut adalah bait yang berbunyi :

من الحسان الخرد    قد صادني غرير        يرمي بقوس حاجب

Syekh Alhusain meninggal dunia di Aden pada malam senin awal bulan Dzul qo'dah tahun 903 H, dimakamkan di Aden, tepatnya didepan masjid yang dinamai dengan namanya.

9.    Syekh Muhammad bin Ahmad Bajarfil Ad-Dauani

Dilahirkan pada hari senin tanggal 12 Rabi' Alawal tahun 820, masa mudanya dihabiskan dalam mencari ilmu dengan sungguh-sungguh  dari para ulama besar dimasa itu, selain itu Syekh Muhammad Bajarfil semenjak muda sudah meniti tangga-tangga tasawuf hingga terlihatlah semua itu pada kehidupan sehari-harinya, kemudian beliau  mendampingi Syekh Ali bin Abu Bakar Assakran sebagaimana benda dengan bayangannya, selama empat bulan lamanya Syekh Muhammad Bajarfil mendampingi Syekh Ali bin Abu Bakar dengan harapan dia akan mendengar dari Syekh Ali bin Abu Bakar perkataan "kamu adalah bagian dari kami (anggota keluarga)", sebagaimana dikatakan oleh Rasulullah SAW kepada sahabat Salman Alfarisi, tetapi selama 4 bulan lamanya Syeh Muhammad Bajarfil menunggu dan meminta hal tersebut kepada Syeh Ali bin Abu Bakar namun beliau tidak juga bersedia, melihat kesungguh-sungguhan dan keinginan Syeh Muhammad Bajarfil yang begitu kuat, maka Syekh Ali bin Abu Bakar berkata kepada Syekh Muhammad Bajarfil :

"Agama ini adalah nasihat, permintaan kamu itu tidak akan terpenuhi kecuali oleh Syeh Abu Bakar bin Abdullah, beliaulah al-Quthub yang diwarisinya dari kecil semenjak ayahandanya meninggal dunia, dan aku akan menulis surat kepadanya supaya memenuhi keinginan kamu", maka Syekh Ali pun mengirimkan surat kepada Imam Abu Bakar Al-Adeni, begitu pula dengan Syekh Muhammad Bajarfil, dan akhirnya datanglah jawaban dari Imam Al-Adeni sesuai dengan harapan Syekh Muhammad Bajarfil.

Masa hidup Syekh Muhammad Bajarfil dihabiskan dalam menyebarkan ilmu pengetahuan dan dakwah islmiah, dan pada masa-masa akhir hayatnya beliau menetap di Gail Bawazir hingga dipanggil oleh Sang Pencipta pada bulan Rabi Awal tahun 903 H.

10.    Syekh Jarullah bin Fahad

Adalah seorang ahli sejarah, al-allamah Syekh Jarullah Muhammad bin Abdul Aziz bin Umar bin Muhammad bin Muhammad bin Fahad Al-Hasyimi Almakki, dilahirkan di Mekah pada tahun 891 H, tumbuh besar dalam asuhan kedua orang tuanya, hafal Al-qur'an, dan belajar ilmu syariah, adapun dalam ilmu hadits Syekh Jarullah mengambilnya dari Syekh Alhafiz Assakhowi, Imam Thobari dan mendapatkan ijazah dari banyak ulama dinataranya Syekh Abdul Gani Annabulsi.

Selain menimba ilmu dari para ulama di Mekah Syekh Jarullah juga merantau ke Madinah Almunawaroh bersama ayahnya, dan menetap disana beberapa waktu lamanya, disana Syekh Jarullah menamatkan kutub assittah, dan kitab "As-syifa" didepan makom Rasulullah SAW kepada ayahnya, selain belajar kepada ayahandanya Syekh Jarullah juga belajar kepada ulama-ulama besar Madinah Munawaroh, diantaranya Syekh Sayid Assamahudi, darinya Syekh Jarullah mempelajari sebagian dari kitab "Assyifa", kitab sejarah "Wafaulwafa" dan Fatawa Assamahudi, selain itu Sayid Samahudi juga memakaikannya Khirqoh. 

Kemudian Syekh Jarullah bersama ayahandanya kemabalilagi ke Mekah dan melanjutkan belajarnya disana kepada para ulama di kota suci tersebut. Setelah menimba ilmu dari para ulama yang berada di kota mekah, Syekh Jarullah kemudian berkelana ke Mesir dan Syam untuk menuntut ilmu dari ulama disana, selanjutnya ke Yaman dan disana mendapatkan ijazah dari sejumlah ulama Yaman, dari sana Syekh Jarullah bertolak ke Roma dan menikah disana hingga dikarunia beberapa orang anak, kemudian kembali ke Mekah dan menyebarkan ilmu terutama ilmu hadits hingga meninggal dunia pada tahun 954 H. 

adapun pertemuan Syekh Jarullah dengan Imam Abu Bakar Al-Adeni sebagaimana dikisahakan oleh Syekh Bahraq dalam kitabnya "Mawab Alquds" adalah ketika Syekh Jarullah masuk ke Yaman, ketika itulah Syeh Jarullah mendapatkan ijazah dari Imam Abu Bakar Al-Adeni, oleh karena itu Syekh Bahraq dalam kitabnya tersebut menggolongkan Syekh Jarullah dalam ulama yang menjadi murid Imam Abu Bakar Al-Adeni.

11.    Syekh Abdullah bin Abdullah Baqasyir

Diantara ulama yang menjadi murid Imam Abu Bakar Al-Adeni adalah Syekh al-Allamah Alfaqih Abdullah bin Alfaqih Abdullah bin Alfaqih Al-Imam Muhammad bin Syekh Hakam Baqasyir Alhadhrami Assyafi'i.

Syekh Abdullah bin Abdullah Baqusyair dilahirkan di Hadhramaut, tumbuh besar disana dalam bimbingan kedua orang tuanya dan para ulama besar masa itu, hingga menjadilah seorang alim faqih yang mumpuni, Allah memberinya karunia dengan ilmu dan amal serta wara', Syekh Abdullah Baqasyir mempunyai hasil karya yang sangat penting, diantaranya kitabnya yang bernama "Qolaid Alkharaid Wafaraid alfawaid", juga kitab "Assa'adah Walkhair Fi manaqib sadah bani Qusair".

Syekh Abdullah bin Abdullah Baqasyir meninggal dunia di kampung Qosam distrik Alajaz pada tahun 958 H.

12.    Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali Al-Halbi

 Syeh Syihabudin merupakan salah satu ulama yang mendapatkan inayah dari Allah sehingga ditengah perjalanan hidupnya beliau berubah haluan, yang tadinya sibuk dengan perdagangan dan bepergian kemana-mana dalam rangka berniaga, dengan taufik dari Allah SWT, maka sisa-sisa hidupnya dihabiskan dalam mencari ilmu dan ibadah, hal tersebut sebagaimana disebutkan dalam kitab "Annur Assafir", berikut ini kisahnya : 

pada awal perjalanan hidupnya syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali Al-halbi adalah seorang pedagang yang berhasil, namun kemudian haluan hidupnya berubah, beliau memilih jalan menuju Allah SWT, Syekh Syihabudin dikaruniai Allah tulisan yang bagus, hingga pada suatu ketika beliau bertemu dengan seorang laki-laki soleh di tempat sai', yang berkata kepada beliau : "pergilah, kamu telah aku beri tulisan yang bagus dan juga keberuntungan", maka pergilah Syeh Syihabudin menuju Aden, disana beliau bertemu dengan Imam Abu Bakar dan selanjutnya belajar dan mendampingi beliau selam 20 tahun lamanya, kemudian Imam Abu Bakar mengutus Syekh Syihabudin untuk pergi ke India dan menetap disana, maka sesuai petunjuk dari Imam Abu Bakar, Syekh Syihabudin pun menuju India dan menetap disana menyebarkan ilmu dan dakwah islamiyah di India hingga akhirnya meninggal di Haidar Abad pada tahun 951 H.

13.    Syeh Muhammad bin Abdullah Alidrus

Beliau belajar kepada Imam Abu Bakar Al-Adeni dan kemudian meneruskan tongkat perjuangan dalam penyebaran ilmu dan dakwah di masjid Imam Al-Adeni setelah wafat putranya Syekh Ahmad Almusawa, kemudian beliau pergi ke Mekah dan meninggal disana pada tahun 978 H.

14.    Syekh Abdulatif Bawazir

Syekh Abdulatif merupakan salah satu murid khusus Imam Al-Adeni, beliau mendampingi Imam Al-Adeni dalam semua majlisnya, bahkan kumpulan karya Imam Al-adeni yang bernama "Mahajatussalik wa hujjatunasik" Syeh Abdullatif lah yang mengumpulkannya dan menghafalnya, serta memberikan kalimat pembukaan dan biografi Imam Al-Adeni pada awal kitab tersebut, dan penulis pun menyadur sebagian adat dan ahwalnya Imam Al-Adeni dari Syekh Abdullatif Bawazir.

15.    Syekh Jauhar bin Abdullah Al-Habsy

Dikatakan bahwa ada dua orang yang bernama Jauhar bin Abdullah, salah satunya adalah Syekh Jauhar bin Abdullah Al-Habsy murid Imam Abu Bakar Al-Adeni, adapun yang lainnya adalah Syekh Jauhar bin Abdullah dan hidup di zaman sebelum Imam Al-Adeni, Syekh Jauhar inilah yang dimakamkan di dekat masjid Jauhar yang terkenal di kota Aden di kampung Albashol (dulu), menurut ahli sejarah Syekh Jauhar ini tidak belajar kepada Imam Al-Adeni, tetapi dia meninggal dunia sekitar 280 tahun sebelum kedatangan Imam Al-Adeni di kota Aden.

Masalah timbul karena dua nama itu sama persis, namun kalau dicermati jelas bahwa Syekh Jauhar yang merupakan murid dari Imam Abu Bakar adalah Syekh Jauhar bin Abdullah yang dikenal dengan julukan Al-Habsy, adapun Syekh Jauhar lainya adalah Albaha, Jauhar bin Abdullah Al-adeni, hidup di masa raja Al mas'ud bin Aqyas bin Muhammad bin Abu Bakar bin Ayub, yang merupakan raja terakhir dari raja-raja bani Ayub di Yaman, Syekh Jauhari ini adalah bekas seorang budak yang di merdekakan, kemudian menjadi seorang pedagang kain, selain itu beliau dikenal mempunyai kepribadian yang bersih, terpercaya, dialah yang membangun masjid yang dikenal dengan namanya di kampong Jauhar di Aden.

Dari uraian diatas bisa disimpulkan bahwa pendapat yang mengatakan Syekh Jauhar sebagai hamba sahayanya Imam Al-Adeni adalah salah, karena Syeh Jauhari meninggal pada tahun 621 H, bertepatan dengan tahun 1228 M, dan Syekh Jauhari yang berguru kepada Imam Al-Adeni adalah Syekh Jauhari bin Abdullah yang dikenal dengan julukan Al-Habsy.

16.    Syekh Abdul Alim Al-Hawaiji

Syekh Abdul Alim merupakan seorang murid dan penuntut ilmu yang ikhlas dan sungguh-sungguh dalam belajar kepada Imam Al-Adeni, Syekh Abdul Alim inilah yang menjadi penyebab Imam Al-Adeni menulis kitabnya yang berjudul "Al-Juz Allatif Fi Tahkim Assyarif", sebagaimana hikayat mengakatan bahwa Imam Al-Adeni mengangkat Syekh Abdul Alim sebagai Syekh dan memberinya ijazah serta tahkim, dan Syekh Al-Hawaiji meminta kepada Imam Al-Adeni agar mengajarinya cara tahkim dan memberikan ijazah, maka sebagai jawaban dari permintaan tersebut Imam Al-Adeni menulis kitab tersebut.

17.    Syekh Abdullah bin Ahmad Bakatsir (mukim di Mekah)  

Syekh Abdullah Bakatsir dilahirkan di Tarim, tumbuh besar disana dalam lingkungan ilmu serta bimbingan dari para ulama besar di masa itu, dia termasuk murid Imam Al-Adeni yang belajar kepadanya dalam dua masa, yaitu masa Imam Al-Adeni di Tarim dan di Aden, selain belajar kepada Imam Al-Adeni Syekh Abdullah Bakatsir juga belajar kepada putranya, kemudian hijrah ke Mekah dan mukim disana, Syekh Bakatsir sangat memperhatikan kepada jamaah dari Hadhramaut yang dating ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji.

Syekh Abdullah Bakatsir meninggal dunia di Mekah dan dimakamkan disana pada malam sabtu tanggal 13 Rabi' Tsani tahun 925 H.

18.    Syekh Nu'man bin Muhammad Almahdi

Tentang riwayat Syekh Nu'man dan hubungannya dengan Imam Abu Bakar Al-Adeni dikupas  dalam kitab "Aliqdu Annabawi" disebutkan dalam kitab tersebut yang ringkasanya sebagai berikut : pada suatu ketika Syekh Nu'man sedang dalam perjalanan dengan menaiki kapal laut, dan kemudian kapal yang beliau naiki terjadi kebocoran yang diayakini akan menyebabkan tenggelamnya kapal, kemudian Syekh Nu'man didatangi rasa kantuk dan tertidur sebentar, dalam tidurnya itu beliau bermimpi didatangi oleh Imam Al-Adeni dan beliau membawa sehelai sapu tangan yang kemudian dijadikannya sebagai penambal kebocoran kapal tersebut, dan ketika Syekh Nu'man terbangun dari tidurnya maka beliau sadar bahwa yang dimimpikannya tadi adalah suatu hal yang nyata.

19.    Syekh Muhammad Athohthowi Almakki

Sebagaimana disebutkan oleh Sayid Abdurrahman bin Mustafa Alidrus dalam kitab "Syarah Qosidah Haat Ya Haadi" halaman 98, Syekh Muhammad Almakki merupakan salah satu ulama yang berguru kepada Imam Abu Bakar Al-Adeni.

20.    Pangeran Marjan bin Abdullah Adzafiri

Pangeran Marjan bin Abdullah adalah mantan pembantu raja Zafir, sultan Amir bin Abdul Wahab yang kemudian menjabat sebagai sultan setelah wafatnya sultan Amir bin Abdul Wahab, dalam menjelankan tugasnya sebagai raja pangeran Marjan dikenal sebagai raja yang tegas dalam memerintah kerajaannya, dia termasuk salah satu penguasa yang mempunyai hubungan dekat dengan Imam Al-Adeni.

Beberapa pengarang buku biograpi menyadur tentang karomah-karomah Imam Al-Adeni yang terjadi di hadapan pangerana Marjan, terutama karomah-karomah yang terjadi di sela-sela peperangan yang diarunginya bersama majikannya sultan Amir bin Abdul Wahab, syeh Bahraq dalam "Mawahib al-Quds" mengatakan bahwa pangeran Marjan pernah berkata : "kalau kamu menginginkan aku mendiktekan tentang karomahnya Imam Al-Adeni dan menjadikannya sebuah kitab yang besar maka aku sanggup mendiktekannya".

Setelah pangeran menjabat sebagai penguasa zafir, selain tegas dalam memerintah, perkataan pengeran Marjan sangat di taati oleh semua golongan bahkan oleh keluarga raja dalam kerajaan Athahiriah yang menjadi penguasa zaman itu, bahkan penduduk daerah pegunungan Taiz dan sekitarnya tidak mau tunduk kepada siapapun dari keluarga raja Athahiriah kecuali atas persetujuan pengeran Marjan di Aden.

Disebutkan dalam "Mawahib alquds" halaman 148, bahwa pada tahun 926 H, pangeran Marjan bersama Syarif Abdullah bin Syeh bin Abdullah bin Abu Bakar al-Aydrus dan Hilal bekas hamba sayahanya Imam Al-Adeni yang kemudian menjadi juru rawat makam Imam Al-Adeni, bertolak menuju Attilaj. Dan pada kesempatan yang sama Syeh Abdul Malik datang dari Lahaj menuju Attilaj, maka bertemulah kedua rombongan tersebut, pada kesempatan itu pangeran Marjan membaiat Syeh Abdul Malik dan mengambil sumpah dan memerintahkannya untuk memasuki wilayah pegunungan dan memerangi putra pamannya Syeh Ahmad bin Muhammad, dan ketika urusannya sudah selesai maka kembali ke Lahaj dan masuk Aden.

Selama hidupnya pangeran Marjan mengabdi kepada Imam Al-Adeni, begitu pula setelah meninggalnya Imam Al-Adeni dengan membangun kubah dan membangun rubat untuk para pelajar yang berada di sebelah masjid.

Pangeran Marjan meninggal dunia pada tahun 927 H, dan dimakamkan di dekat makam Imam Abu Bakar Al-Adeni, dan tidak lama kemudian disana di makamkan kapten Shafar Arrumi yang datang ke Aden bersama bala tentara untuk mengusir penjajah barat dari Aden, namun di tengah perjalanan pulang mengalami sakit parah dan kembali lagi ke Aden, untuk akhirnya wafat di sana pada tahun 927 H.

Hasil karya Imam Al-Adeni yang berupa prosa

Karya tulis yang berbentuk prosa pada zaman Imam Al-Adeni mengungguli sastra pada zaman itu, hal tersebut disebabkan madrasah sufiah yang notabene ulamanya menggunakan bentuk prosa dalam penulisan karya ilmiah dan surat menyurat, dengan menggunakan kata-kata yang mempunyai makna yang luhur yang terdapat dalam kamus tasawuf.

Dalam bab ini penulis akan tampilkan sebagian karya tulis Imam Al-Adeni baik yang berupa prosa ataupun syair, diantaranya adalah suratnya yang merupakan campuran bentuk prosa dan syair yang ditujukan kepada Syeh Abdurrahman bin Ali di Tarim.

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام الأتمان الأكملان علىسيدنا محمد و على آله وصحبه وسلم.

من الفقير إلى الله تعالى المملوك العبد الرق أبي بكر بن عبد الله علوي لطف الله به :

فقد ورد في الكتاب الكريم المقابل بالتبجيل والتعظيم المشتمل على الدرر النظيم, والزهرالفائق البسيم, الذي يحق أن يقال : {إنه من سليمان و إنه بسم الله الرحمن الرحيم} الواردمن الشيخ الأوحد, العالم العلم المفرد, سيد الشرفا و سبط المصطفى, ورضيع ألبانالصفا والوفا, بحر الحقائق, وكاشف رموز الدقائق, زين الأدباء, ولسان العرب العرباء,ذي الأخلاق الرضية, والشمائل المرضية, والهمة العالية الأبية, والأنفاس العلويةالقدسية, وجيه الدين, وبركة المسلمين, سليل الصالحين, واسطة عقد الشرف الثمين,الشيخ الأجل الولي الصالح, الساعي في المصالح, عبد الرحمن بن علي بن الشيخ أبيبكر رضي الله عنهم آمين, ونفعني بهم, فقبلته تقبيل مقتطف من رياضه, مغترف منحياضه, متبرك بمواضع أقلامه, محترف بإنعام تودده وشامل إكرامه وإنعامه, ونزهتطرفي في حدائق براعته, وما أودعه من جواهر بلاغته, فشكر الله أنامل سطرتسطوره, ونظمت منثوره, واقتطفت من رياض الأدب زهوره, وأطلعت في سماءالبلاغة كواكبه وبدوره.

وما أهديتم من السلام فخصكم الله بأضعافه, وغمركم بمنه وألطافه, وما جاء به منعلوم البلاد, وما حدث فيها من الفتن والفساد, فالرجاء في الله أن يزيل الشر وينفي كلمحذور, ويطفيء نار الفتن, ويمحي منها سائر اليمن, ما ظهر منها وما بطن, والبلادوإن حصل بها ما ترى فالحوطة بالله ثم ببركة السلف محفوظة, وبعين العناية والرعايةإن شاء الله ملحوظة, وكيف لا وهي موضع مهابط الرحمة والسكينة, وموطن أقدامالأولياء والصالحين.

وقد أحسن سيدنا الإمام السبكي رضي الله عنه :

وفي دار الحديث لطيف معنى     إلى فرش بها أصبو وآوي

لعلي أن أمس بحر وجهي         مكانا مسه قدم النواوي

وعوائد الله لم تزل جميلة, ومواهبه في جميع الأحوال جزيلة.

Ini sebagian contoh daripada akhir suatu surat yang ditulis oleh Imam Al-Adeni

وفي النفس من الضيق بهذا الوقت من عدم المجالس كثير, فلما آنست منك الأنس,وعرفت منك أنك تحب البسط,كان كمن جر نهرا محبوسا, فلا تعتب على كثرة البسط,فإنه من صفاء المودة, وفي القلب نصائح يحب المملوك أن يبديها لكم لما غلب الودوصفا الحب.

إعلم أن هذا الزمان خصوصا عندكم الغالب على أهله عدم الوفاء, وإظهار القبيحوالجفاء, وصرتم بين أظهر أعداء للدين جبلوا على محبة إذاعة مثالب أهل المناصب,وقبيلنتا الغالب عليهم عدم الاحتراز في الأقوال والتلبيس في الأفعال, فلا يجروا علىأنفسهم إلا زيادة سوء ظن فوق ما جلبوا عليه.

وأنت بسلامتك قد جعلك الله مفردا, وإفرادك من غير اختيار من زمان أبيك في الحافةوالبيت والمسجد والطبع, فالصواب اعتزالك منهم قلبا وقالبا وأبقالك على ما اختار اللهلك فهو أعلم بالخيرة, ولا تدخل نفسك في الأمور الصادرة ما بين إخوانك, وقل الكبارسادة والصغار أولاد, ولا يمكن العصبية مع أحد على أحد, وقل حالي يضعف عنالخصومات ومخالطة أرباب الدول, وقل: أنا منفصل من زمان الوالد ورغبت فيالاعتزال عن كله لعلمي بضعف حالي فلا تكلفوني سوى أني أحبكم الجميع, فهذا هوالأصلح لأنهم لا يتبعون ما أمرت ولا تحسن منك العصبية مع أحد دون أحد مع ما فيالمخالطة من الآفات ما يذهب الدين والجاه والمروءة, وأكثر مما يتبعنا قول الشامتينالحاسدين: راحوا أهل الخير وبقي من لا ينفع, ولا عاد على رسم الفقراء سواك, فباللهعليك ورسوله لا تدنس قميص سلوكك بسليط مخالطة أو باش تريم ورعاعها.. أفلرئاسة تناط بهم .. فو الله ما تجشمت الفرقة وحليت لي الغربة إلا لكراهة تلكالمخالطات والمعاملات من خسران الدين والدنيا.

و بعد فاعلم سيدي أني إذا ذكرت بعدي عن الترب المنيفة والضرائح الشريفة وعدمزيارة المشايخ يحصل التعب الكلي, وإذا راجعت أذكر ما قاسيت من مرير عشرةالعشيرة وعدم احتفالهم بمراعاة المروءة, وقل امتثال العاقل, وعدم رمق العواقب-وسيان عندهم عدوهم وصديقهم في إفشاء غوابي أسرارهم- أحببت الغربة وذقت لهاحلاوة كائنا ما كانت, ولا شيء يتبعني سوى أن أموت في غير تريم, فالدعاء الدعاءالدعاء أن الله تبارك وتعالى سبحانه جل ذكره أن يجعل موتي بتريم.

وبعد فخاتمة كتابي نسأل الدعاء أن يختم للجميع بخير الدنيا والدين والآخرة بحق محمدوآله آمين.

Sebagian daripada makalah-makalah Imam al-Adeni

Syeh Abdullatif bin Abdurrahman Bawazir dalam pembukaan buku kumpulan syair yang berjudul "Mahajjatussalik wa Hujjatunnasik" berusaha mengumpulkan beberapa petikan daripada ceramah Imam Abu Bakar Al-Adeni yang didengarnya, daintara petikan tersebut adalah :

Petikan ceramah imam Al-Adeni dibidang tauhid

Imam Abu Bakar AL-Adeni berkata : sesungguhnya Allah adalah zat yang maha mendengar dan maha melihat, maha kuasa, zat yang hidup dengan zatNya, maha mengatur dan menguasai segala isi alam, yang maha awal dan maha akhir, yang maha zahir dan maha batin, yang maha abadi, tidak ada permulaan dan akhir atas wujudNya, tidak ada zat yang menyamai atas zatNya, tidak sifat yang menyamai sifatNya, yang mendengar tanpa indera pendengar, yang melihat tanpa indera penglihatan, Dia tidak dapat dicapai penglihatan, sedang Dia meliputi penglihatan dan Dia Maha Halus lagai Maha mengetahui, Dia tidak berasal dari sesuatu, tidak berada dalam sesuatu juga tidak diatas sesuatu, karena kalau Dia berasal dari sesuatu, maka niscaya adanya Dia didahului sesuatu, dan kalau Dia berada dalam sesuatu maka niscaya keberadaannya terbatas, begitu juga kalau Dia berada diatas sesuatu maka niscaya Dia dipikul, Tidak sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang maha mendengar lagi Maha Melihat, Maha Agung Allah dari perkataan orang-orang zalim.

Mengenai ayat-ayat muatasyabihat dalam Al-Qur'an seperti ayat الرحمن على العرش استوى)), yang artinya : Yang Maha Pengasih bersemayam di atas 'arasy. Imam Al-Adeni berkata : kata bersemayam dalam ayat tersebut, bukan bermakna menempati tetapi bermakna menguasai, dan Rasulullah SAW bersabda "Janganlah engkau mengunggulkan aku atas saudaraku Yunus bin Matta" hal tersebut karena Rasul SAW naik hingga mencapai 'Arasy dan Kursy, sedang Nabi Yunus Alaihi Salam, turun hingga ke dasar bumi, dan keduanya di hadapan Allah SWT tidak ada bedanya, dan Allah SWT berfirman (واسجد واقترب) yang artinya : sebenarnyalah, janganlah engkau tunduk kepadanya, tetapi sujudlah dan dekatkanlah dirimu kepada Allah. Dari ayat tersebut jelaslah bahwa tidak ada arah, karena kalau Allah SWT berada di arah atas maka niscaya orang yang berdiri lebih dekat ke langit daripada orang yang bersujud, maha tinggi Allah daripada jangkauan akal dan faham manusia.

Dengan kekuasaanNya, Allah menciptakan alam semesta dan dengan kehendakNya Allah mengaturnya, Dia tidak melekat dengan alam juga tidak terpisah, tetapi Dia sebagaimana Dia kehendaki, dan bagaimana Dia kehendaki, apa yang diperbuatNya tidak dipertanyakan, tetapi perbuatan merekalah yang ditanyakan.

Dari perkataan Imam Al-Adeni tentang Takwa dan Husnu Adzon

Imam Al-Adeni berkata : hendaklah kamu sekalian bertakwa kepada Allah, karena Allah SWT telah berfirman (وتزودوا فإن خير الزاد التقوى) artinya : dan hendaklah kamu sekalian membawa bekal, maka sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah takwa. Dan Allah SWT berfirman (واتقوا الله ويعلمكم الله), artinya : dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah SWT, maka niscaya Allah akan mengajari kamu.

Mengenai husnu dzon (berbaik sangka) Imam Abu Bakar Al-Adeni berkata : hendaklah kamu sekalian berbaik sangka kepada Allah SWT,

(ليس البر أن تولوا وجوهكم قبل المشرق والمغرب ولكن البر من آمن بالله واليوم الآخروالملائكة والكتاب والنبيين ... الآية)

Artinya : Bukanlah kebaikan itu menghadapkan wajah ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu adalah barangsiapa yang beriman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, kitab-kitab, Nabi-Nabi.

Dan iman itu adalah berbaik sangka dan membenarkan, Allah SWT berfirman, (و تعاونوا على البروالتقوى)

Artinya : dan saling tolong menolonglah diantara kamu dalam kebaikan dan takwa.

Dan Allah SWT berfirman

(فسوف يأتي الله بقوم يحبهم و يحبونه)

Artinya : maka kelak Allah akan mendatangkan kaum yang Dia cintai dan mencintaiNya.

Mengenai hadits 'Araby ketika dia bertanya kepada Rasul SAW tentang hari kiamat, maka Rasul balik bertanya kepadanya, "apa yang kamu persiapkan untuk menghadapinya ? 'Araby menjawab, cinta kepada Allah SWT dan RasulNya, maka Rasulullah SAW bersabda, kamu akan bersama dengan yang kamu cintai". Berbaik sangka adalah suatu tanda akan kebahagiaan, dan orang yang berbaik sangka diharapkan akan meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

Imam Al-Adeni berkata : tidak akan merugi orang yang berbaik sangka walaupun sangkaannya salah, dalam sebagian qosidahnya beliau mengatakan :

ربي بك أحسنت ظني     فإنه خير ملزم

وإنه الكنز الأكبر            وإنه الإسم الأعظم

Pesan-pesan Imam Al-Adeni agar berbaik sangka sangat banyak sekali, dan beliau berkata : berbaik sangka adalah amal yang paling mendekatkan kepada  Allah, karena Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya setiap amal perbuatan itu tergantung niat, dan setiap orang akan menuai dari niatnya itu.

Imam Al-Adeni berkata : janganlah kamu sekalian berburuk sangka, kareng buruk sangka itu tanda dari kecelakaan, dan orang yang berburuk sangka dikhawatirkan akan su'ul khatimah, Rasulullah SAW bersabda : "barang siapa menyakiti salah seorang kekasihku, maka sesungguhnya aku telah mengikrarkan peperangan dengannya". Dan Allah berfirman kepada NabiNya mengenai orang-orang munafik

(استغفر لهم أو لاتستغفر لهم إن تستغفر لهم سبعين مرة فلن يغفر الله لهم)

Artinya : sama saja bagi mereka orang-orang munafik baik kamu memintakan ampunan bagi mereka ataupun tidak, bahkan kalaupun kamu memintakan ampunan bagi mereka sebanyak tujuh puluh kali, Allah tidak akan mengampuni mereka.

Perhatikanlah keadaan orang-orang munafik, karena mereka berburuk sangka maka permintaan ampun dari Nabi SAW pun tidak ada manfaat bagi mereka, padahal Nabi SAW adalah mahluk Allah yang paling utama.

Imam Al-Adeni berkata : tidak akan berbahagia orang yang berburuk sangka walaupun sangkaannya benar.

Sebagian perkataan Imam Al-Adeni tentang ziarah kepada para wali

Imam Al-Adeni berkata : hendaklah kamu sekalian ziarah kepada para wali dan mengenali mereka, jika niatnya betul, dan dibarengi dengan keyakinan yang kuat, maka sesungguhnya antara alam gaib dan alam nyata sangat erat hubungannya sebagaimana hubungan antara ruh dan jasad, tidak ada berkah dari alam gaib kecuali melalui usaha dari alam nyata, dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah SWT kepada Maryam

(و هزي إليك بجذع النخلة ..)

Artinya : dan kamu gerakkanlah pohon kurma.

Dan firman Allah kepada Nabi Musa Alaihi Salam,

(أن اضرب بعصاك الحجر)

Artinya : pukullah batu itu dengan tongkatmu

Allah menjadikan, menggerakkan pohon kurma oleh Maryam dan memukul batu oleh Musa sebagai sebab barokah yang turun dari alam gaib.

Sebagian perkataan Imam Al-Adeni mengenai tha'at dan bahaya maksiat

Imam Al-Adeni berkata : janganlah sekali-kali kamu berdalih kepadaNya dengan perbuatan tha'at kamu, jangan pula kamu menjauhinya ketika kamu melakukakn maksiat, dan janganlah kamu berputus asa dari rahmatnya dalam setiap keadaan.

Imam Al-Adeni berkata : janganlah kamu meremehkan perbuatan tha'at sekecil apapun, karena di dalamnya terdapat rdlo Allah SWT, dan jangan pula kamu menganggap enteng sekecil apapun perbuatan maksiat karena didalamnya terdapat murka Allah.

Imam Al-Adeni berkata kepada orang-orang yang suka mengadu domba dan menggunjing orang lain, sesungguhnya Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujuraat ayat 12 yang berbunyi :

ولا يغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ))

Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing atas sebahagian yang lain. Adakah diantara kamu suka makan daging saudaranya yang mati?.

Dan dalam surat  Al Qalam ayat 13 Allah SWT berfirman :

(هماز مشاء بنميم  ?  مناع للخير معتد أثيم)

Artinya : yang banyak mencela yang kian kemari menghambur fitnah. Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melewati batas lagi banyak dosa.

Rasulullah SAW bersabda : seorang muslim adalah orang yang selamat daripada lisannya dan tangannya orang-orang muslim lainnya. Dalam hadis lain bersabda : tidaklah manusia diceburkan ke neraka baik wajahnya dahulu ataupun bokongnya kecuali akibat lisannya.

Imam Al-Adeni berkata :

كل جرح علاجه ممكن     ما خلا يافتى جرح اللسان

Artinya : semua luka mungkin diobati kecuali luka yang disebabkan lisan.

Seseorang yang mencela atas aib atau penderitaan orang lain niscaya oleh Allah SWT akan diberi cobaan seperti halnya orang yang dia cela atau bahkan lebih dahsyat, Sayidina Ali bersabda : kalau aku mencela perempuan yang hamil, aku takut suatu ketika aku hamil.

Imam Al-Adeni berkata : jauhilah sifat sombong dan hasud karena kedua sifat tersebut melebur perbuatan baik dan menghilangkan keberkahan sebagaimana api melalap kayu bakar, Allah SWT berfirman :

(إلا إبليس أبى واستكبر وكان من الكافرين)

Artinya : kecuali iblis, dia enggan (bersujud kepada Adam AS) dan dia somong, maka masuklah dalam golongan orang-orang kafir.

Allah SWT berfirman :

(إن الذين يستكبرون عن عبادتي سيدخلون جهنم داخرين)

Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang sombong dan enggan menyembahKu akan masuk neraka selama-lamanya.

Allah SWT berfirman :

(أم يحسدون الناس على ما أتاهم الله من فضله)

Artinya : apakah mereka merasa iri kepada manusia atas pemberian Allah SWT dengan kemurahaNya.

Imam Al-Adeni berkata : sesungguhnya sombong dan hasud adalah pertama kali maksiat, dan setiap kali seseorang bertambah nikmatnya maka makin geramlah hati orang-orang yang hasud,  tentang hal ini Imam Al-Adeni sering mendendangkan ucapan syair :

قل للحسود إذا تنهد : طعنة     يا ظالما وكأنه مظلوم

Dan orang-orang hasud selamanya tidak akan jadi pemimpin, sesuatu yang kotor tidak akan mengeluarkan selain kotoran.

Sebagian doa-doa Imam Al-Adeni

اللهم أجرنا من غير ضرر واغننا من غير بطر اللهم أجرنا من غير ابتلاء.

Adapun doa yang sering dibacanya dalam majlis zikirnya adalah :

اللهم ارزقنا من العقول أوفرها ومن الأذهان أصفاها ومن الأعمال أزكاها ومن الأخلاقأطيبها ومن الأرزاق أجزلها ومن العافية أكملها ومن الدنيا خيرها ومن الآخرة نعيمهاوصلى الله على سيدنا محمد وآله وصحبه وسلم.

Sebagian perkataan Imam Al-Adeni tentang perbedaan Syariah dan Hakikat

Sebagain ahli fiqih bertanya kepada Imam Al-Adeni tentang perbedaan antara Syariah dan Hakikat, maka beliau menjawab :

بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah SWT, Dialah yang memuji atas diriNya, dan Dial ah zat yang terpuji, dari Dial ah datangnya maksud kepada orang-orang yang memiliki maksud, dan Dial ah yang dimaksud, Dia menciptakan kehendak hamba dengan kehendakNya, dan menetapkannya hingga menjadikan hujjah atas hamba, dan dengan ketetapan dariNya seorang hamba melakukan perintah dan menjauhi laranganNya, dan Dial ah yang membalas semuanya sesuai perbuatannya, maka Dia berfirman :

(وأن ليس للإنسان إلا ما سعى)

Artinya : dan seorang manusia tidak berhak kecuali sesuatu yang dia kerjakan.

Dia juga berfirman :

(وما تشاؤون إلا ما يشاء الله)

Artinya :

Dan tidaklah kamu sekalian berkehendak kecuali sesuai kehendak Allah.

Maka terjadilah kebingungan, dan butalah indra penglihatan dan mata hati, maka Dia memberikan taufik kepada hambaNya, maka sebagian dari mereka diberi taufik dengan syariah dan sebagiannya denga hakikat, ilmu yang menghiasi jasmani adalah ilmu zahir dan ilmu yang menghiasi hati adalah ilmu batin dan itulah ilmu hakikat, Allah menjadikan zahir Islam atas beberapa rukun yang dilakukan oleh badan, dan menjadikan hakikat iman dan ihsan atas yakin yang ada pada hati nurani, tetapi karena sesuatu yang tersimpan dalam hati nurani itu suatu yang tidak bisa dilihat ataupun didengar, maka dijadikanlah lisan sebagai alat terjemah, maka jelaslah antara syariah dan hakikat mempunyai hubungan yang sangat erat.

Adapun perkataan ahli syariah yang hanya mengerti ilmu tanpa dibarengi amal "selain syariah adalah kufur" maka perkataan mereka ada benarnya dan juga ada salahnya, begitupula halnya perkataan orang-orang yang mengaku berpegang terhadap hakikat tanpa mengetahui syariat "selain hakikat itu tidak ada apa-apanya".

Adapun mereka yang menguasai syariat dan hakikat maka mereka berkata "apakah kamu sekalian tidak mendengar pemberi taufik berfirman :

( والذين جاهدوا )

Artinya :

Yang dimaksud ijtihad (bersungguh-sungguh) dalam ayat tersebut adalah syariah, ijtihad tersebut adalah merealisasikan nas-nas syariah dalam bentuk amal agar mendapat petunjuk kepada jalanNya dan itulah hakikat," dan bagi mereka yang mengaku berpegang kepada hakikat tanpa menggunakan syariah, maka ketahuilah kamu sekalian tidak akan mendapatkan hidayah kecuali dengan bersungguh-sungguh dalam menjalankan perintah syariah dan menjauhi larangannya.  

Dan diantara karangan Imam Al-Adeni yang paling penting adalah kitabnya yang berjudul "الجزء اللطيف في"التحكيم الشريف, dalam kitab ini beliau menjelaskan secara rinci sanad pemakaian khirqoh menurut ahli tasawuf, dalil-dalil yang digunakan oleh ahli toriq dalam pemakaian khirqoh, perbedaan pendapat ulama tentang khirqoh, serta pendapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah bid'ah, kemudian Imam Al-Adeni menyelinginya dengan menjelaskan tentang bid'ah  dan macamnya, dan seterusnya menyebutkan berbagai macam pemakain khirqoh serta tatakramanya, juga tentang tata cara pengambilan 'ahd dari seorang murid oleh syekhnya, seperti berikut ini :

1.    hendaklah seorang Syekh menyebutkan adab-adab taubat, kemudian meletakkan telapak tangan kanan diatas telapak tangan sang murid, seraya menyatakan bahwa seorang syekh dan murid keduanya bersekutu dalam taubat.

2.    dengan suara keras syekh mengucapkan :

(3 kali )أعوذ بالله من الشيطان الرجيم بسم الله الرحمن الرحيم استغفر الله العظيم 

وأسأله التوبة والمغفرة والتوفيق لما يحبه و يرضى و صلى الله على سيدنا محمد وآلهوصحبه وسلم والحمد لله رب العالمين.

Setelah Syekh mengucapkan perkataan diatas lalu diikuti oleh sang murid.

Syair-Syair Imam Al-Adeni Memiliki Tujuan yang Bermacam-Macam.

Buku kumpulan syair-syair Imam Al-Adeni dihiasi berbagai macam bentuk syair dan berbagai macam tujuan menurut ahli tasawuf, sebagaimana diketahui bahwa sastera sufi mempunyai ciri khas tersendiri terutama dalam penggunaan kata-kata, kebanyakan kalimat tidak digunakan dalam maknanya yang lugas, begitupula dalam penggunaan kata-kata kiasan, seperti kata mabuk, arak, gelas, panah mata, hindun, laila. Kata-kata tersebut yang dimaksud adalah makna kiasannya, yang dimaksud dengan mabuk adalah kelezatan dalam berzikir dalam tafakur, adapun gelas merupakan sebab untuk mencapai kelezatan tersebut, dan tentang rumus yang menggunakan nama peremupan seperti laila, adalah cara seorang penyair dalam mengungkapkan suatu keindahan batin dengan menggunakan kata-kata yang menunjukkan keindahan zahir.

Dan tidak semua syair sufi berupa syair cinta, selain itu banyak lagi macamnya, seperti syair nasihat, koreksi diri, dan zuhud. Namun dari semua macam syair tersebut mempunyai ciri yang sama dan menunjukkan bahwa sayir tersebut merupakan syair khas para ahli tasawuf.

Dan tidaklah sepantasnya bagi seseorang yang tidak memiliki dzauk seperti yang dimiliki para ahli tasawuf, melecehkan qasidah-qasidah tasawuf dengan menyangkutkan syair-syairnya dengan sesuatu yang mereka hayalkan, sesuatu yang bersangkutan dengan syahwat, dan kalaupun diantara syair-syair sufi yang pada zahirnya menunjukkan makna yang tidak baik, maka hal tersebut tidak bisa dijadikan landasan untuk menyama ratakan hukum tersebut kepada semua ahli tasawuf, disamping semua itu tidak ada perlunya mendebatkan suatu pola pikir yang telah punah dengan kepunahan orang-orangnya dan membesar-besarkan masalah tersebut.

Justru yang perlu menjadi perhatian kita sekarang ini adalah pola pikir dalam kehidupan kita sekarang ini, yang nyata-nyata telah merendahkan martabat dan menghancurkan kehidupan serta harga diri manusia.

Namun perkataan saya ini bukan berarti promosi atas syari romantis sufi ataupun istilah arak maknawinya, tetapi maksud dibalik semua itu adalah menegaskan bahwa seyogyanya kita memberikan penilaian atas suatu madrasah berdasarkan asas pemikirannya bukan dari zahir kata-kata belaka, tanpa melihat hakikat, keadaan, tempat dan waktu keberadaan madrasah itu sendiri.

Dan yang sangat disayangkan, penyamarataan tersebut bukan saja terhadap sastera sufi, namun berlaku kepada segala sesuatu yang bersangkutan dengan tasawuf, orang yang mengaku sebagai peresensi yang nota bene keluaran madrasah eropa, mereka yang menganggap dirinya memikul tugas untuk membersihkan sejarah, sastera dan ilmu-ilmu islam dari kekeliruan dan kesalahan sebagai akibat pemikiran tasawuf dan pemalsuan hadits dan hal lainnya, tetapi semua itu mereka lakukan dengan menggunakan tolok ukur barat yang merupakan ha lasing bagi Islam itu sendiri, oleh sebab itulah pada akhirnya mereka menuduh para pendahulu dengan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan, dan mereka sendiri menganggap bahwa tolok ukur yang mereka gunakan adalah sesuatu yang murni dari islam, padahal hal tersebut sangat jauh sekali dari Islam, bagaimana tidak? Karena mereka sendiri mendapatkan itu semua dari musuh-musuh Islam maka tidak diragukan lagi mereka sendiri justru telah terpengaruh dengan pemikiran madrasah asalnya.

Dan hal tersebut kini telah merasuki madrasah-madrasah islam dari mulai dasar sampai tingkat tinggi akibat penjajahan moderen.

Dan langkah yang bijak dalam semua ini adalah memaklumi dan memaafkan orang-orang Islam dan merasa kasihan atas keadaan mereka yang menjadi incaran musuh-musuhnya, yang selalu menanamkan permusuhan dan perpecahan diantara orang-orang Islam.

Dan dalam akhir tulisan ini penulis akan menyuguhkan sebagian syair-syairnya Imam Al-Adeni secara ringkas. Sebagian besar syair-syair Imam Al-Adeni merupakan syair romantis yang menggunakan kata-kata dari bahasa daerah dan dengan nada nyanyian, terkadang syairnya keluar dari kaidah-kaidah ilmu arudl, namun kelebihan syair-syair tersebut adalah bait-bait permulaannya memiliki nada yang sangat cocok dengan nada nyanyian para ahli tasawuf Yaman pada zaman itu, adapun kosa-kata yang digunakan oleh Imam Al-Adeni terdiri dari bahasa daerah dan kata-kata arab fasih, adapun bahasa daerah yang sering kali digunakan dalam syair Imam Al-Adeni adalah bahasa daerah Tihamah.

                                                       

Sebagaimana terlihat dalam bait-bait syair berikut :

شاعشق لي معز غالي    وارتقي لي مرتقي عالي

شا فخر لي بفخر محبوبي    وأعطاني في الحب مطلوبي

Begitu juga pada bait berikut ini :

إذا شا اترك لهم وواصل سروري     ولي رب يعلم بخافي أموري

وشا ادخل وشا اجزم بقلب جسور    أرى اللوم عندي خطأ غير صائب

أنا شا استجير بالجمال المكمل        ومن في النبيين أكمل وأفضل

dan kalau di teliti secara cermat sebetulnya dalam syair –syair tersebut terdapat kelemahan, dan memang kelemahan dalam segi bentuk syair tersebut merupakan suatu yang biasa, karena tujuan dari syair-syair tersebut adalah dakwah kepada orang-orang awam, selain itu kebanyakan dari gubahan-gubahan tersebut adalah untuk dinyanyikan, oleh sebab itu syair-syair tersebut menggunakan katak-kata yang gampang untuk difaham dan banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini menurut sebagaian penulis merupakan suatu kejanggalan dan mereka menganggap bahwa ada sesuatu dibalik itu semua, karena terdapat perpautan yang menyolok antara sastera dan prosa pada zaman itu, prosa lebih mendapat perhatian dari para ulama zaman itu, hal tersebut terlihat jelas dalam tulisan dan khutbah-khutbah yang begitu memperhatikan kaidah-kaidah bahasa baik dari segi tata bahasa, sajak serta balagahnya, dan sebaliknya hal-hal tersebut tidak ditemukan dalam tulisan-tulisan ulama pada zaman itu yang berbentuk sastera.

Jawaban yang bijak atas masalah tersebut bahwasanya ulama-ulama terdahulu walaupun mumupuni dalam segi tata bahasa dan balagah -sebagaimana terlihat jelas dalam tulisan mereka yang berbentuk prosa dan khutbah-khutbahnya- namun mereka tidak menyukai bentuk syair yang dibuat-buat, bahkan terkadang mereka mencela jika seorang penyair terlalu memenitingkan akan bayan badi' apalagi kalau sayiar itu syair sufi yang ditujukan untuk pengajaran dan dakwah, karena mereka lebih suka memberikan petuah dan wejangan kepada orang awam dengan bahasa dan kata-kata yang bisa dan mudah difahami, hal tersebut sebagaimana dikisahkan oleh Habib Abu baker al Attas bin Abdullah bin Alawi Alhabsy bahwasanya beliau berkata : hikayat mengatakan bahwa ketika Habib Abdullah bin Husain bin Thahir mendengar perkataan penyair yang berbunyi :

علي نحت القوافي من معادنها     وما علي إذا لم تفهم البقر

Artinya :

Aku harus menggali kowafi (not syair) daripada penyimpanannya

Dan aku tidak perduli kalau syairku tidak difahami oleh orang bodoh

Habib Abdullah bin Husain bin Thahir berkata :

تركت نحت القوافي من معادنها     لأن لي مقصدا أن تفهم البقر

Artinya :

Aku tidak menggali kowafi daripada penyimpanannya

Karena aku ingin syairku difahami orang-orang bodoh

Dari hal tersebut diatas sangat jelas bahwa madrasah Hadhramaut memiliki ciri has tersendiri baik dalam pola pikir ataupun kesusastraan, adapun penyebab itu semua karena kebanyakan masyayeh pada zaman itu menggunakan semua waktunya dalam berdakwah dan memberi wejangan kepada orang awam, maka perhatiannya mereka terhadap hal yang lain seperti sastera sangat minim sekali, namun bukan berarti bahwa Hadhramaut pada zaman itu tidak memiliki ulama yang mumpuni  dalam syair, karena banyak dari mereka yang memiliki kemampuan yang mumpuni dalam bidang sastera dan syair.

Kesimpulan tersebut diatas merupakan hasil dari penelitian penulis terhadap beberapa ulama dan suyuh Hadhramaut di sela-sela penulisan riwayat hidup Alawi (kakek penulis) dalam buku yang berjudul "لوامع النور". Dalam kitab tersebut disebutkan bahwa ketika Alawi kembali ke Hadhramaut setelah menimba ilmu dari Mesir dengan membawa berbagai macam ilmu, dia menemukan keadaan Hadhramaut tidak sesuai dengan ilmu yang ia bawa, tentang keadaannya tersebut beliau berkata : "ketika aku tiba di negeriku, tanah kelahiranku, mereka tidak mengetahui balghah, bahkan seseorang yang mempunyai sifat balaghah justru menjadi ejekan, dan ketika aku memeriksa apa yang tersimpan di benakku ternyata semuanya tak berguna, pada saat itulah aku teringat perkataan seorang penyair :

أرض الحراثة لو أتاها جرول        نجل الحطيئة لانثنى حراثا

تصدى بها الأذهان بعد صقالها    وترد ذكران العقول إناثا

Dan ketika aku dalam keadaan bingung dan ragu tiba-tiba datanglah bisikan yang berkata : "lepaslah sandalmu sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci"

هذا شراب القوم سادتنا وقد    أخطا الطريقة من يقل بخلاف

Maka aku terbangun dan jelaslah bahwa jalan yang terbentang adalah jalan dilalah, makomat, ahwal, qobul dan iqbal, maka aku bahwa memang gila itu banyak macamnya dan sesungguhnya hak tersebut selalu bersama orang yang tahu tentang rahasia, maka kemudian aku mengikuti jejak para pendahuluku dan meninggalkan segala yang akan membawa kerusakan kepadaku, dan mulailah aku melangkah dalam jalan dakwah kepada Allah dan memberikan petunjuk kepada yang tersesat.

Syair-syair Kerinduan Imam Al-Adeni 

  

 Imam Al-Adeni berkata dalam menggambarkan kerinduannya kepada keluarga dan orang-orang soleh terdahulu :

عرض بذكري إن مررت بلعل        واقري السلام أهيل تلك الأربع

واشفع وقل بتذلل وتخشع        ياساكني وادي النقا والأرجع

فيكم ضنى جسمي وسالت أدمعي

وبكم لبست من النوى حلل الضنا    وهجرت فيكم من نأى أو من دنا

وجعلت حبكم  لنفسي ديدنا        إن كان مسكنكم بوادي المنحنى

حسا فمثواكم معي في أضلعي

يا من أعدهم أعز دخائري            شغفي بحبكم سرى في سائري

وبدا وفاض على جميع مظاهري     في خاطري وضمائري وسرائري

في منظري في منطقي في مسمعي

Dan tentang kerinduannya akan kampong halaman dan sanak kerabat beliau berkata :

مسافرين أبلغوا عنا         من في تريم ألف ألفي سلام

من قامته تشبه الغصنا             ومن جبينه كبدر التمام

متمم الحسن والمعنى         سيوجي الطرف قميري الحمام

والجسم من فرقته مضنى    وناظري ما تهنا منام

قولوا لمن قد برا حالي         لا يحسب انا نسينا لقاه

أفديه بالحال والمال         و ليس مقصودي إلا رضاه

والله أقسم ولا أبالي        ما حب في الخلائق سواه

Dalam qosidah lain Imam Al-Adeni berkata :

يا سفح عيديد يا مأوى الدمى الكنس    الساجيات العيون الفتر النعس

الحاليات اللما الشنب اللعس        يا سفح عيديد يا وجدي لغزلانك

يا سفح عيديد يا مأوى الملاح الحور    الفاتنات الورى ألباهيات النور

هل ترحمون البعيد القاصي المهجور    سقيا ورعيا لروضاتك ورضوانك

Dan dalam kerinduannya terhadap Aden beliau berkata :

هزني الشوق إلى عدن        شد يا حادي الركاب

شوقنا ازداد والوسن            عن جفوني نزح وغاب

خاطري قط ما سكن         مذ جاء منهم كتاب

هل درى وردي الوجن        ما بقلبي من اضطراب

لونه يمسك حين فاه            ما يماثله قد طيب

أو كما البارد القراح             أو كما المندل الرطيب

لا غنى لي ولا سراح        عنك والله يا جبيب

وجهك الباهي الحسن        شمس ما دونها سحاب

Syair Imam Al-Adeni yang berisikan petuah dan hikmah

نصبت لأهل المناجاة         في حندس الليل أعلام

واستعذبوا السهد وامسوا        قياما إذ نام من نام

واستقبلهم لطائف             بهجات فضل وإكرام

 من لذة لا تكيف             ولا تصور في الأوهام

قد ذاقها من عناها             وهام فيها الذي هام

واستوحش الخلق وامسا        في الفيافي والاكام

ولم يعرج على شي        سواه لولام من لام

طابوا وفاز المخفون            ونحن أرباب الآثام

نبني ونهدم بنانا            ومتهى أمرنا اهدام

بالسوف والسوف تسويف        تمضي الليالي والأيام

أيامنا قد تقضت            على التماني والاوهام

وكل آت قريب            والعافية بعدها اسقام

والعمر فان وإن طال            لابد من كرة السام

والغيد تمسي أرامل         منا وأطفالنا أيتام

ونذكر أياما كنا             كأنها أضغاث أحلام

نندم على ما فعلنا             ولا يفيد التندام

يا ذا الكسل كم تؤخر        توبتك من عام إلى عام

وليست تدري بعام            يأتيك من ناقص أو تام

أو هل تحققت دنيا            دامت لحد أو لها دام

وليس تعلم لخصمك         أمرا إذا جا للالزام

يا كاشف الضر يا من         قضى بقدره وأحكام

احفظ علينا جميعا            عند انقضا العمر الاسلام

قد جدت فضلا بالاسلام        وأفضل الجود ولاتمام

حاشاك بعد التفضل         تذيقنا هول الاضرام

فنحن أهل للاسوا            وأنت أهل للانعام

تمت وصلوا على احمد         مكررا طول الاعوام

Dalam qosidah lain beliau berkata :

كل من ليس يمنع نفسه         عن حضيض الهوى ذاق الهوان

من تدني دانت به همته        لو يكن عاليا بالزبرقان

واصحب اللطف في كل الأمور    ما لطف كل شي إلا وزان

كل جرح علاجه ممكن         ما خلا يا فتى جرح اللسان

إنما يوقع المرء الغبي         في جميع المصائب خصلتان

الطمع والتعدي للذي         ليس يعنيه فاحذر يافلان

والزم الصبر في كل الأمور     صاحب الصبر في العقبى معان

لا تعادي زمانك يغلبك         كن مساير يسايرك الزمان

لا تعرج على وطن وكن        أينما كان عزك هو مكان

فالغنى الغنى كل الغنى         التقى ما سوى التقوى ففان

بالتقى يجتمع لك يا فتى         في حياتك وفي الأخرى الأمان

لا يقنطك ذنبك والتزم        حسن ظنك بربك كل آن  

لا تمنى على الله المحال     مطلبك منه للعصمة جنان

أنت ما كنت حيا في جهاد        كن قوي اليقين ثبت الجنان

وإذا ما يقينك صح به        فهو يحفظك ما قد شاه كان

وإذا كنت من أهل اليقين         صح قدم التصوف لك وبان

يتضح سر أسرار الغيوب        في القلوب والخبر عندك عيان

والكلام بعد ذا لا ينبغي        قد حسن هاهنا قبض العنان

والصلاة والسلام على النبي     الأتمان ثم الأكملان

Syair Imam Al-Adeni yang Berisikan Koreksi Diri (musahabah nafs)

يا عين إن نام الخلي ففي الدجى    لا تهجعي لا تهجعي لا تهجعي

جن الظلام ففي جنانك فارتعي        و تمتعي وتمتعي وتمتعي

يا أذن إن طال العذول عتابه         لا تسمعي لا تسمعي لا تسمعي

لا يستميلك عن هواك مفند        منه ارعوي منه ارعوي منه ارعوي

يا مهجتي شقي الصفوف وبادري    لا ترجعي لا ترجعي لا ترجعي

وإذا أتاك الموت من دون المنا         لا تجزعي لا تجزعي لا تجزعي

لا تطمعي من دونهم بسلامة         لا تطمعي لا تطمعي لا تطمعي

غير الرياض المونقات فاتركي        لا ترتعي لا ترتعي لا ترتعي

لا تدعي ريب الهوى بجهالة        لا تدعي لا تدعي لا تدعي

إن كنت صادقا فلا تتخشي الفنا     فله اكرعي فله اكرعي فله اكرعي

و تجرعي غصص المهالك واصبري    و تجرعي و تجرعي و تجرعي

إن صاح ناقوس الهوى آن اللقا        كوني اسرعي كوني اسرعي كوني اسرعي

Karomah al-Imam Abu Bakar al-'Adeni bin Abdullah al-Aydrus

Beliau memiliki karomah yang sangat banyak, diantaranya seperti yang di ceritakan oleh guru kami al-allamah al-habib Sholeh Alaydrus, di saat habib Abu Bakar al-‘Adeni ingin memasuki kota Aden demi mensyiarkan dan mengajarkan ilmunya, penduduk setempat mencegah dan menolak beliau untuk tinggal dan mengajar di negri aden, karena di dalam negeri itu sudah banyak para ulama yang berda’wah dan awliya’ yang memiliki karomah sudah sangat menjamur, kecuali jika beliau mampu mengeluarkan karomah yang lebih agung dan belum pernah di perlihatkan oleh awliya’ sebelumnya, maka mereka akan memperbolehkanya untuk tinggal dan mengajar di negeri tersebut. Akhirnya beliau pun melakukan sholat sunnah, setelah itu beliau menyeru dengan suara lantang sambil menatap kearah langit seraya berkata;

“”يَا سَمَاءْ أَنْزِلِ اللَّـــبَنْ,  وَلَدْ عَبْدُ اللهْ دَخَلْ عَدَنْ  “Wahai Langit, Turunkanlah Hujan Susu, Karena (Aku) Putranya Abdullah Alaydrus Menginjakkan Kakiku Ditanah Aden!!”.  langit yang tadinya cerah seketika berubah mendung, seakan ingin menumpahkan airnya. Tak lama hujan pun turun dengan lebatnya, namun ada keganjilan yang sangat kontras dari semestinya. Air hujannya tidak berwarna bening sebagaimana biasa, melainkan berwarna putih susu, yang lebih mengherankan lagi, rasanya lebih nikmat dan lezat dari rasa air susu biasa, hal ini memancing perhatian warga setempat, hingga mereka berduyun-duyun keluar dari rumah sambil masing-masing membawa tempat untuk menadah  hujan susu tersebut untuk mereka minum dan disimpan.

melihat kejadian yang luar biasa itu, masyarakat dengan gegap gempita menerima beliau untuk tinggal dan mengajar di negeri mereka tersebut. Menurut sebagian ahli sejarah, susu yang di turunkan oleh al-Imam al-Habib Abu Bakar tersebut sebagian masih tersimpan sampai sekarang di sebuah museum di timur tengah, dan sampai saat ini susu tersebut masih segar dan belum basi, padahal sudah berusia lebih dari 5 abad, bahkan sebagian ahli kasyaf mengatakan susu tersebut berasal dari syurga.

juga di  antara karomah beliau, seperti yg di ceritakan oleh al-Imam as-Sayyid Muhammad  bin Ahmad Wathab , beliau berkata: “Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeroyok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: ; “Pergilah kemanapun engkau mau, karena engkau dalam penjagaan Allah”. 

Sebahagian dari karamahnya pernah diceritakan bahwa ketika beliau pulang dari perjalanan hajinya beliau mampir di Kota Zaila’ yang waktu itu wali kotanya bernama Muhammad bin Atiq. Kebetulan waktu itu beliau berkunjung kepada wali kota yang katanya kematian isteri yang dicintainya. Syeikh Abu Bakar menyatakan ikut berdukacita dan menyuruhnya untuk tetap bersabar atas musibah yang dihadapinya itu. Rupanya nasihat Syeikh itu rupanya tidak dapat menenangkan hati wali kota itu. Bahkan ia makin menangis sejadi-jadinya sambil menciumi telapak kaki Syeikh Abu Bakar minta doa padanya. Melihat kejadian itu Syeikh Abu Bakar segera menyingkap tutup kain dari wajah wanita yang telah mati itu. Kemudian beliau memanggil mayat itu dengan namanya sendiri. Dengan izin Allah, wanita itu hidup kembali.

Syeikh Ahmad bin Salim Bafadhal pernah menceritakan pengalamannya bersama Syeikh Abu Bakar: “Pernah aku disuruh Muhammad bin Isa Banajar untuk membawakan hadiah buat Syeikh Abu Bakar Al-Aydrus. Ketika aku beri salam padanya ia telah memberitahukan dahulu apa yang kubawa sebelum kukatakan kepadanya tentang isi hadiah itu. Kemudian Syeikh Abu Bakar berkata: “Berikan kepada si fulan besar ini, berikan pada si fulan demikian dan seterusnya. Ketika Syeikh Umar bin Ahmad Al-Amudi datang berkunjung padanya waktu itu beliau menghormatinya dan mengeluarkan semua makanan yang dimilikinya. Melihat hal itu, Syeikh Umar berkata dalam hatinya: “Perbuatan semacam ini adalah mubazir”. Dengan segera Syeikh Abu Bakar berkata dengan sindiran: “Mereka itu kami jamu tapi mereka katakan perbuatan itu adalah mubazir. Mendengar sindiran itu Syeikh Umar Amudi segera minta maaf.

Termasuk karamahnya jika seseorang dalam keadaan bahaya kemudian ia menyebut nama Syeikh Abu Bakar memohon bantuannya. Dengan segera Allah akan menolongnya.

Kejadian semacam itu pernah dialami oleh seorang penguasa bernama Marjan bin Abdullah. Ia termasuk bawahannya bernama Amir bin Abdul Wahab. Katanya: “Ketika aku sampai di tempat pemberhentian utama di kota San’a, tiba-tiba kami diserang oleh sekelompok musuh. Kawan-kawanku berlarian meninggalkan aku. Melihat aku sendirian, musuh mulai menyerang aku dari segala penjuru. Di saat itulah aku ingat pada Syeikh Abu Bakar Al-Aydrus dan kupanggil namanya beberapa kali. Demi Allah di saat itu kulihat Syeikh Abu Bakar datang dan memegang tali kudaku dan menghantarkan aku sampai ke tempat tinggal. Setelah aku sampai di rumahku, kudaku yang penuh luka ditubuhnya mati”.

Syeikh Dawud bin Husin Alhabani pernah bercerita: “Ada seorang penguasa di suatu daerah yang hendak menganiaya aku. Waktu sedang membaca surah Yaasin selama beberapa hari untuk memohon perlindungan dari Allah, tiba-tiba aku bermimpi seolah-olah ada orang berkata: “Sebutlah nama Abu Bakar Al-Aydrus”. Tanyaku: “Abu Bakar Al-Aydrus yang manakah, aku belum pernah mengenalnya”. Jelas orang itu: “Ia berada di Kota Aden (Hadhramaut).” setelah kuucapkan nama itu, Allah menyelamatkan aku dari gangguan penguasa itu. Waktu aku berkunjung ke tempat beliau, kudapati beliau memberitahu kejadian yang kualami itu padaku sebelum aku menceritakan cerita pada beliau”.

Sayid Muhammad bin Ahmad Wathab juga bercerita tentangnya: “Pernah aku pergi ke negeri Habasya (Ethiopia). Di sana aku dikeronok oleh gerombolan dan dirampas kudaku serta hartaku. Hampir mereka membunuhku. Kemudian aku menyebut nama Syeikh Abu Bakar Al-Aidrus mohon pertolongan sebanyak sebanyak tiga kali. Tiba-tiba kulihat ada seorang lelaki besar tubuhnya, datang menolongku dan mengembalikan kuda beserta hartaku yang dirampas. Orang itu berkata: “Pergilah ke tempat yang kami inginkan”.