Ubayd Allah al-Ahrar

Semoga Allah Menyucikan Ruhnya

Begitu aku mengingat-Mu, rahasia diriku, hatiku,

Dan jiwaku mengganguku di saat aku mengingat-Mu

Hingga seorang pengamat datang dari Mu berseru kepadaku.

“Waspadalah ! waspadalah ! Dalam mengingat waspadalah “

Tidak kau lihat Yang Nyata? Bukti-bukti diri-Nya muncul makna dari totalitas bergabung dengan MaknaMu orang orang yang berdzikir ketika mengingat Dia adalah lebih pelupa dari orang yang lupa untuk mengingat Nya. Nabi saw bersabda “Barang siapa yang mengetahui Tuhan, Iidahnya kelu”

Shaykh Ubayd Allah al-Ahrar adalah Qutub dari lingkaran para Arif di jalan Allah, Samudera Pengetahuan yang Takkan Habis, meski semua ciptaan meminumnya untuk memuaskan dahaga pengetahuan spiritual.

Shaykh Ubayd al-Ahrar adalah seorang Raja yang memiliki cahaya murni dari Dzat yang Unik dan melepaskannya dari persembunyiannya kepada para Arif. Beliau mengungkapkan rahasia dari Atribut Ilahiah semenjak dalam buaian hingga akhirnya beliau meraih maqam kesempurnaan. Beliau menerima otoritas pada usia muda dan mulai menerima rahasia dari rahasia dan membuka hijab dan dari seluruh hijab. Beliau tidak pernah mempunyai keinginan duniawi.

Beliau terus berkembang hingga beliau mencapai tingkat tertinggi dari Kewalian, dimana pengetahuan tentang Dzat Yang Ghaib diberikan dan Rahasia dari Ketiadaan Absolut menjadi terungkap. Kemudian beliau berjalan dari Ketiadaan Absolut menuju Cahaya Absolut. Tuhan mernbangkitkan Jalan ini melalui beliau di masanya dan mendukung beliau dengan Kehendak-Nya.

Dia membuat beliau menjadi salah satu Jalur emas dari Mata Rantai Emas dan Dia mengangkat beliau sebagai pewaris utama dari Nabi Muhammad saw. Shaykh Ubayd Allah al-Ahrar selalu berupaya dengan gigih untuk mernbasuh hati setiap orang dari kotoran yang meliputinya. Beliau menjadi sebuah matahari yang menyinari jalan para pencari untuk mencapai Hakikat Keyakinan dan harta tersembunyi dari pengetahuan spiritual.

Beliau lahir di sebuah desa bernama Shash pada tahun 806 H (1404 M), di bulan Ramadhan. Dituturkan, sebelum beliau lahir, Ayah beliau mengalami suatu tingkat penyangkalan diri yang luar biasa yang menyebabkan beliau meninggalkan urusan dunia dan memulai khalwat. Ayah beliau hampir tidak pernah makan dan minum, mengasingkan dirinya dari orang banyak dan menjalani jalan spiritual dari tariqah sufi.

Ketika ayah beliau dalam tingkat spiritual, istrinya mengandung Ubayd Allah. Ini alasan yang menyebabkan beliau mencapai maqam yang tinggi, latihan spiritual dimulai ketika beliau masih di dalam kandungan. Ketika ibunya mulai hamil, kondisi spritual ayahnya yang tadinya tidak biasa berakhir dan ayahnya kembali ke kehidupan normal.

Sebelum Ubayd Allah lahir, berikut penuturan yang menyebutkan tentang kedudukan beliau yang tinggi telah diketahui sebelum beliau lahir. Shaykh Muhammad as-Sirbili mengatakan :

Ketika Shaykh Nizamuddin al-Khamush as-Samarqandi sedang duduk di rumah ayahku, sedang bermeditasi, beliau tiba-tiba berteriak dengan suara yang keras. Hal ini membuat semua orang takut. Beliau berkata,”Aku melihat sebuah pandangan seseorang yang luar biasa datang dari timur, dan aku melihat seluruh dunia ini untuk dia. Sosok itu bernama Ubayd Allah, dan dia akan menjadi seorang Syaikh Besar di zamannya nanti. Tuhan akan membuat seluruh dunia tunduk kepadanya dan aku berharap aku menjadi salah satu pengikutnya”

 

Awal Mula dan Tingkatan dan Tingkatan

Pada Awal Mulanya

 

Tanda kebahagiaan tampak diwajah beliau ketika masih belia. Cahaya petunjuk tampak di wajahnya. Salah seorang keluarganya berkata,” dia tidak pernah menyusu kepada ibunya kecuali ibunya dalam keadaan bersih dari darah”.

Ubayd Allah menyatakan “Aku masih ingat apa saja yang aku dengar ketika aku berusia satu tahun. Dan sejak umur tiga tahun aku ada di Hadirat Ilahi. Ketika aku mempelajari Al-Qur’an, hatiku selalu berada di Hadirat-Nya. Ketika itu aku berpikir orang lain juga mengalami hal yang sama”.

Suatu hari ketika musim salju, aku sedang di luar ketika hujan turun dan kaki serta sepatuku terjebak di dalam lumpur. Saat itu sangat dingin sekali. Aku mencoba menarik kakiku dari lumpur. Aku kemudian menyadari bahwa hatiku dalam bahaya besar, karena untuk sesaat aku lupa untuk mengingat Tuhan. Dengan segera memohon ampunan.

Beliau dibesarkan di rumah paman beliau, Ibraim ash-Shashi, Ulama besar saat itu. Pamannya mengajar Ubayd allah dengan sangat baik hingga beliau menyelesaikan pendidikannya, kemudian paman mengirim beliau dan Tashkent ke Samarqand.

Beliau berkata kepada pamannya,”setiap saat aku berjalan untuk mencari ilmu aku menjadi sakit” paman beliau menjawab,” oh Anakku, aku mengetahui tingkatan dirimu saat ini, jadi aku akan memaksa engkau untuk melakukannya, lakukan apa engkau suka. Kamu bebas !”

 

Ubayd Allah menuturkan:

“Suatu hari aku berziarah ke makam Shaykh Abi Bakar al-Kaffal. Aku tertidur dan mengalami suatu penglihatan. Aku melihat Jesus as, Aku segera bersujud dan menciumnya. Beliau mengangkat kepalaku dan berkata,”Oh anakku, jangan bersedih, aku yang mengambil tanggung jawab untuk membesarkan dan mendidik engka,” penglihatan itu berakhir, aku menceritakan mimpi inike banyak orang. Salah satunya adalah seorang yang ahli tafsir spiritual”.

Dia menerangkan sebagai berikut,”Engkau akan menjadi seorang yang ahli dalam pengobatan,” Aku tidak menyukai penjelasan ini Aku berkata kepadanya, “Aku lebih rnengetahui arti dari penglihatan itu : Jesus as melambangkan tingkatan Yang Hidup (Ya Hayy) di dalam pengetahuan spiritual. Barangsiapa yang meraih tingkatan para wali ini akan bergelar Yang Hidup.

Tuhan berfirman di dalam Al-Qur’an sebuah ayat yang mendeskripsikan tentang mereka : “sesungguhnya mereka tetap hidup di sisi Tuhannya dan rnenerima rezki,” (3: 16) dan sejak beliau berjanji untuk mendidikku di jalur ini, ini artinya aku akan mencapai tingkat Hati yang Hidup. Tidak berapa lama kemudian aku menerima tingkatan itu dan Yang Maha Hidup di dalarn hatiku.

Aku melihat Nabi Muhammad saw pada suatu penglihatan yang Agung. Sekumpulan besar keramaian menemani Nabi Muhammad saw, Dia melihat kepadaku dan berkata ,“ Oh Ubayd Allah, angkat gunung itu dan pindahkan ke gunung yang lain.” Aku mengetahui bahwa tidak mungkin seseorang bisa memindahkan gunung, tetapi ini adalah perintah langsung dari Nabi saw. Aku mengangkat gunung itu dan memindahkan ke tempat yang diminta Nabi saw.

Kemudian Nabi saw menatapku dan berkata “aku mengetahui kekuatan itu ada pada dirimu. Aku ingin orang-orang mengetahui dan melihat kekuatan yang engkau emban,” dari sini aku tahu bahwa aku akan menjadi pembimbing banyak orang memasuki jalan ini.

Ketika aku muda aku mencari pertolongan spiritual dari seorang berasal dari suku Turk,” mohon engkau perhatikan aku dan kirimkan pertolongan dalam tujuanku!” orang itu terheran-heran oleh permintaan diriku. Dia berkata,”aku adalah seorang pengembara padang pasir bahkan aku hampir tidak pernah tahu cara membersihkan diriku sendiri.”

Aku berkata,”Aku telah mempelajari bahwa seseorang mesti menghormati setiap orang yang ditemuinya, karena bisa saja dia lah Khidir as dan juga untuk menganggap ibadah setiap malam adalah  seperti malam Lailatul Qadar.” Dia mengangkat tangannya memohon kepada Tuhan untuk diriku dan kemudian aku banyak menerima perhatian Ilahi.

Suatu malam aku melihat Shah Naqshband dating kepadaku dan bekerja di bagian internal diriku. Ketika dia pergi, aku mengikutinya. berhenti dan tensenyum kepadaku. Dia berkata,”semoga Tuhan memberkatimu, wahai putraku. Engkau akan menjadi seseorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi.”

Aku mengikuti pelajaran dari seorang kutub Spiritual, Shaykh Nizamudddin al-Khamush, di Samarqand. Saat itu aku berusia dua puluh dua tahun, aku pergi menuju Bukhara dan kemudian aku menemui seorang yang sangat Arif bernama Shaykh Sirajud Birmisi. Beliau tinggal empat mill dari Bukhara. Ketika aku  mengunjungi beliau, dia menatapku dengan tajam dan menginginkan aku tinggal bersamanya.

Tetapi hatiku mengatakan bahwa aku harus ke Bukhara. Aku hanya tinggal sebentar saja dengan beliau, beliau bekerja siang hari membuat pot dari tanah hat dan di saat malam beliau duduk di ruang ibadah. Setelah menunaikan ibadah malam, beliau akan duduk sampai waktu subuh tiba. Aku tidak pernah melihat beliau tidur saat siang ataupun malam. Aku tinggal beliau selama tujuh hari dan tidak pernah melihat beliau tidur. Beliau adalah seseorang yang sangat maju di dalam pengetahuan internal dan eksternal.

Kemudian aku melanjutkan perjalanan menuju Bukhara, aku bersama Shaykh Jamaluddin ash-Shasi dan Shaykh Alauddin al-Ghujdawani Mereka adalah para pengikut Shah Naqshband, Alauddin Al Attar dan Yaqub Al-Charkhi. Shaykh Alauddin al-Ghujdawani terkadang ketika mengajar akan hilang dan muncul kembali. Beliau sangat santun berbicara. Beliau tidak pernah berhenti berdzikir dan melatih dirinya. Beliau berusia 90 tahun saat itu. Aku sering berkunjung tempat beliau.

Suatu hari aku berjalan kaki menuju makam Shah Naqshband. Ketika aku kembali, aku melihat Shaykh Alauddin al-Ghujdhawani d untuk menemui aku. Beliau berkata,’Aku rasa lebih baik engkau tinggal bersama kami malam ini.”

Kami melaksanakan shalat isya kemudian beliau menyuguhkan makan malam. Kemudian dia berkata kepadaku,”oh anakku mari kita hidupkan malam ini.” Beliau duduk bersila dan aku duduk di belakangnya. Beliau dalam kondisi meditasi dan zikir yang sempurna penglihatan spiritual bahwa orang-orang seperti inisedang berada di hadirat-Nya. Aku kagum pada usia 90 tahun, beliau tidak terhihat merasa lelah. Ketika tengah malam tiba, aku mulai kelelahan.

Aku mulai membuat suara berharap beliau akan memberikan izin untuk berhenti. Beliau tenlihat acuh saja. Kemudian aku berdiri untuk mencari perhatiannya, tetap saja beliau tidak memperhatikan. Aku merasa malu dan duduk kembali. Saat itu juga aku mengalami suatu penglihatan dimana aku melihat beliau menuangkan ke hatiku rahasia pengetahuan kekuatan dan keteguhan. Sejak saat itu, setiap kesulitan datang, aku mampu mengembannya tanpa ada gangguan. Aku menyadari jalan ini berdasarkan dukungan sepenuhnya dan shaykh bagi sang murid.

Beliau mengajarkan bahwa seseorang harus berjuang untuk menjaga kekuatan dan keteguhan ketika berzikir, karena apapun yang engkau dapat dengan mudah, tanpa kesulitan, itu tidak akan membekas pada dirimu, apapun yang engkau dapatkan dengan keringat dari dahimu, itu akan membekas dalam dirimu.

Dalam kesempatan yang lain Shaykh Ubayd Allah menuturkan :

Suatu hari aku mengunjungi Shaykh Qasim at -Tabrizi di Herat. Di sana aku mengikuti cara hidup asketis dengan meninggalkan hal duniawi. Ketika beliau makan, beliau akan memberikan sisanya padaku. Aku kemudian memakannya tanpa berkata apapun. Suatu hari beliau menatapku dan berkata,” engkau akan menjadi orang yang sangat kaya. Aku memprediksinya untukmu.”

Saat itu aku tidak memiliki apapun, ketika aku kembali ke negeriku, aku menjadi seorang petani. Aku mempunyai satu acre tanah dan beberapa sapi. Tidak lama kemudian, prediksi beliau menjadi nyata. Luas tanahku bertambah sehingga aku memiliki banyak tanah dan ternak. Semua kekayaan ini tidak mempengaruhi hatiku. Aku pergunakan semuanya untuk di jalan Allah.

 

Keutamaan Pelayanan dan Perilaku

Kebaikan beliau baik secara pribadi maupun dalam bermasyarat adalah sifat beliau, beliau berkata:

Suatu hari aku pergi ke sekolah Qutub ad-Din as-Sadar di Samar. Aku menemukan empat orang dalam kondisi sakit demam yang sangat tinggi. Aku mulai menjaga mereka, mencuci baju mereka dan memberi makan, sampai aku sendiri akhirnya ikut terjangkit penyakit juga. Tapi hal ini tidak mempengaruhi aku untuk melayani mereka. Demam yang aku alami semakin tinggi dan aku merasa aku akan mati. Aku bersumpah pada diriku sendiri,” biarkan aku mati, tapi biarkan empat orang ini tetap aku layani.” Keesokan harinya diriku sembuh dan mereka tetap sakit.

Menolong dan melayani orang, di dalam pengertian Jalan ini, adalah lebih baik daripada berzikir dan meditasi. Beberapa orang berpikir melakukan ibadah sunnah lebih penting daripada menolong dan melayani orang yang membutuhkan, Dalam pandangan kami bagaimanapun juga bahwa menolong dan melayani masyarakat dan menunjukan rasa cinta kasih kepada mereka adalah lebih baik dari apapun.

Mengenai hal ini, Shah Naqshband sering berkata :

“Kita senang untuk melayani dan bukan dilayani. Ketika kita memberikan pelayanan, Tuhan senang dengan kita dan ini membawa perhatian lebih dari Hadirat Ilahi dan Tuhan akan membuka tingkatan yang lebih tinggi untuk kita. Bagaimanapun juga, dilayani membawa kesombongan dan kelemahan pada hati dan menyebabkan kita menjauh dari Hadirat Ilahi”.

Syaikh Ubayd Allah berkata: “Aku tidak mengambil Jalan Spiritual ini dari buku-buku, tetapi aku mengejarnya melalui pelayanan kepada setiap orang”.

“Setiap orang memasuki pintu yang berbeda. Aku memasuki Jalan Spiritual ini melalui pintu pelayanan”.

Beliau terkenal sangat ketat menjaga prilaku internal maupun eksternal, ketika khalwat maupun bersama orang-orang. Abu Saad Awbahi berkata: “Aku menemani beliau selama 35 tahun, aku selalu bersama beliau, selama itu aku tidak pernah melihat beliau membuang kulit atau biji dari buah-buahan yang dimakan beliau, juga tidak pernah mulutnya terbuka ketika ada makanan di mulutnya. ketika beliau tidur tidak pernah mendengkur. Aku tidak pernah melihat beliau meludah. Aku tidak pernah melihat beliau menyakiti orang. Aku bahkan tidak pernah melihat beliau duduk bersila, beliau selalu duduk bertumpu dengan lutut, dan dengan sikap yang sempurna.

 

Dari Karamah Beliau Tentang Pengetahuan Al-Qur’an Yang Mulia

 

Seperti yang dikutip dari Shaykh Ubayd Allah:

Aku akan memberitahukan suatu rahasia dari berbagai rahasia dari ayat “segala Puji bagi Tuhan Semesta Alam” (1:2) Pujian yang sempurna adalah kepada Tuhan dan dari Tuhan. Kesempurnaan dari pujian adalah ketika seorang hamba memuji Tuhan, dia menyadari dirinya bukanlah apa-apa. Seorang hamba mesti mengetahui dirinya kosong, tidak ada tubuh atau bentuk, tidak ada nama dan tindakan dari dirinya, tetapi dia bahagia karena Tuhan Yang Maha Tinggi, ini menyebabkan Sifat-Nya muncul pada dirinya.

Apakah arti dari firman Tuhan di dalam Al-Qur’an : “ dan sedikit hamba Ku yang bersyukur” (34:13) hamba yang benar-benar bersyukur adalah orang yang bisa melihat kebaikan Sang Pemberi, kepada manusia.

Apakah arti dari ayat, “Dan tinggalkan seseorang yang berbalik dalam mengingat Kami”? (53:29) ini menunjukkan bahwa seseorang yang sedang dalam perenungan yang dalam di Hadirat Ilahi dan telah mencapai tingkat dimana dia tidak melihat sesuatupun kecuali tidak perlu lagi melakukan tindakan untuk mengingat Dia. Jika dia sedang dalarn perenungan yang sempurna, jangan perintahkan dia untuk berzikir karena itu akan menyebabkan kebekuan di hatinya. Ketika dia mengalami tingkatan penglihatan yang total, segala hal adalah gangguan yang akan menghambat tingkatan ini.

Muhyiddin Ibnu Arabi berkata mengenai hal ini: “Dengan mengingat Tuhan dosa bertarnbah, penglihatan dan hati akan terhijab. Untuk tidak melakukan zikir adalah tingkatan yang terbaik karena matahari tidak pernah terbenam.

Maksud dari beliau di sini adalah, ketika seorang Arif sedang berada di Hadirat Ilahi dan berada dalam kondisi penglihatan mutlak akan Ke Esaan Tuhan, saat itu segala hal akan musnah di Hadapan Tuhan Bagi dia zikir akan menjadi gangguan. Seorang Arif hadir di Kehadiran-Nya dan tampak ada di dalam Keberadaan-Nya. Dia telah berada di tingkat musnah di Hadirat Nya, dimana jika dia berzikir Allah, dia akan berada dalam tingkatan tidak hadir dan membutuhkan suatu pengingat bagi dirinya bahwa Tuhan itu ada.

Apakah yang makna dan ayat, “Selalulah bersama orang yang bisa dipercaya”? (9:19). Ini artinya agar kita selalu bersama mereka baik fisik maupun spiritual. Seorang bisa saja duduk secara fisik bersama para pencari kebenaran. Memperhatikan, mendengar mereka. Dan Tuhan akan menerangkan hatinya dan akan mengajarkan dia agar seperti mereka. Dengan menjaga hubungan spiritual dengan para pencari kebenaran, seorang pencari harus terus menerus mengarahkan hatinya kepada hati spiritual mereka.

Para pencari mesti menjaga perkumpulan spiritual itu selalu di hatinya hingga mereka memantulkan seluruh rahasia dan seluruh maqam yang mereka miliki ke hatinya. Dia tidak boleh memalingkan wajahnya kepada apapun di dunia ini kecuali kepada Guru besar yang akan membawa dia ke Hadirat Allah. Cintai dan ikuti para Pecinta. Kemudian kamu akan seperti mereka dan cinta mereka akan memantul kepadamu.

Tentang zikir dengan ucapan “la ila ha ill-Allah”, beberapa guru besar mengatakan bahwa zikir ini adalah zikir orang awam, “Allah” adalah zikir dari orang khusus, dan zikir Huwa adalah zikir dari orang-orang yang khusus dari yang khusus. Tetapi bagiku zikir “la illaha ill-Allah” adalah zikir dari orang yang khusus dari yang khusus, karena zikir ini tidak mempunyai akhir.

Sebagaimana Tuhan adalah Sang Pencipta setiap saat, jadi di setiap saat pengetahuan bertambah bagi para Arif. Bagi para Arif, pengetahuan yang dia dapat sebelumnya menjadi tidak ada artinya ketika dia memasuki pengetahuan baru yang lebih tinggi. Seorang yang Arif menegasikan suatu tingkatan dengan meninggalkannya dan menerima tingkatan yang baru diterimanya. Ini adalah manifestasi dari “la ilaha ill-Allah” bagi hamba Tuhan.

Apakah arti dari ayat,” hai orang beriman, berimanlah (4:136) adalah “oh orang beriman ! engkau di dalam keselamatan” engkau aman karena engkau telah menghubungkan hati engkau dengan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Tinggi dan barangsiapa yang telah menghubungkan hatinya dengan Tuhan pasti mendapatkan keselamatan.

Apakah arti dari ayat “siapakah pemilik Kerajaan hari ini? Hanya Allah yang Esa dan tak Terkalahkan” (40:16) ayat ini banyak mempunyai makna dan penjelasan, tetapi kunci unuk memahaminya adalah bahwa maksud dari Kerajaan adalah hati dari seorang pencari. Jika Tuhan melihat hati dari seorang pencari dengan Pandangannya, kemudian Dia akan menghapus keberadaan dari seluruh eksistensi kecuali Tuhan di dalam hatinya. Ini yang menyebabkan Bayazid berkata, “Maha Agung Aku atas Kebesaran-Ku” dan Hallaj, “Akulah Kebenaran” dalam tingkatan ini hati yang Tuhan telah hapuskan segalanya kecuali Dirinyalah yang berbicara.

Apakah arti dan ayat,”setiap saat Dia mernanifestasikan Dirinya dengan cara yang luar biasa (55:29) ayat ini rnempunyai dua aspek dari keberadaan setelah kemusnahan (Baqa setelah fana).

Pertama, pencari, setelah dirinya menyadari Kebenaran melalui hatinya dan pandangannya telah menguat akan Dzat Yang Unik dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Tinggi, kembali dari stasiun penyangkalan diri menuju stasiun kehadiran yang sempurna. Seluruh indra dari sang pencari akan menjadi wadah bagi Nama dan Kehendak Tuhan. Sang pencari akan menemukan di dalam diri jejak dan atribut surgawi dan atribut duniawi. Dia akan mampu untuk membedakan dari dua tingkatan atribut ini. Dan dia juga mampu untuk mengambil manfaat dari setiap Atribut dan Pengetahuan.

Arti kedua dari ayat itu adalah bahwa pencari spritual menemukan dirinya, di dalam setiap waktu dan bahkan di setiap pecahan terkecil dari waktu, sebuah jejak dari Zat Yang Unik dari Tuhan, yang tidak akan ditemukan di luar tingkat musnah di dalam Pandangan yang Satu. Dari setiap pecahan waktu ke waktu yang lain, dia akan melihat bagian dari tingkatan Zat Ilahi yang Unik dan memahami “keterhubungan” dan semua hal di dalam Kesatuan-Nya. Keterhubungan ini beragam warna dan dampaknya bagi seseoran ini akan dibedakan sesuai dengan saat munculnya.

Tingkatan ini sangat langka dan sedikit dan para wali yang mencapainya. Para Wali yang mencapai tingkat ini di setiap abad adalah mereka yang meraih Kehormatan yang besar dan mereka mengamati makna dari ayat “ Setiap hari Dia memanifestasikan Dirinya dalam berbagai cara yang luar biasa.” (55:29)

Apakah makna dari hadist, “Tutuplah semua pintu yang menghadap mesjidku kecuali pintu Abu Bakar?” Abu Bakar As Shidiq ra berada dalam tingkatan cinta yang sempurna kepada Nabi saw. Semua pintu tertutup kecuali pintu Cinta, yang dilambangkan dengan pintu Abu Bakar As Shidiq ra. Jalan dari para Mursyid Naqshbandi terhubung dengan Abu Bakar as Shidiq ra dan menuju Nabi saw. Cinta kepada Mursyid akan membawa pencari ke pintu Abu Bakar As Shidiq ra yang akan membimbing mereka kepada Cinta Nabi Muhammad saw dan dari Cinta kepada Nabi saw akan membawa Cinta kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan Tinggi.

 

Makna dari Shidiq

 

Shaykh Ubayd Allah al Ahrar menuturkan : “Jika seorang wali yang benar (shidiq), pada saat berjalan di Jalan Tuhan, melakukan kelengahan hanya sekejap, dia kehilangan suatu waktu yang setara dengan seribu tahun. Jalan kita ini adalah sebuah jalan dimana setiap tingkatan berlipat ganda dalam waktu yang sangat singkat disetiap waktu. Satu detik bisa setara dengan nilai seribu tahun.

Ada sebuah kelompok dan muridku, yang telah dilaporkan kepada khalifah sebagai hipokrit. Sang Khalifah dianjurkan,” Jika engkau menghukum mati mereka, engkau akan mendapat pahala karena engkau menyelamatkan orang-orang dari kesesatan” Ketika mereka dibawa ke hadapan Khalifah, dia memerintahkan agar mereka dihukum mati. Sang Algojo mendekat untuk membunuh orang pertama. Temannya berteriak dan berseru “bunuh aku terlebih dahu1u” dan berulang terjadi kepada mereka berempat.

Sang algojo menjadi terkejut. Dia bertanya “kelompok apakah ini? Sepertinya kalian lebih suka untuk mati.” Mereka menjawab “ kami adalah kelompok yang lebih menyukai orang lain dibandingkan diri kami. Kami telah mencapai tingkat dimana setiap tindakan yang kami lakukan, pahala kami akan menjadi berlipat ganda dan pengetahuan spiritual kami bertambah.

Setiap dari kami berusaha hal yang terbaik bisa dilakukan untuk yang lain, walau hanya dalam waktu yang singkat, untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi lagi di hadapan Tuhan,” sang algojo gemetar dan tidak mampu untuk membunuh mereka. Dia pergi menghadap khalifah dan melaporkan tingkatan mereka. Khalifah akhirnya segera melepaskan mereka dan berkata, “jika mereka ini hipokrit, berarti tidak ada lagi orang yang benar (shidiqin) tinggal di muka bumi”

 

Esensi dari Zikir

 

Khaja Ahrar berkata : “Jika seseorang mengabdikan dirinya secara total untuk berdzikir, dia akan mencapai suatu tingkatan, dalam lima atau enam hari, bahwa teriakan dan perkelahian atas seseorang akan terdengar seperti zikir. Hal yang sama berlaku ketika dia berbicara”.

 

Adab dan Shaykh dan Murid

 

Seorang ulama besar menulis surat kepada Shaykh Ubayd Allah, “Jika kamu ingin mendidik siapa saja dari muridmu, silahkan kirim orang dan aku akan mengajar dia.” Beliau membalas, “aku tidak mempunyai murid, tapi jika engkau membutuhkan seorang Shaykh, aku punya banyak”.

“Sufisme meminta kamu untuk memikul beban orang lain dan tidak meletakan beban dirimu kepada orang lain”.

“Waktu yang terbaik dari setiap han adalah satu jam setelah shalat Ashar. Saat itu, seorang murid harus berkembang di dalam ibadahnya. Salah satu ibadah yang terbaik adalah duduk mengevaluasi perbuatan baiknya hari itu. Jika seorang pencari menemukan dirinya baik. Dia mesti bersyukur kepada Tuhan. Jika dia menemukan dirinya melakukan kesalahan, dia harus memohon ampunan”.

“Salah satu ibadah yang baik adalah mengikuti Shaykh yang sempurna. Ikuti dia dan selalu bersama dengan kelompoknya akan membuat sang pencari meraih Hadirat Allah Yang Maha Kuasa dan Tinggi”.

“Bersama kelompok orang yang berbeda mentalitas akan menyebabkan kita jatuh kepada perbedaan”.

Suatu saat Sayidina Bayazid qs duduk dalam suatu asosiasi. Dia menemukan ketidakkompakan di kelompok itu. Beliau berkata “Perhatikan baik-baik disekeliling kamu. Siapakah yang bukan bagian kita?” mereka melihat dan tidak menemukan orang asing beliau berkata,” lihat lagi adakah sesuatu yang bukan dari kita,”

Mereka mencari dan menemukan sebuah tongkat milik orang lain bukan dari kelompok mereka. Beliau berkata,”Buang tongkat itu segera, karena itu memantulkan pemiliknya dan pantulan itu menyebabkan ketidakkompakan”.

Suatu hari seorang sufi bergabung dengan kelompok ulama, Mawlana Zainudin at Tibabi, sang sufi ditanya, “siapakah yang engkau lebih cintai, Shaykh kamu atau Imam Abu Hanifa?” dia menjawab “untuk waktu yang lama, aku mengikuti jalan dari Imam Abu Hanifa dengan sangat hati-hati. Tetapi setelah beberapa tahun, prilaku bijruk di dalam hatiku tidak mau lepas dari diriku. Setelah aku mengikuti Shaykh ku hanya beberapa hari, semua prilaku burukku hilang. Jadi bagaimana bisa aku mencintai Imam Abu Hanifa lebih baik baik dari Shaykhku walau aku sangat menghormati Imam Abu Hanifa?”

 

Hubungan dengan Shaykh (Rabithah)

 

Shaykh harus selalu hadir di setiap keberadaan sang murid yang berpakaian yang baik, bersih dan rapi. Adalah melalui hati sang murid, hubungan hati antara murid dan Shaykh terhubung. Jika dia kotor, akan menjadi sulit bagi sang murid untuk melakukan kualitas

hubungan yang baik dengan Shaykhnya. Untuk alasan itulah Nabi, saw menganjurkan pengikutnya untuk menyisir rambut dan berpakaian terbaik setiap beribadah.

Beliau menuturkan : “Seseorang bisa saja menatap Shaykh Bahauddin Naqshband karena cinta dan rasa hormat. Untuk menghindari pengikutnya kecewa, Shaykh menganjurkan dia untuk melakukan adab yang baik : yaitu untuk memfokuskan kepada satu titik di antara alis mata Shaykh dan untuk menjaga dengan teguh pengetahuan spiritual yang tampak pada Shaykh. Kemudian dia harus menghiasi dirinya dengan kemuliaan dari Shaykh dan dengan ini dia memurnikan dirinya dari prilaku buruk”.

Beliau berkata: “Engkau harus mengosongkan hati dari hal-hal yang tidak penting dan menempatkan diri pada hati Shaykh! Biarkan semua kehendak Shaykh menjadi kehendakmu. Dari Shaykh kamu harus belajar jalan untuk meraih Fana’ di Hadirat-Nya”.

Salah satu dari murid Shaykh Ubayd Allah berkata;

Suatu saat kami sedang duduk bersama beliau dan kernudian beliau meminta tinta dan kertas. Beliau menulis banyak nama. Kemudian beliau menulis satu nama di atas kertas yang lain dan nama itu adalah Abu Said. Beliau mengambil kertas itu dan meletakannya di turban. Kami bertanya kepada beliau, “siapakah dia yang namanya engkau taruh di turban?” beliau menjawab” itu adalah nama seseorang akan dikuti seluruh orang dari Tashkent, Samarqand dan Bukhara. Setelah satu bulan, kami mendengar bahwa Raja Abu Said telah mengambil alih Samarqand. Tidak seorang pun pernah mendengar tentang dia sebelumnya.

Suatu hari Raja Abu Said bermimpi bahwa di mimpi itu dia melihat salah seorang Imam besar Ahmad al-Yasawi, seorang khalifah dari Shaykh Yusuf al Hamadani, meminta Ubayd Allah al Ahrar untu membaca surat pertama dari Al Qu’an, Al-Fatiha dengan niat agar Allah memberikan dukungan kepada Abu Said. Di mimpi itu Abu Said bertanya, ‘Siapakah Shaykh itu?” dan dia diberitahu “Ubayd Allah al Ahrar” ketika dia terbangun, dia masih ingat rupa dan Shakh itu dipikirannya. Dia memanggil salah seorang penasihatnya di Tashkent dan menanyakan kepadanya,”Adakah seseorang yang bemama Ubayd Allah?” dia mejawab “Ya.” kemudian Sultan Abu Said berangkat ke Tashkent untuk bertemu beliau dan dia bertemu dengan beliau di suatu desa bernama Farqa.

Shaykh keluar untuk menemui dia. Sang Sultan mengenali beliau dengan seketika. Hatinya tertarik seketika. Dia turun dari tungganganya dan berlari menuju Shaykh, mencium tangan dan kakinya. Dia meminta Shaykh membaca al Fatiha untuknya. Shaykh berkata,” Oh anakku, ketika kita butuh sesuatu, kita membaca al Fatiha satu kali dan itu sudah cukup. Kami telah melakukannya seperti yang engkau lihat di mimpimu.’

Raja sangat heran bahwa Shaykh mengetahui isi dari mimpinya. Dia kemudian meminta izin untuk pindah ke Samarqand dan Shaykh berkata, “Jika niat kamu untuk menegakkan Aturan Ilahi dari Nabi SAW, maka aku akan bersamamu dan Tuhan akan mendukungmu” sang raja berkata “itu memang niatku” Shaykh berkata “ketika kamu melihat musuh datang untuk melawanmu, bersabarlah, jangan langsung menyerangnya.

Tunggu sampai kerumunan burung Gagak datang dari belakangmu. Kemudian serang.” Ketika saat itu datang dan dua pasukan tentara saling berhadapan, Abu Said menunggu walau saat itu pasukan AbdulIah Mirza yang lebih besar, telah menyerang. Para jenderal memaksa untuk memulai melakukan serangan balasan. Abu Said berkata “tidak, sampai kita melihat burung gagak hitam itu datang, sebagaimana Shaykh telah beritahukan. Maka kita akan menyerang. Ketika beliau melihat burung gagak datang, dia memerintahkan pasukannya untuk menyerang. Kuda Abdullah Mirza terjebak di dalam lumpur. Dia ditangkap dan dipenjarakan. Kemudian Abu Said berhasil untuk menguasai seluruh teritorial.

Dia kemudian meminta Ubayd Allah al Ahrar untuk pindah ke Tashkent dari Samarqand. Shykh Ubayd Allah menerimanya dan pindah bersama seluruh pengikutnya. Beliau menjadi penasihat Raja. Setelah beberapa tahun, Sultan Abu Said menerima kabar bahwa Mirza Babar, keponakan dari Abdullah Mirza, sedang bergerak ke arah Khurasan dengan 100.000 prajurit untuk membalas kekalahan pamannya dan mengambil alih Kerajaan.

Sultan Abu Said melaporkan hal ini kepada Ubayd Allah dan berkata “Kita tidak mempunyai jumlah prajurit yang cukup” Syaykh menjawab, “Jangan khawatir.” Ketika Mirza Babar mencapai di Samarqand, Sultan Abu Said menemui penasihatnya untuk konsultasi, mereka menganjurkan untuk mundur ke Turkistan. Dia bersiap-siap untuk mundur ke Turkistan. Shaykh dating menemui dia dan berkata “Mengapa engkau tidak mengikuti perintahku? Aku telah katakana untuk tidak taku.

Aku sendiri cukup untuk menghadap 100.000 tentara mereka.” Besoknya wabah penyakit mcnyerang pasukan Mirza Babar, menyebabkan ribuan orang mati. Sultan Mirza Babar akhirnya membuat perjanjian damai dengan Sultan Abu Said. Kemudian Mirza Babar meninggalkan Samarqand berrsama pasukan yang tersisa.

 

Tentang Tingkatan Diri Beliau

 

Ketika kita mengambil peran Syaikh, tidak seorangpun dari teman sebaya akan ditemukan sebagai pengikut,. Tetapi itu bukan urusan kita. Hal yang kita perhatikan adalah untuk melindungi orang dari tirani. Untuk itulah tugas kita untuk berhubungan dengan penguasa dan menarik hati mereka, dengan ini kami mengarahkan hati mereka, sesuai dengan apa yang kami harapkan.

Beliau berkata “Tuhan memberikan kekuatan besar untuk mempengaruhi setiap orang yang aku suka. Bahkan jika aku mengirim surat kepada Raja Khata, yang telah menyatakan dirinya Tuhan. Dia akan datang merangkak telanjang kaki kepadaku. Aku tidak pernah menggunakan kekuatan itu, karena di jalan ini, setiap keinginan harus mengikuti Kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa dan Tinggi

 

 

 

 

Wafatnya Beliau

 

Shaykh Ubayd Allah al Ahrar meninggal dunia setelah Shalat Isya pada hari sabtu, 12 Rabiul Awal, 895H/1490M di kota Kaman Kashan, di Samarqand. Melalui bukunya, beliau meninggalkan banyak kumpulan kebijaksanaan yang langka, salah satunya adalah Anas as-salikin fi-t-tasawuf dan al-Urwatu-l-wuthqa li arbaba-l-itiqad. Beliau mewariskan sebuah universitas Islam yang sangat diakui reputasinya dan mesjid yang masih ada sampai sekarang.

Putra beliau, Muhammad Yahya dan banyak orang yang hadir saat beliau menghembuskan nafas melihat cahaya yang sangat terang benderang dari mata beliau dan itu membuat cahaya lilin menjadi redup. Semua orang di Samarqand termasuk Sultan terguncang dengan kepergian beliau. Sultan Ahmad menghadiri pemakaman beliau dengan seluruh pasukannya. Sultan sendiri juga ikut mengangkat keranda Shaykh dan menghantarkanya ke peristirahatan terakhir di dunia ini.

Ubayd Al Ahrar mewariskan rahasia dari Mata Rantai Emas kepada Shaykh Muhammad az-Zahid al-Qadi as-Samarqandi.diambil dari:http://farid.zainalfuadi.net/sanad-emas-ke-20-ubayd-allah-al-ahrar/