Ubaid bin Abdul Malik Banafi'

Syahidul Hal

       “Beliau hidup dengan menjauhi dunia yang fana ini, zuhud dengan apa yang ada di dalamnya, tidak memandang kepada dzat manusia apalagi terhadap apa yang ada di tangannya, kecuali hamba Allah yang shaleh dan ahlubait Rasulullah Saw.

 Maka ia sangat beradab dan menghormatinya. Menampakkan kepadanya kebenaran cinta, menempatkan mereka di hatinya tempat yang tinggi, demi mengharap pahala di sisi Allah yang didapatnya dengan melakukan sebab-sebabnya”

Ahli sejarah, Ahmad bin Muhammad Ba Nafi’ Abu Najmah, dikutip dari kitab “Tarjamah al Syekh Ubaid” Hal. 11.

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah menciptakan sebab, untuk menjaga peninggalan para Syekh yang tercinta, dan kami bersyukur atas nikmat Islam dan cinta kepada orang-orang yang shaleh walaupun kita belum mampu untuk berbuat seperti apa yang mereka perbuat. Memohon kepada Allah agar mencatat kita bersama mereka dan dari golongan mereka serta berada dalam barakahnya, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. “Seseorang itu bersama orang yang dicintainya”. Shalawat dan salam kepada sang tercinta yang dicintai, Sayyiduna Muhammad Saw. Seorang hamba yang sangat dekat dengan tuhannya. Beserta keluarganya yang mulya, para sahabatnya yang kesohor, berikut mereka yang berada di atas ajarannya, menempuh jalannya demi mengharap kerelaan tuhan sekalian manusia, dari hari ini hingga hari akhir.

      Tulisan ini merupakan riwayat hidup ringkas tentang tokoh abad kesepuluh yang mana sosok dan kepribadiannya telah mengharumkan daerah, bermanfaat bagi manusia, kami tuliskan dengan gaya bahasa kami yang bersumber dari manuskrip lama ditulis oleh Ahmad bin Muhammad Ba Nafi’ yang bergelar Abu Najmah, sebagaimana diisyaratkan bahwa beliau menukil dari lembaran-lembaran yang berada di Syekh al Hasan Ba alHaj  Ba Jafir  salah seorang murid dari Syekh Ubaid. Gaya bahasanya sesuai dengan keadaan di zamannya, akan tetapi kami berusaha sebisa mungkin untuk menulisnya dengan gaya yang lebih dipahami oleh generasi kita hari ini, sehingga mereka dapat membaca hakekat dari tokoh-tokoh Islam, tokoh-tokoh sufi, dengan bahasa zamannya. 

        Dalam biografi ini para pembaca akan menemukan hal-hal yang ajaib dan menarik, bentuk kebaikan, orang-orang pilihan, dan beberapa karamat , dari pribadi yang benar-benar memenuhi  apa yang telah mereka tetapkan (janjikan) atas Allah. Apalagi Syekh Ubaid berasal dari daerah yang tidak terjamah oleh ahli sejarah saat ini, untuk mengupas sejarah tokoh-tokohnya. Karena kebanyakan buku-buku sejarah dan biografi perhatiannya hanya sebatas daerah Hadramaut dan sebagian tokoh daerah ibukota seperti Sanaa, Zabid, Aden, dan Abyan, dan lalai dengan daerah-daerah tengah, yaitu daerah antara Aden dan Hadramaut, yang meliputi daerah Dastinah, al Awaliq, al Awadzil, perkampungan al Wahidy, Baihan, Hajar, dan daerah sekitarnya. 

        Daerah ini oleh para sejarawan Hadramaut dinamakan dengan “Arld al Qiblah”. Banyak para pencari ilmu yang berasal dari daerah tersebut, keluar menuju Tarim, Seiyun, dan Iynat, untuk menimba ilmu pengetahuan sekitar abad ketujuh dan kedelapan hingga abad empat belas Hijriyah. Setelah itu mereka kembali ke daerah masing-masing dan menyebarkan ilmunya serta berdakwah mengajak ke jalan Allah. Menghubungkan tradisi dan ibadah antara daerah “Ardl al Qiblah” dan Hadramaut. 

        Kehidupan Syekh Ubaid adalah contoh dari sekian bentuk-bentuk dakwah kepada Allah di daerah al Awaliq dan sekitarnya. Di bawah naungan bendera madrasah Bani Alawy yang bertempat di Hadramaut, khususnya ketika tampilnya sosok Syekh al Kabir Abu Bakar bin Salim Sahib Iynat kepermukaan. Syekh Ubaid memiliki hubungan erat dan sanadnya bersambung kepadanya, sehingga ia bernisbat kepadanya. Bahkan kiprahnya di daerah al Awaliq juga berkat Syekh Abu Bakar bin Salim.

       Salah satu indikator bahwa kharisma dan pengaruh Syekh Abu Bakar bin Salim dalam era ini melampaui lainnya, khususnya di daerah Ardl al Qiblah, adalah kemampuan keturunan dan murid-muridnya menguasai daerah yang dihampirinya tanpa menggunakan senjata maupun harta. Melalui isyaratnya sebagian muridnya ada yang menguasai daerah Yafi’. Dan sultan daerah Yasybum Solah bin Baqib berpindah dari Ibukota kesultanan Yasybum menuju Nisab, hal tersebut karena kharisma dan pengaruh Syekh Ubaid bin Abdulmalik yang besar di daerah al Awaliq. Mengenai hal ini terdapat ungkapan Sultan tentang Syekh Ubaid, mengakui akan maqom Syekh dan kharismanya. “Tidak dapat berkumpul dua buah pedang dalam satu sarung (pedang)”. 

       Banyak dari pengikut Syekh Abu Bakar bin Salim dan keturunannya yang berkiprah di daerah Ardl al Qiblah baik dalam posisinya sebagai penguasa daerah, penguasa kerohaniaan dan kejiwaan terhadap kabilah dan daerah. 

       Syekh Ubaid mengokohkan keberadaan madrasah dan tarekat keluarga Ba Alawy di daerah al Awaliq, mengutus puluhan orang dari penghuni daerah tersebut, berikut kabilahnya keluarga Ba Nafi’, untuk menimba ilmu ke Hadramaut, dengan itu perkembangan tarekat keluarga Ba Alawy semakin lancar, banyak dari mereka yang menjadi alumni dari para Syekh di Tarim, Iynat, Seiyun, Ghurfah, dan Masilah. Mereka kembali ke tempat asalnya dengan kebajikan yang berlimpah berikut madad yang besar. Mereka berpencar di Yasybum, Shaied, Nisab, Ahwar, al Mahfad, dll. Mengemban amanah sebagai hakim, pengajar, imam, khatib dan pendamai hubungan antar sesama. 

SEKILAS TENTANG DAERAH AL AWALIQ TEMPAT SYEKH UBAID 

     Al Awaliq adalah bagian dari daerah di Yaman, daerah ini merupakan komunitas dari kabilah bangsa Arab, dari arah utara terhampar mulai dari teluk India hingga daerah “Qisab Baihan”, dari arah barat terdapat daerah al Awadil, dan dari arah timur terdapat daerah al Wahidy.

    Daerah al Awaliq terbagi menjadi dua bagian : al Awaliq al Ulya : Ibukotanya adalah Nisab, dan al Awaliq al Sufla : Ibukotanya adalah Ahwar, mereka menempati daerah pedataran, di antara kotanya adalah al Mahfad, al Haq, dan Labahkhah. Sumber pencaharian penduduk al Awaliq adalah bercocok tanam dan mengembala kambing, mereka disatukan oleh ikatan kesukuan, khususnya kabilah-kabilah di daerah-daerah lama. Daerah al Awaliq terkenal dengan keberaniaannya yang luar biasa dan obsesinya yang tinggi serta antusiasme mereka kepada kebaikan, serta keinginannya belajar ilmu jika menemukan seorang yang memiliki gaya dakwah yang cocok. Daerah al Awaliq termasuk daerah yang seluruh penghuninya menganut dakwah “Alu al Bait al Nabawi” di Hadramaut sejak munculnya ke permukaan. Mereka ikut andil dalam menyebarkan, melindungi tokoh-tokohnya, menyambut keturunan yang mendatangi daerahnya, dengan penghormatan yang tinggi, hal itulah yang membuat banyak dari keturunan dari “Alu al Bait al Nabawi” mendiami tempat tersebut dan berinteraksi dengan penduduknya. 

    Banyak buku-buku biografi dan sejarah yang mengindikasikan adanya hubungan erat ini, khususnya buku yang yang pembahasannya terfokus terhadap masalah ini seperti kitab “al Syamil” karya Sayyid Alwi bin Tahir, “Badhai’ al Tabut” karya Sayyid Abdurrahman bin Ubaidillah, “al Mawahib wal Minan” karya Alwi bin Ahmad bin al Hasan al Haddad,  dalam kitab “al Tharf al Ahwar fi Tarikh Mikhlaf al Ahwar” masalah ini dipaparkan dengan panjang lebar .

    Adapun kota Yasybum, tempat kelahiran Syekh Ubaid dan tempat berkembangnya termasuk kota lama dalam sejarah, tercantum dalam catatan kuno. Termasuk daerah yang dikenal dengan kota perdagangan, dihuni oleh komunitas manusia sejak dulu. Di antara mereka adalah masyayekh keluarga Ba Nafi’, kabilah dari Syekh Ubaid, di mana generasinya masih ada hingga kini, kemudian pada abad kedua belas Hijriyah ditempati oleh keluarga al Jufri hingga jumlah yang besar, keturunannya menyebar ke tempat lain dan mendapatkan kedudukan yang berharga dan penghormatan yang tinggi. Generasi awal mereka menorehkan tinta emas dalam suri tauladan yang baik, hingga sikap dan ketetapannya dapat menjadi jembatan antara negara, kabilah dan rakyat. 

    Orang pertama yang mendatangi daerah al Awaliq dari mereka adalah Sayyid Alwi bin Ali bin Ahmad bin Alwi bin Abdurrahman al Jufri yang terkenal dengan “Maula al Arsyah” murid dari Syekh Abu bakar bin Salim yang di makamkan di Taris. Dengan kedatangannya ini, beliau telah memulai adanya maqam dan kemulyaan yang sangat bernilai untuk generasi keturunannya. Pengarang kitab “al Tarikh al Mu’tamad” , menyebutkan : “Hal tersebut membuahkan pangkat yang agung, kehormatan yang besar di hati para kabilah, hingga tongkat dan dzabalah  dari pakaian menjadi Khafir , apalagi salah satu dari anak keturunannya. 

    Adapun peran keluarga Ba Nafi’ terhadap keluarga Saadah al Jufri merupakan penguat dan penopang dalam setiap hal, dalam rangka mencintai datuknya, mengabdi kepada daerah, rakyat dan menjalankan syariat yang lurus. 

SEKELUMIT TENTANG SILSILAH NASAB BA NAFI

    Masyayekh keluarga Ba Nafi yang berada di daerah al Awaliq bernisbat kepada Bani Umaiyah, hal itu sesuai dengan catatan yang disimpan oleh mereka, diantaranya yang terpenting adalah tulisan dan naskah Syekh Ahmad bin Muhammad bin Abu Najmah, yang merupakan sumber utama hingga saat ini tentang kejelasan silsilah keturunan Ba Nafi’, secara ringkas isinya sebagai berikut : 

      Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang. 

Segala puji bagi Allah SWT, untuk mengetahui siapa yang berada pada catatan ini, aku menemukan tulisan orang yang mendengar dari kakek al Alim al Allamah Abdulmalik bin Abdullah al Makhramy Ba Nafi’, dan aku temukan juga tulisan al Faqih Abdullah bin Ali bin Abdulalim bin Abdulmalik bin Abdurrahman Ba Nafi’, ia berkata :  

    Telah aku temukan catatan nasab yang ditulis oleh al Faqir Abu Bakar bin al Faqih Ali bin Abdulalim Nafi’, bahwa nasab kelurga Nafi’ kembali kepada Bani Umaiyah. Diriwiyatkan pula oleh al Syekh al Kabir al Qutb al Syahir Ubaid bin Abdulmalik –semoga dengan barokahnya Allah memberikan manfaat- amin. Demikian pula apa yang didengar oleh al Faqir Ilallah Ahmad bin Muhammad Abu Najmah dari al Habib Ahmad bin Muhammad al Muhdlar di Ghuirah. Lembah Dauan, dan dari al Habib Ahmad bin Hasan al Attas di Huraidlah, bahwa keluarga Ba Nafi’ nasabnya kembali kepada al Syahid Ustman bin Affan. 

    Begitu pula menurut Syekh Bin Abu Najmah dari keterangannya yang diperoleh dari al Sayyid Salim bin Ahmad bin Ali bin Umar al Muhdlar, sebagaimana berikut : 

Umaiyah bin Abdussyams bin Abdumanaf bin Qushai bin Qilab besambung dengan Rasulullah Saw. Di Abdumanaf, yaitu Sayyiduna Ustman bin Affan bin al Asyh bin Umaiyah bin Abdussyams bin Abdumanaf, dari situlah nasab keluarga Ba Nafi’ bermula. 

    Penulis silsilah keturunan ini berkata : mereka berasal dari Khurasan, menurut riwayat mereka keluar ke Hadramaut terdiri dari tiga saudara. Kemudian berpindah ke sebuah tempat yang bernama Amd. Salah seorang dari mereka menetap di tempat itu. Dan di Hijrain mereka dikenal dengan keluarga Ba Nafi’. Yang kedua dari mereka mendiami daerah Yasybum di situ ia memiliki pengaruh yang besar dan terkenal dengan gelar ini, ia adalah datuk mereka dan datuk dari keluarga al Haq yang keduanya sekarang dikenal dengan nama “keluarga Ali bin Abubakar” datuk “keluarga Ali bin Hasan” yang mendiami lembah Abdan. 

    Urutan nasabnya adalah sebagai berikut : Syekh al Murabby Ubaid bin Abdulmalik bin Abdrurrahman bin Muhammad bin Abubakar bin nafi’ bin Muhammad bin Abubakar bin Nafi’ bin Ibrahim al Umawy, ini menurut apa yang tertera dalam naskah asli dalam sisilah nasab Ba Nafi’ . Sedangkan ibunya Fatimah binti Ali dari kabilah yang dikenal dengan nama keluarga Ba Dabij yang tinggal di ujung daerah Yasybum . 

    Silsilah Ba Nafi telah kami paparkan dalam kitab kami “al Tharf al Ahwar fi Tarikh Mikhlaf Ahwar” berupa pembahasan yang panjang dan mencakup sebagian catatan-catatan dan naskah tentang nasab. 

KELAHIRAN DAN PERKEMBANGANNYA 

    Syekh Ubaid lahir di lembah Yasybum dalam lingkungan keluarga masyayekh yang memiliki ilmu, kedudukan dan kedermawanan. 

Diasuh oleh keluarganya dan didorong untuk belajar al Quran, adab, akhlak yang terpuji, menghormati para wali yang shaleh, dari itulah disebutkan : Bahwa beliau semenjak kecil telah menghadap kepada Allah dengan jiwa dan raganya, sibuk dengan ketaatan dan ibadah-ibadah sunnah, dzikir dan shalat. Indikator dari kebenarannya dalam menghadap Allah adalah bahwa beliau setiap bulan ramadlan menghatamkan dua kali alquran. Beliau cenderung dan senang belajar, mengkaji kitab-kitab keilmuan, kitab tafsir dan keilmuannya. Hingga riwayat menyebutkan bahwa beliau membaca tafsir Imam al Baghawi sebanyak lima puluh kali serta mengkajinya. 

    Mengenai kitab tasawauf dan kerohanian, beliau sangat antusias dalam membaca dan mempelajarinya khususnya ketika beliau sudah menginjak  usia tua di antara kitab itu adalah “al Risalah al Qusyairiyah” “Raudl al Rayahin” “al Irsyad” keduanya milik Bin As’ad al Yafi’ie dll. 

    Beliau senang mendengarkan suara sama’ (nasyid dsb), menghadiri hadrah dzikir sejak  kecil, hingga beliau melakukan  usaha yang maksimal untuk melestarikan dan menghidupkannya. dengan mengumpulkan banyak orang untuk pelestarian itu. 

    Kepriabadiannya cenderung dengan akhlak yang terpuji dan interaksi yang baik. Dengan orang-orang khusus maupun dengan orang awam. Hingga banyak orang yang menyukainya dan sangat menghargainya. Adapun dalam birrulwalidain dan melayani kedua orang tuanya sangat tinggi dengan keikhlasan dan lemah-lembut terhadap mereka. 

    “Beliau hidup dengan menjauhi dunia yang fana ini, zuhud dengan apa yang ada di dalamnya, tidak memandang kepada dzat manusia apalagi terhadap apa yang ada di tangannya, kecuali hamba Allah yang shaleh dan ahlubait Rasulullah Saw. Maka ia sangat beradab dan menghormatinya. Menampakkan kepadanya kebenaran cinta, menempatkan mereka di hatinya tempat yang tinggi, demi mengharap pahala di sisi Allah yang didapatnya dengan mengerjakan sebab-sebabnya” . 

Sejak kecil beliau berbeda dengan apa yang biasa dialami oleh anak masyayekh dan pemuka kabilah, ia menampakkan dirinya dengan jalan kefakiran kepada Allah dengan tawadu’, adab, memenuhi hak, hal itu ketika beliau menyadari akan keadaan dirinya dan dalam mengendalikan nafsunya. Hingga ia tidak memiliki ketertarikan kepada perempuan dan tidak beristri. Akan tetapi beliau memerintahkan para sahabat dan orang yang minta pertimbangan kepadanya untuk kawin dan membantu mereka untuk hal itu, agar mereka terjaga dari hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh agama . 

    Salah satu dari keajaiban dari Syekh ini adalah pengaruh dari tawajjuhnya kepada Allah tampak pada lingkungan yang kebanyakan penghuninya bercocok tanam dan bertani, beliau juga bekerja seperti halnya masyarakat, akan tetapi tentunya dengan perbedaan hal, tabiat dan kebiasaan. Mengenai hal itu beliau berkata saat itu : “Suatu saat aku berpuasa dan bekerja, dan aku berniat untuk melanjutkannya beberapa hari sebagai mujahadah terhadap nafsu, saat itu aku sedang bercocok tanam di saat musim menanam gandum dan bibitnya serta pekerjaan masna , sejak dari fajar hingga malam, aku tidak mungkin untuk duduk (beristirahat) walau sesaat. Saat itu aku bersama dengan orang-orang dan mereka tidak mengetahui keadaanku serta keberadaanku di antara mereka, tidak melihatku kecuali seperti mereka. Dan nafsuku menuntutku untuk meminum air dan bajuku adalah dalq – jurm - dan mengejangkan pinggangku dengan keras, sedangkan atam  air mengikuti, aku terus mencegah (nafsuku untuk minum) hingga aku putus asa, saat itu aku melihat sesuatu keluar dari mulutku hingga terjatuh ke air . 

    Jiwa Syekh Ubaid senantiasa berpetualang dan merambah kepada tempat-tempat mulya, amal perbuatan yang shaleh hingga berpengaruh dalam keadaan tidur melalui mimpi-mimpinya yang benar, di antaranya : mimpinya bersama para tokoh salaf yang shaleh yang kesohor pada zamannya atau sebelumnya. Dalam hal ini beliau berkata: “Aku melihat seakan diriku berada di antara tuan dan guruku dari Saadah, para masyeyekh yang mulya, Syekh al Kabir Abdullah bin Abubakar al Aidrus, berikut saudaranya Syekh Ali bin Abubakar al Sakran, aku merasa seakan anak dari Syekh Ali tanpa keraguan sedikitpun pada diriku terhadap hal itu. Dan aku merasa tentram tidak mempunyai orang tua seperti beliau. Beliau berkata kepadaku : “Peganglah tangan saudaramu, yaitu Syekh Abu bakar bin Abdullah al Aidrus, kemudian aku pegang tangannya, berjalan di antara keduanya, kemudian mereka berdua mengikuti jejak-jejak kami”.    

    Mimpi seperti ini dan hal lainnya sangat berpengaruh terhadap kejiwaan Syekh Ubaid, merupakan pendorong yang kuat untuk pergi ke Hadramaut untuk bertemu dengan keturunan yang tersisa dan tokoh-tokoh tersebut. 

    Dalam naskah makhtut (masih tulisan tangan) tentang biografinya juga disebutkan : Diceritakan bahwa Syekh Ubaid dan Syekh Rabi’ bin Umar di awal perjalanan kerohaniannya, merantau ke Hadramaut dengan kaki tawakal, untuk mengunjungi Syekh Ma’ruf Ba jammal, Muallim Ba Jabir, Muhammad Ba Abbad dan lainnya. Saat itu Syekh Abubakar bin Salim keadaannya masih khumul (tidak tampak dalam masyarakat), beliau sering berburu hewan di daerah-daerah badui.

Ziarah ke Makam Nabi Hud AS

        Dalam naskah juga disebutkan : Setiap memasuki bulan rajab  Syekh Rabi dan Syekh Ubaid ziarah ke makam Nabi Hud as. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad Saw. Sebelum ziarah mereka mampir di G

hurfah tempat Ba Abbad, kemudian setelah itu mereka menuju Tarim bersama dengan rombongan yang akan ziarah ke makam Nabiyullah Hud as.

    Penulis naskah mengindikasikan bahwa dalam ziarah tersebut Syekh Rabi’ dan Syekh Ubaid mulai mengenal sosok Syekh Abubakar bin Salim. Yang mana saat itu beliau masih berada dalam keadaan khumul (menyepi), saking seringnya ziarah ke Hadramaut maka peluang untuk belajar dan menimba ilmu pengetahuan dari para Syekh di Hadramaut semakin terbuka. 

GURU DI AWAL PERJALANAN SULUKNYA. 

    Syekh Ubaid mengambil faedah dan menimba ilmu dari banyak Syekh yang agung. Hal itu menimbulkan pengaruh yang kuat dalam membina naluriahnya, meluruskan niat serta meningkatkan semangatnya. Khususnya di awal perjalanan menimba ilmu pengetahuan dan menempuh jalan akhirat, guru-gurunya antara lain : 

-    Syekh al Shufi Rabi’ bin Umar 

Beliau adalah salah seorang Syekh yang di kagumi oleh Syekh Ubaid, beliau menemuinya di penghujung daerah al Awaliq dan belajar kepadanya, senantiasa mengikuti jejaknya, ketika menyimak dari Syekhnya tentang figur para Syekh dari keluarga Ba Alawy di Hadramaut, kecintaan dan  keinginaan untuk bersama mereka semakin tinggi, begitu pula ia semakin aktif untuk berkunjung, belajar dan mengharap madad dari mereka. Syekh Rabi’ tampil ke masyarakat dengan mengajar suluk, bimbingan kerohaniaan di daerahnya setelah belajar di Hadramaut dari beberapa Syekh yang pernah di temui dalam perjalanannya. Antara lain : Syek Salim Ba Amir dari Ghurfah, Syekh Allamah  Ibrahim bin Abdullah Ba Harmaz. Beliau banyak mengambil pelajaran darinya. 

    Syekh Rabi membimbing Syekh Ubaid, dan menjadikan orang terdekatnya. Firasatnya mengatakan akan kebenaran keinginan Syekh Ubaid dan kehausannya kepada tarekat, beliau bersama saudaranya Ahmad bin Abdulmalik sama-sama belajar kepada Syekh Rabi’ . 

-    Syekh al Shufi Ma’ruf bin Abdullah Ba Jammal 

Beliau adalah Syekh al kabir yang terkenal dengan Abu Muhammad Ma’ruf bin Abullah bin Muhammad al Muadzin bin Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Abu Jammal, nisbatnya kembali kepada kabilah “keluarga Ba Jammal”  yang terkenal di Hadramaut.  

-    Syekh Ahmad Bal Wa’ar al Afif 

Beliau adalah awal yang di makamkan di pemakaman Hijrain, termasuk dari tokoh besar dan para wali, dikatakan bahwa Syekh Said al Amudy mengawini putrinya. di karenakan sang putri terbiasa dengan ayahnya ia melihat Syekh Said tidak giat dalam shalat malam, dari itulah ia kembali kerumah ayahnya dan berkata : “Inikah yang menurut ayah memiliki maqom dalam bangun malamnya?” Sang ayah berkata : “Kembalilah kepadanya dan lihat apa yang ia lakukan pada malam harinya”. Beliau kemudian mengirim utusan untuk membawa kabar darinya. Sang putri berkata : “Ketika menjelang fajar ia bangun untuk shalat, kemudian duduk dan berkata : “aku…aku..aku….sekian kali,” ketika kabar tentang Syekh Said sampai kepada Syekh Ahmad bin Said Bal Awar ia berkata kepada putrinya : “Maqam inilah yang belum kita capai..", hal tersebut merupakan isyarat bahwa Syekh Said menjawab panggilan :”Adakah dari hambaku yang minta ampunan? Adakah dari hambaku yang bertaubat? …”.

Syekh Ahmad juga memiliki doa yang di amalkan oleh penduduk Hijrain dan orang-orang yang mengaguminya, dibaca saat menghatamkan al Quran, kami menemukan dalam bentuk tulisan di salah seorang Masyayekh dan keluarga bin Afif, yang pernah kami tuliskan secara singkat tentang doa tersebut. Beliau meninggal pada malam kamis tanggal 5, bulan Rabi’ al Stani tahun 632 H. 

- Syekh Ibrahim bin Abdullah Ba Harmaz 

      Syekh Ubaid mengambil pelajaran yang tidak sedikit dari Syekh Ibrahim, yaitu ketika beliau bersama gurunya Syekh Rabi’ bin Umar berkunjung ke Hadramaut, Syekh Ibrahim juga memberikan Ijazah, talbis, dan pertemuan kepada Syekh Ubaid, hal itu disebutkan oleh Syekh al Hasan bin Ali Bal Hajj Ba Jafir dalam tulisannya mengenai riwayat hidup Syekh Ubaid, ia berkata : “Sesungguhnya Syekh Ba Harmaz pernah berkata kepada Syekh Ubaid dalam beberpa pertemuan tentang mujahadah nafsunya : “Selama 30 tahun ini tidak pernah terkatup (terpejam) karena ini” yaitu kedua matanya, isyarat tentang tidak dapat tidur kerena dzat Allah, kemudian ia berkata : “Wahai Ubaid, ini bukanlah pujian, sesungguhnya ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang salaf”. Penyusun manakibnya berkata : Syekh Ubaid ini adalah sosok yang terus beribadah dan mujtahid .  

-    Syekh Ahmad bin Abdullatif Ba Jabir, “Shahib Andal”  

Beliau adalah salah seorang dari Syekh Agung yang tersohor dan mempunyai pengaruh yang besar, serta maqom yang tinggi di daerah sekitar Hadramaut, khususnya di lembah Dauan, beliau terkenal dengan kedermawanan dan murah hati, memiliki kehormatan dan jalan hidup yang baik, turut serta dalam aktivitas-aktivitas kebajikan, menyebarkan ilmu pengetahuan dan seluruh waktunya digunakan untuk berdakwah kepada Allah. 

     Syekh Ubaid belajar kepadanya di sela-sela kunjungannya ke Hadramaut yang berulangkali melalui isyarat gurunya Syekh Rabi’ bin Umar, terkadang Syekh Ubaid berada di rumah Syekh Ahmad Andal sampai sebulan atau dua bulan . 

      Menurut penulis biografinya dalam naskah berbentuk tulisan : “Di antara gurunya adalah Syekh al Muhaqqiq Ahmad bin Abdullatif Ba Jabir Shahin Andal, beliau mendapatkan manfaat yang besar darinya, ketika beliau meminta tahkim dijawab : “Aku tahkim dirimu dalam kitab dan sunnah” Syekh Ubaid berkata : “Aku tidak mampu untuk mengemban hal tersebut kerena masyarakat di daerahku orang badui, bercocok tanam, dan orang tidak mengerti apa-apa” kemudian beliau mentahkimku dengan semampuku, akupun mengemban amanah tahkim semampuku sesuai dengan kitab dan sunnah . 

- Syekh Abdul Ghaffar Ba Nafi’

    Beliau berasal dari daerah Yasybum yang banyak ditempati orang-orang shaleh, memperhatikan Syekh Ubaid semenjak dari kecilnya, beliau berfirasat tentang kesuksesan dan kewaliannya. Hal itu disebutkan dalam biografinya Hal. 23 yang membahas seputar perihal masa kecil dan mudanya, antara lain sebagai berikut : “Di awal suluknya beliau membawa kayu bakar yang di letakkan di atas kepalanya menuju ke lapangan desa, pada suatu hari Sultan Solah bin Baqib yang ketika itu bersama dengan al Faqih Abdul Ghaffar Ba Nafi’ berkata : “Wahai Faqih Abdul Ghaffar,apakah engkau tidak melihat kepada anak dari Faqih Abdul Malik melakukan hal ini, ia mengecewakan ayah, keluarga dan merendahkannya, ia membutuhkan adab", kemudian Syekh Abdul Ghaffar berkata : “Wahai Solah, anak ini akan memiliki kharisma yang besar, jika kita masih diberi umur panjang maka kita akan hidup dalam barakahnya”. Kemudian Allah mengabulkan perkataan al Faqih Abdul Ghaffar, sehingga ia bersama dengan sultan solah berikut penghuni timur dan barat berada dalam barakahnya. 

Dilanjutkan : “Syekh Ubaid memerangi nafsunya dengan keadaan ini, hingga daulah dan penghuninya menjadikannya sebagai pengemban qada’. Beliau melalui kehidupannya dengan khumul hingga akhir hayatnya. Kemudian beliau di bolehkan untuk tidak memegang qada’ lagi, sehingga dapat konsentrasi dalam beribadah, setelah itu melakukan perjalanan untuk meminta tahkim .

-    Syekh Abdurrahman bin Ahmad Ba Abbad. 

Penulis biografinya mengatakan seputar sosoknya  sebagai berikut : “ Beliau adalah Syekh al Kabir al Salik al Nasik al Mujahid al Zahid sisa dari hamba Allah yang zuhud, beliau adalah rahmat bagi sekalian alam Wajihuddin Abdurrahman bin Ahmad Abbad . Hubungan Syekh Ubaid dengan beliau bermula dari sela-sela kunjungannya ke Ghurfah Ba Abbad, beliau belajar darinya, mendapatkan ijazah, talbis, dan kebenaran cinta, beliau adalah seorang Syekh yang agung dan figur suri tauladan. 

     Mengenai jalinan hubungan keduanya penyusun riwayat hidupnya berkata : “Di antara Syekh Ubaid dan Syekh Abdurrahman terdapat mujalasah dan inayah semenjak lama. Tampak pada diri Syekh Ubaid kemurnian cinta dan jalinan yang erat, beliau berada di rumahnya sampai sebulan dan dua bulan bahkan tiga bulan disertai gurunya Syekh Rabi’, waktu-waktunya merupakan kebagaian dan ketentraman yang tiada terkira dengan keutuhan cinta yang tidak retak. 

      Perasaannya menyatakan tentang halnya, muncullah perasaan yang seakan-akan bersumber dari satu hati, hal tersebut disebabkan oleh kemurnian cinta. Adapun kebiasaan dari Syekh Abdurrahman Ba Abbad adalah ketaatan dan mujahadah dalam beberapa ibadah, membaca ratib, wirid dan berdoa untuk sekalian umat Islam, menyenangi orang-orang pilihan, sosoknya terkesan khumul, berpuasa, semua waktunya hanya untuk beribadah, beliau pernah ditanya tentang hal itu dan bekata : “Aku berkata kepada nafsuku jaraknya tidak jauh, sabarlah hari ini wahai nafsuku, karena aku tidak tahu apa yang akan terjadi malam ini, bangun malamlah kerena aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, beliau menjalani dengan keadaan seperti ini, mengekang dirinya di masjid disertai bacaan alQuran, dzikir, wirid, hingga beliau memiliki kedudukan yang agung .     

-    Syekh Abu Bakar bin Salim “Sahib Iynat” 

Syekh Ubaid mengenal Syekh Abu bakar bin Salim sejak lama, yaitu sebelum beliau terkenal dan tersohor. Mengenai hal ini dalam biografinya yang berbentuk tulisan tangan Hal. 25 menyebutkan bahwa Syekh Ubaid sering berkunjung ke Hadramaut khususnya ketika berziarah ke makam Nabiyullah Hud as. Yang disertai oleh Syekh Rabi’ bin Umar. Syekh Abu Bakar bin Salim saat itu masih dalam keadaan khumul.

      Tatkala figur Syekh Abu Bakar bin Salim muncul kepermukaan  dengan kedudukannya yang tinggi, serta kedudukan Syekh Ubaid juga agung dan kesohor di daerahnya, maka kunjungannya kepada Syekh Abu Bakar bin Salim terus berlanjut. Kunjungan pertamanya bersama rombongan sahabatnya yang disebutkan dalam manuskrip biografinya sebagai berikut : “Setelah hati Syekh Ubaid dipenuhi dengan kecintaan kepada kepada Ahlul Bait yang berdiam di Hadramaut, beliau melakukan perjalanan dari Yasybum bersama dengan muridnya al Ghazali bin Abdullah al Ghazali, serta pelayannya Mursyid dan Salim bin Fadil serta al Hasan bin Ali Bal Haj Ba Jufair, mereka mampir di daerah Ghurfah tempat gurunya Syekh Rabi’ bin Umar, berdiam di situ karena belum mendapat izin untuk pergi ke Hadramaut, tatkala Syekh Rabi’ mengetahui tentang keinginan Syekh Ubaid untuk pergi ke Hadramaut, serta kebenaran niatnya lantas beliau mengizinkannya untuk pergi, dan berkata : “Pergilah kamu dan saudaramu yang lain merantau ke Hadramaut, dan belajar kepada Syekh Abu Bakar bin Salim”. 

       Syekh Ubaid beserta rombongan menuju Hadramaut hingga sampai di kota Tarim di mana saat itu terdapat banyak tokoh dari para Asyraf dan Saadah, sekalibar Syekh Ahmad bin al Husain bin Abdullah al Aidrus, Syekh Ahmad bin Alwi Ba Jahdab, al Faqih Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abu Bakar al Sakran, Syekh al Faqih al Alim al Amil Husain bin Abdullah Ba Fadhal. Selama berada di Tarim SyekhUbaid beserta rombongan yang lain belajar kepada tokoh-tokoh tersebut, hingga masuk bulan ramadlan pada tahun itu, mereka berada di Tarim dalam kebahagiaan dan hati yang terang. Pada bulan Ramadlan beliau beserta rombongan menuju ke kediaman Syekh Abu Bakar bin Salim di Iynat. Di sana mereka disambut dengan hangat sesuai dengan maqam mereka. Dalam pertemuannya dengan Syekh Abu bakar bin Salim, Syekh Ubaid mendapat ketentraman dan kelapangan. hal itu merupakan awal pertemuannya dan awal kesepadanan di antara keduanya. Mereka berdua berada dalam mudzakarah hingga mendekati waktu Ashar, setelah itu Syekh Ubaid minta izin untuk kembali ke daerahnya bersama rombongan yang lain. Syekh Abu Bakar bin Salim mengizinkannya, kemudian mereka berangkat sebelum berbuka. 

       Setelah kepergian Syekh Ubaid dan rombongan, salah seorang dari keluarga Syekh Abu Bakar bin Salim ada yang menyayangkan kenapa diizinkan pergi sebelum berbuka, beliau merasa berat dengan hal tersebut. Pada malam itu beliau bermimpi didatangi Syekh AbdulQadir al Jailani dan beberapa orang-orang shaleh seraya berkata : “Janganlah kamu merasa berat dengan kejadian itu, sesungguhnya keinginan dari tujuan perjalanannya telah mereka dapatkan bahkan lebih dari yang mereka inginkan”. Kemudian Syekh Abu Bakar bin Salim menulis surat kepada Syekh Rabi’ bin Umar dan memberitahukan tentang mimpinya tersebut, maka bergembiralah mereka dengan kabar gembira tersebut. 

      Pada ziarahnya yang lain, Syekh Ubaid ingin berada di Iynat untuk senantiasa berada dekat dengan Syekh Abu Bakar bin Salim, beliau berkata : “Wahai Ubaid, hendaklah engkau berada di daerahmu dan menjadi penerang dari kegelapan, adapun Hadramaut tidak membutuhkan sinarmu”. Atas dasar itu Syekh Ubaid kembali ke daerahnya, menghidupkan agama dan memakmurkan dengan bacaan al Quran, ilmu, ratib, dan wirid. Sehingga banyak dari orang-orang shaleh dan ulama dari Hadramaut, daerah Yaman dan daerah bagian timur yang mengunjunginya, berkat jasanya muncullah di daerahnya 40 orang Alim dan membangun masjid-masjid . 

      Dalam perjalanannya yang lain ke Hadramaut, beliau bertemu dengan Syekh Abu Bakar bin Salim di Seiyun. Mengenai hal ini disebutkan dalam manakib Syekh Ma’ruf Ba Jammal yaitu “Mawahib al Rauff” sebagai berikut : “Dikabarkan kepadaku oleh  Syekh al Shaleh al Wali Ubaid bin Abdulmalik Ba Nafi’ al Yasybumi, beliau berkata : “Aku di timpa rasa sakit yang amat sangat pada tanganku, kemudian aku menyebut nama tuanku Syekh Abu Bakar bin Salim semoga Allah memberikan manfaatnya. Berkat itu, Allah memberikan kesembuhan. Beliau banyak menyanjung sosok Syekh Abu Bakar bin Salim dan sering menyebutnya, beliau berkata : “Sesungguhnya beliau (Syekh Abu bakar bin Salim) adalah kutub pada zamannya” sebagian hadirin berkata :”Aku bersaksi bahwa beliau adalah kutub” Syekh Ubaid menimpali : “Aku bersaksi bahwa beliau adalah imam dari para kutub” peristiwa itu terjadi pada Jumadal Awal tahun 986 di rumah Syekh Abu bakar bin Salim di Seiyun. Syekh Ubaid juga menjalin silaturrahmi dengan para Syekh dan penempuh jalan akhirat di beberpa daerah di Yaman, Dastinah, Ahwar, Dzahir dan lainnya untuk bersama-sama berkunjung kepada Syekh Abu bakar bin Salim. Beliau mendapatkan penghormatan yang tinggi, mendapatkan sambutan yang hangat dan kemurahan hatinya, semoga Allah memberikan anugerah dengan karamah-karamahnya Amin” .

     Dalam naskah makhtut, penyusunnya menyebutkan tentang perjalanan terakhir untuk menemui Syekh Abu Bakar bin Salim, di situ terdapat cerita yang panjang seputar perjalanannya, sebagai berikut : “Diriwayatkan bahwa Syekh Ubaid dalam beberapa kunjungannya kepada Syekh Abu Bakar bin Salim disertai 200 onta dan rombongan yang besar dan keluarga al Faqih Umar bin Said Shahib Amanjadah , keluarga al Kudy dari Ahwar, keluarga Barik dan yang lainnya hingga iring-iringan tersebut sampai ke daerah Syibam, di situ mereka berkeinginan untuk makan siang di rumah al Faqih Salim Ba Shahi pengelola uang wakaf Syibam saat itu, Ba Shahi menemuinya dan berkata : “Menurut Syariat wakaf ini tidak boleh di makan oleh kalian” maka Syekh Ubaid berkata : “Berjalanlah terus menuju Taris, insyaAllah kalian akan makan siang di sana” dan al Faqih di keluarkan dari wakaf dengan paksa, mereka berjalan menuju Taris dan di jamu oleh pembesarnya yaitu Awad Ba Salamah. Kemudian Syekh Ubaid berkata : “Balasan apa yang engkau inginkan dari jamuanmu ini ?” ia berkata : “ Aku tidak ingin apa kecuali “al Tajburah” dari daulah. Tajburah adalah kebebasan membayar sepersepuluh dari barang dagangannya. Syekh Ubaid berkata : “Insya Allah Sultan akan memenuhi permintaanmu (tajburah)” orang ini tidak mempunyai lobi apapun dengan daulah. Setelah beberapa hari dari kejadian tersebut Sultan Umar bin Badar al Kastiry meminta kepada Awad Ba Salamah dan berkata : “Balasan apa yang engkau inginkan dari jamuanmu terhadap Syekh Ubaid dan rombongannya?” ia berkata : “Aku ingin tajburah (dibebaskan dari sepersepuluh)” maka Sultan menulis dengan tangannya tentang kebebasan Ba Salamah dari tajburah berikut pula anak cucunya. Setelah itu Syekh Ubaid dan rombongan menuju Syekh Abu Bakar bin Salim. Tradisi penduduk, menyambut kedatangan Syekh Ubaid dan rombongan karena kemasyhuran dan kecintaan mereka kepada Syekh Ubaid, mereka berkata : “Tradisi wahai Syekh” di antara tradisi tersebut adalah beliau melarikan unta hingga sampai di penghujung kota. Beliau memiliki unta yang paling bagus dikendarai oleh seorang hamba shaleh yang bekerja di dapur Syekh ia bernama Haidarah al Maqhawi. Ia memacu unta yang di atasnya terdapat talam dengan gelas-gelas kopi berjumlah sekitar 200 buah. Gelas-gelas itu terjatuh, ia merasakan akan hal itu, akan tetapi tidak mampu menghentikan larinya unta saking cepatnya hingga sampai di garis finis, Haidarah kembali kepada gelas-gelasnya yang jatuh  dan menemukannya dalam keadaan utuh kecuali satu yang berada di bawah talam. Mereka memasuki Tarim dengan 15 rebana dan 15 seruling. Karena Syekh Ubaid memiliki keahlian dalam sama’ (semacam mendengar nasyid), beliau menyuruh para vokalis untuk mendendangkan sama’di jalan-jalan kota Tarim tanpa ditentang oleh satupun oleh para Saadah dan Asyraff. Syekh Abu Bakar bin Salim berkata :”Siapa yang dapat memberiku kabar bahwa Syekh Ubaid memasuki Tarim dengan sama’, maka aku akan memberinya seekor unta berikut tali kekangnya” salah seorang yang hadir ada yang mengerti isyarat Syekh Abu Bakar bin Salim dan berangkat menyambut Syekh Ubaid di Syibam, berjalan bersamanya menuju Tarim. Tatkala menyaksikan apa yang disebutkan Syekh Abu Bakar bin Salim ia kembali dan memberitahukannya bahwa Syekh Ubaid memasuki Tarim sesuai dengan apa yang diisyaratkan, saat itu Syekh Abu Bakar bin Salim memiliki sebuah sabhigah (semisal kain)  kemudian diberikan kepada orang itu untuk dibelikan seekor unta. Dari Tarim, Syekh Ubaid dan rombongan menuju Syekh Abu Bakar bin Salim, saat itu Syekh Ubaid di sertai saudaranya Ahmad al Maknun bin Abdulmalik, Ghazali bin Abdullah dan  sejumlah orang-orang shaleh, di kediaman Syekh Abu Bakar bin Salim mereka mengadakan sama’ hingga Syekh Ubaid tenggelam didalamnya. Demikian pula di hari kedua, saat itu Syekh Ubaid bersama dengan vokalis (ahli suara) yang terkenal dengan “Alu  Zaitun” dari Jardan, melayani Syekh dan mengerti tentang kaidah-kaidah sama’, tidak ada yang lebih ahli dari mereka, mereka adalah Nafi’ bin Farhan dan anak-anaknya begitu pula Syekh al Nasik Ahmad bin Abdulmalik, seorang ahli suara yang memahami kaidah-kaidah suara dan sama’. 

Ketika mereka berada dalam suasana sama’, Syekh Abu Bakar bin Salim memanggil pelayannya dan berkata :”Wahai Malhuf beri aku qumqum (sekumpulan air)” dengan bergegas Malhuf menghadirkan qumqum sekitar satu sha’ (segenggam) air mawar. Syekh Abu Bakar bin Salim berkata lagi : “Cari qumqum yang lebih besar, karena hari ini adalah malam penganten, wanginya tidak pudar sehabis penganten". 

Pertemuan ini adalah yang terakhir kali antara Syekh Abu Bakar bin Salim dan Syekh Ubaid, kala itu Syekh Abu bakar berkata kepada adiknya Aqil : “Sesungguhnya kedudukan Ubaid di antara para wali seperi Yahya bin Zakariya di antara para Nabi” . 

Syekh Ubaid terus melayangkan surat kepada Syekh Abu Bakar bin Salim dan terus menghubunginya, disebutkan dalam naskah hal. 52 sebagai berikut : “Hubungan keduanya mengandung makna yang halus, surat-menyurat di antara keduanya tidak pernah terputus dengan kemurnian cinta, jika keduanya bersama maka akan terlihat laksana satu kesatuan. 

Di atas adalah guru-guru Syekh Ubaid yang terpenting, selain itu beliau juga memiliki beberapa guru yang disebutkan dalam kitab biografinya, antara lain : 

Syekh Ahmad bin al Husain bin Abdullah al Aidrus, Syekh Ahmad bin Alwi Ba Jahdab, Syekh Husain bin Abdullah Ba Fadhal, al Faqih Muhammad bin Hasan bin Ali bin Abu Bakar al Sakran. 

SYEKH UBAID MENGHADIRI JENAZAH SYEKH ABU BAKAR

    Dalam biografinya Halaman 53 disebutkan seputar masalah ini, sebagai berikut : “Diriwayatkan bahwa Syekh Abu Bakar bin Salim dan Syekh Ubaid saling bertukar cincin, dan Syekh Abu Bakar bin Salim berkata : “Siapa yang ajalnya lebih dulu menjemput maka cincin ini akan terjatuh dari tangan pemegangnya. Sebagai tanda dari kematiannya, kemudian hendaklah ia menghadiri pemakamannya," dan tuanku Syekh Abu Bakar yang wafat lebih dahulu, saat itu Syekh Ubaid sedang berada di daerah Ahwar, tatkala cincin di tangannya terjatuh saat shalat dluha, Syekh Ubaid kemudian mengendarai kendaraannya dan dibawa oleh kodrat ilahi bersama dengan temannya Bin Mursyid, Syekh Ubaid berkata kepadanya : “Engkau jangan membuka matamu” ketika ia berada di tengah perjalanan Mursyid membuka matanya, seketika ia mendengar suara Syekh : “buta” , Mursyid bekata : “satu mata saja wahai tuanku”, Syekh Ubaid berkata : “Dan satunya sampai kepada cucumu”. 

    Mereka sampai ke Iynat dan menemukan orang-orang ingin mengangkat jenazah Syekh Abu Bakar namun tidak kuat, hingga datang Syekh Ubaid dan berkata : “Bawalah jenazahnya sambil berkata “Arbaatun Syallul Jamal wal Jamal ma Syallahum”(empat orang membawa unta dan unta tidak dapat dibawanya).Syekh Ubaid orang pertama yang mengucapkannya. 

    Kemudian beliau dan yang lain menyucikan dan mengkafani jenazahnya, lalu merebahkan jazadnya di liang kubur. Syekh Ubaid dipasrahi untuk membaringkan jazadnya,  saat membuka tali kafannya dan melihat kepada wajahnya, Syekh Abu Bakar berkata kepadanya :”Selamat wahai orang menepati janjinya”.

    Sungguh luar bisa bisyarah ini, dan beruntunglah Syekh ini, dari apa yang telah diperoleh dari Syekh Abu Bakar . 

Ahwal dan Karomah Syekh Ubaid

       Konon, Syekh Ubaid adalah sosok yang sering menampakkan hal dan karamahnya. Yaitu sebuah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada hamba-hamba pilihannya.

Dalam naskah biografinya, Syekh al Hasan Bal Haj Ba Jufair menyebutkan sekelumit dari karamah dan hal yang terdapat pada diri Syekh Ubaid, antara lain : Dalam perjalanan pulang dari Iynat menuju daerahnya, Syekh Ubaid mendapatkan anugerah dari Allah SWT yaitu dihubungkannya dengan tokoh-tokoh besar, dan dinisbatkannya kepada orang-orang yang sudah mencapai hakekat, hingga mimpi-mimpinya bagaikan fajar yang menyingsing (kiasan akan kebenaran mimpi), menurut riwayat, bahwa Syekh Ubaid dan para sahabatnya merambah ke beberapa kota dan desa hingga sampai di penghujung daerah Syabwah, pada hari itu mereka tertidur, Sedangkan Syekh Ubaid tidur di bawah naungan pohon, beliau bermimpi didatangi oleh rombongan para wali dan orang-orang shaleh dari berbagai penjuru, rombongan pertama yang mendatanginya adalah para wali dari daerah Rukhaiyah, kemudian dari lembah Dahr, kemudian dari penduduk al Kasr dan Hainan, keluarga Ba Wazir, dari Haurah, keluarga Ba Jabir, keluarga lembah Amd, keluarga Huraidah, keluarga Ba Hafs, keluarga al Muallim, keluarga al Afif dari Hijrain, seluruh wali daerah Dauan, kemudian datang Syekh Besar Said bin Isa al Amudy bersama rombongan besar, lalu datang pula al Faqih Muhammad bin Ali Ba Alawy, setelah itu datang penduduk Syibam di bawah pimpinan Syekh Abdullah bin Muhammad Ba Abbad dengan kelompok besar, setelah itu datang rombongan yang sangat besar dan kumpulan manusia yang memenuhi ufuk, Syekh Ubaid berkata : aku bertannya : siapakah mereka itu? Mereka menjawab : “Ini adalah Syekh Abdulkadir al Jailany dan penduduk Irak”.  Mereka semuanya berkumpul di tempat itu. Syekh Ubaid berkata : kami adalah tamu. 

    Kemudian mereka menghidangkan kepada kami dengan makanan yang tidak pernah ada di dunia, karena berasal dari syurga, kami makan hingga puas, kemudian mereka mengambilnya dari kami, dan sebagian yang lain masih berkumpul serta makan dari bekal kami, mereka menyuguhkan minuman dari kendi-kendi yang berwarna sangat menakjubkan, memberikan yang terbaik untukku, memberi para sahabatku sebuah kendi, setelah itu kami berpamitan kepada mereka, masing-masing rombongan menuju ke arah tujuannnya masing-masing. Aku terbangun dengan perasaan berbunga-bunga”. Sungguh kabar gembira dan karamah yang luar bisa, segala puji bagi Allah SWT Tuhan sekalian alam . 

    Mengenai halnya, dalam manuskrip biografinya Hal 24 disebutkan : 

    Diriwayatkan bahwa Syekh Ubaid –semoga dengannya Allah memberikan manfaat- ingin menulis “Syarah al Hikam” , saat itu  dari muridnya tidak terdapat satupun yang dapat menulis dengan bagus, ketika itu keponakannya al Faqih al Allamah Husain bin Abdul Alim, Syekh Abdulwahab bin al Husain bin Abdulhaq, Rabi’ bin Mursyid pelayanannya berada bersamanya. Syekh mengambil pena dan menyerahkan kepada putra saudaranya Husain bin Abdul Alim dan berkata : “Selesaikan penulisannya bersama Rabi’, tulislah dengan tulisan yang indah”, petuah Syekh Ubaid menjadi kenyataan, tulisan Husain indah dan termasuk dari  keajaiban zaman, hingga di Makkah mereka berbangga dengan tulisan Husain. Demikian pula Rabi memiliki tulisan yang bagus. Pada saat Syekh Ubaid memberikan pena kepada Husain putra saudaranya, beliau menoleh kepada Syekh Abdulwahab dan berkata : “Kamu ingin seperti keduanya atau ingin seperti mereka yang berkata “Wahai kakekku” (berbangga dengan datuknya), mendengar kata-kata beliau Syekh Abdulwahab dihinggapi perasaan malu karena keluarga Abdulhaq masih terkesan kebaduiannya, mereka berkata (dengan berbangga) : “Datuk kita adalah Abdulhaq”.   Kata-kata seperti ini diucapkan oleh Syekh Ubaid kepada Syekh Abdulwahab sebagai bimbingan baginya untuk memenuhi haknya. Karena ia termasuk murid dari Syekh Ubaid, dan hal itu dipahami oleh Syekh Abdulwahab. Kelak ia menjadi seorang shaleh, menempuh suluk, melakukan mujahadah, antara dia dan Husain bin Abdulalim terdapat jalinan persaudaraan yang erat dalam ketaatan kepada Allah SWT . 

    Dalam manuskrip Hal. 25 disebutkan pula mengenai halnya, sebagai berikut : 

    Diriwayatkan bahwa al Faqih Ali bin Abdulalim di waktu kecilnya pemahamannya kepada al Quran sangat minim. Pamannya Syekh Ubaid memasukkan dia dengan saudaranya Husain kepada ma’lam Abdurrahim (tempat belajar al Quran untuk anak kecil), karena Syekh menjadi wali mereka berdua sepeninggal saudaranya Abdulalim yang wafat ketika Ali berada dalam kandungan, setelah itu ia berada dalam asuhan Syekh Ubaid. Selama setahun berada di ma’lam Ali tidak dapat memahami apapun. Sang pengajar kemudian mengadu kepada Syekh Ubaid dan berkata : “anak ini tidak dapat faham, mereka yang sekelas dengannya sudah selesai” Syekh Ubaid berkata : “lewati bacaannya hingga surat al Thalaq” dengan harapan semoga Allah dapat melancarkan lisannya dan membuka mata hatinya, maka dilewatilah bacaannya sampai surat al Thalaq, berkat itu ia dapat menghatamkan al quran dalam setahun. 

    Murid-murid Syekh hafal al quran di luar kepala. Al Faqih Ali berkeinginan menghafal al Quran di luar kepala seperti mereka, akan tetapi Syekh Ubaid memerintahkannya untuk membaca kitab, Syekh Ali berusaha membaca akan tetapi sulit untuk memahami, Syekh Ubaid menyuruhnya untuk membiarkan bacaan sampai ke Bab Thalaq dalam ilmu Fiqh, berkatnya Allah membuka pemahaman kepadanya dan ia dapat melampaui yang lain baik dalam segi keilmuan maupun kewaraan . 

KHARISMA SYEKH UBAID DI DAERAH AL AWALIQ DAN SEKITARNYA

    Dalam naskah biografi Syekh Ubaid Hal. 23 disebutkan bahwa Syekh Ubaid bin Abdulmalik ketika berkeinginan untuk tinggal di kediaman Syekh Abubakar bin Salim di Iynat, beliau berkata : “Wahai Ubaid, hendaklah engkau berada di daerahmu dan menjadi penerang dari kegelapan, adapun Hadramaut tidak membutuhkan sinarmu”. Atas dasar itu Syekh Ubaid kembali ke daerahnya, menghidupkan agama dan memakmurkan dengan bacaan al Quran, ilmu, ratib, dan wirid. Sehingga banyak dari orang-orang shaleh dan ulama dari Hadramaut, daerah Yaman dan daerah bagian timur yang mengunjunginya, berkat jasanya muncullah di daerahnya 40 orang Alim dan membangun masjid-masjid. 

    Dalam tulisan yang terdapat dalam lembaran Syekh Abu Najmah Ba Nafi’ disebutkan tentang munculnya figur Syekh Ubaid di daerah Yasybum yang saat itu ibukota dari kesultanan al Awaliq. Para kabilah menyambut kedatangannya, menghormatinya, dan berbondong-bondong mengunjunginya siang dan malam, memenuhi kebutuhannya. Beliau mendamaikan silang sengketa dan menyambung hatinya. Pengaruh Syekh Ubaid menyebabkan sedikitnya masyarakat yang datang kepada Sultan Shalah bin Naqib. Lantas Sultan mendatangi Syekh Ubaid dan berkata : “Dua pedang tidak dapat terkumpul dalam satu sarung” akhirnya ibukota kesultanan dipindah dari Yasybum kepada Nisab.

    Sejak saat itu ibukota kesultanan al Awaliq berada di Nisab. Sinar Syekh Ubaid menerangi daerah Yasybum dan sekitarnya hingga dirinya tersohor ke setiap penjuru daerah al Awaliq, beliau banyak dilazimi murid, di antara mereka adalah : Syekh Abubakar bin Ali bin Syekh Abubakar bin Nafi’ dari al Hiq daerah al Mahfad. Yang wafat pada bulan syawal tahun 913 , kuburannya berada di al Hiq. Atau disebut juga dengan al Haq. 

    Dalam manuskrip biografinya Hal. 39 disebutkan : Di al Haq yang membuat hauthah adalah tuanku Syekh Ubaid bin Abdulmalik, yaitu hauthah yang keberadaannya tidak asing lagi , mengenai hal tersebut ada yang bertanya kepada beliau : “Mengapa engkau tidak membuat hauthah di daerahmu Yasybum”? beliau berkata : “Aku tidak membuat hauthah di Yasybum karena para kabilah di situ tidak menghargai adanya hauthah, Yasbum daerah kafir sejak dulu, penguasanya di zaman jahiliyah di kenal dengan nama “Kahil” tidak menghargai siapapun, aku khawatir ketika membuat hauthah di situ mereka tidak menghormatinya. Akan tetapi insyaAllah aku akan tinggal di situ, di situ aku bagaikan pedang yang tajam dan racun yang mematikan, tidak akan beruntung siapapun yang tidak menghormati keberadaannya, aku bagaikan api dalam sekam jika tidak memperhatikan dengan seksama mengenai nilainya. Aku tidak membolehkan putra saudaraku Abdulhalim mengadakan perdamaian antara kabilah, alsayyarah (mengambil uang dari kabilah sebagai bayaran di bawah pengaruh Syekh Ubaid), dan tidak memasuki daerah Dastinah kecuali dengan tujuan yang jelas, atau melalui isyarat dariku setelah istikharah, mimpi dsb. Serta tidak membolehkan dari keluarga Ba Nafi’ menempati saum haidar (perbatasan tertentu di Yasbum)  yang terletak di tengah kota Yasybum dari keluarga Ba Nafi’, aku tidak bertanggung jawab dari siapapun yang melanggar salah satu dari ketentuan tersebut .  

MURID-MURID SYEKH UBAID BIN ABDULMALIK

    Semenjak kedatangan Syekh Ubaid meluaslah pengajaran di daerah al Awaliq, sosoknya terpandang, memiliki banyak murid dari beberapa penjuru untuk menimba ilmu, tarekat, dan barakah. Beliau bagaikan hujan yang menyirami rerumputan, hati dan rumahnya terbuka, seluruh waktunya dihabiskan untuk menyebarkan dakwah, mengajari orang-orang awam, dan membimbing murid-muridnya. 

    Konon, Syekh Abubakar bin Salim mengutus salah seorang muridnya al Nasik al Sayyid Yusuf bin Abid al Hasani al Maghriby  untuk mengunjungi Syekh Ubaid untuk mengetahui keadaan beliau serta muridnya di Yasybum, sebagaimana disebutkan dalam manuskrip biografinya Hal. 28 sebagai berikut : 

    Diriwayatkan bahwa al Sayyid al Jalil al Arifbillah Yusuf bin Umar al Fasy al Hasani yang tinggal di daerah Maryamah salah seorang dari murid Syekh Abubakar bin Salim di utus untuk mengunjungi Syekh Ubaid di Yasybum. Maka sampailah sang utusan di kediaman Syekh Ubaid, tahun itu warga Yasybum dilanda kekeringan, mereka berkumpul dan keluar bersama warga yang lain untuk mendatangi Syekh Ubaid, mereka kekurangan air dan berada dalam kegersangan yang menyusahkannya dalam waktu yang lama, kemudian mereka meminta  kepada Syekh Ubaid agar memohon agar diturunkan air hujan, Syekh ubaid menyerahkan permohonan tersebut kepada Sayyid Yusuf, para warga kemudian menekan Sayyid Yusuf agar memohon diturunkan hujan, dan berkata : “Wahai tuanku mohonlah agar hujan turun kepada kami, kalau tidak maka kami akan melemparkanmu kepada pohon ini –yang berduri- dan di al majannah (kuburan)". Mendengar itu Sayyid Yusuf gentar dengan ancaman dilempar ke pohon berduri, padahal perkataan mereka : kami akan melemparkanmu, senda gurau belaka. Seketika Syekh Yusuf berkata : “Alfatihah, wahai Syekh Ubaid semoga rahmat turun”, mereka kemudian membaca al fatihah, lantas Sayyid Yusuf berdoa agar diturunkan hujan. Seketika mendung menyelimuti seantero tempat itu. 

    Di antara murid-murid pilihannya terdapat beberapa orang yang disebutkan dalam manuskrip biografinya, mereka antara lain : 

1.    Al Ghazali bin Abdullah al Ghazali 

Dalam manuskrif Hal. 19 disebutkan : dari anugerah Allah yang sangat besar kepada tuanku adalah keberadaan putra saudara dan kesayangannya, seorang muridnya al Fani al Shadiq U’jubah al Zaman waraihanah al Ikhwan al Abdusshaleh al Nasih al Mahbub al Mauhub al Salik al Nasik Gharib al Zaman Mustaufi Thali’ al Ihsan Akhas Khawas al Muhibbin Aun Ibadillah al Shalihin Jamal al Dunya wa al Din Muhammad al Ghazali bin Abdullah al Ghazali, semoga Allah memulyakannya sebagaimana dimulyakan hamba-hambaNya yang shaleh dan para pelayan yang benar, beliau berperan sebagai pembantu dan penopangnya, rekan, pembantu, dan sahabatnya. Sebagaimana perkataan mereka : 

Jika salah seorang di zaman itu ada yang terpilih (wali Allah), sungguh zaman itu sangat beruntung dan beruntunglah orang yang terpilih tersebut. 

Di antara Syekh Ubaid dan Syekh al Ghazali memiliki kaitan dengan firman Allah SWT : 

سنشد عضدك بأخيك ونجعل لكما سلطانا فلا يصلون إليكما بآياتنا أنتما ومن اتبعكما الغالبون. 

Artinya : “Allah berfirman : “Kami akan membantumu dengan saudaramu, dan kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka tidak dapat mencapaimu ; (berangkatlah kamu berdua) dengan membawa mu’jizat Kami, kamu berdua dan orang-orang yang mengikuti kamulah yang menang”. (al Qashah : 35)

Sungguh Syekh al Ghazali telah membantu dengan jiwa dan raganya dalam membahagiakan Syekh Ubaid, beliau tenggelam dalam  ibadah dan kedermawanan, hingga beliau tidak melihat keberadaan jiwa, hal, dan raganya. Berada dalam fana, dan kecintaan yang benar dan khusus, bahteranya mengarungi lautan cinta, dipenuhi dengan kemanfaatan di dunia dan akhirat, menuju pantai keselamatan, tempat ridla dan kemulyaan, di sisi Allah SWT di tempat kemulyaan dan ditampakkannya maqam setiap hambaNya. 

    Di setiap injakan kaki tersisa keharuman dan kebenaran, tidak memberikan jalan dan peluang kepada syaitan dan bala tentaranya, perjalanan hidup dengan sahabat-sahabatnya berada dalam ketaatan dan muhajahadah, menjaga shalat, waktu, membaca surat Yasin, mereka berada dalam kesehatan dan kebajikan, hari-harinya terbebas dari deki dan kotoran zamannya, Allah menyepurnakan hal tersebut. Menambahkan keutamaan dan kebajikannya dengan dilipatgandakan. Allah menjadikan cintanya benar terhadapku, dari hati sanubari dan bukan dari luarnya. Segala puji bagi  Allah yang telah menampakkan sosok yang mulya ini laksana terbitnya mentari di waktu dluha. Kami senantiasa bernaung dalam sirnya, menjadikan benderanya yang tinggi sebagai penunjuk jalan kami.   

2.    Keturunan anak putranya al Faqih Ali bin Abdulalim bin Abdulmalik.

Mereka adalah Husain bin Abdulalim dan Ali bin Abdulalim, yang berada dalam asuhan Syekh Ubaid, sepeninggal saudaranya Abdulalim. Beliau menjadi wali dari kedua putranya. Abdulalim meninggal ketika Ali masih berada dalam kandungan. Mereka berdua terbimbing dalam asuhan Syekh Ubaid dengan bimbingan yang baik, dalam manuskrip Hal. 20 disebutkan : Adapun keturunan dari saudaranya al Faqih Ali bin Abdulalim bin Abdulmalik memiliki kharisma yang besar dan pengaruh yang kuat serta pangkat yang agung. Merupakan barakah dari tuanku Ubaid, ada sebuah cerita yang  aku dengar sendiri dari lisan Syekh Ubaid tentang larangannya kepada mereka, di antara larangan tersebut, beliau berkata : “Barang siapa yang memasuki daerah Dastinah dan keluarga Abdulmalik tanpa tujuan yang sesuai dengan syariat atau atas perintahku, atau abr al sair  atau syal al sulh , menempati saum Haidar dan berada di dalamnya, maka aku tidak bertanggung jawab terhadap dirinya (jika terjadi sesuatu) hingga ia kembali kepada keadaannya semula . 

    Syekh Ubaid tidak menginginkan keponakannya bertindak atas pengaruh dan kharismanya kecuali dengan sepengetahuan atau sesuai dengan pendapatnya. Hal tersebut ditakutkan menyebabkan sesuatu yang tidak patut (kolusi).

3.    Ahmad bin Abdulmalik yang bergelar dengan “al Maknun”

Beliau belajar kepada saudaranya Syekh Ubaid, menemaninya dalam beberapa perjalanannya ke Hadramaut, dan belajar juga kepada Syekh Abubakar bin Salim, beliau membantu saudaranaya Syekh Ubaid mengenai masalah agama dan keduniaan . 

4.    Abdulwahab bin al Hasan bin Abdulhaq. 

Beliau belajar kepada Syekh Ubaid dan bersungguh-sungguh dalam mengambil pelajaran darinya. Dalam naskah manuskrif  Hal. 24 disebutkan : Beliau adalah seorang yang shaleh, menempuh suluk, melakukan mujahadah, antara dia dan Husain bin Abdulalim terdapat jalinan persaudaraan yang erat dalam ketaatan kepada Allah SWT.

5.    Al Hasan bin Ali Bal Haj Ba Jafir. 

Beliau adalah salah seorang murid pilihan dari Syekh Ubaid dan orang yang memiliki hubungan erat denganya. Beliaulah yang mengumpulkan biografi tentang Syekh Ubaid dan menulisnya ke dalam naskah  untuk generasi selanjutnya. Walaupun dalam usahanya tersebut beliau menemui beberapa  penentangan dan hal yang berkaitan dengan masalah adab.

Dalam tulisan yang terdapat dalam naskah Hal. 9 disebutkan : “Manakib ini murupakan naskah yang dikumpulkan oleh al Faqih al Syahid al Shaleh al Hasan bin Ali bin Ahmad bin Umar Bal Haj Ba Jafir, dari daerah “Manif” beliau adalah salah seorang murid pilihan dari Syekh Ubaid bin Abdulmalik Ba Nafi’, mengumpulkan manakib Syekh Ubaid, setiap kali Syekh Ubaid mengetahui tentang apa yang ditulisnya beliau meminta dan menghapusnya, serta melarangnya agar tidak menulis apapun tentang dirinya, ketika peristiwa tersebut terjadi berulangkali beliau berkata kepadanya : “Jika kamu tidak menyelesaikannya dengan baik maka Allah akan menimpakan  mara bahaya kepadamu dan kamu akan celaka, karena berharap dapat berjumpa dengan Allah dengan bejana yang penuh sebagaimana halnya al Faqih Ahmad bin Musa bin Ujail”. Al Hasan tidak menyelesaikan dengan baik, maka suatu hari ketika ia pulang ke daerahnya Manif di lembah Yasybum, petir menyambar dan meninggal dunia. Setelah Syekh Ubaid mendengar suara petir dan kilat beliau berkata kepada sahabatnya :”Mari kita semua pergi menghadiri jenazah saudara kita al Hasan bin Ali yang telah wafat dengan syahid setelah menjalani kehidupan dengan kebahagiaan dan kedamaian .  

6.    Rabi’ bin Mursyid 

Beliau adalah pelayanan dari Syekh Ubaid dan penyanjungnya, murid yang selalui menyertainya baik di daerah maupun dalam perjalanannya. Syekh Ubaid menyukainya dan memperhatikannya serta mengkhususkannya dengan perhatian yang lebih, bahkan menugaskan dirinya dengan Husain bin Abdulalim untuk  belajar tulis-menulis dan menulis kitab-kitab . 

7.    Nafi’ bin Farhan beserta anak keturunannya dari keluarga Zaitun.

Nafi’ bin Farhan beserta keluarga Zaitun belajar kepada Syekh Ubaid, menghadiri majlis Syekh Ubaid baik dalam ketika di daerahnya maupun dalam perjalanannya. Mereka bertugas sebagai pembawa nasyid dan sama dalam Hadrah Syekh Ubaid, dalam naskah biografinya disebutkan : “Tuanku Syekh Ubaid memiliki ahli suara, pembawa nasyid yang terkenal dengan nama “Alu  Zaitun” dari Jardan, melayani Syekh dan mengerti tentang kaidah-kaidah sama’, tidak ada yang lebih ahli dari mereka, mereka adalah Nafi’ bin Farhan dan anak-anaknya.

8.    Ahmad bin Abdul Hadi Baljafar.

Beliau adalah salah seorang Syekh dari Ahwar yang belajar kepada Syekh Ubaid dan menyanjungnya, dalam naskah Hal.32 dituturkan : diriwayatkan bahwa Syekh al Kabir Ahmad bin Abdulhadi Bal Jafir adalah salah seorang murid dari Syekh Ubaid bin Abdulmalik, di akhri hayatnya beliau sering mendatangi Syekh Ubaid setiap tahun di bulan ramadlan, menghadiri acara khataman pada tanggal 27 di masjid Syekh Ubaid, pada acara ini para hadirin yang hadir banyak dari daerah Abyan dan Ahwar. Syekh Junaid bin Abdulhadi saudara Syekh Ahmad kurang setuju ia sering menghubungi Syekh Ubaid, hal ini sangat merisaukan Syekh Ahmad, hingga suatu hari ketika ia sampai di kediaman Syekh Ubaid, beliau berkata kepadanya : “Wahai Syekh Ahmad kamu sangat antusias dalam mencintai kami, sedangkan saudaramu Junaid mendatangi kami, aku tidak tahu apakah akan menerimanya ataukah tidak? Maka tidak usah risau. Dan kenyataannya memang seperti apa yang disampaikan oleh Syekh Ubaid, di akhir hayatnya Syekh Junaid bin Abdulhadi mendatangi Syekh Ubaid dan berkata : “aku mendatangimu, semoga Allah mengabulkan (niat kedatanganku)” maka Syekh Ubaid berkata : “InsyaAllah dikabulkan wahai Syekh Junaid”. 

    Konon, ketika Syekh Ubaid meninggal dunia, dan terdengar oleh Syekh Ahmad bin Abdulhadi, beliau mengeluh dan memuji Allah SWT seraya berkata : “Cobaan yang telah menimpa tuanku Syekh sangat besar atas seluruh umat Nabi Muhammad Saw”. 

    Syekh Ahmad bin Abdulhadi meninggal 2 tahun setelah wafatnya Syekh Ubaid .   

9.    Stabit bin Muhammad bin Abdussamad

Beliau adalah salah seorang anak didik Syekh Ubaid, berada dalam perhatian dan ayomannya. Dalam naskah biografinya Hal. 41 disebutkan : diriwayatkan bahwa Syekh al Shaleh al Nashih al Arif Billah Stabit bin Abdussamad seorang Salik yang tekun dari kecilnya, bangun malam dan puasa di siang hari, senantiasa menyendiri dan menghindar dari manusia, apalagi setelah wafatnya tuanku Syekh Ubaid, beliau menyepi di gunung-gunung dan lembah, hingga ketakutannya bertemu dengan manusia sangat mempengaruhinya, jika melihat manusia beliau melarikan diri dari mereka, kalau ada yang ingin mengundangnya menghilang, jika tidak begitu ia beralasan untuk tidak hadir.

Beliau memiliki ilmu yang luas, diperoleh dari pelajaran tuanku Syekh Hasan bin Abdulalim, menurut beberapa riwayat beliau belajar kepada Syekh Ahmad bin Abdulmalik, beliau shalat malam di masjid hautah yang di bangun oleh Syekh Ubaid bin Abdulmalik, dari masjid tersebut sering terdengar suara tawon, menurut apa yang aku dengar beliau mendapatkan futuh di masjid tersebut.     

10.    Syekh Abdullah bin Abdullah Ba Mukhairim

    Beliau juga termasuk murid dari Syekh Ubaid dan sosok yang suka mujahadah, antara beliau dengan Syekh Stabit terdapat jalinan persaudaraan dan persahabatan, hal tersebut di kupas dalam biografinya Hal. 42. Sebagai berikut : 

    Menurut riwayat, antara Syekh Stabit bin Muhammad bin Abdussamad al Khatib dan Syekh Abdullah bin Abdullah Ba Mukhairim terdapat persahabatan dan persaudaraan karena Allah dan ketaatan kepadaNya. Konon setiap hari mereka menghatamkan alquran, karean Syekh Abdullah Ba Mukhairim berada di Makkah selama 7 tahun dan menghafalkan alquran dengan baik, kemudian berada dalam keadaan seperti itu hingga berlalu 15 tahun. Kediaman Syekh Abdullah Ba Mukhairim terletak di Atfah daerah Yasybum yang bernama “Kharban”. Syekh Stabit bin Muhammad pergi menemui Syekh Abdullah di kediamannya, karena Syekh Abdullah Ba Mukhairim terkena penyakit judzam, namun penyakit tersebut sebatas pada ujung tangan dan kakinya saja, adapun sisi badannya tetap bersinar laksana cahaya patahan perak. Pada Saat Syekh Abdullah berada di Makkah, saudaranya Syekh Muhammad Ba Mukhairim mendatangi tempat yang terkenal dengan “Kharban” dan menempatinya dengan takdzim, menghargainya, dan sangat menghormatinya. Beliau – Syekh Abdullah – membujang dalam menempuh suluknya kepada Allah, sibuk dengan ketaatan  hingga wafatnya. Dimakamkan di al Shaid di pekuburan Syekh Ubaid Ba Nafi’ saudara dari Syekh Abdurrahim bin Nafi’ Shahib Ahwar. 

11.    Syekh Salim Ba Quthyan

    Beliau adalah salah seorang Syekh yang belajar dari Syekh Ubaid dan Syekh Rabi’ bin Umar, dalam manakibnya Hal. 35 disebutkan : Syekh Ba Quthyan termasuk murid pilihan Syekh Rabi’ dan Syekh Ubaid, beliau melaziminya dan mempunyai majlis-majlis yang terkenal. 

12.    Syekh Salim bin Fadil

    Beliau merupakan salah seorang pengagum Syekh Ubaid, terkenal dengan kesalehan, termasuk dari pengikut Syekh Ubaid, pernah menyertai Syekh Ubaid ke Hadramaut dan kunjunganyan kepada Syekh Abubakar bin Salim, mengambil pelajaran darinya sebagaimana Syekh Ubaid mengambil pelajaran dari para ulama Tarim semasa perjalanannya . 

13.    Syekh Salamah bin Mas’ud

    Beliau belajar kepada Syekh Ubaid dan terus melaziminya hingga termasuk dari orang-orang yang bernisbat kepadanya. Dalam manakibnya Hal. 29 disebutkan : diriwayatkan bahwa al Wali al Syekh al Nasih al Ghazali bin Abdullah mencari uang untuk keperluan Syekh Ubaid di daerah Dastinah, Ahwar dan sekitarnya, mereka sangat mempercayai Syekh Ubaid. Pada suatu hari mereka sepakat agar al Ghazali  pergi ke Dastinah ditemani oleh Salamah bin Masud salah seorang murid dari Syekh Ubaid, dengan tujuan agar dapat membantu urusannya. Sesampainya di Dastinah, warga antusias dalam menyambut kedatangannya, sehingga urusannya lancar dan dapat mengumpulkan uang banyak serta barang-barang dagangan, makanan, onta dan beberapa hewan, jumlah makanan mencapai 200 muatan onta. Pada saat Syekh al Ghazali dalam perjalanan pulang dan sudah keluar dari Dastinah sekitar setengah marhalah, beliau berpikir – dari segi kewaraan – bahwa barang ini adalah milik orang dan tidak tahu apa maksud dari pemberian sebanyak itu, Karena Allah atau Karena yang lain? Apakah akan diterima oleh Syekh Ubaid atau tidak? Jika diterima maka masalahnya menjadi gampang, akan tetapi kalau ditolak, bagaimana akan membagi makanan dan barang-barang itu kepada pemiliknya masing-masing? Perasaan ini terus mengganggu relung hatinya dan tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali Allah SWT yang Maha Melihat apa yang tersirat dalam sanubari. 

    Lantas Syekh al Ghazali mengutus rekannya yang bernama Salamah bin Masud, salah seorang dari murid Syekh Ubaid, beserta dengan barang bawaannya, beliau mengutusnya kepada Syekh Ubaid dan menyampaikan salam kepadanya serta memberitahukan perihal kesampaiannya. Sang utusan berangkat dan sampai waktu ashar di hari kedua. Tatkala masuk kepada Syekh Ubaid, beliau berkata sebelum sang utusan mengucapkan salam kepadanya : “Selamat datang Salamah, al Ghazali mengutusmu di saat hatinya risau dengan apa yang dikumpulkannya, kembalilah dan sampaikan salamku kepadanya, dan katakan : "milik orang yang ingin di serahkah kepada yang berhak, InsyaAllah kami akan menyerahkannya kepada yang berhak, selamat datang buat al Ghazali". Salamah kemudian berpamitan kepada Syekh dan menyampaikan apa yang dikatakan al Ghazali tentang perjalanan dan urusannya. Syekh Ubaid memberikan bajunya sebagai bisyarah untuk al Ghazali, lantas Salamah berangkat menuju al Ghazali. Di hari ketiga, di tengah perjalanan ia bertemu dengan al Ghazali dan memberitahukan apa yang telah dikatakan oleh Syekh Ubaid, dengan lega al Ghazali mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT. 

14.    Syekh Ahmad al Rifai bin Rabi’

    Beliau adalah putra dari Syekh Rabi’ yang telah kita sebutkan sebelumnya, dalam manakib terdapat cerita seputar Syekh Ubaid, sebagai berikut : 

    Diriwayatkan bahwa Syekh Ubaid berziarah ke makam ayahnya al Faqih Abdulmalik setiap hari jumat dan duduk di bawah pohon berdampingan dengan masjid yang di dalamnya terdapat makam Sultan Shalah bin Baqib. Pada suatu hari beliau berkata kepada Syekh Ahmad al Rifai bin Rabi’ bin Umar dan murid yang lain : “Aku melihat sebuah cahaya dari tempat ini” al Rifai berkata : “wahai paman, mana mungkin ada cahaya dari kuburan shalah yang dzalim ini”. Syekh Ubaid terdiam hingga hari jumat yang selanjutnya, beliau menziarahi lagi tempat tersebut dan berkata : “lihat...di sini ada cahaya” al Rifai menimpalinya seperti perkataannya yang pertama, dan tidak memahami arti ucapan tuanku Syekh Ubaid, pada saat itu Syekh ubaid mendatanginya dan memegang jenggotnya seraya berkata : “Wahai Rifai, kamu tidak percaya kepada orang tua ini?” aku bersumpah bahwa di sini terdapat cahaya yang naik ke langit menuju Arsy,” akhirnya al Rifai terdiam, dan bertaubat dari kealpaannya. 

    Beberapa hari setelah peristiwa tersebut, Syekh Ubaid –semoga Allah merahmatinya – berpulang ke rahmatullah. Selepas shalat Isya’ malam kamis tanggal 26 bulan Shafar al Khair tahun 1006. Sultan Shaleh bin Nami membangun masjid pada kuburannya untuk tempat shalat. Orang-orang berbeda pendapat tentang letak kuburannya di masjid tersebut. Di antara mereka ada yang mengusulkan agar dimakamkan di masjid desa, akan tetapi Allah mentakdirkan lain, Sultan dan saudara Syekh Ubaid yang bergelar al Maknun beserta keponakannya putra Abdulalim sepakat untuk membaringkan jenazahnya di luar desa pada pohon yang mana Syekh Ubaid pernah menyaksikan cahaya keluar darinya. Makamnya menjadi salah satu tempat yang tanahnya menyejukkan jiwa .

15.    Al Muhib (Sang Pengagum) Haidarah al Maqhawi.

    Beliau adalah seorang hamba sahaya dari Habasyah yang shaleh mengabdi kepada Syekh Ubaid dan bekerja di dapur Syekh. Memiliki jalinan yang erat dengan Syekh Ubaid, menyertai perjalanannya ke Hadramaut. Banyak cerita seputar ihwalnya sebagaima tersebut dalam pembahasan mengenai karamah Syekh Ubaid yang telah lalu.

ORANG YANG PERNAH BELAJAR KEPADA SYEKH UBAID. 

    Dalam manuskrip biografinya terdapat beberapa riwayat yang menyebutkan beberapa keluarga yang saleh dan pernah mengambil pelajaran dari Syekh Ubaid, di antaranya adalah para masyayekh dari keluarga Syekh Salim di Abyan , keluarga al Kudy di Ahwar , al Hayastim  di Dastinah, keluarga Bal Jafar di Ahwar , dari keluarga ini banyak yang mengadakan perjalanan ke Hadramaut, mengunjungi pelosok dan kotanya untuk mengambil pelajaran dari orang-orang shaleh dan ulamanya. Khususnya Syekh Imam al Syahir Abubakar bin Salim. Tidak sedikit dari mereka yang  mengunjungi Yasybum – tempat kediaman Syekh Ubaid -, mengenai hal ini penyusun manakibnya Hal. 25 menyebutkan : 

    Menurut riwayat bahwa al Hayastam berkunjung kepada Syekh Ubaid di Dastinah, begitu pula rombongan dari keluarga Baljafar dan keluarga al Kud, dari Abyan keluarga al Faqih Salim serta yang lainnya. Di situ mereka di sambut dengan pemotongan 4 ekor kambing untuk dihidangkan kepada mereka. Pada saat makan siang tiba, datanglah Sultan Shalah bersama rombongan dari daulah al Hayasam untuk bertemu Syekh ubaid. Beliau kemudian mempersilahkan mereka bersama yang lain. Pembantunya yang bernama Mursyid enggan dan berkata : “Wahai Syekh, makanan yang tersedia tidak mencukupi seperempatpun dari mereka, begitu pula lauknya”. Syekh Ubaid mendatangi makanan tersebut dan tempat daging lalu memasukkan dengan siwaknya. Mursyid kemudian menghitung jumlah tempat daging tersebut dan jumlahnya mencapai 36 porsi. Demikian pula jumlah makanannya. Jadi, empat ekor seperti delapan belas ekor kambing. 

    Dalam pembahasan lain disebutkan pula beberapa keluarga yang memiliki jalinan dengan Syekh Ubaid seperti keluarga al Faqih Umar bin Said dari Umanjidah, keluarga Barik dsb .

    Kabilah-kabilah tersebut sangat segan terhadap Syekh Ubaid, menghormati kedudukan serta pengaruhnya dalam mendamaikan kabilah, hampir tidak terdapat seorangpun yang berani menentangnya kecuali tertimpa musibah. Hal ini tertera dalam manakibnya, lembaran-lembaran sejarah dll. Dalam naskah biografinya di pembahasan mengenai daulah al Awaliq terdapat cerita tentang salah seorang muridnya, yaitu Syekh Abdulwahab al Tyib bin Shalah, beliau berkata : “Si pembunuh berasal dari al Hayastam di mana Syekh Ubaid bin Abdulmalik  Ba Nafi’ mengadakan perdamaian di daerah itu. Kemudian si pembunuh dan anaknya disambar petir, demikian pula kuda dan anaknya”. 

    Daulah memberikan tempat minum (saqiyah) di Dastinah kepada Syekh Ubaid yang diberi nama : Daghir. Saqiyah tersebut tetap berada dalam pengelolaan keluarga Ba Nafi’, kemudian dikembalikan kepada keluarga Abdullah bin Shaleh dari daulah Dastinah yang terkenal dengan “Ahli Daghir”. Adapun pengembalian tersebut tidak terdapat keterangan perihalnya .