Mengamalkan lebih dari satu Thariqah

Al-Kisah no.08 Tahun 2012

Assalamu’alaikum Wr Wb

                Habib Luthfi yang saya hormati, saya adalah pengikut thariqah yang mu’tabarah. Saya hidup disebuah  masyarakat yang thariqahnya berbeda dengan saya. Masyarakat ini dikenal fanatik terhadap thariqahnya, yang juga mu’tabarah dan suka mengunggulkannya. Jika ada seseorang yang tidak sama dengan thariqahnya dengan thariqah mereka, orang tersebut akan mereka kucilkan. Mereka tidak menghargai thariqah orang tersebut, bahkan sampai mebanding-bandingkan mursyid mereka dengan mursyid orang itu.

                Habib Luthfi yang saya cintai, bagaimana jika saya tetap mengikuti thariqah saya tapi juga mengikuti thariqah mereka? Apa saya harus izin kepada mursyid saya yang pertama jika saya ingin mengikuti thariqah mereka?

Wassalamu’alaikum Wr Wb

M. Imam Syafi’i. Tulungagung, Jawa Timur.

Jawaban:

Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. 

                Jika sudah berbai’at pada suatu thariqah, sebaiknya Anda tidak usah mendua. Tekuni saja dengan baik.

                Adapun soal pergaulan, silaturahim, jangan sampai semua itu terbendung oleh masalah kethariqahan. Thariqah itu bukan untuk unggul-unggula atau bangga-banggaan, tapi yang dituntut oleh setiap thariqah adalah pengamalan atas apa yang telah digariskan oleh para ‘aimmah shalihin (para Imam yang shalih). Seperti Syaikh Abdul Qadir Al Jilani (pendiri Thariqah Qadiriyah), Imam Syadzili (pendiri Thariqah Syadzilliyah), Sayyidi Syaikh Abdullah Syatari (pendiri Thariqah Syattariyah),  Sayyid Ahmad bin Idris Hasani (pendiri Thariqah Idrisiyah).

                Mereka memerintahkan pengikutnya untuk berbuat amal yang baik, mengikuti jejak Rasulullah. Adapun Fadhail (keutamaan-keutamaan) dalam thariqah itu bukanlah tolak ukur. Yang menjadi tolak ukur justru muamalah ahli thariqah dalam mengikuti jejak Nabi SAW, dengan berakhlak karimah.

                Jadi, buktikan bahwa kita adalah orang yang mempunyai akhlaq karimah. Sebagaimana Rasulullah SAW dipuji oleh Allah SWT, Wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim (Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung).” Al Qalam (68):4.

                Lihat saja, Rasulullah SAW tidak pernah merendahkan salah satu anbiya. Walaupun beliau adlah Sayyidul Mursalin (Pemimpin Para Rasul). Bahkan beliau memerintahkan kita, umatnya, untuk mengimani para Nabi, khususnya yang 25. Walaupun zaman Nabi sudah lampau dan Nabi kita adalah Nabi akhir zaman, kita tiak boleh mengingkari salah satu dari anbiya tersebut.

                Karena itu, kita harus mengikuti jejak sunnah Rasulullah SAW. Apa yang ada dalam suatu thariqah bukan untuk merendahkan thariqah yang lain.

                Sebagai perbandingan, kita telah membaca Hadits Baginda Rasulullah SAW, “Barangsiapa membaca surah Al Ikhlas 3 kali, akan diberi pahala satu khataman Al Quran.” Apakah dengan membaca surah Al Ikhlas tiga kali itu kita boleh meremehkan membaca Al Quran dari surah Al Fatiha hingga surah An Nas? Tentu tidak. Yang terbaik, kita tetap membaca surah Al Ikhlas tiga kali agar mendapatkan pahala satu khataman Al Quran, tetapi kita juga mengkahatamkan Al Quran dari Al Fatihah sampai An Nas.

                Dalam berthariqah, terjalin hubungan antara pribadi dan Allah SWT serta Rasul-Nya. Maka, saya kira, thariqah yang satu dan yang lainnya itu sama. Misalnya saja, Thariqah Syadziliyah biasa membaca surah Al Ikhlas tiga kali, lalu diberi pahala satu khataman membaca Al Quran. Apakah thariqah Qadiriyah yang juga membaca surah Al Ikhlas tiga kali pahalanya berbeda? Kan tidak. Tetap kembali pada sabda Baginda Nabi SAW, barang siapa membaca tiga kali surah Al ikhlas, sama halnya diberi pahala Al Quran satu khataman.

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah