Pentingnya belajar dengan Talaqqi

A’uudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil ‘alaamin

Allaahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaa Sayidina Muhammadin wa ‘alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajma'in.

Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq.

 

Pentingnya belajar dengan talaqqi

https://sites.google.com/site/pustakapejaten/mutiara-hikmah/hikmatush-shalihin/pentingnya-sanad-ilmu

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

amma ba'du,

 

“Isnad (sanad) itu sebagian dari agama. Jika tidak karena isnad (sanad), setiap orang akan berkata apa saja yang dikehendakinya.”

 

Firman Allah ta'ala:

 

سَنُقْرِئُكَ فَلاَ تَنسَىٰ

 

Kami sentiasa menjadikan engkau (wahai Muhammad) dapat membaca (Al-Quran yang diturunkan kepadamu dengan perantaraan jibril),sehingga engkau (menghafalnya dan) tidak lupa.

~Surah Al-'Ala:6.

y7¯RÎ)ur ‘¤)n=çGs9 šc#uäöà)ø9$# `ÏB ÷bà$©! AOŠÅ3ym AOŠÎ=tæ ÇÏÈ  

6. dan Sesungguhnya kamu benar-benar diberi Al qur'an dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha mengetahui. (QS. An-Naml :6)

 

.. 4 y7Ï9ºx‹Ÿ2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8yŠ#xsèù ( çm»oYù=¨?u‘ur Wx‹Ï?ös? ÇÌËÈ  

demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacanya secara tartil (teratur dan benar). (QS al-Furqan : 32)

 

Coba kita renungkan Adab yang Allah ajarkan kepada hambaNya dalam menuntut ilmu...

Pada zaman sekarang ini, banyak sekali orang yang menyepelekan bahkan tidak memperhatikan serta meninggalkan, atau mungkin tidak mengetahui akan berTalaqqi  ilmu dengan guru. Mungkin ada sebagian yang sudah merasakan cukup dengan banyak pembacaan/mempelajari berbagai buku/kitab, atau merasa sudah cukup menikuti “bedah buku/bedah kitab” tanpa perlu menalaah kitab tersebut dengan tuntunan dari seorang guru yang mumpuni, yang memilki sanad mutashil hingga kepada Utusan Allah atas Risalah agama ini, Baginda Nabi Rasulullah SAW.

Dalam ayat itu sendiri...

Allah azza wa Jalla memberitahu kepada Rasulullah bahwa ayat Al-Quran itu akan dibacakan oleh Jibril.as kepada Rasulullah sehingga beliau tidak lupa.

Dan inilah diantara rahasia mengapa seseorang itu perlu mengambil ilmu dari mulut guru itu sendiri, yang disebut Talaqqi. Agar TIDAK LUPA. Subhanallah...

Sering disaat kita perlukan sesuatu masalah, selalunya kita akan lebih mudah ingat ilmu yang kita dengar dari mulut guru kita,walau kita tidak mencatat,dibandingkan dari bahan-bahan bacaan yang kita pernah kita baca.

Biasanya,Ilmu yang kita perolehi dari guru kita itu....

Kita lebih mudah untuk mengamalkannya...

Kita lebih mudah memahami makna yang tersirat ... 

Kita lebih yakin untuk menyampaikannya... 

Kita lebih menghayatinya...

 

Kata sheikh Muhammad Awad Al-Manqosh: "Ilmu (pengetahuan) ada di buku-buku/kitab-kitab, tetapi rahasia ilmu itu ada di dada para ulama-Nya."

Karana itu, banyak orang yang belajar ilmu tetapi tidak merasai zauq (rasa/manisnya) ilmu tersebut, kerana tidak mengambil melalui ahlinya.

Bagaimana lagi jika kita mengambil ilmu itu dari mereka yang mempunyai silsilah hingga sampai kepada Rasulullah Shollahu 'Alaihi Wasallam????

 

"Kita berTalaqqi  dengan Syuyukh (para Syaikh) yang bersanad adalah untuk merasakan kesinambungan yang menyambungkan kita kepada Rasulullah Shollahu 'Alaihi Wasallam."~Al-Habib Umar Ibn Hafidz.

Ada yang merasakan 'buat apa datang pengajian, bahan pembicaraannya sudah ada dalam buku/kitab tersebut, tiada pernyataan/pengetahuan tambahan'.

Tanpa disadari, perasaan-perasaan seperti ini akan menimbulkan pemahaman 'bisa baca sendiri tanpa guru' padahal ini sebenarnya salah satu puncak dari penyakit Sombong. Kerana dia tidak mampu merendahkan dirinya dihadapan orang mukmin. Sebelum belajar saja sudah ada penyakit 'sombong', jadi bagaimanakah diri itu akan dapatkan cahaya ilmu apalagi sirrullah (Rahasia Illahi).

2 golongan yang tidak mau mempelajari ilmu (ilmu agama): Orang yang sombong dan orang yang malu.

Sebenarnya kita ber-Talaqqi  bukan semata-mata kita melakukankan apa yang guru kita sampaikan. Kita, kalau mengharap pada manusia memang akan selalu kecewa, karena kita mengharapkan guru itu memberi pengetahuan baru yang belum diketahui oleh diri kita.

Ada cerita, Ketika menziarahi Ustaz Afandi Ahmad (seorang guru Al-Qur’an di Singapore) yang datang ke Mesir untuk berTalaqqi  Al-Quran, sedang waktu itu, ditanya satu persatu apa yang paling suka di Mesir ini dan apa yang tidak puas/senang di hati...

Ada seseorang pun mengadu: 'saya rasa tidak puas(cukup) dengan apa yang saya dapat di kuliah/pengajian'.

Akhirnya, giliran Ustaz tersebut memberi komentar atas setiap keluhan kami itu...

Jawabannya: "Ridha dengan sedikit yang kita perolehi...insya Allah ada barakahnya."

Ini bukan bermakna supaya 'mudah merasa cukup' dengan kuliah tanpa perlu Talaqqi  (mengaji dengan guru) di luar kuliah. Maksud disini, Ridha dengan apa yang kita perolehi dari guru kita.

Walau pada lahirnya apa yang disampaikan seolah-olah kita 'sudah tahu', tapi yang akan kita peroleh sebenarnya adalah kefahaman yang Allah berikan di kemudian hari, dengan sebab belajar Talaqqi  dengan guru tersebut.

Contoh, apabila tiba waktunya untuk kita memberi, tiada orang untuk dirujuk, maka curahan kefahaman sebeginilah yang kita harapkan untuk memahamkan kita akan bahan rujukan yang sedang kita baca secara sendirian. Dan itu akan diperolehi berkat kesabaran kita dalam menimba ilmu dihadapan guru  ketika dulu...

Berkata guru kami Syaikh Muhammad Awad Al-Manqosh (ahli Hadist):

 

الأرزاق و الفتوحات تأتي على حسب موعدها

Rezki dan pembukaan dalam kefahaman datang mengikut waktu yg dijanjikan.

 

Diceritakan kepada kami ketika membaca kitab

 

'الجامع لأخلاق الراوي و آداب السامع'

 

Beliau dulu ketika awal belajar, membaca kitab matan-matan mustala’ah hadis di depan gurunya, selama 4 tahun tidak faham apa-apa. Kata beliau :

'Yang dasyatnya saya sampai tidak tahu membedakan antara apa itu hadist shohih dan hadis syaz. Kemudian selepas 4 tahun itu, Allah berikan saya kefahaman seolah-olah saya ketika itu menjadi orang yang begitu berbeda dari sebelumnya. Maka seseorang itu hendaklah bersabar. Karena rezeki dan pembukaan dalam kefahaman itu akan datang pada waktunya.'

Subhanallah...

Ya Allah, tenangkan kami akan segala yang Engkau telah tetapkan buat diri kami...

 

 

Pentingnya Belajar Ilmu Agama Secara Talaqqi

Talaqqi artinya belajar ilmu agama secara langsung kepada guru yang mempunyai kompetensi ilmu, tsiqah, dhabit dan mempunyai sanad kelimuan yang muttasil (bersambung) sampai ke Rasulullah Shallahu ‘Alaihi Wa Sallam melalui para Ulama Alimin Arifin.

 

1. Memiliki sanad keilmuan yang jelas

Kata Ibnul Mubarak:”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” Dikatakan juga: “permisalan orang yang ingin mengetahui perkara agamanya tanpa sanad, seperti orang yang menaiki suthuh (bagian atas) sebuah rumah tanpa tangga”

 

2. Mendapat ilmu dari lisan para ulama yang mumpuni di bidangnya

 

Syarat seseorang sukses dalam menutut ilmu oleh para ulama disebutkan:

1. Berbekal potensi akal untuk diisi dengan ilmu.

2. Ada guru yang akan membantu membuka jalan dalam belajar.

3. Didukung oleh kitab-kitab yang sahih.

4. Memiliki kesungguhan dan kontiunitas serta adab dalam belajar.

 

Apabila ada komponen ini yang tidak dipenuhi, maka akan ada ketimpangan dalam belajar dan dikhawatirkan meruai kegagalan dalam belajar agama.

Sebuah pesan arab menyebutkan: ambillah ilmu dari lisan para rijal, karena mereka menghafal hal-hal terbaik yang mereka dengar. Lalu mereka sampaikan hal-hal terbaik dari apa yang mereka hafal.

Dengan demikian seorang santri akan dengan mudah dan dalam waktu pendek mendapati kunci-kunci dan pemahaman ilmu.

Di dalam nasehat lain disebutkan bahwa salah satu syarat untuk sukses dalam belajar adalah: irsyaadu ustaadzin atau suhbatu ustaadzin (ada arahan dan nasehat-petuah dari seorang guru).

 

3. Tidak salah dalam memahami ilmu

Di dalam sebuah syair dijelaskan:

Orang-orang yang mengambil ilmu dari gurunya secara lisan,

Dari kesesatan dan penyelewengan akan terhindar.

Dan orang-orang yang mengambil ilmu dari lembaran-lembaran kertas,

Ilmunya di kalangan ahli ilmu dianggap tiada!

 

Di syair lain dijelaskan:

Apakah engkau mengaku sebagai seorang berilmu,

sementara engkau tidak membaca kitab dengan seorang syaikh yang akan menghilangkan keresahanmu?

Apakah engkau mengira, bahwa otakmu akan menjelaskan hal-hal yang musykil?

 Tanpa ada guru yang memberitahukannya?!,

Demi Allah otak benar-benar telah membohongi!

Dan mencari ilmu tanpa guru,

Sama halnya dengan orang yang menghidupkan lentera tanpa memiliki minyaknya.

Ilmu agama tidak bisa dipelajari secara otodidak, karena banyak hal dalam agama yang tidak bisa dicapai oleh logika manusia, sangat membutuhkan keimanan untuk memahaminya. Selain itu, banyak hal dalam agama yang mesti dicontohkan pelaksanaannya, tidak bisa diandai-andaikan atau dibuat-buat. Karena agama Islam bersumber dari wahyu langit, yang diwariskan secara turun temurun estafet dari Rasul Saw, kepada sahabat, dari sahabat kepada tabi`in, dari tabi`in kepada tabi` tabi`in, dari tabi` tabi`in kepada ulama salaf, dari ulama salaf dilanjutkan kepada ulama khalaf, yang seterusnya dilanjutkan kepada guru-guru kita secara bersambungan. Ilmu agama bukan dari logika manusia, kesepakatan manusia, sebuah penelitian atau apapun bentuknya. Ijtihad yang dilakukan manusia pun butuh kepada dalil. Dalil naqly juga butuh kepada kesahihan dalil, yang juga butuh kepada sanad yang berkesinambungan (ittishal sanad)

 

4. Belajar adab

Di dalam majelis ilmu kita diajarkan dan dicontohkan oleh seorang `alim rabbani tentang adab sebagai seorang hamba Allah yang mesti beribadah kepada Allah, diantara ibadah itu adalah berakhlaq baik kepada semua yang ada di alam raya. Seorang ulama bahkan memesankan kepada anaknya: lihatlah adab si fulan sebelum engkau belajar ilmu darinya!”

Sesungguhnya diantara sifat ilmu yang penuh barakah ini adalah didatangi bukan mendatangi.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

ﺇﺫﺍ ﻣﺮﺭﺗﻢ ﺑﺮﻳﺎﺽ ﺍﻟـﺠﻨﺔ ﻓﺎﺭﺗﻌﻮﺍ، ﻗﺎﻟﻮﺍ: ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻣﺎ ﺭﻳﺎﺽ ﺍﻟـﺠﻨﺔ؟

ﻗﺎﻝ: ﺣﻠﻖ ﺍﻟﺬﻛﺮ .

“Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga, perbanyaklah berdzikir”

 Para Shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu...?”

 Beliau menjawab, “Yaitu halaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu)”

[Hasan, HR at-Tirmidzi: 3510, Ahmad: III/150, Silsilah ash-Shahiihah: 2562]

 

 

Khalifah pun mendatangi seorang ulama untuk bertanya tentang masalah agama.

 Abu Ali al-Hasan bin ‘Ali bin Bundar Al-Zanjani menceritakan bahwa Khalifah Harun Ar-Rasyid mengutus seseorang kepada Imam Malik bin Anas agar beliau berkenan datang ke istana agar kedua anak Harun Ar-Rasyid yaitu Amin dan Makmun dapat langsung menimba ilmu agama kepada Imam Malik.

 Imam Malik menolak permintaan Khalifah Harun Ar Rasyid dan mengatakan,

 "Ilmu agama itu didatangi bukan mendatangi.."

 Untuk kedua kalinya Khalifah Harun Ar Rasyid mengutus utusan yang membawa pesan sang khalifah,

 ‘Kukirimkan kedua anakku agar bisa belajar agama bersama murid-muridmu’

 Imam Malik menjawab, ‘Silahkan dengan syarat keduanya tidak boleh melangkahi pundak supaya bisa duduk di depan dan keduanya duduk dimana ada tempat yang longgar saat pengajian.’

Akhirnya kedua putra khalifah tersebut hadir dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Imam Malik.

[Mukhtashar Tarikh Dimasyq, hal. 3769, Maktabah Syamilah]

  

Apa keunggulan belajar talaqqi 

1. Bertemu dengan para ulama yang rabbani dan mendapatkan kesempatan menghadiri riyaadhul jannah (taman-taman surga); Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadist yang maknanya, “Apabila kamu melewati taman-taman surga, minumlah (air) di dalamnya hingga puas.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud taman-taman surga itu?”  Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Majelis-majelis taklim.” (HR. Athabrani). Apalagi Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan, “Duduk bersama para ulama adalah ibadah.” (HR. Addailami)

 2. Menguasai bahasa arab lebih baik dan mengetahui maksud istilah-istilah yang biasa digunakan oleh para ulama zaman dahulu dan sekarang, sehingganya tidak salah dalam memahami ilmu syariat.

 3. Terbangunnya sebuah malakah ilmiah (intellectual quotient) yang baik

 4. Memperpendek waktu dalam belajar. (berkah waktu dan berkah ilmu)

   

Wallahu ‘alam bish showab, wal ‘afu minkum,

Wassalamu a’laikum warrahmahtullahi wabarakatuh

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!