Akibat Berwirid tanpa Guru

Al-Kisah no.23/ 16– 29 Nov 2009

 

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Habib Luthfi yang saya muliakan, saya mempunyai beberapa masalah yang telah lama mengganjal di hati saya.

Pertama, saya sering melihat pengo­batan dengan bantuan makhluk halus. Apakah hal tersebut diperbolehkan?

Kedua, saya juga sering melihat orang melakukan hipnotis. Apa pan­dangan Islam tentang hipnotis? Apakah hipnotis dibenarkan, atau dianggap se­macam ilmu penipuan?

Ketiga; apa bedanya kita membaca wirid-wirid tertentu dengan atau tanpa ijazah dari seorang guru?

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Abdurrahman Lubang Buaya, Jakarta

 

 

Wa'alaikumussalam Wr. Wb.

Patut diketahui, ikhtiar untuk me­nyembuhkan penyakit merupakan ke­wajiban. Selain itu perlu diketahui pula,Nabi Muhammad SAW bersabda, "Se­seorang yang terkena cobaan, penyakit atau lainnya, dan dia ridha atas penyakit yang menimpa dirinya, Allah akan mengampuninya atas dosa-dosanya, bagaikan sang bayi yang baru keluar dari rahim ibu."

lni menunjukkan kedudukan ridha orang yang menerima cobaan dari Allah SWT. Pahala karena keridhaan mene­rima cobaan sangat luar biasa. Ditambah lagi dengan pahala karena melaksana­kan perintah Allah agar kita berikhtiar. Artinya, kita mendapatkan pahala ganda dari Allah.

lkhtiar bisa di mana saja, selagi masih dalam batas-batas tuntunan agama. Di antaranya berobat ke dokter. Tapi, perlu ditekankan, dalam ikhtiar itu kita tidak boleh menyekutukan Allah SWT. Itu prinsip.

Contoh, minum obat atau pergi ke dokter. Kedua cara itu adalah ikhtiar, namun yang menyembuhkan hanyalah Allah SWT.

Adapun seseorang yang mengun­dang makhluk halus, khadam, itu di­jelaskan dalam kitab-kitab tertentu. Apabila kita menggunakan jalur obat-obatan yang berasal dari asma Allah, nama-­nama Allah, Allah memberikan kesem­buhan dengan perantara khadam, ham­ba yang dikasihi-Nya. Sebab, khadam itu bertugas menjaga bacaan atau ayat-ayat Allah SWT.

Sedang hipnotis, itu adalah kekuatan mata yang ditujukan pada satu titik. Kekuatan yang terfokus itu bisa digunakan untuk mempengaruhi satu titik saraf manusia dalam membantu pengobatan. Selagi benda atau ilmu tersebut positif, tidak melanggar syariatillah, syariat Allah, masih diperbolehkan. Sebaliknya, apabila merugikan orang lain, jelas dilarang.

Seperti misalnya pisau. Pisau untuk niat ibadah, dipakai ibu rumah tangga, sangat membantu. Sebaliknya, kalau pisau itu untuk merampok, jadi tidak benar. Piring atau galas, kita beli dengan halal dan balk. Tapi keduanya dipakai untuk mewadahi sesuatu yang najis, jadi tidak balk. Sama saja dengan hipnotis.

Mengenai pertanyaan melakukan wirid tanpa guru, ketahuilah, dengan melakukan wind tanpa guru akan timbul letupan-letupan yang tidak seimbang di dalam jiwa orang itu. Akibatnya muncul sikap yang tidak terkontrol atau efek yang kurang baik.

Contohnya, menemukan keghaibankeghaiban sendiri. Karena mentalnya belum siap, muncul kesombongan diri, dan tidak mendekatkan dirinya kepada Allah. Inilah yang dikhawatirkan bila mengamalkan awrad atau wirid-wirid tanpa guru.

Sangat berbeda bila ada guru pem­bimbing, la tahu persis harus bagai­mana. Di sinilah pentingnya seorang guru dalam segala hal, tidak hanya dalam masalah agama.

 

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah