05. Adab Berpuasa

Hendaknya engkau tidak hanya berpuasa di bulan Ramadan. Sebab dengan demikian engkau tak berniaga dengan amal-amal sunah dan tak memperoleh derajat mulia di surga Firdaus. Akhirnya engkau akan merugi dan menyesal manakala melihat derajat orang yang ber­puasa sebagaimana engkau melihat bintang yang ge­merlapan di tingkat tertinggi.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa ada beberapa hari yang jika kita berpuasa di dalamnya akan mem­berikan berbagai keutamaan dan ganjaran pahala yang besar. Hari-hari tersebut adalah hari Arafah bagi mereka yang tidak berhaji, hari Asyura, sepuluh hari pertama dari bulan Zulhijah, sepuluh hari pertama dari bulan Muharam, bulan Rajab dan Syakban, bulan-bulan Haram (Zulkaidah, Zulhijah, Muharam, dan Rajab), satu bulan di antaranya terpisah sedang yang tiga bulan la­innya berurutan. Ini dalam setahun. Sementara dalam sebulan, waktu-waktu mulia untuk berpuasa adalah di awal, di pertengahan, dan di akhir bulan, serta pada hari-hari al-bidh (yaitu tanggal 13, 14, dan 15). Semen­tara dalam seminggu, waktu-waktu yang utama untuk berpuasa adalah hari Senin, Kamis, dan Jumat. Dosa-­dosa dalam seminggu bisa terhapus dengan puasa pada hari-hari tersebut. Sementara dosa dalam sebulan bisa dihapuskan dengan puasa di awal bulan, di pertengahan dan di akhir bulan, serta hari-hari al-bidh. Begitu Dula dosa dalam setahun bisa terhapus dengan puasa pada hari-hari dan bulan-bulan yang telah disebutkan di atas.

Jangan engkau mengira bahwa puasa itu hanya me­ninggalkan makan, minum dan berhubungan badan. Nabi SAW. bersabda, "Betapa banyak orang yang ber­puasa tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga." Puasa menjadi sempurna dengan menahan anggota badan dari melakukan sesuatu yang menimbulkan kebencian Allah SWT. Oleh karena itu, engkau harus bisa menjaga mata untuk tidak meman­dang sesuatu yang tidak baik, menjaga lidah untuk tidak membicarakan sesuatu yang tak ada gunanya, menjaga telinga untuk tidak mendengarkan apa yang diharam­kan Allah karena yang mendengar menjadi sekutu bagi yang berbicara. Jadi, termasuk yang melakukan gibah. Begitu pula engkau harus memelihara semua anggota badan sebagaimana engkau memelihara perut dan ke­maluan. Sebuah riwayat menyebutkan, "Lima hal yang membatalkan pahala orang yang berpuasa: berdusta, na­mimah, sumpah palsu, dan melihat dengan syahwat." Nabi Saw. bersabda, "Puasa adalah tameng. Jika salah seorang di antara kalian sedang berpuasa, maka jangan berbuat jorok dan keji serta jangan berlaku bodoh. Apa­bila ada seseorang yang ingin memusuhi atau mence­lamu, maka katakan, 'Aku sedang berpuasa."

Kemudian berusahalah untuk berbuka dengan ma­kanan halal. Jangan makan terlalu banyak dimana eng­kau menambah jatah makan pada setiap malam karena puasamu. Maka, tidak ada bedanya jika jatah makan dua kali engkau habiskan dalam satu kali makan. Pa­dahal, maksud dari berpuasa adalah agar engkau bisa menghancurkan syahwatmu dan melipatgandakan ke­kuatanmu dalam bertakwa. Jika pada petang harinya engkau makan lebih, maka puasamu tak berguna dan perutmu menjadi beban bagimu. Jika tak ada tempat yang paling dibenci Allah Swt. daripada perut yang di­isi penuh dengan makanan halal, bagaimana jika ia diisi dengan makanan haram?!

Apabila engkau mengetahui makna puasa tersebut, maka perbanyaklah berpuasa semampumu karena ia merupakan landasan ibadah dan kunci untuk mendekat kepada Allah Swt. Rasulullah Saw. bersabda, "Allah Swt. berfirman, 'Setiap kebajikan dibalas dengan sepu­luh kali hingga tujuh ratus kali lipat, kecuali puasa. Pu­asa adalah untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan mem­balasnya.'" Rasul SAW. bersabda, "Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, bau mulut orang yang sedang ber­puasa lebih wangi di sisi Allah daripada aroma minyak misik." Allah Azza wa Jalla berkata, "Dia meninggalkan syahwat, makanan, dan minumannya karena Aku. Pu­asa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalas­nya." Nabi Saw. bersabda, "Di surga ada pintu yang bernama ar-Rayyan. Hanya orang yang berpuasa yang masuk ke dalamnya."

Penjelasan tentang masalah ketaatan ini cukup un­tukmu sebagai awal dari sebuah hidayah. Jika engkau menginginkan penjelasan tentang zakat dan haji atau tambahan keterangan tentang salat dan puasa, maka co­balah engkau cari dalam tulisan kami di dalam kitab Ihya Ulumiddin.