Cut Nyak Dien

Berada di areal makam Cut Nyak Dien yang tenang dan damai membuat kita dapat membayangkan bagaimana Sumedang di tahun 1906. Pada 11 Desember 1906, Cut Nyak Dien diasingkan ke tempat yang berjarak ribuan kilometer dari tanah perjuangannya, Aceh.

Makam Cut Nyak Dien berada di makam bangsawan Sumedang di Gunung Puyuh, Sumedang, Jawa Barat. Beliau adalah rakyat Sumedang yang berdarah Aceh. Ketika Cut Nyak Dien datang di Sumedang tak banyak orang tahu mengenai perempuan ini. Tua renta dan bermata rabun. Pakaiannya lusuh, dan hanya itu saja yang melekat di tubuhnya. Sebuah tasbih tak lepas dari tangannya, juga sebuah periuk nasi dari tanah liat. Dia datang ke Sumedang bersama dua pengikutnya sebagai tahanan politik Belanda.

Sisi atas makam Cut Nyak Dien (sejajar posisi kepala)

Mengenai dua pengikutnya, menurut Pak Dadan, penjaga makam, hanya satu yang diketahui namanya yaitu Tengku Nana. Tengku Nana adalah pendamping Cut Nyak Dien ketika ia diasingkan ke Sumedang. Tengku Nana menikah dengan wanita Sumedang dan kembali ke Aceh, begitu yang dituturkan Pak Dadan.

Cut Nyak Dien hanya berada 2 tahun di Sumedang. Dengan keadaan renta dan rabun. Pada tanggal 6 November 1908, Cut Nyak Dien meninggal karena usianya yang lanjut.  

Sisi atas makam Cut Nyak Dien (sejajar posisi kaki)

Makam Cut Nyak Dhien pertama kali dipugar pada 1987 dan dapat terlihat melalui monumen peringatan di dekat pintu masuk yang tertulis tentang peresmian makam yang ditandatangani oleh Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan pada tanggal 7 Desember 1987. Makam Cut Nyak Dien dikelilingi pagar besi yang ditanam bersama beton dengan luas 1.500 meter persegi.

Sisi bawah makam Cut Nyak Dien 

The under side of the Cut Nyak Dien grave  (parallel position of the foot)

Pada batu nisan Cut Nyak Dien terdapat banyak ornamen yang dapat kita lihat. Pada cungkup atasnya (posisi sejajar kaki) tertulis riwayat hidupnya. Pada cungkup atasnya (posisi sejajar kepala) terdapat tulisan Arab. Pada nisan bawah Cut Nyak Dien tertulis surah Al Quran : Sura At Taubah dan Al Fajar serta syair puisi persembahan untuk Cut Nyak Dien. Terdapat pula hikayat cerita Aceh, lihat pada tulisan wisata Ziarah Waliyuallah : Cut Nyak Dien part syair di sekitar Makam Cut Nyak Dien.

Gerbang Makam Cut Nyak Dien di Sumedang, Jawa Barat

Wisata Ziarah Waliyuallah Cut Nyak Dien di Sumedang tidaklah lengkap tanpa mengetahui sejarah kehidupan sang wali Allah, Cut Nyak Dien. Bagaimana sejarah kehidupan sang wali Allah sehingga beliau menjadi inspirasi baik ketika beliau masih hidup hingga kini beliau telah tiada.

Cut Nyak Dien pada mata uang Indonesia

Cut Nyak Dien lahir dari keluarga bangsawan yang taat beragama di Aceh Besar pada tahun 1848. Saat berusia 12 tahun, ayahnya Teuku Nanta Setia, menikahkannya dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, putra dari Uleebalang Lamnga XIII. Dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, Cut Nyak Dien dikaruniai seorang putera. Tahun 1873, Belanda menyatakan perang, ditandai tembakan meriam ke daratan Aceh dari kapal Citadel van Antwerpen, Acehpun bergelora dan perang Aceh meletus. Pada perang pertama (1873-1874), Aceh yang dipimpin Panglima Polim dan Sultan Machmud Syah takluk dari pasukan Belanda yang dipimpin Johan Harmen Rudolf Kohler (yang merupakan kakek dari penyanyi Ahmad Dhani) dengan kekuatan Belanda mencapai 3198 tentara. 

Pemimpin pembakaran Mesjid Raya Aceh, Baiturrahman

 Johan Harmen Rudolf Kohler

8 April 1873, Belanda mengambil alih kota Aceh dan membakar masjid raya Baiturrahman. Kejadian ini sontak membuat Cut Nyak Dien geram. Ia pun mengajak mengajak rakyat Aceh untuk berjihad melawan Belanda.“Lihatlah wahai orang-orang Aceh! Tempat ibadat kita dirusak. Mereka telah mencoreng nama Allah, sampai kapan kita begini? Sampai kapan kita akan menjadi budak Belanda?” Semangat rakyat Aceh kembali membara. Perang pun dilanjutkan, Cut Nyak Dien memerangi Belanda tanpa rasa takut bahkan di ketika berperang Cut Nyak Dien menggendong putra lelakinya. Perjuangan Cut Nyak Dien beserta rakyat Aceh yang tak kenal menyerah  berhasil memenangkan Kesultanan Aceh di perang pertama. Suami Cut Nyak Dien, Tengku Cek Ibrahim Lamnga yang bertarung di garis depan bersorak gembira setelah Kohler dinyatakan tewas.

Periode 1874-1880 Belanda membalas kekalahannya dengan menduduki wilayah Mukim Aceh. Cut Nyak Dien dan bayinya akhirnya mengungsi pada 24 Desember 1875.Ketika Ibrahim Lamnga bertempur di Gle Tarum, ia tewas pada tanggal 29 Juni 1878.

Setelah dua tahun meninggalnya sang suami, Ibrahim Lamnga, tokoh pejuang Aceh Teuku Umar, melamar Cut Nyak Dhien. Kemudian Cut Nyak Dien menikah dengan Teuku Umar pada tahun 1880. Mereka berduapun bersama - sama memimpin perjuangan rakyat  Aceh melawan  Kaphe Ulanda (Belanda Kafir) dengan bergerilya.

Sajak persembahan di sisi depan makam Cut Nyak Dien

Tribute's poem for Cut Nyak Dien in front of Cut Nyak Dien's grave

Wisata Ziarah Waliyuallah (wali Allah) dan ziarah religi Sumedang tidak bisa lepas dari tokoh pahlawan wanita, Cut Nyak Dien. Mengapa Cut Nyak Dien merupakan waliyuallah karena jihadnya membebaskan tanah Aceh dari penjajah. Bukti tersebut tertulis pada makam Cut Nyak Dien di Sumedang ini. Ornamen di sisi depan makam Cut Nyak Dien berbentuk syair dapat kita lihat. Tergelitik hati ini untuk mencari apa makna dari bait - bait syair yang dipahat di makam beliau. 

Setelah saya mencari mengenai apakah makna dari syair ini, saya mendapatkan di website dari Center for Community Development and Education yang berjudul Menziarahi Cut Nyak Dien. Ternyata rangkaian syair ini adalah sajak pujian untuk Cut Nyak Dien. Sajak tersebut tertulis :

Karena djihadmu perdjuangan,

Atjeh beroleh kemenangan,

Dari Belanda kembali ke tangan,

Rakjat sendiri kegirangan.

Itulah sebab sebagai kenangan,

Kami teringat terangan-angan,

Akan budiman pahlawan djundjungan,

Pahlawan wanita berdjiwa kajangan.

Disisi lain dari makam Cut Nyak Dien juga tertulis sajak yang berjudul Hikajat Prang Sabi. Hikayat ini ditulis oleh Tengku Chik Pante Kulu, seorang pujangga Aceh di masa lalu. Isinya sajak ini membangkitkan semangat rakyat Aceh untuk berperang melawan penjajah. Adapun isi sajaknya sebagai berikut:

Djanji Tuhan Rabbula’la

Neubloehamba ba’ prang sabil

Njankeu keujum neubri keugata,

Patna tjidra peneudjeut rabbi.

Wahe teungke uleebalang,

Njan buloeeng prang Tuhan neubri,

Dijup langet diateuih boimoe,

Lam lam njoe tanna sabe

Dikutip dari website dari Center for Community Development and Education yang di terjemahkan oleh Firdaus, maka arti dari syair yang tertulis di Makam Cut Nyak Dien adalah :

Janji tuhan terbukalah,

Dibeli hamba untung Perang Sabi,

Itulah harga diri yang kuberikan,

Dimana janji Allah tidak ada yang cacat.

Wahai tengku uleebalang,

Dalam perang yang Tuhan berikan,

Di atas langit di bawah bumi,

Di alam ini tidak selamanya ada.

Wisata Ziarah Waliyuallah, Cut Nyak Dien di Sumedang tentulah tak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan Cut Nyak Dien bersama Tengku Umar, Suaminya. Penjuangan melawan Kaphe Ulanda (Kafir Belanda) dari tanah Aceh.

Setelah menikah dengan Tengku Umar, Cut Nyak Dien dan Tengku Umar terus menekan Belanda. Menyerang Banda Aceh (Kutaraja) dan Meulaboh (bekas basis Teuku Umar), sehingga Belanda terus-terusan mengganti jendral yang bertugas.Unit " Marechaussee" lalu dikirim ke Aceh. Mereka dianggap biadab dan sangat sulit ditaklukan oleh orang Aceh. Pasukan ini juga menyebabkan kesuksesan jendral selanjutnya karena banyak orang yang tidak ikut melakukan jihad kehilangan nyawa mereka, dan ketakutan pada penduduk Aceh.

Tengku Umar, pejuang Allah yang tak pernah gentar berjuang

  Jendral Joannes Benedictus van Heutsz memanfaatkan ketakutan ini dan mulai menyewa orang Aceh untuk memata-matai pasukan pemberontak sebagai informan sehingga Belanda menemukan rencana Teuku Umar untuk menyerang Meulaboh pada tanggal 11 Februari 1899 Akhirnya, Teuku Umar gugur tertembak peluru. Ketika Cut Gambang, anak Cut Nyak Dhien, menangis karena kematian ayahnya, ia ditampar oleh ibunya yang lalu memeluknya dan berkata : Sebagai perempuan Aceh, kita tidak boleh menumpahkan air mata pada orang yang sudah syahid 

 Cut Nyak Dien lalu memimpin perlawanan melawan Belanda di daerah pedalaman Meulaboh bersama pasukan selama 25 tahun. Perlawanan di jalan Allah menghapuskan penjajahan. Menelan banyak korban, termasuk para perwira Belanda. Perlawanan yang menimbulkan kekisruhan besar bagi kalangan Belanda. Tanpa persenjatan yang layak, dengan kekurangan makanan, tanpa tempat berteduh yang memadai dan dari dalam hutan.

Pada akhir perjuangan Cut Nyak Dien, Panglima Cut Nyak Dhien yang bernama Pang Laot melaporkan lokasi markasnya kepada Belanda karena iba. Akibatnya, Belanda menyerang markas Cut Nyak Dien di Beutong Le Sageu. Pada saat Belanda datang untuk menangkap Cut Nyak Dien, Kapten Belanda Veltman dan para serdadunya berdiri terpaku di hadapan Cut Nyak Dien, yang tengah duduk sambil berdzikir. Agak lama mereka berdiri terpana, tanpa suara, hanya memandang pejuang wanita itu. 

Kapten Belanda Veltman dan serdadunya tetegun akan keagungan dan kesahajaan pejuang Allah, Cut Nyak Dien. Dengan santun Veltman berkata kepada waliyuallah: “Cut Nyak, maafkan saya. Saya kapten Veltman. Saya melaksanakan tugas sebagai serdadu. Saya ditugaskan untuk membawamu..”

Beberapa serdadu Belanda menyiapkan tandu untuk membawa nenek yang tampak sudah begitu lemah itu. Valtmen terus membujuk, sementara Cut Nyak Dien tak henti-hentinya menggumamkan dzikir. 

 

Cut Nyak Dien tertunduk menangis ketika tertangkap tidak karena takut tetapi karena terbuka hijabnya

Veltman merasa bujukannya tak didengar, ia lantas memberi isyarat kepada Pang Laot Ali untuk membantu. Pang Laot Ali menghampiri, ikut membujuk: “Cut Nyak, ini demi kesehatanmu. Aku lakukan ini demi kesehatanmu. Mereka berjanji akan merawatmu dengan baik. Jangan salah mengerti…”

Belum selesai kalimat Pang Laot, Cut Nyak Dien menarik rencong dari balik kainnya dan menebaskan ke tubuh Pang Laot. “Pengkhianat!” teriak Cut Nyak Dien. Keributan terjadi. Para serdadu Belanda segera melerai. Pang Laot Ali terluka. Cut Nyak Dien masih mencoba menyabetkan rencongnya ke arah Valtmen dan serdadu-serdadu di sekitarnya, namun badannya terlalu lemah. Para serdadu berhasil meredam amukannya. “Pang Laot! Kau aib buat kami!” teriak Cut Nyak Dien lagi. “Ya Allah ya Tuhan. Inikah nasib perjuanganku? Di dalam bulan puasa aku diserahkan kepada kafir.”

Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan yang sudah dilakukan oleh ayah dan ibunya. Cut Nyak Dien kemudian di asingkan di Banda Aceh, kemudian di pindahkan ke Sumedang hingga akhir hayatnya.