al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf (Gresik)

Al-Habib Al-Quthub Al-Ghauts al-Arifbillah Abubakar bin Muhammad Assegaf lahir di kota Besuki, Jawa Timur, pada tahun 1285 H. Semenjak kecil beliau sudah ditinggal oleh ayahnya yang wafat di kota Gresik. Pada tahun 1293 H, Habib Abubakar kemudian berangkat ke Hadramaut karena memenuhi permintaan nenek beliau, Syaikhah Fatimah binti Abdullah 'Allan.

Tokoh Ulama Gresik ini telah banyak mencetak Murid -murid yang kebanyakan murid -murid beliau menjadi Ulama terkemuka sebut saja Al alamah Habib Abdul qodir bil faqih seorang Ulama Hadist dan Wali quthub pendiri Pondok Pesantren Darul hadist Al Faqihiyyah malang Jawa timur dan masih banyak murid -murid beliau yang sebagian besar telah mendapat kedudukan yang mulia ( bergelar wali quthub).

Habib Abu bakar bin Muhammad Assegaf lahir di desa Besuki ( jawa timur ) sekitar tahun 1864 M. Sejak kecil telah menjadi yatim namun bakat kewaliaan dan kecintaan terhadap ilmu sudah nampak sejak umur 3 tahun. Hati beliau telah mendapat cahaya Ladunni dari alloh SWt ini terbukti ketika beliau masih berumur 3 tahun telah mampu mengingat berbagai peristiwa dan kejadian yang telah menimpa dirinya.

Usia 8 tahun tepatnya tahun 1856 M Habib Abu bakar dikirim oleh ibunya ke tanah leluhurnya di Sewun tarim Yaman Selatan. Di sana beliau di asuh dan dididik oleh pamannya Habib Syech bin Umar assegaf seorang Tokoh Ulama termasyhur di kota Sewun. Kecerdasan dan kejernihan Hati yang di miliki habib Abu bakar Assegaf mampu menguasai beberapa bidang ilmu walaupun usianya masih relatif muda. Pamannya tak segan-segan mengajak keponakannya untuk menghadiri majlis majlis ilmu di kota Sewun dan menanamkan rasa kecintaan terhadap Alloh SWT dengan mengajari perilaku-perilaku shalafus Sholeh seperti Sholat Tahajut dan puasa puasa sunnah.

Di sewun, al-Habib Abu bakar as-Seqqaf belajar juga kepada Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi ( penyusun kitab Maulid Simthud Durror) dan menjadi murid kesayangannya. Pertama kali melihat Habib Abu bakar assegaf , Habib Ali bin Muhammad al habsyi telah melihat tanda-tanda kewaliaan dan kelak akan menjadi ulama yang memiliki kedudukan dan derajat yang Mulia. Beliau juga belajar kepada al Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, al Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib Abdurrahman al-Masyhur, juga putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, dan juga al Habib Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak lagi guru beliau yang lainnya.

Tahun 1881 M habib Abu bakar Assegaf kembali ke Tanah air dan Mulai melakukan ritual dakwahnya. Walaupun beliau memiliki Ilmu yang cukup mumpuni namun kerendahan hati untuk menghargai para ulama-ulama Sepuh di tanah air beliau tak segan segan untuk belajar dan minta ijazah serta barokah dari para ulama-ulama sepuh seperti Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.

Beliau berangkat kesana ditemani dengan Al-Mukarram Muhammad Bazmul. Sesampainya disana, beliau disambut oleh paman, sekaligus juga gurunya, yaitu Abdullah bin Umar Assegaf, beserta keluarganya. Kemudian beliau tinggal di kediaman Al-Arif Billah Al-Habib Syeikh bin Umar bin Saggaf Assegaf.

Di kota Seiwun beliau belajar ilmu figih dan tasawuf kepada pamannya Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Hiduplah beliau dibawah bimbingan gurunya itu. Bahkan beliau dibiasakan oleh gurunya untuk bangun malam dan shalat tahajud meskipun usia beliau masih kecil. Selain berguru kepada pamannya, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama besar yang ada disana. Diantara guru-guru beliau disana antara lain :

• Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhammad Alhabsyi 

• Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf 

• Al-Habib Idrus bin Umar Alhabsyi 

• Al-Habib Ahmad bin Hasan Alatas 

• Al-Habib Al-Imam Abdurrahman bin Muhammad Almasyhur (Mufti Hadramaut saat itu). 

• Al-Habib Syeikh bin Idrus Alaydrus 

Al-Habib Al-Qutub Ali bin Muhamad Al Habsyi muallif Simtud Dhuror, sungguh telah melihat tanda-tanda kebesaran dalam diri Habib Abubakar dan akan menjadi seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi. Al-Habib Ali Alhabsyi berkata kepada seorang muridnya, "Lihatlah mereka itu, 3 wali min auliyaillah, nama mereka sama, keadaan mereka sama, dan kedudukan mereka sama. Yang pertama, sudah berada di alam barzakh, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alaydrus. Yang kedua, engkau sudah pernah melihatnya pada saat engkau masih kecil, yaitu Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Abdullah Alatas. Dan yang ketiga, engkau akan melihatnya di akhir umurmu". Mereka mencapai maqam Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq.ra.

Setelah menuntut ilmu disana, pada tahun 1302 H beliau pun akhirnya kembali ke pulau Jawa bersama Habib Alwi bin Saggaf Assegaf, dan menuju kota Besuki. Disinilah beliau mulai mensyiarkan dakwah Islamiyyah di kalangan masyarakat. Kemudian pada tahun 1305 H, disaat usia beliau masih 20 tahun,  beliau pindah menuju kota Gresik.

Di pulau Jawa, beliau pun masih aktif mengambil ilmu dan manfaat dari ulama-ulama yang ada disana saat itu, diantaranya yaitu :

• Al-Habib Abdullah bin Muhsin Alatas (Bogor) 

• Al-Habib Abdullah bin Ali al-Haddad (Bangil, wafat di Jombang) 

• Al-Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Alatas (Pekalongan) 

• Al-Habib Al-Qutub Abubakar bin Umar Bin Yahya (Surabaya) 

• Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi (Surabaya) 

• Al-Habib Muhammad bin Ahmad Almuhdhor (wafat di Surabaya) 

Pada suatu hari disaat menunaikan shalat Jum'at, datanglah ilhaamat rabbaniyyah kepada diri beliau untuk ber-uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Ilahiah, ber-tawajjuh (menghadap) kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya di dalam keheningan. Hal tersebut beliau lakukan dengan penuh kesabaran dan ketabahan.

Waktu pun berjalan demi waktu, sehingga tak terasa sudah sampai 15 tahun lamanya. Beliau pun akhirnya mendapatkan ijin untuk keluar dari uzlahnya, melalui isyarat dari guru beliau, yaitu Al-Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi, setelah meminta kepada al-Quthb 'Arifbillah al-Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahyauntuk memintakan izin kepada Rasulullah SAW untuk mengizinkan al-Habib Abu Bakar as-Seqqaf keluar dari khlawatnya. Berkata Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi, "Kami memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah selama 3 malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abubakar bin Muhammad Assegaf dari khalwat-nya". Setelah keluar dari khalwatnya, beliau ditemani dengan Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berziarah kepada Al-Imam Al-Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.

Sehabis ziarah, beliau dengan gurunya itu langsung menuju ke kota Surabaya dan singgah di kediaman Al-Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Masyarakat Surabaya pun berbondong-bondong menyambut kedatangan beliau di rumah tersebut. Tak lama kemudian, Al-Habib Muhammad bin Idrus Alhabsyi berkata kepada khalayak yang ada disana seraya menunjuk kepada Habib Abubakar, "Beliau adalah suatu khazanah daripada khazanah keluarga Ba'alawi. Kami membukakannya untuk kemanfaatan manusia, baik yang khusus maupun yang umum".

Semenjak itu Habib Abubakar mulai membuka majlis taklim dan dzikir di kediamannya di kota Gresik. Masyarakat pun menyambut dakwah beliau dengan begitu antusias. Dakwah beliau tersebar luas...dakwah yang penuh ilmu dan ikhlas, semata-mata mencari ridhallah. Dalam majlisnya, beliau setidaknya telah mengkhatamkan kitab Ihya Ulumiddin sebanyak 40 kali. Dan merupakan kebiasaan beliau, setiap kali dikhatamkannya pembacaan kitab tersebut, beliau mengundang jamuan kepada masyarakat luas.

Suatu kisah ketika Al-Habib Alwy bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo) datang ke Gresik ke kediaman Al-Habib Abu Bakar, Dalam majelis itu lalu dibacakan kumpulan mimpi Habib Alwi bin Abdullah Alaydrus yang tinggal di Pekalongan.  Beliau pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW.  Dalam mimpinya beliau SAW berkata kepadanya, “Jika engkau rindu kepadaku, pandanglah wajah Abubakar bin Muhammad Assegaf sampai ke dagunya.”

Kebetulan saat itu Sayyidiy Alwi duduk berhadapan dengan Habib Abubakar.  Al-‘Am Abdulkadir bin Hadi meminta agar Sayyidiy Alwi duduk di samping Habib Abubakar.  “Biarkan aku duduk di hadapan Habib Abubakar demi melaksanakan perintah Al-Musthofâ (rasulullah) saw dalam mimpi tadi,” kata Sayyidiy Alwi. 

Habib Abubakar berkata, “Seseorang bertanya kepadaku tentang hâl Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi.  Aku jawab, Habib Ali bagaikan matahari.  Yakni, nur, manfaat dan sikap shidq beliau seperti matahari.  Habib Ali telah memberikan manfaat kepada banyak hamba Allah.  Setiap hamba memperoleh manfaat dan cahaya beliau ra.  Semoga Allah meridhoi mereka semua, memberi kita manfaat berkat mereka dan memberi kita karunia mereka, meskipun niat dan amal kita jauh dari niat dan amal mereka.  Semoga Allah tidak mengharamkan kita dari kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan amal kita.” 

    Abdulkadir bin Umar Maulakhela kemudian melantunkan syair Habib Ali: 

    Suara nyanyian, menghibur hati 

    dengannya, hilang segala duka 

 

Setelah qoshidah selesai dibawakan, Habib Abubakar bertanya, “Qoshidah siapa itu?”  “Qoshidah Habib Ali,” jawab seseorang.  Beliau lalu bercerita, “Ketika aku di Hadramaut, Habib Ali memiliki hubungan yang sangat erat denganku.  Pernikahanku yang pertama, beliaulah yang menikahkan dan membiayainya.  Ketika aku hendak pergi ke Jawa, beliau berkata kepadaku, ‘Jika kau ingin menikah lagi, aku akan menikahkanmu.’  Namun aku tidak mau, beliau lalu mengizinkan aku pergi ke Jawa.”  (Setelah diam sesaat) Habib Abubakar melanjutkan, “Aku tidak berdiri, duduk, atau mengerjakan sesuatu, kecuali atas petunjuk beliau.  Dan beliau selalu ada di dekatku.”

Habib Abubakar berkata kepada Sayyidiy Alwi, “Kita semua berada dalam keberkahan ayahmu.  Saat ini Habib Ali Al-Habsyi bersama kita di tempat ini.  Dan setiap hari ia bersamaku di sini.” 

Di antara ucapan Habib Abubakar, semoga Allah memanjangkan umur beliau, karena ingin menyebut-nyebut nikmat Allah adalah sebagai berikut, “Saat aku sakit, Al-Musthofâ saw datang menjengukku dan aku dalam keadaan sadar (yaqodhoh).  Aku berpelukan dengan beliau di tempat ini.  (sambil menunjuk tempat yang biasa beliau duduki)  Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam juga pernah datang ke tempat ini setelah sholat Ashar dan aku dalam keadaan jaga.  Aku sedang duduk di atas sajadah, tiba-tiba Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam datang diapit dua orang lain.  Salah seorang di antara mereka berkata, “Kenalkah kau orang ini?” katanya seraya menunjuk orang yang di tengah. 

    “Tidak,” jawabku. 

    “Beliau adalah kakekmu, Sayidina Al-Faqîh Al-Muqoddam,” kata orang itu. 

    Semoga Allah meridhoi mereka semua dan memberi kita manfaat di dunia dan akhirat berkat mereka. 

    Sayidina Al-Ârifbillâh, Nûruddîn, Imâmul Muttaqîn, Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam kalam beliau berkata, “Ahwâl kaum arifin tidak bisa dijangkau akal manusia.  Diperlukan iman dan kepasrahan (taslîm) untuk mempercayainya.   Dan kami mempercayai dan membenarkannya. 

Imam Abu Qasim Al-Junaid.ra berkata: 

    ‘Membenarkan pengetahuan kami merupakan kewalian yang kecil.’ 

    Kami beriman kepada Allah dan segala sesuatu yang datang dari-Nya, dan dari Rasul-Nya saw serta keistimewaan-keistimewaan yang diberikan Allah kepada para wali-Nya.  Semoga Allah tidak mengharamkan segala kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan kami.  Kami hanya dapat berkata, “Ya Allah, tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bukannya jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula jalannya orang-orang yang sesat.” 

Beliau adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti jalan, atribut dan akhlak keluarga dan Salafnya Saadah Bani Alawi. Majlis beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad menuju jalan para pendahulunya. Majlis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab mereka. Inilah perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah salafnya dan berusaha berjalan diatas... qadaman ala qadamin bi jiddin auza'i.

Pada hari sabtu, 3 Syawal 1370 H, diadakan majlis yang mulia di rumah sayyidina Al-Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf di kota Gresik yang dihadiri oleh banyak orang dari berbagai penjuru kota seperti Malang, Bangil, Pasuruan dan lain-lain. 

Al-Habib Abubakar sebagaimana biasanya duduk memimpin majlis. Beliau memakai jubah warna hijau, imamah putih dan rida’ (selendang) yang indah, dengan wajah beliau yang mulia memancarkan cahaya Ilahi.

Kemudian munsyid membacakan qashidah dari Al-Habib Alwi bin Muhammad Al Haddad, yang isinya pujian untuk Al-Habib Abubakar dan tawassul kepada beliau.

Setelah itu Al-Habib Abubakar menanyai hadirin mengenai siapa pengarang dan untuk siapa qashidah ini dikarang dan menganjurkan para hadirin untuk mencontoh sifat husnudz dzon daripada Al-Habib Alwi (pengarang qashidah tersebut).

Setelah mengucapkan tarhiib (ucapan selamat datang pada hadirin), berkata sayyidina Al-Habib Abubakar,

“Sesungguhnya aku memaksakan diriku untuk berpakaian seperti ini, sedangkan badanku saat ini dalam kondisi lemah. Ini semua adalah merupakan pelajaran bagi semua orang agar mengikuti dan menjaga bagaimana para salafunas solihin berpakaian, dan agar tetap selalu ada orang-orang berpegang teguh untuk mengikuti jejak salaf rodhiyallaahu Ta’ala ‘anhum.”

Sebuah perjalanan religius seorang kekasih Allah hingga maqom Shiddiqiyyah Kubro

Nasab Beliau yang mulia adalah 

Garis keturunan beliau yang suci ini terus bersambung kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi Muhammad S.A.W.

Sungguh al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai beliau Rhm di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena power (kekuatan) dan kejernihan rohani beliau, serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath (pembuka tabir hati) darinya. 

Pada tahun 1293 H, atas permintaan nenek beliau yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayah beliau), beliau merantau ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan tanah kelahirannya Jawa. Di kala al-Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Segaf akan sampai di kota Sewun, beliau di sambut di perbatasan kota oleh paman sekaligus guru beliau al-Allamah Abdullah bin Umar berikut para kerabat. Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah al-Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah sampai beliau dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata kebahagiaan sang paman membasahi pipinya.

Hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang

Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang.

Sungguh perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada diri sang keponakan. Beliau belajar kepada sang paman al-Habib Abdullah bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada akhir malam ketika beliau masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat tahajjud bersama-sama, al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka kota Hadramaut. Sungguh mereka (para ulama) telah mencurahkan perhatiannya pada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka beliau ra. Banyak menerima dan memperoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatiannya kepada beliau, adalah al-Imam al-Arifbillah al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, (seorang guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf). 

Sungguh Habib Ali telah menaruh perhatiannya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf semenjak beliau masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju Hadramaut.

Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada salah seorang murid seniornya “Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, beliau adalah Quthbul Mala’ al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Aidrus al-Adani, yang kedua, aku melihatnya ketika engkau masih kecil beliau adalah al-Habib al-Ghoust Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat sendiri nanti di akhir dari umurmu”.

Maka tatkala memasuki tahun terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah SAW sebanyak lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam mimpi Beliau SAW mengatakan kepadanya (orang yang bermimpi) ” Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf”! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal al-Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rosul al-Musthofa SAW didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi dimana beliau pernah berkata “Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama”. Setelah itu ia (orang yang bermimpi) menceritakan mimpinya kepada al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia. 

Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya al Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi sampai-sampai Habib Ali sendiri yang meminangkan beliu dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (diantara para masyayikhnya) adalah al Allamah al Habib Abdullah bin Umar Assegaf sebagai syaikhut tarbiyah, al Imam al Quthb al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga al Mukasyif al Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepada beliau “Engkau adalah pewaris haliyah kakekmu al Habib Umar bin Segaf”. 

Sekian banyak para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti al Habib Muhammad bin Ali Assegaf, al Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, al Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas, al Habib Abdurrahman al-Masyhur, juga putera beliau al Habib Ali bin Abdurrahman al-Masyhur, dan juga al Habib Syekh bin Idrus al-Idrus dan masih banyak lagi guru beliau yang lainnya.

Pada tahun 1302 H, ditemani oleh al Habib Alwi bin Segaf Assegaf al Habib Abu Bakar Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki. Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu beliau berumur 20 tahun beliau pindah ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja al Habib Abdullah bin Muhsin al-Atthas, al Habib Abdullah bin Ali al-Haddad, al Habib Ahmad bin Abdullah al-Atthas, al Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi,al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdlar, dan lain sebagainya.

Kemudian pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum’at ketika sang khatib berdiri diatas mimbar beliau r.a mendapat ilham dari Allah SWT bergeming dalam hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hati beliau untuk melakukannya, seketika setelah bergeming beliau keluar dari masjid jami’ menuju rumah kediamannya. Beliau al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat Allah mengizinkan beliau untuk keluar dari khalwatnya, guru beliau al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat kepada beliau untuk mengakhiri masa khalwatnya, al Habib Muhammad al-Habsyi berkata “selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari khalwatnya”, lantas beliau menggandeng al Habib Abu Bakar Assegaf dan mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani al Habib Muhammad al-Habsyi beliau r.a menziarahi al Habib Alawi bin Muhammad Hasyim, sehabis itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman al Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf al Habib Muhammad bin Idrus al-Habsyi memproklamirkan kepada para hadirin “Ini al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf termasuk murtiara berharga dari simpanan keluarga Ba ‘Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh manusia”. 

Setelah itu beliau membuka majlis ta’lim dirumahnya, beliau menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (tempat rujukan) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang mempunyai maksud kepada beliau dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumah beliau sendiri, al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan kitab Ihya’ Ulumuddin lebih dari 40 kali. Pada setiap kali hatam beliau selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. al Habib Abu Bakar Assegaf betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan dibacanya dalam majlis beliau sejarah dan kitab-kitab buah karya para aslafnya. 

Adapun maqom (kedudukan) al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, beliau telah mencapai tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi dari mereka yang hidup sezaman dengan beliau. Berikut ini beberapa komentar dari mereka.

Sayyidina Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi; “Kelak akan ada seorang murid ku yang nanti memiliki kekeramatan sama dengan-ku namanya adalah Abu Bakar Assegaf.”

Ternyata beliau adalah Sayyidina Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf wali quthub gresik.

al Imam al Habib Muhammad bin Ahmad al-Muhdhar berkata,

“Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil. Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi menyusul maqom-maqom para aslafnya (leluhurnya)”.

Al Habib Alwi bin Muhammad al-Haddad berkata,

“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah SWT”.

Al Arif billah al Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi pernah berkata di rumah al Habib Abu Bakar Assegaf dikala beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan al Habib Abu Bakar Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Habib Ali berkata kepada para hadirin ketika itu, 

Beliau berkata: "Habib Abu Bakar ini adalah Raja Lebah (Rajanya para Wali dizamannya). Beliau adalah saudaraku dijalan Alloh. Pandanglah Beliau, karena memandang Beliau adalah Ibadah".

Al Habib Husain bin Muhammad al-Haddad berkata

“Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, Beliau adalah Pemimpin Para Wali dimasanya, beliau telah berada pada Maqom as Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala sesuatu." 

Kemudian al-Habib Husein bin Muhammad al-Haddad membaca ayat al-Qur'an, Beliau berhak untuk dikatakan “Dia hanyalah seorang hamba yang kami berikan kepadanya (sebagai nikmat)”. Maksudnya adalah, Habib Abu Bakr adalah seorang Hamba yang telah mendapat limpahan Anugrah dari Alloh SWT.

Habib Husain juga berkata: "Hb Abu Bakr memiliki hal yang Agung & terjaga (mahfudz). Tidak pernah terlintas sedikitpun dihatinya keinginan untuk berbuat ma'siat kepada Alloh".

¤ رب فانفعنا ببركتهم ¤ و اهدنا الحسنى بحرمتهم ¤

Kalam salaf Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf diantaranya…. “Keberkahan majlis bisa diharapkan bila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab, sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu, wahai saudara-saudaraku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah majlis-majlis kebaikan. Ajaklah anak-anak kalian ke sana dan biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majlis-majlis yang baik pula.

Sekarang ini aku jarang melihat para pelajar yang menghargai ilmu. Banyak ku lihat mereka membawa mushhaf atau kitab-kitab ilmu lainnya dengan cara tidak menghormatinya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu, tapi mencintai nilai semata-mata …… Aku pun teringat pada nasihat Habib Ahmad bin Hasan al-’Aththas: “Ilmu adalah alat. Meskipun ilmu itu baik, ia hanya alat, bukan tujuan. Oleh kerananya, ilmu harus diiringi adab, akhlak dan niat-niat yang shalih. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada ketinggian maqam ruhaniah.”

Para auliya’ bersepakat, bahwa Maqam Ijtima’ (bertemu) dengan Nabi SAW dalam waktu terjaga, adalah sebuah maqam yang melampaui seluruh maqam yang lain. Hal ini tidak lain adalah buah dari Ittiba’ (keteladanan) beliau yang tinggi terhadap Nabinya SAW. Adapun kesempurnaan Istiqamah merupakan puncak segala karamah. Seorang yang dekat dengan beliau berujar bahwa aku sering kali mendengar beliau mengatakan:

“Aku adalah Ahluddarak, barang siapa yang memohon pertolongan Allah melaluiku, maka dengan izin Allah aku akan membantunya, barang siapa yang berada dalam kesulitan lalu memanggil-manggil namaku maka aku akan segera hadir di sisinya dengan izin Allah”.

Pada saat menjelang ajalnya, seringkali beliau berkata “Aku berbahagia untuk berjumpa dengan Allah” maka sebelum kemangkatannya ke rahmat Allah, beliau mencegah diri dari makan dan minum selama lima belas hari, namun hal itu tak mengurangi sedikitpun semangat ibadahnya kepada Allah SWT. Setelah ajal kian dekat menghampirinya, diiringi kerinduan berjumpa dengan khaliqnya, Allah pun rindu bertemu dengannya, maka beliau pasrahkan ruhnya yang suci kepada Tuhannya dalam keadaan ridho dan diridhoi

Kelebihan Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf

• Suatu hari, beliau mendapat tamu seorang wartawan dari Timur tengah yang tidak percaya hal-hal yang ada kaitannya dengan kekeramatan dan kewalian. Habib Abu Bakar mempersilahkannya hadir dalam majelis pengajiannya, bahkan duduk didepan. Beberapa kali setelah mengikuti pengajian dan melihat peristiwa-peristiwa luar biasa, sang wartawan mempercayai apa yang sebelumnya tidak ia percayai. Akhirnya ia menyusun sebuah syair, yang berbuyi; 

"Wahai Abu Bakar. Pukullah batu yang mengeras dala hatiku dengan tongkatmu agar bisa mengeluarkan dan bisa mengubah pendirianku yang keras."

Sejak itu, ia semakin semangat belajar kepada Habib Abu Bakar.

• Suatu hari Abu Bakar bin Thahir Al-Hamid, pengumpul benda-benda seni antic; berburu barang-barang antic itu sampai menyeberang laut dengan perahu. Sore harinya, Abu Bakar memaksa pemilik perahu mengantarkannya pulang dengan bayaran mahal. Di tengah laut, ombak besar mengombang-ambingkan perahu yang ditumpanginya. Ia pun terus-menerus berdoa' termasuk sholawat Qamarul Wujud, seraya memanggil-manggil nama Habib Abu Bakar. Tiba-tiba perahu itu terbalik. Tapi ajaib, pada saat yang ama, Abu Bakar sudah sampai di Pantai. "Dia itu menguasai ilmu Dark, yaitu ilmu untuk menghadirkan seseorang." Maka berkat izin Allah swt, ia selamat. Ketika itu, ia langsung berziarah ke makam Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf.

Wafatnya 

Habib Abu Bakar bin Muhammad as-Saggaf wafat pada malam senin, tanggal 17 Dzul Hijjah 1376 H. Usia beliau saat itu 91 tahun. Menjelang wafatnya beliau berpuasa selama 15 hari dan sering kali berkata’ “Aku merasa bahagia akan berjumpa dengan Allah swt,”  Jasad beliau dimakamkan di samping Masjid Agung Jami’, Gresik, Jawa Timur, bersanding dengan makam Al Habib Alwi bin Muhammad Hasyim Assegaf.

Wasiat dan Nasihat Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf

"Ketahuilah bahwa Allah swt akan memberikan kepada hambanya segala apa yang dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Menurut saya Allah swt niscaya akan mendatangkan segala nikmat-Nya di muka dunia, dengan cara terlebih dahulu Dia titipkan di dalam hati hamba-Nya yang berhati bersih. Untuk itu kemudian dibagi-bagikan kepada hamba-Nya yang lain. Amal seorang hamba tidak akan naik dan diterima Allah swt kecuali dari hati yang bersih. Ketahuilah wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan sebagai hamba Allah swt yang sejati jika belum membersihkan hatinya!"

"Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, hati yang ada di dalam ini ( sambil menunjuk ke dada beliau ) seperti rumah, jika dihuni oleh orang yang pandai merawatnya dengan baik, maka akan nampak nyaman dan hidup; namun jika tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya, maka rumah itu akan rusak dan tak terawatt. Dzikir dan ketaatan kepada Allah swt merupakan penghuni hati, sedangkan kelalaian dan maksiat adalah perusak hati."

"wahai Sadara-saudaraku, dengarkanlah apa yang dikatakan Habib Ali! Beliau meminta kepada kita untuk selalu meluangkan waktu menghadiri majlis-majlis semacam ini ( ta'lim, Zikir )! Ketahuilah bahwa menghadiri suatu majlis yang mulia akan dapat menghantarkan kita kepada suatu derajat yang tidak dapat dicapai oleh banyaknya amal kebajikan yang lain. Simaklah apa yang dikatakan guruku tadi!" 

"Di zaman ini, hanya sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majlis. Jika ada seseorang yang datang, mereka berdiri dan bersalaman atau menghentikan bacaan, padahal orang itu dating ke majlis tersebut tidak lain untuk mendengarkan. Oleh karenanya, banyak aku jumpai orang di zaman ini, jika datang seseorang, mereka berkata, "silahkan kemari" dan yang lain mengatakan juga "silahkan kemari" sedang orang yang duduk di samping mengipasinya.

Gerakan-gerakan dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majelis itu sendiri. Keberkahan majlis bisa diharapkan, apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majlis itu pada intinya adalah adab, sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu, wahai saudara-saudarku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah majlis-majlis khoir ( baik ). Ajaklah anak-anak kalian kesana dan biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majlis-majlis yang baik pula!"

"Saat-saat ini aku jarang melihat santri-santri atau siswa-siswa madrasah yang menghargai ilmu. Banyak aku lihat mereka membawa mushaf atau kitab-kitab ilmu yang lain dengan cara tidak menghormatinya, menenteng atau membawa dibelakang punggungnya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu tapi mencintai nilai semata-mata. Mereka diajarkan pemikiran para filosof dan budaya pemikiran-pemikiran orang Yahudi dan Nasrani."

"Apa yang akan terjadi pada generasi remaja masa kini? Ini tentu adalah tanggung jawab bersama. Al-Habib Ali pernah merasakan kekecewaan yang sama seperti yang aku rasa. Padahal di zaman beliau, aku melihat kota Seiwun dan Tarim sangat makmur, bahkan negeri Hadramaut dipenuhi dengan para penuntut ilmu yang beradab, berakhlaq, menghargai ilmu dan orang 'Alim. Bagaimana jika beliau mendapati anak-anak kita disini yang tidak menghargai ilmu dan para Ulama? Niscaya beliau akan menangis dengan air mata darah. Beliau menambahkan bahwa aku akan meletakkan para penuntut ilmu di atas kepalaku dan jika aku bertemu murid yang membawa bukunya dengan rasa adab, ingin rasanya aku menciun kedua matanya."

"Aku teringat pada suatu kalam seorang shaleh yang mengatakan; Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah Kaum Sholihin dan berkiblat pada buku-buku modern dengan pola pikir moderat. Wahai saudara-saudarku! Ikutilah jalan orang-orang tua kita yang sholihin, sebab mereka adalah orang-orang suci yang beramal ikhlas. Ketahuilah Salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali yang dapat membuahkan amal sholeh."

"Aku teringat pada suatu untaian mutiara nasihat Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas yang mengatakan; Ilmu adalah alat, meskipun ilmu itu baik ( hasan ), tapi hanya alat bukan tujuan, oleh karenanya ilmu harus diiringi adab, akhlaq dan niat-niat yang sholeh. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada maqam-maqam yang tinggi."

Walaupun Habib Abubakar bin Muhammad Assegaf sudah berpulang ke rahmatullah, kalam-kalamnya masih terdengar dan membekas di hati para pendengarnya. Akhlak-akhlaknya serta Hal-ihwal beliau masih menggoreskan kesan mendalam di mata orang-orang yang melihatnya dan mengukir keindahan iman di kehidupan para pencintanya.

Radhiyallahu anhu wa ardhah...

 

( Nabawy, edisi 36 th.III zulhijah 1426 H/Januari 2006 & No.03/Tahun III/31 Januari -13 Februari 2005, No. 04 / Tahun V / 12-25 Februari 2007 dan Buku menjemput Amanah. )

Majelis Rouhah al-Habib Abu Bakar as-Seqqaf - Gresik

Majlis rouhah ini dibidani oleh seorang Arifbillah Quthbul Fard Al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik. Beliau ra. mengadakan majlis rouhah ini di kediaman beliau setiap Jumat sore mulai dari pukul 16. 00 sampai 18. 30 dengan kajian kitab-kitab hadits, seperti kitab shahih Bukhori-Muslim, Tajridushshoreh, dan lain-lain. Bukan hanya itu, setiap pagi (kecuali Jumat), beliau juga menyelenggarakan majelis dengan kajian kitab Ihya' Ulumuddin. Semasa hidupnya, beliau ra. sendiri yang mengasuh majlis rouhah ini kurang lebih selama 40 tahun. Tepatnya setelah beliau ra. kholwat bersimpuh di hadirat Robbnya 'Azza wa Jalla 15 tahun lamanya. Kemudian setelah beliau meninggal dunia, rupanya kholifah beliau menambah agenda lagi, yaitu pembacaan hadrah Ba Sudan pada Selasa sore dan majelis sholawat khusus kaum Hawa pada hari Kamis.

Tidak banyak jumlah mereka yang menghadiri majelis rouhah ini, mungkin hanya berkisar antara 40-50 orang. Namun demikian, mayoritas dari mereka adalah para habaib dan ulama senior yang datang dari luar kota. Tercatat sederet nama yang pernah menghadirinya, sebut saja Habib Alwi bin Ali Al Habsyi Solo, Habib Abu Bakar bin Husen Assegaf Bangil, Habib Salim bin Ahmad bin Jindan Jakarta, Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid Tanggul, Habib Ahmad bin Zen Al Hamid Pasuruan, dan masih banyak lagi nama-nama lain yang sekaliber mereka. Tatkala menghadiri majelis rouhah ini, red. Al Bashiroh sempat melirik setiap kepala diantara mereka yang hadir, ternyata di sana ada Habib Abdul Qodir bin Hud Surabaya. Sementara beberapa nama lain yang juga pernah menghadiri majelis rouhah ini diantaranya Habib Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun, Habib Segaf bin Hasan Baharun, dua saudara yang mengasuh pon. pes. Dalwa Bangil, Habib Taufiq bin Ja'far Assegaf Pasuruan, Habib Ahmad bin Husen Assegaf Bangil, Habib Muhammad bin Idrus Al Haddad Malang.

"Semenjak Habib Abu Bakar meninggal pada th. 1376 H. majelis rouhah ini diasuh oleh putera beliau Habib Ali bin Abu Bakar. Kemudian setelah jiddiy Habib Ali meninggal dunia, selain dipimpin oleh walidiy Habib Abu Bakar bin Ali, majelis rouhah ini juga diemban oleh 'ammiy al-Ustadz Husen bin Abdulloh Assegaf (Hb. Husen Potelot), salah seorang murid Habib Abu Bakar yang memang memiliki ta'alluq (jalinan bathin) yang erat dengan gurunya dan memang kami (keluarga Hb. Abu Bakar) sendiri sudah menganggap beliau sebagai bagian dari keluarga kami", kata salah seorang cicit beliau, Sy. Ahmad bin Abu Bakar bin Ali bin Abu Bakar Assegaf.

Yang unik, majelis rouhah ini boleh dibilang serupa tapi tak sama. Redaksi sendiri agak merasa heran ketika menghadirinya. Mungkin sempat bergeming, "Nggak salah apa ana hadir di sini?" (astaghfirulloh, semoga Alloh berkenan mengampuni). Pasalnya, waktu itu sistem pengajiannya berbeda dengan majelis-majelis pengajian lain yang selama ini pernah dihadiri redaksi sebelumnya. Pembacaan kitab dalam majelis rouhah ini tak ubahnya seperti tatkala kita menghadiri tadarrus al Quran di musholla atau masjid pada bulan suci Ramadhan. Usai majelis rouhah ini dibuka oleh sang pimpinan dengan membaca tartib fatihah, secara estafet kitab tersebut dibacakan oleh para hadirin dan didengarkan oleh mereka pula hingga akhir majelis.

Entah berapa banyak sudah kitab-kitab salafush-shalih yang telah dihatamkan dalam majelis rouhah ini. Kitab Ihya' misalnya, maha karya Imam Ghozali, yang menjadi bacaan wajib bagi para kaum sholihin, terlebih bagi mereka yang sedang menyelami samudera tashawwuf itu, telah beberapa kali dihatamkan dalam majelis rouhah ini. "Alhamdulillah, setiap tahunnya majelis rouhah Habib Abu Bakar ini bisa menghatamkan kitab Ihya' Ulumuddin milik Imam Ghozali. Biasanya, khatamannya diselenggarakan sehari menjelang acara haul beliau", tutur Sy. Ahmad Assegaf. Tercatat dalam manaqib (catatan sejarah) Habib Abu Bakar, bahwa beliau ra. telah menghatamkan kitab Ihya' Ulumuddin ini sebanyak 40 kali. Dan beliau telah wafat 50 tahun yang silam. Dengan demikian maka majelis rouhah ini telah menghatamkan kitab Ihya' Ulumuddin setidaknya 90 kali.

Kemudian di penghujung majelis, sang pimpinan men-_talqin_ para hadirin untuk membaca wirid berikut:

لاإله إلا الله الموجود فى كل زمان

لا إله إلا الله المعبود فى كل مكان 

لا إله إلا الله المذكور بكل لسان 

لا إله إلا الله المعروف بالإحسان

لا إله إلا الله كل يوم هوفى شأن 

الأمان الأمان من زوال الأيمان 

ومن فتنة الشيطان يا قديم الإحسان 

كم لك علينا من إحسان,إحسانك القديم 

يا حنان يا منان يا رحيم يا رحمان 

يا غفور يا غفار إغفر لنا وارحمنا 

وأنت خير الراحمين. 

Kemudian ditutup dengan bersholawat pada Rasulullah keluarga dan sahabatnya.

Tentang wirid di atas, Habib Abu Bakar menerimanya langsung dari datuk beliau Al Mushthofa SAW.Sebuah sumber telah mengkisahkan bahwa suatu ketika Habib Abu Bakar mimpi melihat Rosululloh SAW.Dalam mimpi itu beliau SAW mengatakan kepada Habib Abu Bakar, "Hai anakku Abu Bakar! Ketahuilah bahwa hari ini telah meninggal dunia sejumlah orang dalam jumlah yang tidak sedikit. Mereka semua meninggal dalam keadaan suul khotimah (wal'iyadzubillah --red)". Spontan Habib Abu Bakar bertanya, "Kalau memang demikian wahai Rosululloh, berilah kami solusi terbaik yang mampu menyelamatkan kami umat ini dari petaka suul khotimah itu?".