Bolehkah Berdoa Dengan Tawassul?

Al-Kisah no.24/tahun 2010

                

 

Assalamu’alaikum wr wb,

 

Habib Luthfi yang saya hormati, saya ingin bertanya. Berdo adengan lantaran (tawasul) orang-orang salih atau para nabi, apakah diperbolehkan dalam Islam? Apakah itu tidak termasuk syirik? Dan bukankah orang yang sudah mati tidak bisa menolong orang lain, bahkan menolong dirinya sendiri saja dialam barzakh kesulitan?

 

Wassalmu’alaikum Wr Wb.

            

 

 

Wa’alaikumsalam Wr wb

                

Rasulullah SAW sering berdoa, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Mutawatir,”Allahumma inni as aluka bihaqqis-sailin…Ya Allah aku memohon kepadaMu dengan hak orang-orang yang meminta kepadaMu.” Ini termasuk kalimat tawassul.

 

Satuan kata ihdina (tunjukanlah) kepada kami juga bisa mengandung tawassul, karena ihdina tidak menunjukkan satu orang, tetapi juga termasuk semuanya, baik orang yang sudah mati, orang yang sedang sakit atau orang yang tengah sekarat. Kalau arti ihdina ini diperluas ia bermakna “agar semua kaum muslimin yang telah meninggal mendapatkan jalan yang lurus (baik), sedang yang masih hidup mendapatkan jalan kebaikan.” Dalam kalimat yang didahului ihdina juga bisa termasuk musliin dan muslimat, mukminin maupun mukminat.

 

Pada zaman Nabi Musa AS, ketika terjadi peperangan, ada pengikutnya yang bertawassul dengan tabut (kotak wasiat). Didalam tabut itu ternyata ada pakaian-pakaian para Nabi zaman dahulu. Tabut tersebut bekas penyimpanan barang-barang bekas milik para Nabi, seperti tongkat Nabi Musa AS, tongkat Nabi Harun AS dan serpihan taurat yang robek ketika diletakkan oleh Nabi Musa.

 

Setiap Bani Israil membawa Tabut mereka selalu emenangkan pertempuran atas orang-orang yang memerangi mereka. Iniah yang digunakan Bani Israil untuk bertawassul. Tawassul ini menunjukkan kerendahan hati seseorang. Ini dilakuka orang yang banyak amalnya tapi menganggap amalnya disisi Allah masih kurang, masih banyak dosanya. Tawasul ini mendidik kita menghilangkan sifat egois. Dan yang perlu ditekankan, bukan kita minta kepada orang-orang shalih tersebut, kita tetap minta kepada Allah

 

Mari kita kembali belajar keulama kita. Mengapa mereka menyandang gelar AL Mukhishun, orang-orang ynag ihklas? karena mereka mampu mengamalkan perbuatan yang shalih tapi tidak membanggakan diri. bahwa apa yang telah mereka lakukan itu adalah perbuatan shalih, sebab yang mereka lakukan itu adalah semata-mata karunia dan anugrah dari Allah SWT. Mereka itu “abdullah” hamba Allah, sehingga semata-mata mengabdi kepadaNya. Dari sinilah kita berangkat belajar ikhlas.

Selanjutnya kekurangan-kekurangan yang ada dalam diri kita jangan sering kita lalaikan. Kita harus inroseksi atau muhasabah. Semua itu yang menyempurnakan  adalah Allah. Tanpa petunjuk dan fadhilahNya, apa yang dilakukan manusia tidak ada artinya.

               

Kita bisa memiliki sesuatu karena kita diberi oleh Allah. Karena itulah, apa yang kita miliki kita kembalikan kepadaNya, sebagai yang Maha Pemberi. Kita perbanyak menggapai pahala dari Allah semata-mata karena sifat ikhlas kita kepada Allah.

 

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah