Nabi Luth.as

Luth (Arab: لُوطٌ, Ibrani: לוֹט, Injil: Lot) (sekitar 1950-1870 SM) adalah salah satu nabi yang diutus untuk negeri Sadum dan Gomorrah.[1] Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1900 SM. Ia ditugaskan berdakwah kepada Kaum yang tinggal di negeri Sadum, Syam, Palestina. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali dalam Al-Quran. Ia menikah dengan seorang gadis yang bernama Ado kemudian memiliki 2 anak perempuan. Ia meninggal di Desa Shafrah di Syam, Palestina.

Nabi Luth adalah anak keponakan dari Nabi Ibrahim. Ayahnya yang bernama Haran (Abara'an) bin Tareh adalah saudara kandung dari Ibrahim, ayahnya kembar dengan pamannya yang bernama Nahor. Silsilah lengkapnya adalah Luth bin Haran bin Azara bin Nahur bin Suruj bin Ra'u bin Falij bin 'Abir bin Syalih bin Arfahsad bin Syam bin Nuh.

Nabi Luth beriman kepada saudara bapaknya {pamannya}, yaitu Nabi Ibrahim, yang mendampinginya dalam semua perjalanan. Ketika mereka berada di Mesir mereka mempunyai usaha bersama dalam bidang peternakan yang sangat berhasil. Binatang ternaknya berkembang biak dengan pesat sehingga dalam waktu yang singkat jumlah binatang yang sudah berlipat ganda itu tidak dapat ditampung dalam tempat tersebut. Akhirnya usaha bersama Ibrahim-Luth dipecah dan binatang ternak serta harta milik perusahaan mereka dibagi dan berpisahlah Luth dengan Ibrahim. Luth pindah ke Yordania dan bermukim di sebuah tempat bernama Sadum (Sodom).

Nabi Luth diutus Allah

Masyarakat Sadum atau Sodom adalah masyarakat yang rendah moralnya dan rusak akhlaknya. Masyarakat Sadum tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan yang beradab. Maksiat dan kemungkaran merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan perampasan harta merupakan kejadian sehari-hari di mana yang kuat menjadi penguasa sedangkan yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseksual atau liwath di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga hal tersebut merupakan suatu kebudayaan bagi kaum Sadum.

Musafir yang masuk ke Sadum tidak akan selamat dari gangguan mereka. Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah barang-barangnya, jika ia melawan atau menolak menyerahkan hartanya maka nyawanya tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka tampan dan berparas elok maka ia akan menjadi rebutan di antara kalangan laki-laki dari mereka dan akan menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu seorang perempuan muda maka ia akan menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.

Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian penyakit sosialnya diutuslah Nabi Luth sebagai Rasul-Nya untuk mengangkat mereka dari lembah kenistaan ,kebodohan dan kesesatan serta membawa mereka ke dalam kebudayaan yang bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar, menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan kejahatan, menghindari bujukan iblis dan setan. Ia memberi peringatan kepada mereka bahwa Allah-lah yang telah menciptakan mereka dan alam sekitar mereka. Allah tidak meridhai amal perbuatan mereka yang mendekati sifat dan tabiat kebinatangan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal perbuatan mereka. Yang berbuat baik dan beramal saleh akan diberi pahala dan surga di akhirat sedang yang melakukan perbuatan mungkar akan diberi balasan dengan memasukkannya ke dalam neraka Jahanam.

Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan keji mereka yaitu melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam penciptaan manusia yang diciptakan menjadi dua jenis yaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di beri nasihat supaya menghormati hak milik masing-masing dengan meninggalkan perbuatan perampasan, perampokan serta pencurian yang selalu mereka lakukan di antara sesama mereka dan terutama kepada musafir yang datang ke Sadum. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan mereka sendiri, kerana perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan ketidak amanan di dalam negeri sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa aman dan tenteram dalam hidupnya.

Demikianlah Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas risalahnya. Ia tidak henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau perorangan mengajak agar mereka beriman dan percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya kaumnya untuk melakukan amal saleh dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak telah mendarah daging di dalam pergaulan sosial mereka dan pengaruh hawa nafsu serta bujukan setan sudah begitu kuat dan menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakan Nabi Luth yang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat tempat di dalam hati dan pikiran mereka dan berlalu begitu saja, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Telinga-telinga mereka sudah menjadi tuli terhadap ajaran-ajaran Nabi Luth sedang hati dan pikiran mereka sudah tersumbat rapat dengan ajaran-ajaran setan dan iblis.

Kaum Luth merasa kesal mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putusnya itu dan minta agar ia menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusiran dirinya dari Sadum bersama keluarga dan pengikutnya. Dari Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan lagi kalau masyarakat Sadum dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan pikiran itu hanya sia-sia belaka. Satu-satunya cara, menurut pikiran Nabi Luth untuk mencegah penyakit akhlak yang sudah parah itu agar tidak menular kepada negeri tetangganya, ialah dengan melenyapkan mereka dari atas bumi sebagai balasan terhadap kecongkakan mereka, juga agar menjadi pelajaran umat-umat sesudahnya. Beliau memohon kepada Allah agar masyarakat Sadum diberi pelajaran berupa azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.

Kisah Tamu Misterius

Permohonan Nabi Luth dan doanya diperkenankan dan dikabulkan oleh Allah. Dikirimkanlah kepadanya tiga orang malaikat yang menyamar sebagai manusia biasa. Mereka adalah malaikat yang bertemu Nabi Ibrahim dengan membawa berita gembira atas kelahiran Nabi Ishaq, dan memberitahukan kepada mereka bahwa mereka adalah utusan Allah dengan tugas menurunkan azab kepada kaum Luth, penduduk kota Sadum. Dalam pertemuan tersebut Nabi Ibrahim memohon agar penurunan azab kepada kaum Sodom ditunda, kalau-kalau mereka kembali sadar, kemudian mendengarkan dan mengikuti ajakan Luth serta bertobat dari segala maksiat dan perbuatan mungkar. Juga dalam pertemuan itu Nabi Ibrahim mohon agar anak saudaranya, Luth diselamatkan dari azab yang akan diturunkan kepada kaum Sodom, permintaan itu oleh para malaikat tersebut diterima dan dijamin bahwa Luth dan keluarganya tidak akan terkena azab.

Para malaikat tersebut sampai di Sodom dengan menyamar sebagai lelaki muda yang berparas tampan dan badan yang berotot, serta tegap tubuhnya. Dalam perjalanan, ketika mereka hendak memasuki kota, mereka berselisih dengan seorang gadis yang cantik yang sedang mengambil air dari sebuah perigi. Lelaki muda (malaikat) bertanya kepada si gadis kalau-kalau mereka diterima di rumah sebagai tamu. Si gadis tidak berani memberi keputusan sebelum ia berunding terlebih dahulu dengan keluarganya. Maka ditinggalkanlah para lelaki muda itu lalu pulang ke rumah cepat-cepat untuk memberitahu ayahnya (Luth).

Mendengar kabar berita anak perempuannya, Nabi Luth menjadi bingung, jawaban apa yang harus ia berikan kepada para pendatang yang ingin bertamu ke rumahnya untuk beberapa waktu, namun menerima tamu yang berparas tampan akan mengundang risiko yaitu gangguan kepadanya dan kepada tamu dari kaumnya yang tergila-gila untuk melakukan hubungan seks sejenis dengan anak muda yang mempunyai tubuh bagus dan paras wajah elok. Sedang kalau hal yang demikian itu terjadi ia sebagai tuan rumah harus bertanggungjawab terhadap keselamatan tamunya, padahal ia merasa bahwa ia tidak akan berdaya menghadapi kaumnya yang bengis-bengis dan haus maksiat itu.

Nabi Luth memutuskan untuk menerima lelaki-lelaki muda itu sebagai tamu di rumahnya. Luth hanya pasrah kepada Allah dan berlindung sekiranya terdapat segala rintangan yang datang. Lalu pergilah Luth menjemput tamu yang sedang menanti di pinggir kota dan diajaklah mereka bersama-sama ke rumah. Ketika itu, kota Sodom sudah dalam keadaan malam hari dan penduduknya sudah nyenyak tidur di rumah masing-masing.

Nabi Luth telah pun berpesan kepada isteri dan kedua puterinya agar merahasiakan kedatangan anak-anak lelaki muda itu. Jangan sampai terdengar dan diketahui oleh kaumnya. Namun, isteri Nabi Luth membocorkan berita kedatangan tamu Luth kepada mereka. Berita kedatangan tamu Luth tersebar kerana isteri Nabi Luth. Datanglah beramai-ramai lelak-lelaki Sodom, yang buta seks ini, ke rumah Nabi Luth, berkeinginan untuk memuaskan nafsu seksual mereka, setelah lama tidak mendapat anak muda. Berteriaklah mereka memanggil Luth untuk melepaskan anak-anak muda itu, agar diberikan kepada mereka untuk memuaskan nafsu.

Dengar teriakan mereka, Nabi Luth tidak membuka pintu bagi mereka dan berseru agar mereka kembali ke rumah masing-masing dan jangan mengganggu tamu yang datangnya dari jauh yang sepatutnya dihormati dan dimuliakan. Mereka diberi nasihat agar meninggalkan perbuatan mereka yang keji itu. Perbuatan mereka yang bertentangan dengan fitrah manusia dan kodrat alam di mana Allah telah menciptakan manusia berpasangan antara lelaki dengan perempuan untuk menjaga kelangsungan keturunan umat manusia sebagai makhluk yang termulia di atas bumi. Nabi Luth berseru agar mereka kembali kepada isteri-isteri mereka dan meninggalkan perbuatan maksiat dan mungkar yang tidak senonoh, sebelum mereka dilanda azab dan siksaan Allah.

Seruan dan nasihat-nasihat Nabi Luth tidak dihiraukan dan dipedulikan, mereka bahkan mendesak akan membuka pintu rumahnya dengan paksa jika pintu tidak dibuka dengan sukarela. Merasa dirinya sudah tidak berdaya untuk menahan arus orang-orang lelaki kaumnya itu yang akan memaksakan kehendaknya dengan kekerasan berkatalah Nabi Luth secara terus terang kepada para tamunya: "Sesungguhnya aku tidak berdaya lagi menahan orang-orang itu jika menyerbu ke dalam. Aku tidak memiliki senjata dan kekuatan fisik yang dapat menolak kekerasan mereka, tidak pula mempunyai keluarga atau sanak saudara yang disegani oleh mereka yang dapat aku mintai pertolongannya. Aku merasa sangat kecewa, bahwa sebagai tuan rumah aku tidak dapat menghindarkan gangguan terhadap tamu di rumahku sendiri." Mendengar keluh kesah Nabi Luth, lantas pemuda-pemuda itu memberitahu hal yang sebenarnya, bahwa mereka adalah malaikat-malaikat yang menyamar sebagai manusia yang diutus oleh Allah untuk menurunkan azab dan siksa atas rakyatnya karena segala kemungkaran dan kemaksiat yang keji dan kotor.

Malaikat-malaikat itu menyuruh Nabi Luth membuka pintu rumahnya seluas mungkin agar dapat memberi kesempatan bagi orang-orang yang haus seks dengan lelaki itu masuk. Mereka pun menyerbu masuk. Namun malangnya ketika pintu dibuka dan para penyerbu menginjakkan kaki mereka untuk masuk, tiba-tiba gelaplah pandangan mereka dan tidak dapat melihat sesuatu pun. Malaikat-malaikat tadi telah membutakan mata mereka. Lalu, diusap-usap dan digosok-gosok mata mereka, ternyata mereka sudah menjadi buta.

Sementara para penyerbu rumah Nabi Luth berada dalam keadaan kacau balau berbenturan satu dengan yang lain berteriak-teriak, bertanya-tanya apa gerangan yang menjadikan mereka buta mendadak. Para malaikat tersebut berseru kepada Nabi Luth agar meninggalkan segera perkampungan tersebut bersama keluarga dan pengikutnya, karena telah tiba waktunya azab Allah ditimpakan. Para malaikat berpesan kepada Nabi Luth dan keluarganya agar dalam perjalanan ke luar kota jangan ada seorang pun dari mereka menoleh ke belakang.

Nabi Luth keluar dari rumahnya selepas tengah malam, bersama keluarganya terdiri dari seorang isteri dan dua puterinya berjalan cepat menuju keluar kota, tidak menoleh ke kanan maupun ke kiri sesuai dengan petunjuk para malaikat yang menjadi tamunya. Akan tetapi si isteri yang menjadi musuh dalam selimut bagi Nabi Luth tidak tega meninggalkan kaumnya. Ia berada di belakang rombongan Nabi Luth berjalan perlahan-lahan tidak secepat langkah suaminya dan tidak henti-hentinya menoleh ke belakang karena ingin mengetahui apa yang akan menimpa atas kaumnya, seakan-akan meragukan kebenaran ancaman para malaikat yang telah didengarnya sendiri. Dan begitu Nabi Luth beserta kedua puterinya melewati batas kota Sadum, sewaktu fajar menyingsing, bergetarlah bumi dengan dahsyatnya di bawah kaki rakyat Sadum, tidak terkecuali isteri Nabi Luth yang munafik itu. Getaran tersebut kemudian diikuti gempa bumi yang dahsyat disertai angin yang kencang dan hujan batu yang menghancurkan kota Sadum berserta semua penghuninya. Bertebaran mayat-mayat yang dilaknat oleh Allah SWT di kota Sodom, dan hancurlah kota tersebut. Namun, masih ditinggalkan sisa-sisa kehancuran kota tersebut oleh Allah SWT, sebagai peringatan kaum yang kemudian yang melalui bekas kota Sadum tersebut. Demikianlah kebesaran dan ayat Allah yang diturunkan untuk menjadi pelajaran bagi hamba-hamba-Nya yang mendatang.

Kisah Nabi Luth dalam Al-Quran

Al-Quran menceritakan kisah Nabi Luth yang berusaha menasihati kaumnya sebagaimana dalam Surat Asy-Syuaraa (26:160-173) berikut ini.

"Kaum Luth telah mendustakan rasul-rasul, ketika saudara mereka, Luth, berkata kepada mereka: "Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu, maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam. Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas." Mereka menjawab: "Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir." Luth berkata: "Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatanmu." (Luth berdoa): "Ya Tuhanku selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan." Lalu Kami selamatkan ia beserta keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (isterinya), yang termasuk dalam golongan yang tinggal. Kemudian kami binasakan yang lain. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu) maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu."

Kaum Luth membenci dan mengancam akan mengusir Nabi Luth karena mengajak sebagian dari mereka untuk meninggalkan perbuatan mereka yang tercela dan mengajak mereka beriman kepada Allah. Maka azab kehancuran dari Allah turun menimpa mereka, kisahnya seperti yang tercantum dalam Surah Al-A’raaf (7:80-84) berikut ini.

"Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah (keji) itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?" Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: "Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri. Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya (yang beriman) kecuali istrinya (istri Nabi Luth); dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu."

Saat itu, Nabi Luth ‘alaihissalam mengajak penduduk Sadum untuk beriman dan meninggalkan perbuatan keji itu. Beliau berkata kepada mereka,

“Mengapa kamu tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku adalah seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kamu mendatangi jenis laki-laki di antara manusia,– Dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-161)

Tetapi kaum Luth tidak peduli dengan seruan itu, bahkan bersikap sombong terhadapnya serta mencemoohnya. Meskipun begitu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak putus asa, ia tetap bersabar mendakwahi kaumnya; mengajak mereka dengan bijaksana dan sopan, ia melarang dan memperingatkan mereka dari melakukan perbuatan munkar dan keji. Akan tetapi, kaumnya tidak ada yang beriman kepadanya, dan mereka lebih memilih kesesatan dan kemaksiatan, bahkan mereka berkata kepadanya dengan hati mereka yang kasar, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (QS. Al ‘Ankabbut: 29)

Mereka juga mengancam akan mengusir Nabi Luth ‘alaihissalam dari kampung mereka karena memang ia adalah orang asing, maka Luth pun marah terhadap sikap kaumnya; ia dan keluarganya yang beriman pun menjauhi mereka.

Istrinya lebih memilih kafir dan ikut bersama kaumnya serta membantu kaumnya mengucilkannya dan mengolok-oloknya. Terhadap istrinya ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala membuatkan perumpamaan,

“Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tidak dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya), “Masuklah ke dalam Jahannam bersama orang-orang yang masuk (jahannam).” (QS. At Tahrim: 10)

Pengkhianatan istri Nabi Luth kepada suaminya adalah dengan kekafirannya dan tidak beriman kepada Allah Subhnahu wa Ta’ala.

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus tiga orang malaikat dalam bentuk manusia yang rupawan, lalu mereka mampir dulu menemui Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengira bahwa mereka adalah manusia, maka Nabi Ibrahim segera menjamu mereka dengan menyembelih seekor anak sapi yang gemuk, tetapi mereka tidak mau makan.

Para malaikat juga memberikan kabar gembira kepada Nabi Ibrahim, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengaruniakan kepadanya anak dari istrinya, yaitu Sarah bernama Ishaq ‘alaihissalam. Para malaikat kemudian memberitahukan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, bahwa mereka akan berangkat menuju negeri Sadum untuk mengazab penduduknya karena kekafiran dan kemaksiatan mereka.

Lalu Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memberitahukan, bahwa di sana terdapat Luth, maka para malaikat pun menenangkannya dengan memberitahukan, bahwa Allah akan menyelamatkan dia dan keluarganya selain istrinya yang kafir.

Para malaikat pun keluar dari rumah Ibrahim dan pergi menuju negeri Sadum, hingga mereka sampai di rumah Luth dan mereka datang sebagai para pemuda yang tampan. Saat Nabi Luth ‘alaihissalam melihat mereka, maka Nabi Luth mengkhawatirkan keadaan mereka, dan tidak ada yang mengetahui kedatangan mereka selain istri Nabi Luth, hingga akhirnya istrinya keluar dari rumahnya dan memberitahukan kaumnya tentang kedatangan tamu-tamu Nabi Luth yang rupawan.

Maka kaumnya pun datang dengan bergegas menuju rumah Nabi Luth dengan maksud untuk melakukan perbuatan keji dengan para tamunya itu. Mereka berkumpul sambil berdesakan di dekat pintu rumahnya sambil memanggil Nabi Luth dengan suara keras meminta Nabi Luth mengeluarkan tamu-tamunya itu kepada mereka.

Masing-masing dari mereka berharap dapat bersenang-senang dan menyalurkan syahwatnya kepada tamu-tamunya itu, lalu Nabi Luth menghalangi mereka masuk ke rumahnya dan menghalangi mereka dari mengganggu para tamunya, ia berkata kepada mereka, “Sesungguhnya mereka adalah tamuku; maka janganlah kamu membuatku malu,–Dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” (QS. Al Hijr: 68-69)

Nabi Luth juga mengingatkan mereka, bahwa Allah Subhnahu wa Ta’ala telah menciptakan wanita untuk mereka agar mereka dapat menyalurkan syahwatnya, akan tetapi kaum Luth tetap ingin masuk ke rumahnya. Ketika itu, Nabi Luth ‘alaihissalam tidak mendapati seorang yang berakal dari kalangan mereka yang dapat menerangkan kesalahan mereka dan akhirnya Nabi Luth merasakan kelemahan menghadapi mereka sambil berkata, ““Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).” (QS. Huud: 80)

Saat itulah, para tamu Nabi Luth memberitahukan siapa mereka kepada Nabi Luth, dan bahwa mereka bukan manusia tetapi malaikat yang datang untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang fasik itu.

Tidak berapa lama, kaum Luth mendobrak pintu rumahnya dan menemui para malaikat itu, lalu salah seorang malaikat membuat buta mata mereka dan mereka kembali dalam keadaan sempoyongan di antara dinding-dinding rumah. Kemudian para malaikat meminta Nabi Luth untuk pergi bersama keluarganya pada malam hari, karena azab akan menimpa mereka di pagi hari. Mereka juga menasihatinya agar ia dan keluarganya tidak menoleh ke belakang saat azab itu turun, agar tidak menimpa mereka.

Di malam hari, Nabi Luth ‘alaihissalam dan keluarganya pergi meninggalkan negeri Sadum. Setelah mereka pergi meninggalkannya dan tiba waktu Subuh, maka Allah mengirimkan kepada mereka azab yang pedih yang menimpa negeri itu.

Saat itu, negeri tersebut bergoncang dengan goncangan yang keras, seorang malaikat mencabut negeri itu dengan ujung sayapnya dan mengangkat ke atas langit, lalu dibalikkan negeri itu; bagian atas menjadi bawah dan bagian bawah menjadi atas, kemudian mereka dihujani dengan batu yang panas secara bertubi-tubi. Allah Ta’ala berfirman, “Maka ketika datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan Nabi Luth dan keluarganya selain istrinya dengan rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mereka menjaga pesan itu, bersyukur atas nikmat Allah dan beribadah kepada-Nya.

Maka Nabi Luth dan keluarganya menjadi teladan baik dalam hal kesucian dan kebersihan diri, sedangkan kaumnya menjadi teladan buruk dan pelajaran bagi generasi yang datang setelahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

“Dan Kami tinggalkan pada negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih.” (Terj. Adz Dzaariyat: 37)

Kisah-kisah Nabi Luth dapat dilihat di beberapa tempat dalam Al Qur’an, di antaranya: QS. Al A’raaf: 80-84, QS. Hud: 69-83, QS. Al Hijr: 51-77, QS. Asy Syu’araa’: 160-175, QS. An Naml: 54-58, QS. Al ‘Ankabut: 28-35, QS. Ash Shaaffaat: 133-138,  QS. Adz Dzaariyat: 31-37, dan QS. Al Qamar: 33-40.

Selesai dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wa shallallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.