Sepintas Lalu Mengenai Turbah Zanbal

Zambal adalah salah satu dari tiga pemakaman yang berada di kota Tarim propinsi Hadhramaut.Selain sebagai pemakaman saddah ‘Alawiyin,pemakaman ini juga dikenal dengan makam seribu wali karena banyaknya aulia dan shalihin yang dimakamkan di dalamnya. As-Syaikh Abdurrahman ibn Muhammad as-Segaf (w.819) seorang ulama besar di Tarim pada zamannya mengatakan bahwa di maqbarah zambal terdapat delapan puluh wali qutub dan lebih dari sepuluh ribu wali.Di dalam pemakaman Zambal juga terdapat makam shahabat nabi yang dulu diutus oleh sayyidina Abu Bakar as-Sidiq bersama Ziyad ibn Ubaid al-Anshori untuk memerangi gerakan murtad di Hadharamaut,yang menurut satu riwayat sebagian besar dari para shahabat tersebut wafat di Tarim.

Saat ini banyak peziarah datang dari berbagai belahan dunia datang untuk ziarah ke makam sepuluh ribu wali ini.Ziarah ke maqbarah Zambal memiki tata cara khusus dan urutan makam yang akan diziarahi yang sampai hari ini masih dilakukan dan telah menjadi adat masyarakat Tarim ketika berziarah ke Zambal,diantara tata cara tersebut yaitu dengan mendahulukan ziarah ke makam al-Imam al-Faqih al-Muqodam sebelum ziarah ke makam – makam lainnya.Dalam kitab “al-Masyra’ ar-rawi” disebutkan bahwa as-Syeikh Ahmad bin Muhammad Baharmi suatu malam bermimpi bertemu dengan sayyidina Abu Bakar as-Sidiq dan sayyidinaa Umar ibn Khathob,dalam mimpi itu keduannya berkata pada Syeih Ahman Baharmi : “Jika kamu ingin berziarah (ke Zambal) dahulukan ziarah ke al-Faqih al-Muqadam setelah itu baru ziarah ke makam lain yang kamu inginkan”.

Zambal: Secara umumnya kawasan pemakaman Zambal adalah merupakan kawasan pemakaman khusus para Saadah Aal Abi ‘Alawi @ Ba’Alawi. Walaubagaimanapun terdapat juga makam masyaikh daripada qabilah Ba’Udhan, BaHamish, Aal al-Bahri dan lain-lain. Jadi ianya bukanlah ekskusif untuk Saadah Ba’Alawi sahaja sepertimana disangka oleh kebanyakkan manusia. (Tarim bainal Madhi wal Hadhir – Juz Awwal). Di pemakaman Zambal tidak terhitung jumlahnya para Saadah al-Asyraf, ulama al-‘Amilin, auliya’ dan shalihin yang dikuburkan di sana. Sungguh berkat! Menurut as-Sayyid ‘Abdurahman as-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah: “Lebih dari sepuluh ribu auliya’ al-akbar, lapan puluh wali quthub dari keluarga ‘Alawiyin yang di makamkan di Zambal”. Allahu Allah.!

Selain itu dikatakan bahawa dipemakaman Zambal terdapat juga kuburnya para shahabat Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم sebagaimana yang diriwayatkan oleh Syeikh Saad bin Ali: “Di pemakaman Zanbal dikuburkan para shahabat Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم, mereka meninggal ketika menunaikan tugas untuk memerangi ahli riddah. Mereka banyak yang meninggal dunia di Tarim dan tidak diketahui kuburnya secara pasti”. Akan tetapi as-Sayyid Abdurrahman as-Saqqaf bin Muhammad Maula Dawilah, berkata: “Sesungguhnya letaknya kubur mereka itu sebelah Timur dari kubur al-Ustadz al-A’zhom Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam”. Antara yang dimakamkan di Zanbal adalah: Sayyidina Faqih al-Muqaddam, Sayyid ‘Alawi bin al-Faqih al-Muqaddam, Sayyid Abdurrahman as-Saqqaf, Sayyid ‘Ali bin ‘Alawi Khali’ Qassam, Sayyid Umar Muhdhor bin Abdurrahman as-Saqqaf, Muhammad Jamalullail, Habib Abdullah al-Aydrus bin Abu Bakar as-Sakran, al-Imam al-Habib Abdullah bin ‘Alawi al-Haddad, al-Habib ‘Abdullah bin ‘Umar asy-Syathiri, al-Habib ‘Alawi BinSyihab dan ramai lagi رضي الله عنهم.

Pusat pemukiman Kaum Alawiyin di Hadramaut ialah kota Tarim. Di sana terdapat tanah perkuburan Bisyar yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Zanbal, Furait dan Akdar. Di perkuburan Zanbal, al-Faqih Muqaddam dan semua sayyid terkemuka dari Kaum Alawiyin dimakamkan, di Furait terdapat perkuburan para masyaikh, dan Akdar merupakan perkuburan umum. Di pemakaman Zanbal, para Saadah al-Asraf, Ulama Amilin, Auliya’ dan Sholihin yang tidak terhitung jumlahnya dikuburkan di sana. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah berkata: “Lebih dari sepuluh ribu auliya’ al-akbar, delapan puluh wali quthub dari keluarga alawiyin di makamkan di Zanbal”. Seperti diriwayatkan oleh Syaikh Saad bin Ali: “Di pemakaman Zanbal dikuburkan para sahabat Rasulullah saw , mereka wafat ketika menunaikan tugas untuk memerangi ahli riddah. Mereka banyak yang wafat di Tarim dan tidak diketahui kuburnya”. Akan tetapi Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah, berkata: “Sesungguhnya letak kubur mereka sebelah Timur dari kubur al-Ustadz al-A’zhom Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam”. Berkata Syaikh Muhammad bin Aflah: “Sesungguhnya dari masjid Abdullah bin Yamani sampai akhir pemakaman Zanbal terdapat perkuburan para ulama dan auliya”. Menurut ulama kasyaf, Rasulullah dan para sahabatnya sering berziarah ke pemakaman tersebut.

Pertama kali makam yang diziarahi di perkuburan Zanbal adalah makam al-Ustadz al-A’zham Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam. Berkata Syaikh Ahmad bin Muhammad Baharmi: “Saya melihat Syaikhoin Abu Bakar dan Umar ra dalam mimpi berkata kepada saya, jika engkau ingin berziarah maka yang pertama kali diziarahi ialah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, kemudian ziarahilah siapa yang engkau kehendaki”. Berkata sebagian para Saadah al-Akbar: “Barangsiapa berziarah kepada orang lain sebelum berziarah kepada al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, maka batallah ziarahnya”. Kemudian ziarah kepada cucunya Syaikh Abdullah Ba’alwi, kemudian kubur ayahnya Alwi bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian Imam Salim bin Basri, kemudian ziarah kepada Syaikh Abdullah bin al-Faqih al-Muqaddam, Ali bin Muhammad Shahib Marbath, Ali bin Abdullah Ba’alwi, kemudian Syaikh Abdurahman Assaqqaf dan ayahnya Muhammad Maula Dawilah, ayahnya Ali bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian kakeknya Ali bin Alwi Khali’ Qasam, Muhammad bin Hasan Jamalullail dan ayah serta kakeknya, kemudian Syaikh Muhammad bin Ali Aidid, Ali, Muhammad, Alwi, Syech bin Abdurahman Assaqqaf, kemudian ziarah kepada Syaikh Umar Muhdhor, Syaikh Ali bin Abi Bakar al-Sakran, kemudian Syaikh Hasan Alwara’ dan ayahnya Syaikh Muhammad bin Abdurahman, kemudian para auliya’ sholihin seperti al-Qadhi Ahmad Ba’isa, kemudian Syaikh Abdullah Alaydrus, Syaikhoin Muhammad dan Abdullah bin Ahmad bin Husin Alaydrus, kemudian Syaikh Abdullah bin Syech, Sayid Ali Zainal Abidin bin Syaikh Abdullah.

Selain pemakaman Zanbal, terdapat pula pemakaman Furait. Dalam kamus bahasa Arab arti Furait adalah gunung kecil. Di tempat tersebut dikuburkan keluarga Bafadhal serta para ulama, auliya’, sholihin yang tak terhitung jumlahnya. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah berkata: “Di tempat itu dikuburkan lebih dari sepuluh ribu wali” Beberapa ulama kasyaf menyaksikan, sesungguhnya rahmat Allah yang turun pertama kali di dunia ini di pemakaman Furait. Syaikh Abdurahman Assaqqaf, Sayid Abdullah bin Ahmad bin Abi Bakar bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan sebagian ulama di Makkah menceritakan bahwa dibawah tanah Furait terdapat taman dari taman-taman surga.

Di pemakaman Furait, mulai ziarah diawali kepada Syaikh Salim bin Fadhal, kemudian Syaikh Fadhal bin Muhammad bin al-faqih Ahmad, Syaikh Fadhal bin Muhammad, kemudian kepada Syaikh Ahmad ayahya dan ayah serta pamannya, kemudian Syaikh Ibrahim bin Yahya Bafadhal, Syaikh Abu Bakar bin Haj, kemudian kepada Imam al-Qudwah Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Arif Billah Umar bin Ali Ba’umar, Imam Ahmad bin Muhammad Bafadhal, Ali bin al-Khatib, Syaikh Abdurahman bin Yahya al-Khatib, Syaikh Ahmad bin Ali al-Khatib, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abilhub dan anaknya Said, Imam Saad bin Ali.

Pemakaman ketiga yang terkenal di kota Tarim adalah pemakaman Akdar. Di perkuburan Akdar, yang dimakamkan di sana di antaranya para ulama, auliya’ al-arifin dari keluarga Basri, keluarga Jadid, keluarga Alwi, keluarga Bafadhal, keluarga Baharmi, keluarga Bamahsun, keluarga Bamarwan, keluarga Ba’Isa, keluarga Ba’ubaid dan lainnya.

Akhlaq dan kebiasaan kaum Alawiyin.

Kaum Alawiyin tetap dalam kebiasaan mereka menuntut ilmu agama, hidup zuhud di dunia (tidak bergelimang dalam kesenangan duniawi) dan mereka juga menghindar dari popularitas (syuhrah). Imam Abdullah bin Alwi al-Haddad berkata: ” Syuhrah bukan adat kebiasaan kami, kaum Alawiyin … ” selanjutnya beliau berkata: ” kedudukan kami para sayid Alawiyin tidak dikenal orang. Jadi tidak seperti yang ada pada beberapa wali selain mereka (kaum Alawiyin), yang umumnya mempunyai sifat-sifat berlainan dengan sifat-sifat tersebut. Sifat tersebut merupakan soal besar dalam bertaqarrub kepada Allah dan dalam memelihara keselamatan agama (kejernihan iman).”

Imam al-Haddad berkata pula: ” Dalam setiap zaman selalu ada wali-wali dari kaum Alawiyin, ada yang dzahir (dikenal) dan ada yang khamil (tidak dikenal). Yang dikenal tidak perlu banyak, cukup hanya seorang saja dari mereka, sedangkan yang lainnya biarlah tidak dikenal. Dari satu keluarga dan dari satu negeri tidak perlu ada dua atau tiga orang wali yang dikenal. Soal al-sitru (menutup diri) berdasarkan dua hal: pertama, seorang wali menutup dirinya sendiri hingga ia sendiri tidak tahu bahwa dirinya adalah wali. Kedua, wali yang menutup dirinya dari orang lain, yakni hanya dirinya sendiri yang mengetahui bahwa dirinya wali, tetapi ia menutup (merahasiakan) hal itu kepada orang lain. Orang lain tidak mengetahui sama sekali bahwa ia adalah wali.

Sehubungan dengan tidak tampaknya para wali, Habib Abdullah al-Haddad menulis syair: “Apakah mereka semua telah mati, apakah mereka semua telah musnah, ataukah mereka bersembunyi, karena semakin besarnya fitnah.”

Tidak tampaknya para wali merupakan hikmah Allah, begitu pula tampaknya para wali. Tampak atau tidak tampak, para wali bermanfaat bagi manusia. Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi ditanya: “Apakah manfaat dari ketidaktampakan para wali ?”. Beliau menjawab: “Tidak tampaknya para wali bermanfaat bagi masyarakat dan juga bagi wali itu sendiri. Sebab, sang wali dapat beristirahat dari manusia dan manusia tidak beradab buruk kepadanya. Mungkin kau meyakini kewalian seseorang, tetapi setelah melihatnya kau lalu berprasangka buruk. Seorang yang saleh bukanlah orang yang mengetahui kebenaran melalui kaum sholihin. Akan tetapi orang saleh adalah orang yang mengenal kaum sholihin melalui kebenaran.”

Sayid Ahmad bin Toha berkata kepada Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, “Aku tidak tahu bagaimana para salaf kita mendapatkan wilayah (kasyaf), padahal usia mereka masih sangat muda. Adapun kita, kita telah menghabiskan sebagian besar umur kita, namun tidak pernah merasakan walau sedikitpun. Aku tidak mengetahui yang menyebabkan itu ?”. Habib Ali lalu menjawab:”Ketaatan dari orang yang makannya haram, seperti bangunan didirikan di atas gelombang. Karena ini dan juga karena berbagai sebab lain yang sangat banyak. Tidak ada yang lebih berbahaya bagi seseorang daripada bergaul dengan orang-orang jahat. Majlis kita saat ini menyenangkan dan membangkitkan semangatmu. Ruh-ruh mengembara di tempat ini sambil menikmati berbagai makanan hingga ruh-ruh itu menjadi kuat. Namun, sepuluh majlis lain kemudian mengotori hatimu dan merusak apa yang telah kau dapatkan. Engkau membangun, tapi seribu orang lain merusaknya. Apa manfaatnya membangun jika kemudian dirusak lagi ? kau ingin meningkat ke atas tapi orang lain menyeretmu ke bawah.”

Menurut ulama ahlul kasyaf , wali quthub adalah pemegang pimpinan tertinggi dari para wali. Ia hanya satu orang dalam setiap zaman. Quthub biasa pula disebut Ghauts (penolong), dan termasuk orang yang paling dekat dengan Tuhan. Selain itu, ia dipandang sebagi pemegang jabatan khalifah lahir dan bathin. Wali quthub memimpin pertemuan para wali secara teratur, yang para anggotanya hadir tanpa ada hambatan ruang dan waktu. Mereka datang dari setiap penjuru dunia dalam sekejap mata, menembus gunung, hutan dan gurun.

Wali quthub dikelilingi oleh dua orang imam sebagai wazirnya. Di samping itu, ada pula empat orang autad (pilar-pilar) yang bertugas sebagai penjaga empat penjuru bumi. Masing-masing dari empat orang autad itu berdomisili di arah Timur, Barat, Utara dan Selatan dari Ka’bah. Selain itu, terdapat pula tiga orang nuqaba’, tujuh abrar, empat puluh wali abdal, tiga ratus akhyar dan empat ribu wali yang tersembunyi. Para wali adalah pengatur alam semesta, setiap malam autad mengelilingi seluruh alam semesta dan seandainya ada suatu tempat yang terlewatkan dari mata mereka, keesokkan harinya akan tampak ketidaksempurnaan di tempat itu dan mereka harus memberitahukan hal ini kepada wali quthub, agar ia dapat memperhatikan tempat yang tidak sempurna tadi dan dengan kewaliannya ketidaksempurnaan tadi akan hilang.

Seorang wali quthub, al-Muqaddam al-Tsani, Syaikh Abdurahman al-Saqqaf beliau terkenal di mana-mana, ia meniru cara hidup para leluhurnya (aslaf), baik dalam usahanya menutup diri agar tidak dikenal orang lain maupun dalam hal-hal yang lain. Dialah yang menurunkan beberapa Imam besar seperti Syaikh Umar Muhdhar, Syaikh Abu Bakar al-Sakran dan anaknya Syaikh Ali bin Abu Bakar al-Sakran, Syaikh Abdullah bin Abu Bakar yang diberi julukan al-’Aidrus.

Syaikh Abdurahman al-Saqqaf selalu berta’abbud di sebuah syi’ib pada setiap pertiga terakhir setiap malam. Setiap malam ia membaca Alquran hingga dua kali tamat dan setiap siang hari ia membacanya juga hingga dua kali tamat. Makin lama kesanggupannya tambah meningkat hingga dapat membaca Alquran empat kali tamat di siang hari dan empat kali tamat di malam hari. Ia hampir tak pernah tidur. Menjawab pertanyaan mengenai itu ia berkata, “Bagaimana orang dapat tidur jika miring ke kanan melihat surga dan jika miring ke kiri melihat neraka ?”. Selama satu bulan beliau beruzlah di syi’ib tempat pusara Nabi Hud, selama sebulan itu ia tidak makan kecuali segenggam (roti) terigu.

Demikianlah cara mereka bermujahadah dan juga cara mereka ber-istihlak ( mem-fana’-kan diri ) di jalan Allah SWT. Semuanya itu adalah mengenai hubungan mereka dengan Allah. Adapun mengenai amal perbuatan yang mereka lakukan dengan sesama manusia, para sayyid kaum ‘Alawiyin itu tidak menghitung-hitung resiko pengorbanan jiwa maupun harta dalam menunaikan tugas berdakwah menyebarluaskan agama Islam.

Susunan dan tata tertib ziarah turbah zanbal 

"Barang siapa berziarah kesatu makam di Zanbal sebelum Al-Faqih Al-Muqaddam maka batallah ziarahnya" .

Berdasarkan tuntunan dan kebiasaan masyarakat tarim susunan ziarah diturbah zanbal sebagai berikut :

1. Al-Habib Al-Faqih Al-Muqaddam. 

2. Al-Habib Alwi bin Al-Faqih.

3. Al-Habib Abdullah bin Alwi bin Al-Faqih.

4. Al-Habib Abdurrahman As-Segaff.

5. Al-Habib Ali bin Alwi Khali’ Qosam.

6. Al-Habib Muhammad bin Hasan Jamalullail.

7. Al-Habib Muhammad bin Ali Maula Aidid.

8. Al-Habib Syeikh bin Abdurrahman As-Segaff

9. Al-Habib Umar Al-Mihdhar.

10. Al-Habib Alwi bin Syihab dan anaknya Muhammad.

11. Al-Habib Abdullah dan Agil bin Abdurrahman As-Segaff .

12. Menghadap ke arah ahli Al-Furoith (menghadap ke utara dari depan kubah Al-Aydrus)

13. Al-Habib Sulthonulmala’ Abdullah Al-Aydrus.

14. Al-Habib Abdullah Al-Haddad.

15. Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad.

16. Al-Habib Abdullah bin Syeikh Al-Aydrus Shafwatul-Alawiyin.

17. Al-Habib Abdullah Al-Aydrus Shohib at-Thoqoh.

Berdasarkan kebiasaan yang ada di Tarim, ziarah rutin diturbah zanbal diadakan pada hari jum'at pagi setelah isyraq pada musim dingin (sekitar bulan November/Desember s/d pertengahan Juli) dan setelah shalat asar pada musim panas (sekitar pertengahan Juli-November). Ziarah biasanya dipimpin oleh tokoh ulama di Tarim, untuk saat ini yang memimpin adalah Al-Habib Ali Masyhur bin Hafizh (Saudara kandung dari Al-Habib Umar bin Hafizh, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Musthafa), selaku pemimpin ziarah Al-Habib Ali Masyhur biasanya memberikan siraman rohani setelah selesai ziarah ke makam Al-Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad, kemudian ziarah ke Al-Habib Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad dan diteruskan hingga akhir sebagaimana susunan yang ada, setelah selesai para peziarah boleh melanjutkan sendiri ziarah kemakam yang dikehendaki.