Wali Songo
Perkembangan dunia Islam semakin maju dan tidak terlepas dengan peran wali sembilan-nya di muka bumi pertiwi Indonesia, khususnya pulau Jawa. Wali Songo dari Maulana Ibrahim sampai Sunan Muria, perlu ditinjau kembali sejarah tersebut. Al-Arifbillah al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, Pekalongan menyampaikan bahwa di jaman periode Sayyid Ibrahim Asmaraqandi sebelum berdirinya kerajaan Demak sudah ada wali Sembilan (Wali Songo)
Menurut buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan,[1] dan Menurut Catatan dari Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini, disebutkan bahwa : majelis dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan. Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan, namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah atau karena pernikahan, maupun dalam hubungan guru-murid. Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya.
Anggota walisongo merupakan orang-orang pilihan dan oleh karena itu oleh orang jawa dinamakan wali. Istilah wali berasal dari bahasa Arab aulia, yang artinya orang yang dekat dengan Allah SWT karena ketakwaannya. Sedangkan istilah songo merujuk kepada penyebaran agama Islam ke segala penjuru. Orang Jawa mengenal istilah kiblat papat limo pancer untuk menggambarkan segala penjuru, yaitu utara-timur-selatan-barat disebut kiblat papat dan empat arah diantaranya ditambah pusat disebut limo pancer.
Zaman Periode Sayyid Ibrahim Asmaraqandi ;
Maulana Sayyid Ibrahim Asmaraqandi, dikenal Sunan Gesik, Makam beliau terletak di Desa Gesikharjo, Kec. Palang, Tuban. Dengan Koordinat GPS “S : 06’54’185 dan E : 112’07’619″
Sayyid Muhammad al-Kabir, di Banten
Sayyid Hisamuddin, Banten, Cinangka
Sayyid Muhammad Geseng, (bukan Sunan Geseng murid Sunan Kalijogo, Muntilan Magelang), Jawa Tengah
Sayyid Mawlana Syarifuddin Abdullah Wonobodro, Lokasi ini terletak di Desa Wonobodro Kecamatan Blado, dari Ibukota Kabupaten Batang kurang lebih 30 Km arah ke arah selatan.
Mawlana Amir Abdul Malik Rahmatillah, Sunan Lembayen, Jatim.
Sayyid Ibrahim, Sunan Glitik, (bukan Sunan Gribig Klaten, cucu Sunan Giri Muhammad Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq)
Mawlana Hasyim, Drajat di Cirebon
Mawlana Abdurrahman Bismo, Pekalongan, Wonobodro
Periode setelah ini, setelah wafat para beliau diatas untuk menyempunakan jumlah 9 di pimpin oleh ;
Mawlana Malik Ibrahim
Mawlana Ishaq
Sayyid Ali Murtadha, Sunan Pegilan
Sayyid Ahmad Rahmatillah, Sunan Ampel
Sayyid Muhammad Yusuf al-Maghribi, Parangtritis, Yogyakarta
Sayyid Ibrahim Bismo
Sayyid Abdullah Dzatul Kahfi, Cirebon
Mawlana Hasyim, Drajat di Cirebon
Mawlana Abdurrahman Bismo, Pekalongan, Wonobodro
Dalam kitab Kanzul Ulum karya IBNU BATHUTHAH yang masih tersimpan di perpustakaan istana Kasultanan Ottoman di Istanbul, pembentukan Walisongo ternyata pertama kali dilakukan oleh Sultan Turki, MUHAMMAD I yang menerima laporan dari para saudagar Gujarat {India} bahwa di pulau Jawa jumlah pemeluk agama Islam masih sangat sedikit. Berdasarkan laporan tersebut Sultan MUHAMMAD I membentuk sebuah tim yang beranggotakan 9 orang
Pada waktu Sultan Muhammad I memerintah Usmani Turki dia seorang Khalifah yang tangguh dan bijak . Masa Pemerintahan Muhammad I adalah (1403 -1421 M). Beliau menanyakan perkembagan agama Islam kepada pedagang Gujarat (India), dari mereka Sultan mengetahui bahwa di PulauJawa ada dua kerajaan besar (Hindu) yaitu Majapahit dan Pajajaran. Diantara rakyatnya (sebagian kecil) ada yang beragam Islam namun cuma sebatas dari pedagang Gujarat yang nikah dengan penduduk pribumi di kota 2 pelabuhan.
Sang Sultan kemudian mengirimi surat kepada pembesar Islam di Afrika Utara dan Timur Tengah, isinya meminta para Ulama yang mempunyai karomah untuk dikirim ke Pulau jawa, maka terkumpulah sembilan ulama berilmu tinggi serta mempunyai karomah.
Sembilan orang itu akan dibagi menjadi tiga bagian, Jawa Timur tiga orang ulama, Jawa Tengah tiga orang ulama, Jawa Barat tigga ulama dengan masa bhakti satu abad, apabila terjadi ada yang wafat atau pindah dari Pulau Jawa harus mengadakan rapat untuk mencari penggantinya. Kesembilan ulama tersebut selanjutnya dilembagakan dan ditetapkan dengan sebutan WALI SONGO
Pada tahun 808 Hijriah = 1404 M para ulama itu berangkat ke Pulau Jawa, Mereka adalah:
Angkatan ke-1 (1404 – 1435 M), terdiri dari
Maulana Malik Ibrahim (wafat 1419),(Beliaulah yang membentuk Majlis Dakwah yang bernama Walisongo),berasal dari Turki ahli mengatur negara. Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa (Thailand). Berdakwah di Jawa bagian timur. Wafat di Gresik pada tahun 1419 M. Makamnya terletak satu kilometer dari sebelah utara pabrik Semen Gresik.
Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand dekat Bukhara-uzbekistan/Rusia. Beliau ahli pengobatan. Setelah tugasnya di Jawa selesai Maulana Ishak pindah ke Samudra Pasai dan wafat di sana.
Maulana Ahmad Jumadil Kubro, berasal dari Mesir. Beliau berdakwah keliling. Makamnya di Troloyo Trowulan, Mojokerto Jawa Timur.
Maulana Muhammad Al-Maghrabi, berasal dari Maroko, beliau berdakwah keliling. Wafat tahun 1465 M. Makamnya di Jatinom Klaten, Jawa Tengah.berasal dari Turki, ahli mengatur negara. Wafat tahun 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
Maulana Malik Isra’il (wafat 1435), berasal dari Persia Iran. Ahli pengobatan. Wafat 1435 M. Makamnya di Gunung Santri.
Maulana Muhammad Ali Akbar (wafat 1435), berasal dari Palestina Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
Maulana Hasanuddin, (bukan putera Sunan Gunung Jati) berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
Maulana ‘Aliyuddin, berasal dari Palestina. Berdakwah keliling. Wafat pada tahun 1462 M. Makamnya disamping masjid Banten Lama.
Syekh Subakir atau juga disebut Syaikh Muhammad Al-Baqir.berasal dari Persia, ahli menumbali (metode rukyah) tanah angker yang dihuni jin-jin jahat tukang menyesatkan manusia. Setelah para Jin tadi menyingkir dan lalu tanah yang telah netral dijadikan pesantren. Setelah banyak tempat yang ditumbali (dengan Rajah Asma Suci) maka Syekh Subakir kembali ke Persia pada tahun 1462 M dan wafat di sana. Salah seorang pengikut atau sahabat Syekh Subakir tersebut ada di sebelah utara Pemandian Blitar, Jawa Timur. Disana ada peninggalan Syekh Subakir berupa sajadah yang terbuat dari batu kuno.
Angkatan ke-2 (1435 – 1463 M), terdiri dari
Sunan Ampel yang tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim,
Maulana Ishaq (wafat 1463),
Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
Sunan Kudus yang tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il,
Sunan Gunung Jati yang tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar,
Maulana Hasanuddin (wafat 1462),
Maulana ‘Aliyuddin (wafat 1462), dan
Syekh Subakir (wafat 1463).
Angkatan ke-3 (1463 – 1466 M), terdiri dari
Sunan Ampel,
Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq,
Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465),
Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465),
Sunan Kudus,
Sunan Gunung Jati,
Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin,
Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin, dan
Sunan Kalijaga yang tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir.
Angkatan ke-4 (1466 – 1513 M, terdiri dari
Sunan Ampel (wafat 1481),
Sunan Giri (wafat 1505),
Raden Fattah yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra,
Fathullah Khan (Falatehan) yang pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
Sunan Kudus,
Sunan Gunung Jati,
Sunan Bonang,
Sunan Derajat, dan
Sunan Kalijaga (wafat 1513).
Angkatan ke-5 (1513 – 1533 M), terdiri dari
Syekh Siti Jenar yang tahun 1481 menggantikan Sunan Ampel (wafat 1517),
Raden Faqih Sunan Ampel II yang tahun 1505 menggantikan kakak iparnya Sunan Giri,
Raden Fattah (wafat 1518),
Fathullah Khan (Falatehan),
Sunan Kudus (wafat 1550),
Sunan Gunung Jati,
Sunan Bonang (wafat 1525),
Sunan Derajat (wafat 1533), dan
Sunan Muria yang tahun 1513 menggantikan ayahnya Sunan Kalijaga.
Angkatan ke-6 (1533 – 1546 M), terdiri dari
Syekh Abdul Qahhar (Sunan Sedayu) yang ahun 1517 menggantikan ayahnya Syekh Siti Jenar,
Raden Zainal Abidin Sunan Demak yang tahun 1540 menggantikan kakaknya Raden Faqih Sunan Ampel II,
Sultan Trenggana yang tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah,
Fathullah Khan (wafat 1573),
Sayyid Amir Hasan yang tahun 1550 menggantikan ayahnya Sunan Kudus,
Sunan Gunung Jati (wafat 1569),
Raden Husamuddin Sunan Lamongan yang tahun 1525 menggantikan kakaknya Sunan Bonang,
Sunan Pakuan yang tahun 1533 menggantikan ayahnya Sunan Derajat, dan
Sunan Muria (wafat 1551).
Angkatan ke-7 (1546- 1591 M), terdiri dari
Syaikh Abdul Qahhar (wafat 1599),
Sunan Prapen yang tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak,
Sunan Prawoto yang tahun 1546 menggantikan ayahnya Sultan Trenggana,
Maulana Yusuf cucu Sunan Gunung Jati yang pada tahun 1573 menggantikan pamannya Fathullah Khan,
Sayyid Amir Hasan,
Maulana Hasanuddin yang pada tahun 1569 menggantikan ayahnya Sunan Gunung Jati,
Sunan Mojoagung yang tahun 1570 menggantikan Sunan Lamongan,
Sunan Cendana yang tahun 1570 menggantikan kakeknya Sunan Pakuan, dan
Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos) anak Sayyid Amir Hasan yang tahun 1551 menggantikan kakek dari pihak ibunya yaitu Sunan Muria.
Angkatan ke-8 (1592- 1650 M), terdiri dari
Syaikh Abdul Qadir (Sunan Magelang) yang menggantikan Sunan Sedayu (wafat 1599),
Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi yang tahun 1650 menggantikan gurunya Sunan Prapen,
Sultan Hadiwijaya (Joko Tingkir) yang tahun 1549 menggantikan Sultan Prawoto,
Maulana Yusuf,
Sayyid Amir Hasan,
Maulana Hasanuddin,
Syekh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani yang tahun 1650 menggantikan Sunan Mojoagung,
Syekh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri yang tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana, dan
Sayyid Shaleh (Panembahan Pekaos).
Wali Songo Angkatan ke 9, 1650 – 1750M, terdiri dari:
1. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan [tahun 1750 menggantikan Sunan Magelang]
2. Syaikh Shihabuddin Al-Jawi [tahun 1749 menggantikan Baba Daud Ar-Rumi]
3. Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura], Sumenep Madura [Menggantikan, yaitu Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir]
4. Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani, [tahun 1750 Menggantikan Maulana Yusuf, asal Cirebon ]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. [1740 menggantikan Gurunya, yaitu Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus]
6. Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir [ tahun 1750 menggantikan buyutnya yaitu Maulana Hasanuddin]
7. Sultan Abulmu'ali Ahmad [Tahun 1750 menggantikan Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri
9. Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan [tahun 1750 menggantikan ayahnya, Sayyid Shalih Panembahan Pekaos]
Wali Songo Angkatan ke-10, 1751 – 1897
1. Pangeran Diponegoro [ menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan]
2. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, [menggantikan Syaikh Shihabuddin Al-Jawi]
3. Kyai Mojo, [Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura]
4. Kyai Kasan Besari, [Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. …
6. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, [menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir]
7. Pangeran Sadeli, [Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan Abulmu'ali Ahmad]
8. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura [Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri]
9. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura, [Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan]
Tahun 1830 – 1900 [Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ keturunan Wali Songo yang dipenjara dan dibunuh]
Dari nama para Wali Songo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
• Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim
• Sunan Ampel atau Raden Rahmat
• Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahim
• Sunan Drajat atau Raden Qasim
• Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq
• Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
• Sunan Kalijaga atau Raden Said
• Sunan Muria atau Raden Umar Said
• Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah
RUJUKAN :
Babad Tanah Jawi
Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
Al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran
'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi
Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur
Menyingkap Misteri Pulau Besar oleh Ana Faqir