Mengelola Zakat: Apakah Boleh?

Suatu hari ada pertanyaan, kalau zakat dikumpulkan lalu dikelola dan disalurkan dalam bentuk beasiswa, pengobatan gratis, ambulan gratis, dan lain-lain, apakah diperbolehkan?

Maulȃnȃ al-ḥabȋb Luthfi bin Yahya menjawab bahwa beliau belum menemukan keterangan diperbolehkannya hal tersebut. Saya ingin tahu ma’khadznya pengelolaan zakat, siapa imam yang memperbolehkan?

Maulȃnȃ al-ḥabȋb melanjutkan bahwa zakat itu milik delapan ashnaf mustaḥiq zakat (golongan orang-orang yang berhak menerima zakat). Kalau memang zakat itu dikelola, pengelola itu sudah mendapat ridlo dari delapan ashnaf mustahiq zakat belum?

Maulȃnȃ al-ḥabȋb menambahkan bahwa amil zakat itu tidak boleh mengambil upah dari zakat atau jatah zakatnya amil. Harus dibedakan antara upah amil dan hak zakat untuk amil, beliau menegaskan.

Infaq dan shadaqah silahkan dikelola, tapi kalau zakat mau dikelola maka harus mendapatkan izin dan ridlo dari delapan ashnaf. Karena zakat itu adalah haknya mustahiq zakat atau yang menerima zakat.

Orang lain tidak ada hak mengintervensi. Kalau ternyata zakat itu mau digunakan untuk hal yang haram, baru kita mengingatkan. Sekali lagi, zakat itu mutlak hak perogratif yang menerima. Begitu Maulȃnȃ al-ḥabȋb menerangkan.

Maulȃnȃ al-ḥabȋb melanjutkan, kalau infaq dan shodaqah tiap hari lalu diputar dan dikelola, itu hasilnya bisa melebihi zakat. Nah nanti operasional diambil dari infaq dan shadaqah. Begitu juga beasiswa, ambulan gratis, modal, dan lain-lain itu diambil dari uang infaq dan shadaqah yang dikelola.

Kita harus hati-hati dalam hal ini karena akibat dari kita memakan hak orang faqir (fuqara) adalah kalau kita hidupnya tidak sakit terus, ya hidupnya jatuh bangun. Wallahu a’lam