Tentang Mati Syahid dan Khadam
Al-Kisah no.13/ 18 Juni – 1 Juli 2007
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Saya, pembaca setia alKisah, ingin bertanya tentang beberapa hal dan memberi masukan atau saran.
Pertama, ada orang meninggal dunia karena dibunuh perampok, setelah mempertahankan harta bendanya. Apakah matinya orang tersebut termasuk mati syahid, karena membela hartanya?
Kedua, dalam alKisah No. 01/ 2007 halaman 147 alenia ketiga tertulis: " barang siapa ahli membaca Al-Quran, para khadam dengan izin Allah akan melayani orang tersebut..." Mohon penjelasan pengasuh, apakah benar bahwa yang dimaksud ahli membaca Al-Quran itu adalah orang yang membaca amalan dzikir, wirid, dan amalan lainnya dalam jumlah dan waktu tertentu? Dan, bagaimana pula bentuk, cara, serta batas kemampuan khadam dalam melayani orang yang ahli membaca Al-Quran?
Ketiga, mengapa doa hizib tidak pernah diijazahkan secara umum, seperti misalnya dalam bonus doa?
Keempat, berupa saran atau masukan buat Habib Luthfi, berkaitan dengan pembahasan khadam dalam buku Nasihat Spiritual Tarekat ala Habib Luthfi.
Alangkah baiknya, untuk lebih menambah isi dan kualitas, supaya lebih mendalam, lengkap, dan sistematis seyogyanya Habib menulis tentang dalam buku tersendiri.
Demikian pertanyaan berikut saran saya. Semoga pengasuh tetap sehat walafiat. Amin, ya mujibas sailin.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Lalu Shochibul Irsyad
Nusa Tenggara Barat
Wa'alaikumussalam Wr. Wb.
Mati syahid adalah suatu keadaan yang istimewa dan mulia, dan orang yang mati syahid dijanjikan Allah ‘jannah’ (surga). Di antara orang-orang yang mati syahid adalah, pertama, orang yang mempertahankan haknya. Seperti seseorang yang mati mempertahankan hartanya karena dirampok. Kedua, wanita yang meninggal karena melahirkan. Ketiga, orang yang mati terbakar. Misal-nya, ketika ia sedang tidur, tahu-tahu rumahnya kebakaran, dan ia tidak bisa menyelamatkan diri, sehingga ia ikut terbakar dan akhirnya meninggal. Keempat, orang yang mati tenggelam. Contoh, orang yang mati tenggelam karena tsunamsi di Aceh.
Kelima, orang yang mati karena sakit perut. Keenam, mati secara mendadak. Misalnya, masuk angin dhudhuk, kata orang Jawa.
Jadi, orang yang meninggal dunia karena dibunuh perampok, setelah mempertahankan harta bendanya, matinya termasuk mati syahid.
Berbahagialah orang yang pada akhir umurnya rmendapat predikat dari Allah sebagai syahid atau syahidah. Termasuk di sini adalah Imam Syafi'i. Pada akhir masa hidupnya, beliau terserang penyakit perut luar biasa, hingga mengakibatkan ajal. Dalam kriteria ini, Imam Syafi'i termasuk mati syahid.
Pertanyaan yang kedua tentang khadam, maksudnya bahwa khadam-khadam itu adalah para malaikat yang menjaga bacaan Al-Quran, dan mereka menghormati para pembaca Al-Quran itu, sehingga mereka juga ikut menjaga orang-orang yang senang membaca AI-Quran. Bagaimana para malaikat itu tidak senang dengan para pembaca AI-Quran, sebab mereka ditugasi menjaga bacaan Al-Quran, kemudian ada orang yang memuliakan bacaan Al-Quran, maka para malaikat itu juga memuliakan orang tersebut.
Tentu saja para pembaca Al-Quran atau orang yang hafal Al-Quran itu akhlaq dan imannya sesuai dengan apa yang diperintah dan dilarang oleh Rasulullah. Karena kemuliaannya itulah, bumi tidak memakan jenazah para penghafal AI-Qu’an, sehingga banyak orang yang hidup mengenali jasad para penghafal AI-Quran di kuburannya masih utuh. Bahkan ada cerita, orang mendapati kuburan orang yang pada masa hidupnya tidak lepas dari Al-Qur’an, jasadnya masih utuh di dalam kubur, juga kain kafannya.
Jadi, kalau Allah sendiri menghormati para penghafal al-Qur’an, tentu saja para malaikat akan mengikuti. Selain malaikat, para jin muslim pun menghormati para pembaca dan penghafal Al-Quran.
Namun kita jangan salah paham terhadap kehadiran khadam. Sebab mendapatkan khadam bukan sebuah kewajiban, malah sunnah pun tidak. Khadam itu muncul karena kemuliaan bacaan Al-Quran. Jadi, yang penting di sini adalah bagaimana isi AlQuran itu bisa mewarnai hidup kita. Disebutkan di dalam hadits Aisyah, "Akhlaq Nabi SAW adalah Al-Quran". Maksudnya, Baginda Nabi SAW, telah melaksanakan semua isi Al-Quran dan kita ittiba' kepada beliau dalam segala hal.
Keimanan yang tinggi ini derajatnya lebih tinggi daripada kita punya khadam. Semakin dekat kita kepada Allah, semakin kita dikejat oleh hal-hal yang bersifat duniawi dan para khadam tersebut. Kalau kita semakin ta'aluq (tunduk) kepada Allah SWT, justru para khadam itu akan hormat kepada kita dan mau melayani dengan sendirinya. Kita bisa mencontoh, Baginda Nabi Rasulullah Muhammad SAW, yang telah mendapat kemuliaan paling tinggi dari Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut:"Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatIah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." – QS AlAhzab (33): 56.
Tentu saja, tingkat kemuliaan manusia tidak bisa diperbandingkan dengan Baginda Nabi Muhammad SAW. Ayat ini maksudnya bahwa shalawat Allah kepada Nabi SAW adalah suatu rahmat dan sekaligus kemuliaan yang tinggi, sedang shalawat malaikat kepada Nabi adalah permohonan pengampunan, sehingga kaum muslimin yang membaca shalawat juga akan ikut mendapatkan pengampunan tersebut. Jadi, bisa dibayangkan, yang membaca shalawat (ayat di atas) saja akan mendapatkan pengampunan, apalagi yang membaca Al-Quran dengan jumlah 6.666 ayat.
Nah, khadam itu terdiri dari dua jenis makhluk, yaitu malaikat` dan jin, yang telah diberi tugas oleh Allah SWT.
Menjawab pertanyaan yang ketiga, perlu diketahui bahwa doa hizib itu adalah doa yang umum dan disusun dengan sastra tingkat dan asma'nya sangat luar biasa. Nilai doa dalam hizib tersebut dosisnya amat tinggi. lbarat jenis obat, bila berdosis tinggi harus diminum dengan takaran yang sesuai dengan umur, berat badan, dan kekuatan tubuh. Kalau tidak, bisa menimbulkan efek samping yang kurang baik. Karena itu perlu adanya resep dokter, dalam hal ini perlu guru dalam mengamalkan doa hizib. Guru tersebut akan mengetahui dosis yang harus diberikan kepada Para muridnya, sehingga kuat mengamalkan doa hizib itu.
Menjawab pertanyaan keempat, saya gembira sekali atas dorongan Anda agar saya menulis buku tentang khadam. Saran ini menjadi PR bagi saya, dan insya Allah akan saya usahakan di lain kesempatan. Saya meminta doa restu dari pembaca supaya saya diberikan petunjuk oleh Allah sehingga bisa menulis buku tentang khadam tersebut
Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)
Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah