Qassim ibn Muhammad  Ibn Abu Bakr

“Selama kau belum merenungi sang Pencipta,

kau adalah milik makhluk yang dicipta;

tapi kalau kau telah merenungiNya,

makhluk ciptaan menjadi milikmu.”

Ibn ‘Ata’Allah, Hikam.

Ia merupakan salah satu dari tujuh ahli hokum terkenal di Madinah al-Munawwara. Melalui ketujuh Imam besar inilah hadits, fiqh (jurisprudensi) dan tafsir Qur’an disebarkan kepada umat. Ibunya adalah anak perempuan dari raja Persia terakhir, yaitu Yazdagir. Kakeknya adalah khalifa pertama, Abu Bakar as-Shiddiq. Ia bertemu beberapa Tabi’in, seperti Salim bin ‘ Abdullah ibn Umar.

 

Ia adalah seorang imam yang soleh dan berpengetahuan tinggi dalam narasi hadits. Abu Zannad berkata, “Aku tidak pernah melihat siapapun yang lebih baik darinya dalam hal mengikuti Sunnah Nabi. Pada masa kami, tidak ada yang dianggap sempurna sebelum sempurna dalam mengikuti Sunnah Nabi. Dan Qassim merupakan salah satu yang tersempurna.”

Abdur Rahman ibn Abi Zannad berkata bahwa ayahnya bercerita “Aku tidak menemukan seorangpun yang mengetahui Sunnah lebih baik daripada al-Qassim. “Abu Nu’aym juga bercerita tentangnya didalam Hilyat al-Awliya: “Ia mampu memahami peraturan hukum terdalam dan ia unggul dalam berperilaku dan beretika.”

Imam Malik menceritakan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul Aziz, dianggap sebagai khalifa kelima yang terpadu dengan benar, katanya, “Seandainya ia dalam tanganku, aku akan menjadikan Qassim, khalifa dijamanku.”

 

Sufyan berkata, “Beberapa orang datang ke al-Qassim dengan sadaqah (sumbangan) yang ia bagikan. Setelah dibagikan mereka pergi shalat. Selagi melakukan shalat orang mulai berbicara negative tentang penyumbang tersebut. Anak laki-lakinya berkata kepada mereka  ‘ Kalian sedang berbicara dibelakang orang yang membagikan sedekah dan ia tidak mengambil satu dirhampun untuk dirinya. Secepatnya ayahnya menegurnya sambil berkata, ‘Jangan bicara, tapi diam’. Ia ingin mengajarkan anaknya agar tidak melindungi karena niatnya hanya memuaskan Allah dan ia tidak peduli dengan pendapat orang.

 

Yahya bin Sayyid berkata, “Kita tidak pernah menemukan orang yang lebih baik dari al-Qassim di Madinah.” Ayyub as-Saqityani berkata, “Aku belum pernah melihat orang yang lebih baik dari Imam Qassim. Ia meninggalkan 100,000 dinar untuk kaum miskin ketika wafat, dan itu semua berasal dari pendapatannya sendiri yang halal.”

 

Ia wafat di suatu tempat antara Makkah dan Madinah yang disebut al-Qudayd di tahun 108 (atau 109) H, di usia 70 tahun, sewaktu melaksanakan haji. Al-Qassim meneruskan Rahasia Rantai Emas kepada pewarisnya, yaitu cucu laki-lakinya, Imam Ja’far as-Siddiq.