Tentang Artikel dan Bantahannya

Bismillahirrahmannirahim. Alhamdulillahirabbil 'Alamin

Allahumma Afdhalu Shalawatu was salaam ala Sayidina Muhammad wa alaa alihi wash shahbihi ajmain.

 

Artikel ini sangat menarik sekali untuk dikaji sebab banyak sekali

hal-hal seperti ini yang terjadi saat ini. Adapun manfaat yang dapat

dipetik adalah bagaimana kita mengurangi Su'udzon kita terhadap jalan yg

ditempuh para ulama. Dengan kearifan dan kedalaman ilmu, mereka menempuh

jalan mashlahat yang jarang dimengerti oleh kebanyakan umat sehingga

bertentangan dengan kondisi sosial yang berlaku saat ini.

=======================================================

Sebuah artikel yang dimuat oleh suatu harian umum telah membuat Sang Guru dan murid-muridnya

gelisah.

Bagaimana tidak, artikel yang ditulis oleh si Fulan itu berisi pemikiran yang sangat bertentangan

dengan nilai-nilai masyarakat.

Si Fulan mengatakan bahwa tidak ada kewajiban bagi

manusia untuk menutup auratnya. Sebab secara

fitrah, tiap manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang.

Maka ia menyerukan agar budaya telanjang itu

dilestarikan di tengah masyarakat.

Maka para murid yang merasa marah, langsung

membuat artikel bantahan dan siap dikirim ke harian umum

yang sama. Namun sebelum itu, mereka mengutus salah

seorang murid yang merupakan penulis artikel bantahan itu,

untuk meminta pendapat dan izin dari Sang Guru.

"Ya, Guru. Bagaimana pendapat anda?" tanya Murid

pada Sang Guru yang tampak terdiam lama setelah

membaca artikel bantahan itu.

"Ananda..." Sang Guru menatap muridnya. "Artikelmu

ini sangat bagus dan penuh argumentasi yang jitu.

Tapi..."

"Tapi apa ya, Guru?" tanya murid itu heran. Wajah

Sang Guru yang teduh itu berubah galau. Ditatapnya

artikel bantahan yang tergenggam di tangnnya.

"Dalam pikiranku, tergambar beberapa dampak dari

tulisanmu ini jika ia jadi dimuat," ujar Sang Guru

pelan sambil kembali menatap murid.

"Pertama, artikel yang ditulis si Fulan itu

sangatlah tajam, menusuk hati kita semua. Sementara konsumen

pembaca harian sendiri relatif

sedikit dibanding jumlah penduduk negeri ini secara

keseluruhan. Dan rata-rata, mereka tidak membacanya dengan

serius."

Murid tersebut menyimak uraian Sang Guru dengan hati

bertanya-tanya. Ia belum paham maksud gurunya itu.

"Jika kita menurunkan bantahan terhadap artikel

tersebut, maka akan timbul beberapa titik rawan.

Diantaranya, justru akan mengekspos artikel

tersebut dan memancing keingintahuan bagi mereka yang belum

membacanya. Sementara yang sudah membaca, akan

kembali terpancing untuk membaca dengan serius.

Dengan demikian, tanpa sadar kita telah memicu

perhatian masyarakat kepada sesuatu yang buruk,

yang bisa saja mendatangkan ketidakbaikan bagi

orang-orang yang berjiwa lemah. Kalau artikel si Fulan itu kita

diamkan saja, insya Allah ia akan tenggelam dengan

sendirinya," tutur Sang Guru pelan.

murid itu masih tampak belum puas dengan penjelasan

itu, meski ia mulai bisa meraba maksud gurunya.

"Ananda, BANTAHAN ADALAH SALAH SATU BENTUK

TANTANGAN YANG AKAN MEMANCING SIKAP KERAS KEPADA YANG

DIBANTAH. Dan sekalipun ia menyadari bahwa ia

salah, tapi BANTAHAN ITU AKAN MEMBUATNYA BERSIKUKUH PADA

KESALAHANNYA.

Ketahuilah, Anakku, si Fulan itu telah terpengaruh

oleh sebuah lingkungan yang membuatnya berpikir seperti

itu. Dan aku melihat, TUJUANNYA MENULIS ARTIKEL

ITU BUKANLAH UNTUK MENGUNGKAPKAN APA YANG MENJADI

KEYAKINANNYA. MELAINKAN SEKEDAR MENCARI PERHATIAN

DENGAN CARA MENGHALALKAN SEGALA CARA."

Sang Guru diam sejenak. Sementara si-murid yang

duduk di hadapannya masih menunggu kelanjutan kalimatnya

dengan raut serius.

"Ananda, jika sampai si Fulan bersikukuh dalam

kesalahan itu akibat bantahan yang kita sampaikan, maka

secara tidak langsung kita telah menghalangi pintu taubat

baginya. Si Fulan itu masih muda. MEMBUKAKAN PINTU

KEBENARAN BAGINYA JAUH LEBIH BAIK DARIPADA

MELEMPARKANNYA JAUH-JAUH DARI KEBENARAN YANG

SEBENARNYA MENJADI HAK DIA.

Justru kewajiban kitalah untuk membantunya meraih

kebenaran itu. Aku tidak ingin, emosi-nafs yang bermain

dalam dada kita membuat seseorang terhalang dari

hidayah Tuhan. Begitulah pemikiranku. Bagaimana

menurutmu, Anakku?" Sang Guru menutup

penjelasannya, dengan penuh lemah lembut serta kasih sayang.

murid yang sejak tadi diam menatapnya, perlahan

menunduk. Kini semakin disadarinya betapa Sang

Guru adalah manusia yang sangat bijak. Sosok yang penuh

kharisma dan telah melebur ke dalam kancah

perjuangan secara jasad, ruh, akal, dan hartanya. Pengetahuan

yang dalam dan hubungannya yang erat dengan Tuhannya, Allah Azza Wa Jalla, seorang pewaris Nabi SAW,

telah menjadikan pandangannya demikian luas,

nalurinya peka, mata hatinya tajam, jauh menembus ke depan.

Ya, ia telah dianugerahi pandangan ke depan, sesuatu

yang jarang dimiliki oleh orang biasa.

Perlahan sang murid mengangkat kepalanya. Ditatapnya

wajah Sang Guru sambil tersenyum. "Ya Maulana, Ya Sayyidi Syekh, Abah benar

sekali ya, Guru. Saya setuju dengan pendapat abah."

Sang Guru pun tersenyum melihat muridnya mau

memahami apa yang ada dalam pikirannya. Maka perlahan

dirobeknya artikel yang tergenggam di tangannya

saat itu.

Epilog

Waktu terus berlalu, dan artikel si Fulan yang

membahayakan itupun berlalu begitu saja.

Masyarakat sepertinya tidak terusik sama sekali......

 

Semoga bermanfaat....

 

wal 'afu minkum, wamin Allah at taufiq wa bihurmati Habib wa bihurmati FATIHAH !!!