Peribahan Nasib

A’uudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil ‘alaamin

Allaahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaa Sayidina Muhammadin wa ‘alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajma'in.

Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq.

 

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

amma ba'du,

Perubahan Nasib 

 

Perubahan nasib itu tidak hanya berlaku bagi umat Islam saja, tapi secara umum untuk siapa saja dan Ummat Manusia semuanya dari kelompok agama manapun.  Artinya, siapa saja yang ingin nasibnya berubah, maka perubahan itu harus datang dari diri mereka sendiri.

 

Di dalam AlQuran disebutkan:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah ap- apa yang pada diri mereka ” (QS ar-Ra’d surat ke 13 ayat 11)

 

Ayat di atas sudah sangat banyak dihafal oleh Ummat Islam khususnya, termasuk kelompok yang awam.  Karena sudah sangat sering di bawakan pada ceramah-ceramah Agama di mana-mana.

 

Ayat ini tidak bertentangan dengan ayat-ayat lain yang mengedepankan kekuasaan mutlak-Nya Allah.  Juga tidak bertentangan dengan konsep takdir dalam ajaran Islam.  Ayat ini justru sebagai penjelas tentang takdir dan kekuasaan-Nya.  Bahwa Allah telah memberikan berbagai potensi pada diri manusia, sekaligus menetapkan pada masing-masing kadarnya. Siapa yang ingin merubah maka iapun akan terobah nasibnya, siapa yang ingin begitu akan begitu. Itulah hukum Allah, sunnatullah, atau lebih dikenal dengan istilah hukum alam.

 

Terhadap masalah perubahan sosial ini, Allah Berfirman:

"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.  Dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya)." (QS an-Najm: 39-40)

 

Nilai manusia itu terletak pada usahanya, apakah ia akan menjadi untung atau merugi, dan apakah kelak bernasib baik atau sebaliknya.  Ayat ini mempertegas bahwa manusia tak selayaknya menggantung nasib.  Suatu bangsa menjadi besar setelah ada usaha yang besar pula untuk mewujudkannya. 

 

Untuk bisa maju harus ada usaha sungguh-sungguh.  Maka berlakulah kamus perjuangan, bahwa setiap perjuangan butuh usaha keras dan kesiapan berkorban.  Tanpa keduanya berarti hanya angan-angan semata. Orang yang hanya berangan-angan tidak akan memperoleh apa-apa, kecuali mimpi-mimpi.

 

Itulah rumus kehidupan.  Karenanya kita harus selalu berjuang untuk merobah nasib kita menjadi lebih baik, dari yang tidak pernah mempunyai pekerjaan sehingga bekerja agar dapat menghidupi keluarganya, dari yang tadinya bodoh menjadi pintar dan dari yang jarang sekali menghadiri Majlis-majlis Ilmu Agama hingga terasa nikmat apabila hadir pada majlis tersebut.

 

Kapan seseorang atau suatu kaum berubah?  Perubahan tidak bisa dipaksakan, karena harus datang dari kesadaran diri sendiri.  Jika seseorang sadar dan merasa butuh terhadap perubahan, maka mereka akan berusaha untuk berubah.  Jika kesadaran belum tumbuh, maka tidak akan terjadi apa-apa.( perubahan )

 

Apakah nasib seseorang tidak bisa berubah ? marilah sama-sama kita simak kembali, di dalam kisah manaqib Sayyidi Syaikh Abdul Qadir al-Jilani.ra

Beliau adalah salah seorang Kekasih Allah, Waliyullah, Wali Allah. Seperti halnya Wali Songo yang ada di Indonesia, khususnya tanah Jawa. Kanjeng Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.ra merupakan Sulthanul’Auliya (Sultannya Para Wali Allah), puncak pimpinan tertinggi para Wali Allah di muka bumi pada zaman beliau hidup. (Presidennya para Wali). Beliau juga menduduki maqam (kedudukan) Quthb Ghauts (Pemimpin Wali Penolong). Oleh sebab itu banyak/sering kita dengar kalau doa tahlil nama beliau disebut. Merupakan wasilah kita kepada Allah, agar hajat/doa kita dikabul oleh Allah SWT. Karena beliau termasuk Wali Penolong.

As-Siraj meriwayatkan bahwa pada suatu hari dalam tahun 521 H. Abu Muzhaffar Al-Hasan bin Tamim bin Ahmad Al-Baghdadi, seorang pedagang, telah menemui Syekh Hammad Ad-Dabbas.ra, seraya mengatakan bahwa ia telah menyiapkan suatu kafilah untuk membawa barang dagangan ke Syam seharga 700 dinar.

Syekh Hammad Ad-Dabbas menegaskan; “Jika mengadakan perjalanan dalam tahun ini, niscaya anda akan mati terbunuh dan barang-barang daganganmu  habis dirampok orang.”

Abu Muzhaffar gusar mendengarnya. Ia pun segera menemui Syekh Abdul Qadir Al-Jailani.ra memberitahukan halnya. Waktu itu umur kanjeng Syekh Abdul Qadir masih muda remaja (17 thn-an).

Kanjeng Syekh Abdul Qadir.ra berkata; “Berangkatlah, Insya Allah anda dalam keadaan selamat dan pulang nanti akan memperoleh keuntungan.”

Abu Muzhaffar pun berangkatlah dan ternyata, dagangannya laris dan laku dengan nilai 1000 dinar. Beruntung sebanyak 300 dinar.

Pada suatu hari Abu Muzhaffar singgah di sebuah tempat pemerahan susu, untuk sesuatu urusan. Dia terlupa, uang yang 1000 dinar tertinggal disitu, terletak diatas sebuah rak.

Setelah pulang, ia pun tertidur beristirahat dan bermimpi beberapa orang Arab dalam satu khalifah, mengeroyoknya dan menganiayanya dengan lembing.

Ketika tersentak, masih terasa sakitnya dan bekas darah jelas kelihatan dilehernya. Waktu itu dia teringat kepada uang 1000 dinar yang tertinggal tadi, lalu dicarinya kembali. Ternyata uang itu didapatinya dalam keadaan utuh, tiada kurang satu sen pun.

Sesudah peristiwa itu, ia pun pulang ke Baghdad. Dalam perjalana hatinya berkata, “Lebih baik berjumpa dahulu dengan Syekh Hammad, karena ia lebih tua sedang Syekh Abdul Qodir masih muda walaupun ucapannya benar.”

Ia pun langsung menuju ke pekan, untuk menemui Syekh Hammad. Setelah berjumpa, Syekh Hammad menyuruhnya supaya lebih dulu menemui Abdul Qodir, karena dia adalah orang yang dikasihi Allah dan telah mendoakannya sebanyak 17 kali, sehingga berkat doanya, ia telah diselamatkan Allah dari pembunuhan itu.

Mendengar petunjuk itu, ia pun segera pergi menemui Kanjeng Syekh Abdul Qodir.  Dan setelah bertemu, Syekh Abdul Qodir lebih dahulu berkata; “Menurut Syekh Hammad 17 kali, tetapi sebenarnya aku mendoakanmu 17 kali dan 17 kali, sampai apa yang anda alami itu terjadi.”

 Mari kita perhatikan kisah tersebut itu secara seksama, Syekh Hammad ad-Dabbas.ra adalah termasuk golongan salah satu Wali Allah dan juga merupakan guru-nya Kanjeng Syekh Abdul Qodir Al-Jilani.ra. 

Lalu coba kita perhatikan kisah diatas, bahwa seorang Wali Allah pun, Syekh Hammad ad-Dabbas.ra yang diberi anugerah kemuliaan-karomah-keramat dari Allah SWT dengan kasyf (penyingkapan tabir/hijab ke alam ghaib) karena kedekatannya di sisi Allah SWT, sehingga mampu melihat lauh mahfudz (lautan ketetapan-qadha illahi) sehingga diperkenankan oleh Allah SWT untuk dapat mengetahui kejadian yang terjadi pada masa lampau maupun yang kemudian.

Beliau Syekh Hammad mengetahui bahwa qadha yang akan menimpa Abu Muzhaffar nanti jika mengadakan perjalanan dalam tahun ini, niscaya anda akan mati terbunuh dan barang-barang daganganmu habis dirampok orang. Hal tersebut sesuai apa yang ia lihat/saksikan di dalam Lauh Mahfudz dengan pandangan bathiniah (kasyf). Dan itu memang benar demikian adanya.

Lalu Abu Muzhaffar mendatangi Kanjeng Syekh Abdul Qodir al-Jailani.ra menceritakan hal tersebut kepada beliau. Kanjeng Syekh Abdul Qadir.ra pun berkata; “Berangkatlah, Insya Allah anda dalam keadaan selamat dan pulang nanti akan memperoleh keuntungan.”

Yang akhirnya apa yang dikatakan Kanjeng Syekh-lah yang terjadi takdirnya (qadar-nya).

Lalu dengan penglihatan kasyf pun Syekh Hammad.ra mengatakan dan bisa mengetahui apa yang terjadi sebelum Abu Muzhaffar menceritakan kisah perjalanannya dan menyatakan agar ia hendaknya berkunjung terlebih dahulu kepada Kanjeng Syekh Abdul Qodir.ra ; karena dia adalah orang yang dikasihi Allah dan telah mendoakan Abu Muzhaffar sebanyak 17 kali, sehingga berkat doanya, ia telah diselamatkan Allah dari pembunuhan itu.

Maka dengan sebab “doa” kekasih Allah, ketetapan illahi yang telah termaktub dalam Lauh Mahfudz pun bisa tidak jadi turun-terjadi dengan kehendak Allah SWT. Karena Allah SWT mengabulkan doa Kanjeng Syekh Abdul Qodir al-Jailani.ra dengan mendoakan Abu Muzhaffar yang ternyata di doakan terus menerus sebanyak 17 kali dan 17 kali, hingga genap 70 kali, sampai apa yang Abu Muzhaffar alami itu terjadi.

Maka benarlah sabda Nabi SAW dalam hadisnya bahwa, “Doa adalah penolak/ penangkal bala’”, jadi dengan sebab doa-lah apa-apa yang akan menimpa kita seandainya buruk bisa berubah menjadi baik dengan sebab doa.

Lalu bagaimana dengan ketetapan illahi dalam Lauh Mahfudz, apakah bohong dan tidak tepat. Tidak !!! buktinya ketetapan itu tetap turun ke bumi tetapi dengan sebab doa Kekasih-Nya Kanjeng Syekh Abdul Qodir Al-Jilani.ra ketetapan itu turun berubah dengan perkenan Allah SWT dalam bentuk mimpi.

Disinilah indahnya al-Islam, dari kisah diatas pun dapat kita petik hikmahnya, walaupun seseorang mampu melihat dalam alam ghaib (kasat mata) seperti halnya Syekh Hammad.ra, semua itu tetap tidak lah pasti secara Hakiki. Karena yang mutlak tahu secara hakiki adalah hanya Allah SWT semata mutlak, sedangkan Kanjeng Syekh Abdul Qodir al-Jaliani.ra pun, beliau juga tidak bisa memastikan, beliau pun hanya bisa memohon, berdoa, berdoa dan berdoa kepada Allah SWT, Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Mengetahui yang Ghaib dan yang Nyata serta Maha Menyaksikan yang rahasia maupun tersembunyi serta Maha Kuasa atas segala sesuatunya. Jika Allah Yang Maha Kuasa menghendaki dan mengabulkan doa hamba-Nya, maka "KUN" jadi maka terjadilah, sesuai dengan kehendak-Nya. Dan itu semua adalah pekerjaan yang sangat mudah bagi-NYA.

Lalu Syekh Hammad.ra yang merupakan Wali Allah pun saja, walau memiliki kemampuan kasyf-penglihatan bathiniah-kasat mata pun, tetap saja terbatas, padahal terhadap rahasia wali Allah lainnya, yakni Kanjeng Syekh Abdul Qodir al-Jailani.ra, yang mengatakan telah mendoakan sebanyak 17 kali. Padahal kanjeng Syekh Abdul Qodir al-Jailani.ra mendoakan sebanyak 17 kali lalu 17 kali terus 17 kali sampai kejadian atau ketetapan illahi tersebut berubah. Jadi 17 kali tapi terus menerus. Mengetahui rahasia sesama Wali saja tetap terbatas, apalagi mengetahui rahasia Allah SWT. Disini pula memperlihatkan derajat kedudukan yang tinggi kewaliaan dari Kanjeng Syekh Abdul Qadir al-Jilani,ra walaupun ia padahal murid dari Syekh Hammad.ra itu sendiri. Subhanallah…..

Kenyataan diatas adalah contoh soal tentang penglihatan batin-kasat mata seorang Wali Allah, Kekasih-Nya.

Demikianlah yang istimewa adalah kekuatan dari sebuah “ D O A ”, terutama sebuah doa seorang Kekasih-Nya, Waliyulah-Wali Allah, orang yang dekat di sisi-Nya serta di kasihi-Nya. Dan segala sesuatu bisa berubah sesuai dengan kehendak-Nya.

 

Bagaimana dengan perubahan dalam Agama Islam?  Islam mengajarkan kepada ummatnya agar tidak statis.  Sebaliknya Islam mengajarkan agar kita selalu melakukan perubahan-perubahan secara dinamis.  Akan tetapi perubahan itu tidak didasarkan pada sentimen kelas atau kebencian kepada pihak-pihak tertentu.  Perubahan dalam Islam harus dibangun dari dasar yang benar agar dalam perkembangannya nanti tidak melenceng dari tujuan perubahan.

 

Untuk itu perubahan harus dimulai dari iman, yaitu dengan menanamkan aqidah yang benar, Aqidah yang di Ridhoi yang akhirnya dapat meluruskan pandangan manusia terhadap Islam dan dunia Islam, dan pandangan manusia terhadap alam semesta.  Yang lebih penting lagi, pandangan manusia kepada pencipta manusia (Allah ) pemberi kehidupan.  Dengan iman ini manusia dikenalkan kembali kepada asal-usul kejadiannya, juga tempat kembalinya.Yaitu ( mati ).

 

Iman merupakan jawaban yang memuaskan tentang persoalan masa depan.  Menjadikan kehidupan lebih bertujuan, bernilai, dan bermakna. Dengan iman manusia diubah dari dalam dirinya, dan dapat diperbaiki dari batinnya.

 

Mari kita kembali melihat dan menyimak nasehat guru kita yang mulia akan perubahan nasib ;

 

Berikutnya, dalam kacamata materi, jika sampai saat ini Anda merasa belum diberi kecukupan materi, berarti Allah Ta'ala memang belum membukakan pintu gudang rizqi untuk Anda. Kita harus tetap berbaik sangka bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada Anda untuk terlebih dahulu memenuhi gudang-gudang amal untuk bekal Anda di akhirat. Jika gudang tersebut sudah cukup penuh, insya Allah dalam waktu yang tak terlalu lama pintu gudang rizqi akan dibukakan bagi Anda.

Yang terpenting saat ini bagi Anda adalah menjaga hati pikiran, dan perasaan agar tidak jatuh dalam keputus-asa-an. Mungkin kita bisa belajar pada pepohonan buah yang tumbuh di sekitar kita.

Langkah mereka, dalam arti gerak akar dan daun, sangat terbatas dan jauh lebih sempit dari manusia. Nasib mereka juga tak selalu bagus. Bahkan tak jarang pohon  pohon itu dijadikan tempat buang air kecil manusia. Namun demikian, mereka terbukti mampu mencukupi kebutuhan hidup mereka sendiri bahkan menghasil kan sesuatu yang bisa di nikmati makhluk lain. Seperti buah-buahan bagi manusia dan hewan, dedaunan untuk kesuburan tanah.

Nah, jika pepohonan saja mampu mengapa kita manusia yang diciptakan Allah dengan berbagai kelebihan patah semangat ?

Teruslah berikhtiar mencari jalan rizqi. Yakinilah janji Allah dalam Al-Quran, “Barang siapa bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya serta memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupinya...." (QS Ath-Thalaq ayat 2-3).

 

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah

 

Rizqi, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi rizqi keimanan, kesholehan, adab-akhlak yang mulia, kesehatan, kekuatan, taufiq, hidayah, inayah dsb.

 

 

Wallahu ‘alam bish showab, wal ‘afu minkum,

 Wassalamu a’laikum warrahmahtullahi wabarakatuh

 Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!