Arti Suluk dan Salik

Assalamu’alaikum wr wb

            Habib, saya ingin menanyakan ihwal salik atau jalan menuju kepada Allah Ta’ala. Apakah jalan menuju kepada Allah itu ada tahapan-tahapannya? Kalau ada apa tahapan-tahapannya?

            Apakah akhir dari keadaan dari seorang salik? Jika ia bisa melihat barang ghaib atau samar bisakah dikatakan bahwa itu akhir dari salik tersebut dan ia telah berhasil?

Wassalamu’alaikum wr wb.

Wa’alaikumsalam wr wb

Salik adalah  seseorang yang berpegang teguh dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT dan Baginda Nabi SAW untuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Ketika belajar tepat waktu dalam menjalankan shalat lima waktu, itu artinya kita mengikuti suluk. Suluk artinya jalan spiritual. Dan jalan yang kita tempuh tadi berada dalam tingkatan mubtadiin atau pemula. Seorang salik akan istiqomah dalam menjalankan syariat. Ia selalu berusaha shalat tepat waktu dan tidak mengakhirkannya.

ketika sudah istiqomah menjalankan sholat lima waktu pada waktunya, kita belajar untuk tidak meninggalkan apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, seperti shalat sunah qabliyah dan ba’diyah. Sebab shalat sunah tersebut selain untuk mendapat nilai tambah, juga kita belajar memerangi nafsu kita yang selalu ingin buru-buru selesai menjalankan shalat fardhu.

Misalnya ketika shalat Zhuhur, kita kepingin cepat selesai mengerjakan. Nah, cobalah sebelum menjalankan shalat Zhuhur, kita atasi dengan shalat sunnah qabliyah. Saat ita sudah berhasil mengerjakan shalat sunnah qabliyah, ketika itulah kita menang memerangi nafsu kita.

Setelah shaat Zhuhur terkadang nafsu kita berkata,”Kamu sudah menjalankan shalat Zhuhur, nggak usahlah shalat sunnah ba’diyah. Itukan Cuma sunnah.”

Nah, kita atasi rayuan nafsu kita tadi. Kita tetap menjalankan shalat sunnah Ba’diyah. Jangan biarkan nafsu kita menang. Teruslah istiqamah menjalankan shalat sunnah qabliyah dan shalat sunnah ba'diyah sebagaimana yang dikerjakan Rasulullah SAW.

Lalu kita beristiqamah lagi dengan bersalik, yaitu bagaimana menjaga agar setiap hari agar kita tidak melanggar apa yang dilarang Allah, serta terus berusaha sesuai kemampuan kita menjalankan perintah Allah selain yang wajib seperti mengikuti sunnah Nabi SAW, setapak demi setapak, atau setahap demi setahap.

Perjalanan salik ini tidak hanya sewaktu mengikuti suluk di thariqah, tapi kita juga dituntut untuk mengamalkan amal perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah Ta’ala, kapan saja dalam suluk atau pun tidak. Seperti di bulan Ramadhan, ketika itu kita berpuasa menahan lapar, dahaga dan mulut kita. Buah dari ibadah puasa diantaranya kita bisa berempati kepada orang-orang yang kurang mampu. Ini bisa dijadikan bekal kehidupan sehari-hari kita.

Contoh lainnya adalah ketika berhaji kita berpakaian ihram. Yang namanya pakaian haji adalah ihram, bukan kopiah putih. Kopiah putih adalah sunah Nabi SAW. Tapi sudah menjadi adat kita kalau sudah memakai kopiah putih kita dianggap haji. Jadi kopiah putih itu, bukan pakaian haji melainkan sunnah Nabi. Jadi siapapun yang ingin mengikuti sunnah Nabi, alangkah baiknya menggunakan kopiah putih. Ketika kita berihram, Allah SWT melarang kita beberapa hal, diantaranya mencukur atau mencabut rambut, membunuh binatang kecuali yang mengancam jiwa, serta memotong atau mencabut tumbuhan dan segala hal yang mengganggu kehidupan makhluk. ketika itulah kita dididik untuk menghargai makhluk dan lingkungan hidup di sekitar kita.  Ketika kita kembali ke negeri masing-masing, selayaknya buah dari ibadah haji tadi menjadi bekal kehidupan kita sehari-hari. Inilah yang menjadi pertanda hajinya mabrur, diterima.

Jadi arti salik dan suluk luas sekali. Suluk yang menjadi inti thariqah adalah melatih hati kita supaya tidak lupa kepada Allah dan apa yang dajarkan oleh Baginda Nabi SAW. Ibarat arloji ditangan kita. Jarum jamnya terus berputar, tetapi kita tetap terus berakitivitas. Hati kita terus berzikir, tubuh kita tetap beraktivitas.

Namun dzikir itu tidak sekedar berdzikir. Tapi ketika menyebut nama Allah, kita merasa didengar dan dilihat oleh-Nya dan kita mengetahui ke-maha-an sifat Allah SWT, yang serba maha dalam segala sifatnya. Jadi, apakah kita merasa jadi bagian dari yang dilihat Allah atau tidak, dan merasa jadi bagian yang didengar atau tidak. Dan bilamana kita sudah merasa didengar dan dilihat oleh Allah Ta’ala, Insya Allah, kita akan menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allah, dan dilarang Baginda Nabi SAW. Itulah tujuan suluk dalam thariqah.

Adapun setelah menempuh suluk seseorang dapat melihat barang yang ghaib, maaf saja, saya jawab itu bukan tujuan thariqah. Jangankan untuk melihat barang yang ghaib, bertujuan agar menjadi waliyullah pun tidak dibenarkan. Suluk adalah cara untuk menyadarkan diri kita, bahwa diri kita ini adalah kawula, hamba. Sehingga kita benar-benar mengetahui kewajiban-kewajiban kita selaku hamba kepada Yang Maha Kuasa, dan kita mendekatkan diri kepada-Nya, untuk mendapatkan ridhaNya. Inilah tujuan utama suluk. Adapun kelak ia akan menjadi waliyullah atau tidak, itu mutlak hak Allah Ta’Ala.

Bagi para awliya sendiri, masalah kemampuan barang ghaib dan karamah-karamah lainnya, itu bukan tujuan mereka mengikuti suluk. Malah bagi mereka, kelebihan seperti itu merupakan ujian yang sangat berat. Mereka takut kelebihan itu, membuat mereka berbangga hati dan menjauhkan diri mereka dari Allah Ta’ala.

Habib Luthfi bin Ali bin Hasyim bin Yahya, (Pekalongan)

Ra’is Am Idarah ‘aliyyah Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabarah an-Nahdliyyah