“Sentono Boto Putih” Kyai Ageng Brondong (Sunan Botoputih)
Pangeran Lanang Dangiran Kiyahi Ageng Brondong.
Kang Sumareh Ing Pesarehan “Sentono Boto Putih” Surabaya
Kyai Ageng Brondong memiliki keturunan Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I, Bupati Sidoarjo yang pertama, diambil dari silsilah pangeran Lanang Dangiran Kyai Ageng Brondong kang sumareh ing pesarehan sentono Botoputih Surabaya.
Riwayat Hidup Kyai Ageng Brondong Botoputih Suroboyo
Konon dituturkan Pangeran Kedawung, disebut juga Sunan Tawangalun adalah raja di Blambangan atau dikatakan juga Bilumbangan. Beliau mempunyai 5 orang anak dan diantaranya ialah pangeran Lanang Dangiran. Diceritakan bahwa Lanang Dangiran pada usia 18 tahun bertapa dilaut dan menghanyutkan dirinya diatas sebuah papan kayu sebuah beronjong (alat penangkap ikan), tanpa makan atau minum, arus air laut dan gelombang membawa Lanang Dangiran hingga dilaut jawa dan akhirnya suatu taufan dan gelombang besar melemparkan Lanang Dangiran dengan beronjongnya dalam keadaan tidak sadar, disebabkan karena berbulan-bulan tidak makan dan minum, dipantai dekat Sedayu.
Seluruh badannya telah dilekati oleh karang, keong serta karang-karang (remis) sehingga badan manusia itu seolah-olah ditempeli dengan bakaran jagung yang disebut dengan bahasa jawa “Brondong” Badan Pangeran Lanang Dangiran diketemukan oleh seorang kiyahi yang bernama Kiyahi Kendil Wesi. Pangeran Lanang Dangiran dirawat oleh Kiyahi Kendil Wesi serta istrinya dengan penuh kasih sehingga sadar kembali dan akhirnya menjadi sehat seperti sediakala.
Pangeran Lanang Dangiran menceritakan asal-usulnya kepada Kiyahi Kendil Wesi. Setelah Kiyahi Kendil Wesi mendapat keterangan tentang asal usulnya Pangeran Lanang Dangiran, maka diceritakan oleh Kiyahi tadi bahwa ia juga asal keturunan dan raja-raja di Blambangan yang bernama Menak Soemandi dimana beliau masih satu keturunan dengan Lanang Dangiran.
Lanang Dangiran tinggal dan kumpul dengan Kiyahi Kendil Wesi, dan dianggap sebagai anaknya kiyahi sendiri. Pangeran Lanang Dangiran memeluk agama Islam, karena rajin dan keteguhan imannya serta keluhuran budinya serta kesucian hatinya, maka tidak lama pula ia dapat tampil kemuka sebagai guru Agama Islam, Pangeran Lanang Dangiran berisitrikan putrid dan Ki Bimotjili dan Panembahan di Cirebon yang asal usulnya dituliskan sebagai berikut :
Pangeran Kebumen Bupati Semarang, berisitrikan putrid dan Sultan Bojong, bernama Prabu Widjaja (Djoko Tingkir). Ki Bomotjili adalah salah satu seorang putra dan Pangeran Kebumen tersebut diatas, seorang putri dan Ki Bimotjilimi bersuamikan Pangeran Lanang Dangiran alias Kyai Brondong (dimakamkan di Boto Putih).
Nama Brondong diperoleh karena ia diketemukan oleh Kiyahi Kendil Wesi badannya dilekati dengan “Brondong” Kiyahi Kendil Wesi yang waspada dan mengetahui nasib seseorang, mengatakan kepada Lanang Dangiran yang sudah mendapat sebutan Kyai Brondong dan masyarakat sekitar tempat Kiyahi Kendil Wesi, supaya pergi ke Ampel Dento Suroboyo, dan meluaskan ajaran Agama Islam, karena di Surabaya Kiyahi Brondong kelak akan mendapat kebahagiaan serta turun temurunnya kelak akan timbul dan tambah menjadi orang-orang yang mulya.
Kemudian Kyai Brondong dengan istrinya dan beberapa anaknya yang masih kecil pergi ke Surabaya dan pada Tahun 1595 menetap diseberang timur kali Pegiri’an, dekat Ampel ialah Dukuh Boto Putih (Batu Putih) ditempat baru inilah Kiyahi Brondong mendapatkan martabat yang tinggi dan masyarakat, karena keluhuran budinya Kiyahi Brondong (pangeran Lanang Dangiran) wafat pada tahun 1638 dalam usia + 70 tahun dan meninggalkan 7 orang anak, diantaranya 2 orang laki-laki yaitu : Honggodjoyo dan Honggowongso.
Bupati Sidoarjo yang pertama adalah keturunan dan Honggodjoyo, Kiyahi Ageng Brondong (Pangeran Lanang Dangiran) dikebumikan ditempat kediamannya sendiri di Botoputih Surabaya makamnya dimulyakan oleh putra-putranya dan selanjutnya dihormati oleh turun-turunnya hingga kini. Semoga arwah beliau diterima Allah Swt, dan Allah Swt juga memberikan kepada seluruh keturunannya Kiyahi Ageng Brondong kemulyaan, kesehatan dan kesejahteraan sebagaimana beliau senantiasa mendoakan cucu cicitnya selama hidupnya.
Ada hal penting yang anda ketahui bahwa bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sidoarjo, pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo beserta rombongan merupakan agenda rutin berkunjung ke :
Pesarean Asri ing Pendem untuk nyekar ke makam Bupati pertama Sidoarjo Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I wafat tahun 1863
Ke Pesarehan keluarga Tjondronegoro (belakang masjid Djamik/ Agung Sidoarjo) nyekar Raden Adipati Aryo Panji Tjondronegoro I wafat tahun 1906
Langsung menuju Pesarehan Boto Putih Surabaya ke makam Raden Tumenggung Adipati Aryo Tjondronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono).
Kerajaan Airlangga dan Cikal Bakal Majapahit
Cerita tentang kejayaan kerajaan Airlangga dan cikal bakal asal, asal usul berdirinya kerajaan Mojopahit terkait geografi Kabupaten Sidoarjo. Kabupaten Sidoarjo dikenal nama Kota Delta merupakan daerah yang dikurung sungai besar yakni sungai Porong dan Brantas ditambah sejumlah anak sungai kecil dan sedang mengalir di sejumlah daerah wilayah kabupaten Sidoarjo. Dengan kondisi demikian Sidoarjo termasuk kawasan pertanian yang subur termasuk penghasil polowijo dan memiliki banyak dermaga sungai dan laut pada waktu itu. Menurut cerita sejarah, Sidoarjo termasuk wilayah pemetaan kekuasaan kerajaan Airlangga yang memerintah di Jawa Timur tahun 1028-1042 dan sebagai wilayah cikal bakal berdirinya kerajaan Mojopahit pada pemerintahan R. Widjaja tahun 1293-1309.
Sejarah kejayaan Airlangga mengisahkan, sejak berkuasa di Jawa Timur sejak 1028 menunjukkan sebagai sosok seorang raja yang arif bijaksana, berhasil memajukan bidang pertanian/ perkebunan dan perniagaan/ perdagangan serta menjalin hubungan persahabatan dengan kerajaan diluar pulau Jawa. Sebagai raja yang disegani dan dihormati mampu menciptakan ketentraman, ketertiban artinya tidak ada perang atau kekacauan dikawasan kekuasaannya, hal ini sesuai nama Pusat Kerajaan yakni Kahuripan yang artinya “sumber hidup bahagia”.
Raja Airlangga dilingkungan rakyatnya sangat memperhatikan kerukunan umat beragama, pendeta, petapa dan brahma untuk dilindungi dan disatukan dengan kegiatan kraton. Kegiatan ritual keagamaan dilingkungan dan diluar kraton prabu Airlangga menyempatkan diri untuk menghadirinya, sehingga banyak menanamkan simpatik atas kewibawaan sang prabu sebagai panutan masyarakat sekitarnya.
Ketika ditengah kesibukan menjalankan pemerintahan, sang raja Airlangga dihadapkan permasalahan keluarga kraton karena putrid mahkota kerajaan Dewi Kilisutji tidak bersedia mewarisi tahta kerajaan. Bahkan kabarnya Dewi Kilisutji tidak bersedia mewarisi tahta kerajaan. Bahkan kabarnya Dewi Kilisutji meninggalkan istana untuk bertapa di Paguwat lereng gunung Penanggungan. Tinggal dua putra kerajaan yang terpaksa harus menggantikan kedudukan sebagai raja. Raja Airlangga tidak bias menyerahkan begitu saja kepada salah satu putra mahkota, karena dikhawatirkan akan timbul perpecahan antar saudara yang nantinya saling berebut kekuasaan.
Untuk mencari jalan keluar yang adil dan bijaksana, raja Airlangga atas nasehat para pendeta kerajaan untuk menyerahkan permasalahan tersebut sepenuhnya kepada Empu Bharada yakni seorang Brahmana yang dipandang ahli dan jujur. Jalan yang ditempuh adalah memberi kekuasaan kerajaan di dua wilayah, yakni kerajaan Daha (Kediri) dan kerajaan Djenggala (Sidoarjo) pada tahun 1042. Setelah membagi dua wilayah kerajaan dan menyerahkan kekuasaan kepada kedua putra mahkota, baginda raja Airlangga turun tahta untuk menjadi petapa dan tidak lagi mengurus jalannya pemerintahan kerajaan. Pada tahun 1049 baginda Airlangga wafat, jasadnya dibakar (diperabukan) yang abunya disimpan di sebuah candi didekat desa Belahan sekitar lereng Gunung Penanggugan.
Dalam perjalanan sejarah permerintahan kerajaan kedua putra mahkota bukanlah tercipta kerukunan kedua belah pihak seperti harapan baginda raja Airlangga, tetapi justru saling mempermasalahkan wilayah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi, yang semata untuk memenuhi kebutuhan kemakmuran rakyatnya masing-masing. Kerajaan Daha (Kediri) menguasai dan memiliki area tanah pertanian dan perkebunan yang luas, tanahnya yang subur penghasil penghasil polowijo terbesar yang sangat dibutuhkan pasar rakyat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi karena geografi wilayah tidak mempunyai Bandar pelabuhan niaga untuk menyalurkan dan memasarkan hasil bumi ke daerah lain antar pulau, yang terjadi menumpukan hasil bumi dipasar local berlebihan. Sedang kerajaan Djenggolo (Sidoarjo) sebagai daerah Delta yang dikurung sungai besar dan beberapa wilayah dialiri banyak anak sungai mengalir ke timur laut, banyak dermaga atau pelabuhan niaga besar dan kecil sebagai terminal transit mengangkut hasil bumi antar daerah bahkan sampai keluar pulau Jawa. Tetapi karena tata geografis, Djenggolo tidak banyak memiliki lahan pertanian atau perkebunan untuk diperdagangkan sampai keluar pulau Jawa.
Kondisi kedua wilayah yang berbeda tak berimbang inilah menjadi pemicu “perang saudara” tahta pewaris kerajaan Airlangga. Kedua belah pihak saling memperebutkan dan berusaha menguasai wilayah. Untuk meredam pertikaian antar saudara yang berkepanjangan, atas prakarsa Empu Bharada mempertemukan Putra Mahkota kerajaan Djenggolo yakni Raden Pangeran Asmorobangun dengan Putri Mahkota Kediri, Dewi Sekartadji sebagai permaisuri. Tetapi upaya ini tidak menghasilkan perubahan; kerajaan Daha (Kediri) masih tetap bersikukuh menuntut untuk memiliki pelabuhan niaga yang berada dipesisir uatara laut wilayah kerajaan Jenggolo. Perang saudara terulang kembali terjadi, kali ini kerajaan Daha (Kediri) mengirimkan bala tentara secara besar-besaran ke wilayah kerajaan Jenggolo (Sidoarjo) yang berakhir kekalahan Jenggolo dan kerajaan Daha (Kediri) dapat menyatukan kembali wilayah kedua kerajaan warisan raja Airlangga.
Menurut catatan sejarah, lebih dari dua abad kemudian di daerah Delta Brantas (dulu kerajaan Djenggolo) muncul cikal bakal kerajaan baru. Waktu itu kota kerajaan Singosari pada tahun 1292 diserang mendadak oleh bala tentara Djajakatwang dari Kediri. Akibat peperangan tersebut, raja Kertanegara (raja Singosari) meninggal dalam pertempuran bersama Patih serta beberapa pendeta kerajaan Singosari.
Pada waktu terjadi penyerangan, R. Widjaja putra menantu raja Kertanegara dapat menyelamatkan diri bersama sejumlah pengikutnya (kerabat kraton) lolos dari pengepungan tentara Kediri. Dengan bantuan kepala desa Kudadu sampailah R.Widjaja melarikan diri ke Madura untuk mendapatkan perlindungan dan bantuan dari Adipati Sumenep, Banjakwide alias Wiraradja.
Kemudian Adipati Sumenep Wiraradja menyarankan R.Widjaja untuk pergi mengabdi ke Djajakatwang (raja Kediri). Saran untuk mengabdi ini dilakukan atas pertimbangan karena R. Widjaja hanyalah sebagai putra menantu. Oleh karena itu, R. Widjaja dianugerahi sebidang tanah kosong terletak didesa Tarik kawasan Delta Brantas wilayah Sidaorjo. Konon cerita, atas bantuan orang-orang yang didatangkan dari Madura tanah kosong itu dibuka untuk dijadikan sebuah desa dan tanah yang subur diolah sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Karena lahan tersebut sebelumnya banyak ditumbuhi pohon Modjo yang rasanya pahit, kemudian desa tersebut dinamakan desa Mojopahit.
Desa inilah yang menjadi cikal bakal kerajaan baru: Modjopahit. Selanjutnya di daerah Trowulan (Mojokerto) sebagai pusat kerajaan. R. Widjaja mulai memerintah sebagai Raja Modjopahit yang pertama dengan gelar Kertaradjasa Djajawardana memerintah pada tahun 1293 sampai tahun 1309.
SILSILAH KETURUNAN (1)Prabu Browidjojo I
"Noto ing Mojopahit ingkang kaping sekawan"
Menurunkan langsung ke :
Lembu Amisrojo engkang nurunaken Menak Tawang Alun / Adopati Blambangan tuwin Pangeran Lanang Dangiran lan sak-lajengipun nurunaken para pupati Suroboyo.
1. Bhre-Widjaja IV /
Prabu Kertabumi /
Prabu Pandansalas
2. Lembu Amisrojo
3. Menak Tawang Aloon /
Sunan Tawang Aloon /
Adipati Ing Dyah Hulumblangan
4. Pangeran Lanang Dangiran/
Kiyai Ageng Brondong Botoputih Surabaya
TENTANG RIWAYAT K.AGENG BRONDONG / PANGERAN LANAG DANGIRAN.
Menurunkan peputro :
5. 1. Ki Onggodjojo(nama kecil Gentono)
Ki Honggodjojo (diangkat Sunan Amangkurat Mataram)
Setelah Pasuruan dikuasai Untung Suropati Ki Onggodjojo kembali ke Surabaya
Meninggal usia tua di Botoputih Surabaya
2. Ki Onggowongso /
Ki Honggowongso (nama kecil Gentini)
Ada yang menyebut nama Widjokromo
Diangkat Oleh Susuhunan Amangkurat Mataram Kertosuro menjadi Bupati Surabaya
Bergelar Ki Temenggung Djangrono I
Wafat tahun 1678 M di Botoputih Surabaya
3. Nyai Lurah Dhalem Wiroguno
Istri Pepatih Wiroguno di Kertosuro
4. Nyai Lundo al. Nyai Udju
5. Nyai Wongso (Wongsotirto)
6. Nyai Astro (dari IBU Sumenep/Madura)
7. Nyai Dadu / Dadut
Ki Tumenggung Djangrono I / Ki Onggowongso, menurunkan 6 putra dan 2 putri :
1. Surodrono / Sudirono (Djangrono II)
Diangkat oleh Paku Buwono I sebagai Adipati Kliwon (wil. pesisir Wetan Gebernur),
Dan oleh Tjakraningrat diangkat Panembahan Madura sebagai Adipati Wedono seluruh pesisir
Wetan Tanah Jawa.
Adipati Kliwon bergelar Kiyai Adopati Djangrono II, wafat Kamis, 20 Pebruari 1709 (17 Besar
Jawa / 18 Dzulhijah 1120 Hijriah, jam 9 pagi), di Kendungan Keraton Surokarto, dimakamkan
Setanan Laweyan
6. 2. Ario Djojopuspito /
Wongsonegoro /
Djangrono III
Bergelar Kiyai Adipati Tumenggung Djangrono Panotogomo, (Wafat di Japan +/- 1719)
3. Kiyai Wirodirdjo
Gugur bersama Ario Djojopuspito dalam peprangan Surabaya tahun 1710 s/d 1723
(Makam belum diketahui)
4. Panji Surengrono
Adipati Lamongan
(Makam belum diketemukan)
5. Djoko Tangkeban
Bupati Surabaya, bergelar Kiyai Adipati Tumenggung Djangrono IV
6. Ki Demang Kertojudo al. Panji Sosronegoro
7. R Ayu Kaliwungu (Sumowidjojo / Surowidjojo)
8. R.Ayu Djaleka Tjakraningrat Madura
Adipati Djojopuspito / Tumenggung Panotogomo / Bupati Surabaya.
Menurunkan :
7. R Ario Sindhowongso Surabaya.
8. R. Hongodiwirjo / Demang Kediri >< R.Aj. Sedah Merah
9. 1. R. Abdul Djalil (Penghulu Jambean Kediri) >< Rr. Musrigatun / R. Aj Jembluk / Kustiah
Kiyai Imam Mustoalim
Kiayai Imam Santoso
RM. Imam Mujahit Wirjosentono
2. R Hj Djaenal Mustopo (Penghulu Hakim Kediri)
10. R. Hadiwidjojo / H. Hamzah >< Rr. Mutardiati
11. R. Kodrat Samadikun >< Rr. M Sulistiyowati
SILSILAH KETURUNAN (2)
1. R. Patah
2. R. Trenggono III
3. Sultan Muknin (Sunan Prawoto)
4. Penembahan Wirasmoro (Pangeran Sumende)
5. R. Djalu Pangeran Demang Kediri I
6. Pangeran Demang Kediri II (Sumare ing Badal Kediri)
7. Kyai Ageng Abd. Adim (Sumare ing Brodat Kertosono)
8. Kyai Tambak Agung Lemah Putro Suroboyo
9. Kanjeng Penghulu Kamaludiningrat
(Penghulu Godong Mataram)
10.Kyai Ageng bd. Djabar (Kamaludin), Penghulu Kediri I
11.Kyai Imam Sapingi Penghulu Kediri II
12.Kyai Moh. Supingi (Kamludin), Penghulu Kediri III >< Nyai SEDAH MERAH (Sumare ing Kediri
Ngajengipun Pondok Assidiqqiah Jamsaren Kediri, kilen pasar Paing Kediri)
13.R. Aj. Kustiah >< Abd. Jalal, Naib Jambean
14.R. Hadiwidjojo (Sumare ing Ngadiluwih)
15.R. Kodrat Samadikoen (Sumare ing Bendo Pare Kediri)
SILSILAH KETURUNAN (3)
Prabu Browidjojo I
"Noto ing Mojopahit ingkang kaping sekawan"
Menurunkan langsung ke :
Lembu Amisrojo engkang nurunaken Menak Tawang Alun / Adopati Blambangan tuwin Pangeran Lanang Dangiran lan sak-lajengipun nurunaken para pupati Suroboyo.
1. Bhre-Widjaja IV /
Prabu Kertabumi /
Prabu Pandansalas
2. Lembu Amisrojo
3. Menak Tawang Aloon /
Sunan Tawang Aloon /
Adipati Ing Dyah Hulumblangan
4. Pangeran Lanang Dangiran/
Kiyai Ageng Brondong Botoputih Surabaya
TENTANG RIWAYAT K.AGENG BRONDONG / PANGERAN LANANG DANGIRAN.
Menurunkan peputro :
5. 1. Ki Onggodjojo(nama kecil Gentono)
Ki Honggodjojo (diangkat Sunan Amangkurat Mataram)
Setelah Pasuruan dikuasai Untung Suropati Ki Onggodjojo kembali ke Surabaya
Meninggal usia tua di Botoputih Surabaya
2. Ki Onggowongso /
Ki Honggowongso (nama kecil Gentini)
Ada yang menyebut nama Widjokromo
Diangkat Oleh Susuhunan Amangkurat Mataram Kertosuro menjadi Bupati Surabaya
Bergelar Ki Temenggung Djangrono I
Wafat tahun 1678 M di Botoputih Surabaya
3. Nyai Lurah Dhalem Wiroguno
Istri Pepatih Wiroguno di Kertosuro
4. Nyai Lundo al. Nyai Udju
5. Nyai Wongso (Wongsotirto)
6. Nyai Astro (dari IBU Sumenep/Madura)
7. Nyai Dadu / Dadut
Ki Tumenggung Djangrono I / Ki Onggowongso, menurunkan 6 putra dan 2 putri :
1. Surodrono / Sudirono (Djangrono II)
Diangkat oleh Paku Buwono I sebagai Adipati Kliwon (wil. pesisir Wetan Gebernur),
Dan oleh Tjakraningrat diangkat Panembahan Madura sebagai Adipati Wedono seluruh pesisir
Wetan Tanah Jawa.
Adipati Kliwon bergelar Kiyai Adopati Djangrono II, wafat Kamis, 20 Pebruari 1709 (17 Besar
Jawa / 18 Dzulhijah 1120 Hijriah, jam 9 pagi), di Kendungan Keraton Surokarto, dimakamkan
Setanan Laweyan
6. 2. Ario Djojopuspito /
Wongsonegoro /
Djangrono III
Bergelar Kiyai Adipati Tumenggung Djangrono Panotogomo, (Wafat di Japan +/- 1719)
3. Kiyai Wirodirdjo
Gugur bersama Ario Djojopuspito dalam peprangan Surabaya tahun 1710 s/d 1723
(Makam belum diketahui)
4. Panji Surengrono
Adipati Lamongan
(Makam belum diketemukan)
5. Djoko Tangkeban
Bupati Surabaya, bergelar Kiyai Adipati Tumenggung Djangrono IV
6. Ki Demang Kertojudo al. Panji Sosronegoro
7. R Ayu Kaliwungu (Sumowidjojo / Surowidjojo)
8. R.Ayu Djaleka Tjakraningrat Madura
Adipati Djojopuspito / Tumenggung Panotogomo / Bupati Surabaya.
Menurunkan :
7. R Ario Sindhowongso Surabaya.
8. R. Hongodiwirjo / Demang Kediri >< R.Aj. Sedah Merah
9. 1. R. Abdul Djalil (Penghulu Jambean Kediri) >< Rr. Musrigatun / R. Aj Jembluk / Kustiah
Kiyai Imam Mustoalim
Kiayai Imam Santoso
RM. Imam Mujahit Wirjosentono
2. R Hj Djaenal Mustopo (Penghulu Hakim Kediri)
10. R. Hadiwidjojo / H. Hamzah >< Rr. Mutardiati
11. R. Kodrat Samadikun >< Rr. M Sulistiyowati
SILSILAH KETURUNAN (4)
1. R. Patah Sultan Akbar I Bintoro Demak.
2. R. Trenggono Sultan Akbar III Bintoro Demak
3. Sultan Mu'min (Sultan Prawoto) Demak.
4. Panembahan Wirasmoro (Pangeran Sumende)
Sumare ing Setono Gedong Kediri
5. R. Djalu Pangerang Demang Kediri I
6. Pangeran Demang Kediri II (ing Ngrembang Kediri)
Sumare ing Badal Nambangan Kediri
Peputra :
1. Kyai Ageng Abd. Djabar
(Tjorekan Kediri) Sumare ing Ngelam Suroboyo
Kiyai Ageng Abd. Djabar Tjorekan Kediri dipun labuh dining Goverment
wonten pelabuhan Kediri / Bandar Kediri, saget mentas ing dukuh Ngelam
wonten dukuh ngriku kasebut Kyai Ageng Ngelam Suroboyo.
Peputro :
1. Kyai Supandjeng Suroboyo
2. Kyai Bagong Suroboyo
2. Kyai Ageng Abd. Adim ....... keterangan kode (**........) :
Sumare ing Brodat Kertosono
3. Kyai Ageng Abd. Mursad
Sumare ing Tukum Kediri
Peputro ( Kyai Abd. Mursad) :
* Kyai Anom Besari
Sumare ing Kuncen Caruban Madiun
Kyai anom Besari Menurunkan peputro :
1. Kyai Chatib Anom
Sumare ing Srigading Kalangbret Tulungagung
2. Kyai Mohammad Besari
Sumare ing Tegalsari Ponorogo
3. Kyai Noer Sodiq Tegalsari Ponorogo
4. Kyai Ageng Abd. Rochim Ngliman
5. Kyai Ageng Abd. Salim
Adipati Kemten, Sido ing Pasuruan (sumare ing Kundjonmanis)
(**)..........
1. Kyai Ageng Abd. Adim (Brodat Kertosono)
2. Kyai Ageng Abd. Kabul
3. 1. Kyai Ageng Abd. Muslim
Peputro :
1. Kyai Agem Sarkum ing Ngadiluwih
2. Kyai Alwi ing Kediri
3. Kyai Abd. Rosid ing Kediri
4. Kyai Abd. Djoned ing Kediri
5. Nyai Sribanun >< Moh. Mansyur (Ketib Keras Kediri)
6. H. Abd. Fakih Naib Keras Kediri
2. Kyai Ageng H. Djainudin
Peputro :
1. KH. Imam Nawawi
2. K. Kus muhammad
3. K. Mahmud
4. K. Abd. Mursad
5. K. Djarkasi
6. K. Djuremi
Sumber-sumber
↑ Buku Silsilah Trah Pangeran Lanang Dangiran - Silsilah Pangeran Lanang Dangiran ( Ki Ageng Brondong ),Bab Asal Usul Keluarga Kasepuhan Kanoman Surabaya, 142 halaman (Cetakan).Diselesaikan di Surabaya, Senen Kliwon,Tanggal 01 Agustus 1966 / 14 Bakdo-Mulud 1898. Oleh Raden Panji Ario Makmoer, beralamat di Kapas Krampung No:90, Surabaya. Penasihat:
) Raden Adipati Arya Nitiadiningrat (Bupati Surabaya)
) Raden Tumenggung Arya Notoadikoesoemo (Zainal Fattah), Bupati Pamekasan-Madura;
) Raden Ngabei Kromodjoyoadirono/R.B.Yasin (Asisten Wedana)
Penyelenggara : 1)Raden Ayu Lilia Ananie, 2).Raden Soesigit
↑ Buku Silsilah Keluarga K5 (Keluarga Kasepuan_ Kanoman_Kromodjayan_Kesambongan) Surabaya - Bab I s/d Bab IX, terdiri dari 49 Halaman, (Cetakan) Oleh Raden Tumenggung Arya Notoadikoesoemo (Zainal Fattah), Bupati Pamekasan-Madura; Bertempat tinggal di jl. Dieng No:7, Surabaya (saat itu) Dan ditulis kembali oleh Mas Ngabei Soekotjo Purbokusumo, Surabaya 06 Desember 1956;
↑ Buku Silsilah Keluarga Kromodjayan Mojokerto - Silsilah Kromodjayan, Pakem Kilat trah Boto Putih, trah Kasepuhan Surabaya, trah Kanoman Surabaya, trah Kasepuhan Sidoarjo, trah Sambongan,trah Nitidingrat_Pasuruan, trah Notodiningrat_Bangil Pasuruan, trah Bustaman_Semarang, trah Puspunegoro Gresik, Han Dinasti, trah Tjitrosoma Tuban, trah Batoro Katong_Ponorogo, trah Suryowinoto Gresik., 102 Halaman(Tulisan Tangan). Oleh Raden Ngabei Kromodjoyoadirono (Raden Bagus Yasin) Diselesaikan di Surabaya tanggal. 08 Juni 1980.
↑ Buku Asal Silah - Kumpulan Silsilah Trah (Pengeran Lanang Dangiran, Sambongan, Kasepuhan Sidoarjo, Tjitrosoma Tuban, Batoro Katong Ponorogo). Oleh Raden Anang Soekarso, 66 halaman; diselesaikan di Surabaya 21 Agustus 2008 dan di edit ulang 18 Sya'ban 1429 H.
↑ Serat Sinuhun Kanjeng Susuhunan Paku Buwono IV - Paguyuban Darahdalem Hingkang Sinuhun Paku Buwana IV, ing Surakarta Hadiningrat; Kawedar ugi kaserat dening Gusti Raden Ayu Brotodiningrat.
↑ Buku Asal Silah Bandara Kanjeng Pangeran Harya Pakuningrat - Disusun oleh Putra Dalem S.I.S.K.S. - PB IX angka 20, bulan Nopember 1958; percetakan stensil "Kangaroo" Jl Pasar Nongko 53 Solo.
↑ Buku Silsilah KGPA Mangkunegara VI - Ijin penulisan dari KPA Handajaningrat, disusun oleh RMS Hadisoebroto
↑ Asal Silahipun Para Nata - Karipta dening Gusti Raden Ayu Bratadiningrat, ing Surakarta Hadiningrat.
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
Kakek-nenek
♂ # Menak Lapat
kelahiran: Level 1 = putera ke 2 dari Menak Werdati. NB: Leluhur dari Trah Dermoyudo, ataupun Kromodjayan
gelar: Jumeneng Bupati nama gelar Adipati Lumajang atau wilayah Blambangan Kulon (Barat)
♂ # Sunan Rebut Payung / Menak Beduyu
kelahiran: Level 1 = Putera ke 1 dari Menak Werdati. NB: Leluhur/nenek moyang dari Trah Kasepuan - Kanoman
gelar: Jumeneng Bupati nama gelar Adipati Blambangan Timur
Kakek-nenek
Ayah ibu
gelar: 1596, Jawa Timur - Banyuwangi, Raja Blambangan Wetan
gelar: Blambangan Timur, Kasatriya
Ayah ibu
== 3 ==
kelahiran: Sedayu - Lawas / Lamongan, Puteri Ki Bimotjili dari Djungpangkah (Ujungpangka) di Sedayu Lawas Surabaya.
perkawinan: ♂ # Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran
♂ # Ki Ageng Brondong / Pangeran Lanang Dangiran
kelahiran: Di Desa Brondong – Sedayu Lawas, atau Paciran Lamongan tepi laut utara Jawa. Kiyahi Ageng Brondong memiliki keturunan Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I, Bupati Sidoarjo yang pertama, diambil dari silsilah pangeran Lanang Dangiran Kyai Ageng Brondong kang sumareh ing pesarehan sentono Botoputih Surabaya. Pangeran Lanang Dangiran Kiyahi Ageng Brondong. Kang Sumareh Ing Pesarehan “Sentono Boto Putih” Surabaya Riwayat Hidup Kiyahi Ageng Brondong Botoputih Suroboyo. Konon dituturkan Pangeran Kedawung, disebut juga Sunan Tawangalun adalah raja di Blambangan atau dikatakan juga Bilumbangan. Beliau mempunyai 5 orang anak dan diantaranya ialah pangeran Lanang Dangiran. Diceritakan bahwa Lanang Dangiran pada usia 18 tahun bertapa dilauy dan menghanyutkan dirinya diatas sebuah papan kayu sebuah beronjong (alat penangkap ikan), tanpa makan atau minum, arus air laut dan gelombang membawa Lanang Dangiran hingga dilaut jawa dan akhirnya suatu taufan dan gelombang besar melemparkan Lanang Dangiran dengan beronjongnya dalam keadaan tidak sadar, disebabkan karena berbulan-bulan tidak makan dan minum, dipantai dekat Sedayu. Seluruh badannya telah dilekati oleh karang, keong serta karang-karang (remis) sehingga badan manusia itu seolah-olah ditempeli dengan bakaran jagung yang disebut dengan bahasa jawa “Brondong” Badan Pangeran Lanang Dangiran diketemukan oleh seorang kiyahi yang bernama Kiyahi Kendil Wesi. Pangeran Lanang Dangiran dirawat oleh Kiyahi Kendil Wesi serta istrinya dengan penuh kasih sehingga sadar kembali dan akhirnya menjadi sehat seperti sediakala. Pangeran Lanang Dangiran menceritakan asal-usulnya kepada Kiyahi Kendil Wesi. Setelah Kiyahi Kendil Wesi mendapat keterangan tentang asal usulnya Pangeran Lanang Dangiran, maka diceritakan oleh Kiyahi tadi bahwa ia juga asal keturunan dan raja-raja di Blambangan yang bernama Menak Soemandi dimana beliau masih satu keturunan dengan Lanang Dangiran. Lanang Dangiran tinggal dan kumpul dengan Kiyahi Kendil Wesi, dan dianggap sebagai anaknya kiyahi sendiri. Pangeran Lanang Dangiran memeluk agama Islam, karena rajin dan keteguhan imannya serta keluhuran budinya serta kesucian hatinya, maka tidak lama pula ia dapat tampil kemuka sebagai guru Agama Islam, Pangeran Lanang Dangiran berisitrikan putrid dan Ki Bimotjili dan Panembahan di Cirebon yang asal usulnya dituliskan sebagai berikut : Pangeran Kebumen Bupati Semarang, berisitrikan putrid dan Sultan Bojong, bernama Prabu Widjaja (Djoko Tingkir). Ki Bomotjili adalah salah satu seorang putra dan Pangeran Kebumen tersebut diatas, seorang putri dan Ki Bimotjilimi bersuamikan Pangeran Lanang Dangiran alias Kiyahi Brondong (dimakamkan di Boto Putih). Nama Brondong diperoleh karena ia diketemukan oleh Kiyahi Kendil Wesi badannya dilekati dengan “Brondong” Kiyahi Kendil Wesi yang waspada dan mengetahui nasib seseorang, mengatakan kepada Lanang Dangiran yang sudah mendapat sebutan Kiyahi Brondong dan masyarakat sekitar tempat Kiyahi Kendil Wesi, supaya pergi ke Ampel Dento Suroboyo, dan meluaskan ajaran Agama Islam, karena di Surabaya Kiyahi Brondong kelak akan mendapat kebahagiaan serta turun temurunnya kelak akan timbul dan tambah menjadi orang-orang yang mulya. Kemudian Kiyahi Brondong dengan istrinya dan beberapa anaknya yang masih kecil pergi ke Surabaya dan pada Tahun 1595 menetap diseberang timur kali Pegiri’an, dekat Ampel ialah Dukuh Boto Putih (Batu Putih) ditempat baru inilah Kiyahi Brondong mendapatkan martabat yang tinggi dan masyarakat, karena keluhuran budinya Kiyahi Brondong (pangeran Lanang Dangiran) wafat pada tahun 1638 dalam usia + 70 tahun dan meninggalkan 7 orang anak, diantaranya 2 orang laki-laki yaitu : Honggodjoyo dan Honggowongso. Bupati Sidoarjo yang pertama adalah keturunan dan Honggodjoyo, Kiyahi Ageng Brondong (Pangeran Lanang Dangiran) dikebumikan ditempat kediamannya sendiri di Botoputih Surabaya makamnya dimulyakan oleh putra-putranya dan selanjutnya dihormati oleh turun-turunnya hingga kini. Semoga arwah beliau diterima Allah Swt, dan Allah Swt juga memberikan kepada seluruh keturunannya Kiyahi Ageng Brondong kemulyaan, kesehatan dan kesejahteraan sebagaimana beliau senantiasa mendoakan cucu cicitnya selama hidupnya. Ada hal penting yang anda ketahui bahwa bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sidoarjo, pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo beserta rombongan merupakan agenda rutin berkunjung ke : Pesarean Asri ing Pendem untuk nyekar ke makam Bupati pertama Sidoarjo Raden Tumenggung Panji Tjokronegoro I wafat tahun 1863 Ke Pesarehan keluarga Tjondronegoro (belakang masjid Djamik/ Agung Sidoarjo) nyekar Raden Adipati Aryo Panji Tjondronegoro I wafat tahun 1906 Langsung menuju Pesarehan Boto Putih Surabaya ke makam Raden Tumenggung Adipati Aryo Tjondronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono).
perkawinan: ♀ Nyai Ageng Brondong
gelar: Surabaya, Pangeran Lanang Dangiran / Kyai Ageng Brondong sebagai PANCER = yaitu Leluhur/nenek moyang Trah Kasepuhan & Kanoman Surabaya / sebagai cikal bakal / pakem Sejarah Kasepuan – Kanoman Surabaya, atau Level 1 = Putera ke 2 Pangeran Kedawung ;
== 3 ==
Anak-anak
♂ # Kyai Tumenggung Onggodjoyo I / Honggodjoyo / Kyai Lanang Glangsing / Gentono
kelahiran: Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:1 dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Mulai Keturunan pertama dari Ki Tumenggung Honggodjojo tsb. mendapatkan tanda/tetenger KASEPUHAN Surabaya; Nama isteri-istri tidak tercatat, yang menurunkan 14 putera/puteri (ver Botoputih = hal 52); 15 putera/p
pekerjaan: 1679, di Pasuruan, Menjabat Bupati Pasuruan Th.1678-1686.
kematian: 1690, Surabaya
perkawinan: ♀ # Nyai Lurah nDalem Wiroguno
pekerjaan: Kartosuro - Mataram -, Patih Kasunanan Kartosuro-Mataram
♀ # Nyai Lurah nDalem Wiroguno
kelahiran: ?, Surabaya, Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:5 / dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Menikah dengan Wiroguno, Patih Mataram Kartosuro. Yang menurunkan Trah Demang Sutoyudo Peneleh - Suroboyo.
kelahiran: Surabaya, Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:4 dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Yang menurunkan Trah Botoputih Surabaya.
kelahiran: Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:6 dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Menurunkan Trah Sutokromo Petunjungan.
kelahiran: Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:3 dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Yang menurunkan Trah Singopredaton.
♀ Nyai Wongsoito Nyai Wongsosuto
kelahiran: Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:7 dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Menurunkan Trah Tumenggung Setjonegoro, Tjibolang. Menurunkan Trah Honggosutan / Wongsosutan
♂ # Kyai Tumenggung Djangrono I = Kyai Onggowongso
kelahiran: Surabaya, Level 1 = Puteri Ki Ageng Brondong No:1 dari 7 putera Ki Ageng Brondong ; Catatan: >> nama lain : Ki Lembu Amiluhur / ver RB Yasin )
pekerjaan: Diangkat menjadi Bupati Surabaya ke 11 Th.1670-1678, oleh Sunan Amangkurat I (Mataram-Kartosuro);
kematian: Desember 1678, Gugur di Kediri dalam peperangan
Anak-anak
Cucu-cucu
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, putera no 1 Kyai Tumenggung Onggodjoyo I
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:2 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Diasingken Belanda ke pulau Ceylon
♀ Nyai Ajeng nDalem Notopraduto
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:3 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atu puteri no:9, Kyai Onggodjoyo I
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:5 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Bertempat tinggal di Jagir Wokoromo Surabaya
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:6 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:7 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:8 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:4 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:11 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
perkawinan: ♂ Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro I / Kyai Onggowidjoyo
♀ Putri dari: Panembahan Tjakraningrat
perkawinan: ♂ Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro I / Kyai Onggowidjoyo
♂ Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro I / Kyai Onggowidjoyo
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:12 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
perkawinan: ♀ Putri dari: Panembahan Tjakraningrat
pekerjaan: Menjabat Bupati Kasepuan Surabaya 1752-1763, jumeneng Bupati nama gelar Kyai Tumenggung Djimat Tjondronegoro
♂ Han Bwee Koe / Han Bwee Kong
kelahiran: Level 2 = Cucu dari Han Siong Kong; Atau putera ke 4 dari Han Liong Kong
perkawinan: ♀ Nyai Ajeng Kinjeng
pekerjaan: Kapten China, berkedudukan di Surabaya; Memeluk Agama Islam; Terkenal kaya raya.
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No: 14 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. Menikah dengan keturunan China/Tionghoa, nama: TJOE KWIE SWIE dimakamkan di Kampung ketandan Surabaya; disebelah selatan Kyai TONDO; Nyai Ajeng Kinjeng dimak
perkawinan: ♂ Han Bwee Koe / Han Bwee Kong
♂ # Kyai Adipati Tumenggung Djangrono I / Djoko Tangkeban
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:5 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
pekerjaan: Surabaya, Mengangkat dirinya sebagai Bupati Surabaya dengan nama gelar Tumenggung Djangrono-I Djoko Tangkeban juga melakukan perlawanan terhadap Kompeni Belanda, menguatkan perlawanan Arya Djoyopuspito (Djangrono III). Ver Botoputih: Djoko Tangkeban sebagai pute
kematian: 1678, Surabaya
♂ R. Arya Djoyopuspito R. Adipati Djangrono Panotogomo
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:5 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
pekerjaan: Surabaya, Bupati Kasepuan Surabaya (Bupati Surabaya ke 15); Melakukan perlawanan terhadap Mataram dan Belanda Th 1710 di kenal Peperangan Surabaya, (ver K5 bergelar Adipati Djangrono Panotogomo = Kyai Tumenggung Djangrono Panotogomo), sebagai balas dendam kematian
♂ Kyai Wirodirdjo / Ki Tumenggung Djangrono III / Kyai Ngabei Wirosroyo
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera No:3 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
♂ # Raden Panji Srenggono / Adipati Notopuro / Raden Panji Surengrono
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:4 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
pekerjaan: Lamongan, Bupati Lamongan th 1723-1750, sebagai Adipati Notopuro /Adipati Lamongan,
kematian: gugur dalam perang melawan Kompeni Belanda / Amangkurat I di Surabaya
♂ Kyai Djoyodirono / Kyai Mas Tumenggung Djoyodirono I
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:13 dari 14 putera Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
pekerjaan: Surabaya, Bupati Kanoman di Wonokromo Surabaya, 1746-1758. Diangkat dalam th 1752 ( De Jonge deel 10-11 ) Pengangkatan bersamaan Kyai Onggowidjoyo. Orang Belanda mengatakan "tweede Regent"; Karena pada waktu itu Kadipaten Surabaya dipecah menjadi dua Kadipaten, s
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:15 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I. (ver PK.5)
kelahiran: level 2 = Cucu dari Ki Ageng Brondong, atau Putera No:10 dari Kyai Tumenggung Onggodjoyo I.
♀ Nyai Adipati Djangrono II Putri Raden Tumengung Mangun Oneng
kelahiran: Pati, Putri dari R.T.Mangun Oneng, Bupati Pati.
perkawinan: ♂ Surodrono/Surodirono = Kyai Adipati Djangrono II
♂ Surodrono/Surodirono = Kyai Adipati Djangrono II
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:1 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
perkawinan: ♀ Nyai Adipati Djangrono II Putri Raden Tumengung Mangun Oneng
kematian: Mataram Kartosuro, Wafat pada hari Kamis Tgl 20-02-1709 atau 17 Besar 1632 Jawa atau 18 Dzulhidjah 1120 Hijrah jam 09.00 pagi di gapuro Kemandungan Keraton Kartosuro. Dimakamkan di Sentono Laweyan-Solo. Masyarakat Solo/Surakarta memuliakan nama Djangrono II sebagai pahlawan
♂ Ki Demang Kertoyudo / Panji Sosronegoro
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, putera no:6 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
kematian: Ki Demang Kertoyudo juga berperan dalam peperangan melawan Kompeni Belanda / Amangkurat I, dikenal keberaniannya. Gugur, dimakamkan di Japanan - Mojokerto
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, atau puteri no 7 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini.
♀ Raden Ayu Djaleka Tjakraningrat
kelahiran: level 2 = cucu Ki Ageng Brondong, atau Puteri no: 8 dari 8 putera Ki Onggowongso / Kyai Tumenggung Djangrono I / Gentini
Cucu-cucu