al-Habib Umar bin Hud al-Aththas (Condet)

Di kediamannya di Jl Condet Raya, Jakarta Timur, Habib Umar Alatas, seorang kiai sepuh yang telah berusia 108 tahun tampak tidur telentang hampir tidak bergerak. Hanya matanya saja yang selalu terpejam, sesekali berusaha menatap mesra kepada para tamunya yang tidak henti-hentinya berdatangan. Baik para tokoh habaib, ulama maupun kiai, hingga masyarakat kurang mampu.

Di kamarnya yang cukup luas itu, di antara para tamu itu, bukan saja datang dari Jakarta. Tapi juga dari berbagai tempat di Tanah Air, sambil membacakan surat Yasin agar Allah mempercepat kesembuhan ulama tertua di Tanah Air ini.

Sejak habis mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di pesantrennya di Cipayung, Bogor, 18 Juli lalu, kondisi habib memburuk karena sakit tua. Dan hingga kini keadaannya masih antara sadar dan tidak sadar,” kata Haji Ismet Alhabsji, seorang yang dekat dan merupakan kepercayaan habib Umar kepada Republika Selasa (27/7). Pada acara maulid di Cipayung, yang sudah 17 tahun diselenggarakan di tempat ini, menurut Ismet, Habib Umar sudah tidak bisa hadir lagi di tengah-tengah jamaah yang jumlahnya puluhan ribu orang. Ia hanya mengikuti dari kamarnya.

Setelah acara maulid Nabi, Habib Umar yang fisiknya dalam keadaan lemah itu sudah tidak sadarkan diri lagi. Bahkan, saat dibawa kembali ke kediamannya di Condet, dia ditidurkan di mobil dan diinfus,” kata Ismet yang selama belasan tahun dekat dengan habib Umar.

Rupanya, sakitnya ulama tertua di Jakarta ini cepat luas tersebar. Dan mengingat begitu antusiasnya masyarakat yang ingin menjenguknya, maka sejak minggu lalu kediamannya di Condet menjadi semacam open house, terbuka hampir sepanjang hari.

Habib Umar, kata Alwi Edrus Alaydrus, salah seorang cucunya memang terbuka, mengulurkan tangan serta menyambut dengan baik tiap tamu yang datang ke kediamannya. Tidak membedakan status dan kedudukan mereka. Apakah rakyat kecil, atau pejabat tinggi negara, kata Alwi Edrus.

Karenanya tidak heran, di antara penjenguk terdapat artis-artis seperti Elvie Sukaesih dan putrinya Fitria, Muchsin Alatas dan istrinya Titiek Sandhora serta putranya Bobby.

Seperti hari Senin (26/7) lalu. Pengunjung dari Jakarta dan luar kota tampak lebih banyak lagi yang mendatanginya. Karena waktu itu, entah dari mana asalnya, Habib Umar diisukan telah meninggal dunia. Sedangkan para murid dan pengikutnya, di Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam yang mengetahui sakitnya, terus memantau kesehatannya.

“Mereka minta kepada kita agar cepat diberitahukan bila terjadi apa-apa dengan Habib Umar,” kata Alwi Edrus. “Mereka menyatakan kepada saya siap untuk datang ke Jakarta bila terjadi apa-apa dengan habib.” Sedangkan Ismet menambahkan, mereka terus memantau kesehatan Habib Umar, karena tahu kalau beliau sakit. Pasalnya, mereka hadir pada waktu peringatan maulid yang baru lalu.

Banyaknya umat Islam dari mancanegara yang selalu datang tiap tahun ke acara maulid Habib Umar, karena ia pernah tinggal di Singapura dan Malaysia selama beberapa tahun. Selama di kedua negara itu, Habib Umar rupanya punya berpengaruh besar di kalangan masyarakat dan pejabat pemerintahan. Hingga tidak heran, kalau banyak ulama dan pejabat di Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam menjadi akrab dengannya.

Seperti dikatakan oleh Alwi Edrus, Sultan Johor, Tengku Mahmudsyah sudah beberapa kali mendatangi habib Umar selama berada di Jakarta. Pada tahun 1993 dan 1994, sultan dan keluarga datang dengan menggunakan pesawat pribadi. “Tentu saja, kedatangan sultan Johor itu membuat repot pemerintah RI, yang terpaksa mengerahkan protokol dan pengawal dari kepresidenan,” kata salah seorang pihak keluarga.

NASAB HABIB UMAR

al Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin Hoed bin Ali (Shahibul Masyhad) bin Hasan bin Abdullah bin Husein bin umar (Shahiburratib) bin Abdurrahman Al attas bin Agil bin Salim bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abdullah bin Abdurrahman Assegaf bin Muhammad mauladdawilah bin Ali bin Alwi (Al Ghayur) bin Imam Muhammad (al-Faqih al-Muqaddam) bin Ali bin Muhammad bin Ali (Khali' khatsam) bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Imam Ahmad (Al muhajir) bin Isa (Annaqiib) bin Muhammad (Annaqib) bin Ali (Al Uraidhi) bin Ja’far (As Shadiq) bin Muhammad (Al Baagir) bin Imam Ali (Zainal Abidin) bin Imam Husein as-sibthi bin Ali Abu Thalib ibin Sayidah Fatimah az-Zahra binti MUHAMMAD RASULULLAH SAW.

Al Allamah Arifbillah Al Quthub Al Habib Umar bin Muhammad bin Hasan bin Hud Al Aththas dilahirkan oleh seorang wanita shalihah bernama Syarifah Nur binti Hasan Al Aththas di Huraidhah, Yaman Selatan pada tahun 1313 H (1892 M). Suatu saat Al Allamah Arifbillah Al Habib Ahmad bin Hasan Al Attas, seorang Waliyullah besar di kota Huraidhah menyampaikan bisyarah perihal kehamilan Syarifah Nur. Berkata Habib Ahmad “Ia akan melahirkan seorang anak laki-laki yang panjang usianya, penuh dengan keberkahan serta akan banyak orang yang datang untuk bertawassul dan bertabarruk padanya, hendaklah ia diberi nama “Umar”, sebagai pengganti kakaknya yang juga bernama Umar, yang telah wafat ketika berada di Indonesia bersama ayahnya.” Maka benarlah apa yang dikatakan Habib Ahmad, beliau diberi umur yang panjang, usia beliau mencapai 108 tahun dan seluruh usianya itu senantiasa berada dalam keberkahan.

Habib Muhammad, ayah Habib Umar telah lebih dulu tinggal di Indonesia, setelah sebelumnya selama 20 tahun beliau mengabdikan dirinya menjadi imam di Masjid Syaikh Abdul Qadir Al Jailani yang berada di kota Huraidhah. Habib Umar mempunyai beberapa orang saudara, diantaranya Habib Umar (kakaknya yang telah meninggal sebelum beliau lahir) dan Habib Salim yang mengasuh beliau ketika kecil. 

Dalam suatu riwayat dari beliau (Habib Umar bin Hoed Al attas), pada suatu malam jum’at, ayah beliau pernah terbangun karena dikejutkan oleh riuh suara orang banyak, ketika Ia melihat keluar rumahnya ternyata suara tersebut berasal dari masjid Syaikh Abdulqadir Al Jailani bersamaan dengan cahaya yang terang benerang, maka Al habib Muhammad segera berwudhu serta bergegas pergi kemasjid untuk mengikuti shalat secara berjama’ah di masjid tersebut, karna mengira ia sudah tertinggal sholat subuh secara berjama’ah. Setelah sampai di masjid ia langsung ikut bergabung sholat (masbuq) di shaf paling belakang, karena masjid telah penuh. Namun setelah beliau selesai melakukan shalat dan mengucapkan salam serta membaca dzikir tauhid, ternyata ia hanya seorang diri di dalam masjid tersebut, tidakada orang yang sholat. Suasana masjid juga seperti biasa, sepi, dan dengan cahaya lampu yang tidak terlaluterang. Ketika ia meliahat jam, ternyata masih dalam sepertiga malam yang akhir (pukul 02.00).

Kemudian ia segera pergi dari masjid dan kembali kerumahnya, dengan hati yang bertanya-tanya. Keesokan harinya beliau mengikuti ziarah kemakam Qutbil anfas al-Habib Umar bin Abdurrahman Al Aththas sebagaimana lazimnya dilakukan setiap hari jum’at, setelah sholat subuh berjama’ah. Ziarah tersebut di pimpin oleh al-Quthb al-Habib Ahmad bin Hasan Al Aththas. Setelah selesai ziarah, al-Quthb al-Habib Ahmad bin Hasan Al Aththas memegang tangan al-habib Muhammad bin Hasan Al Aththas dengan bisyarah “Masya Allah, engkau telah diajak sholat berjama’ah oleh para wali yang di pimpin al-Imam al-Qutb Rabbani Syaikh Abdul Qadir al-Jilani semalam, sebagai hadiah karena engkau telah mengurusi masjidnya dengan baik”. Demikianlah salah satu riwayat mengenai keutamaan ayah beliau.

Sedangkan ibu beliau bernama Syarifah Nur binti Hasan Al Attas seorang wanita sholehah, saudari kandung Alqutb Alhabib Ahmad bin Hasan Al Attas. Beliau (Habib Umar) dilahirkan atas bisyarah al-Qutb al-Habib Ahmad bin Hasan Al Aththas terhadap ibunya (Syarifah Nur binti Hasan Al Attas) yang pada saat itu sedang hamil, bahwa “Engkau akan melahirkan seorang anak laki-laki yang panjang usianya, penuh dengan keberkahan serta akan banyak orang yang datang untuk bertawwasul dan bertabarruk dengannya. Anak laki-laki tersebut hendaknya diberi nama Umar”, (sebagai pengganti kakaknya yang juga bernama Umar yang pada saat itu meninggal dunia ketika sedang bersama ayahnya di Indonesia).

Ketika masih kecil, beliau diasuh oleh kakaknya yang bernama Alhabib Salim bin Muhammad Al Attas. Beliau membantu kakaknya bekerja di kebun  korma untuk meringankan beban keluarganya. Meskipun usia beliau belum baligh, beliau dikenal memiliki tulisan arab (khath) yang bagus.

Ketika masih di Huraidhah, beliau mempelajari berbagai macam ilmu, antara lain Fiqih, Nahu, Tauhid, Ushul, Tafsir, Tasawuf dan lainnya, lalu meneruskannya ke Indonesia. Diantara guru-guru beliau adalah al-Habib Muhammad bin Hasan Al aththas (ayah beliau), al-Habib Abdullah bin Umar asy-Syatiri (Shaibur Rubath, Tarim), al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsy (Shahibul Maulid, Seiwun)

Setelah ibunya wafat, beliau mendapat surat dari ayahnya untuk segera datang ke Indonesia. Surat tersebut beliau terima pada malam hari, maka pada keesokan harinya beliau segera berangkat ke Indonesia. Usia beliau pada waktu itu kurang lebih 15 tahun.

RIWAYAT WALIDAIN SALAH SATU KUNCI KEBERKAHAN

Diriwayatkan bahwa ketika masih kecil beliau senantiasa membantu membawa tempat air untuk mengisi penampunagn air guna keperlun ibunya. Ditengah terik panas matahari di gurun pasir yang menyengat, beliau bolak-balik dari rumah yangterletak di pegunungan ke tempat pengambilan air dengan jarak yang cukup jauh untuk memenuhi penampungan air tersebut. Penduduk di daerah beliau mngatakan “tempat air yang berjalan sendiri”, karena tubuh beliau tidak terlihat dari kejauhan tertutup oleh besarnya tempat air yang beliau pikul.

Ketika ayah beliau telah lanjut usia, beliau tidur di bawah tempat tidur ayahnya sehingga beliau senantiasa bangun untuk menggendong ayahnya ke kamar mandi atau membantu untuk menyediakan keperluan lainnya pada malam hari, dan pada siang harinya beliu berdagang untuk memenuhi keperlun nafkahnya dan orang tuanya.

Di Indonesia, beliau kemudian menimba ilmu kepada ulama-ulama Ahlubait disana, diantara guru-guru beliau adalah :

Diriwyatkan, bahwa beliau sering melakukan perjalanan dari Jakarta menuju tempat Al-Quthb Ghauts al-Habib Abdullah bin Muhsin al-Aththas (empang, bogor) dengan menggunakan sepeda. Jarak yang begitu jauh tidak menurunkan semangat beliau untuk mencari ilmu dan  bertabaruk.

Habib Umar Bin Hud Al Aththas adalah seorang ulama dan konon beliau juga seorang wali quthub usianya lebih dari 100 tahun dilahirkan di penghujung abad ke 19 di Hadramaut, Yaman Selatan. Sejak usia muda beliau telah datang ke Indonesia. Mula-mula tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat. beliau berdakwah sambil berjualan kain di Pasar Tanah Abang. Kemudian membuka pengajian dan majelis maulid di Cicurug, Sukabumi, Jawa Barat. Sekitar tahun 1950-an, beliau ke Mekkah dan bermukim selama beberapa tahun dan selama di mekkah beliu menggunakan kesempatan tersebut untuk belajar kepada ulama-ulama setempat. Tapi, sayangnya, saat hendak kembali ke Indonesia, ia tertahan di Singapura.

Pasalnya, pada awal 1960-an terjadi konfrontasi antara RI dan Malaysia, sementara Singapura masih merupakan bagian negara itu. Habib Umar baru kembali ke Tanah Air setelah usai konfrontasi, pada awal masa Orde Baru. Tapi, rupanya banyak hikmah yang diperoleh di balik kejadian tersebut. Karena, selama lebih dari lima tahun di Malaysia dan Singapura, ternyata beliau sangat dihormati oleh umat Islam setempat, termasuk Brunei Darussalam.

Seperti dikatakan oleh pihak keluarga, Habib Umar bukan saja dihormati oleh Sultan Johor, tapi sultan-sultan lainnya di Malaysia. Sedangkan di antara pejabat Malaysia yang sering mendatangi kegiatan Habib Umar di Indonesia, di antaranya Menteri Pendidikan Naguib Tun Razak.

Sedangkan dari Singapura, Achmad Mathar, Menteri Lingkungan Hidup juga beberapa kali mendatangi Habib Umar. Juga menteri dari Brunei, termasuk beberapa anggota kerajaannya. Sedangkan menurut Haji Ismet, mereka itu umumnya datang ke Habib Umar, bukan pada saat-saat peringatan maulid.

Habib Umar sendiri banyak dikenal oleh pejabat, baik sipil maupun militer di Tanah Air yang pernah berkunjung kepadanya. “Tapi, kita tidak mau menyebutkannya,” kata Alwi Edrus.

Baik para tamu luar negeri, maupun para pejabatnya datang ke Habib Umar atas kemauan sendiri untuk berziarah. Habib sendiri tidak pernah mengundang dan mendatanginya. Karena ia berprinsip, ulama atau ilmu didatangi, bukan mendatangi.

GERAKAN DA’WAH DAN IBADAH

Beliau berda’wah smbil berdagang, sebagaimana biasa yang dilakukan oleh para Habaib di zaman tersebut. Adpun diantara gerakan da’wah yang utama adalah dalam mengagungkan syi’ar Maulid Ar-Rasul SAW dan Ratib Qutbil Anfas Alhabib Umar bin Abdurrahman Al attas, yakni dengan mencetak kitab Maulid Ad-Diba’I dan Ratib Al attas, serta dzikir-dzkir lainnya yang kemudian beliau bagikan secara gratis kepada kaum muslimin dan muslimat untuk diamalkan.

Diriwayatkan bahwa dalam salah satu peringatan maulid Ar-Rasul SAW, Alhabib Umar perna mengorbnkan 1.600 ekor kambing 2 ekor sapi serta 25 ton beras. Pengorbanan yang belum pernah orang islam yang kaya di Indonesia ini, untuk mengagungkan Maulid Rasul SAAW, sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas dijadikannya kita umat yang paling mulia, yakini umat Sayyidina Muhammad Rosulullah SAW.

Mengenai ibadah beliau, salah satu pembantu beliau mengatakan bahwa beliau senantiasa melakukan sholat tahajjud dan beribadah pada malam hari, mulai pukul 23.00 hingga tiba waktu sholat subuh. Pada suatu waktu pembantu beliau dikejutkan dengan oleh tangisan yang agak lama dan keras dari kamar beliau, maka ia segera menghampiri beliau dan menanyakan apakah beliau sakit. Beliau menjawab “saya telah tertidur hingga terlambat bangun satu jam untuk terlambat beribadah kepada Allah SWT”. Hal ini terjadi dimana beliau sudah berumur diatas 90 tahun. Kalau dimasa usia yang sedemikian tua begitu disiplinnya beliau menjaga waktunya dalam mengabdi kepada Allah SWT, sehingga terlambat sesaatyang tanpa beliau sengajapun beliau menangis dan menyesal.

Al Imam Syaikh Abubakar bin Salim (maula Ainat) mengatakan : “mereka para sufi, naf’anallahubihin, telah menemukan kenikmatan yang luar biasa pada sholat malam, mereka menyendiri dengan Allah SWT pada kegelapan malam. Saat manusia lelap dalam tidurnya mereka bermunajat kepada Allah SWT dalam sujud, air mata mereka berderai, nur menyelbungi mereka hingga tersingkaplah hijab antara mereka dengan penciptanya. Merekalah orang yang benar-benar beriman, mereka mendapatkan derajat yang tinggi disisi Rabb mereka, ampunan dan rizki yang mulia”.

PRIBADI,  AKHLAK DAN KAROMAH         

Diriwayatkan bahwa beliau pernah di undang untuk menghadiri acara peringatan Maulid Nabi SAAW di istana sultan johor di Malaysia, yang diselenggarakan pada malam jum’at, karena beliau telah mempunyai kebiasaan menggelar acara Maulid pada setiap malam jum’at dirumah beliau. Jika selain dari malam jum’at, beliau akan hadir dengan syarat sultan johor ikut duduk hadir dari awal hingga selesai acara.

            

Kepribadian beliau tersebut menunjukan bahwa beliau tidak takut dan tunduk kepada selain Allah SWT dan Rasulullah SAW.

            

Beliau senantiasa menjamu tamunya, sekalipun usia beliau uzur, beliau selalu bangun dari duduknya untuk menyambut dan memuliakan tamunya. Bahkan rumah beliau yang besar dan mewah agar tamunya senag, karena tamu beliau sangatlah banyak. Beliau sering mencim kembali tangan orang-orang yang bersalamn dengan beliau, baik dari golongan habaib maupun bukan, orang besar maupun orang kecil.

            

Diriwayatkan, pada salah satu acara peringatan Maulid Rasulullah SAW di Malaysia, salah satu lampu di majelis tersebut (1.000 watt) jatuh ke lantai, maka beliau berteriak :

“ya Rasulullah . . . . .!!!”, dengan berkat Rasulullah SAW lampu tersebut sama sekali tidak pecah dan rusak.

            

Diriwayatkan pula, pada tahun 1956 M, beliau telah mendapatkan Isyarah untuk pergi ke baitul haram (makkah al mukarramah). Beliau segera berangkat bersama 11 orang anggota keluarga beliu dengan menggunakan kapal laut. Pada saat ditengah perjalanan datanglah badai yang dasyat, sehingga kapten kapal segera memerintahkan kepada semua awak kapal dan para penumpang agar bersiap siaga terhadap kemungkinan tenggelamnya kapal tersebut. Beliau segera mengajak semua anggota keluarganya untuk masuk ke dalam kamar dan membaca Ratib Qultb Anfas Alhabib Umar bin Abdurrahman Al attas, belum selesai pembacaan ratib badaipun redah. Setelah sampai di kota mekkah pun beliau senantiasa dimudahkan oleh Allah SWT atas semua urusan, seperti dalam memperoleh izin untuk tinggal (iqomah) di Makkah Almukarramah.

           

Setelah tinggal di makkah almukarramah selama beberapa tahun, beliau hijrah ke singapura, beliau mengontrak sebuah rumah. Setelah memiliki uang yang cukup hasil dari perdagangan, beliau meminta salah seorang temannya mencarikan tanah yang tidak terlalu mahal, karena beliau ingin membeli tanah dan membangun rumah sendiri. Teman beliau mengatakan bahwa ada tanah yang murah namun banyak penghuninya (dari golongan jin), beliau mengatakan sambil berkelar “manusia lebih berbahaya dari pada jin”, dan beliau pun langsung membelinya. Ketika sedang menggali tanah untuk membangun pondasi rumah, tertanya di dalam tanah tersebut terdapat pasir putih untuk membuat bahan personelin yang harganya tinggi. Dari hasil penjualan pasir putih itulah beliau dimudahkan oleh Allah SWT untuk membangun rumahnya. Walapun harga pasir putih tersebut mahal, beliau segera memerintahkan agar tidak menjualnya lagi setelah rumah beliau selesai dibangun.

Kemudian beliau hijrah kembali ke Indonesia dan tinggal di pasar minggu, Jakarta. Beliau terus ber’dakwah tanpa lupa bertabaruk kepada para Auliya dan Shalihin baik yang masih hidup di dunia maupun yang hidup di alam barzakh. Hal ini mengajarkan kita agar senantiasa memiliki sifat tawadhu dan tidak pernah mengganggap diri kita telah cukup. Sebagaiman yang telah dikatakan dalam satu sya’irnya Al Imam Syaikh Abubakar bin Salim RA : 

“wahai pemuda, berprasangka baiklah kepada semua makhluk, karena sesungguhnya rahasia-rahasia tuhanmu terbesar pada makhluk-makhluknya, bergaullah dengan orang-orang shaleh karenah teman duduk yang shaleh itu seperti menjual misik, ia akan menyebarkan aroma harum yang akan menempel di tubuhmu, duduklah bersama para wali Allah, baik yang masih hidup di dunia maupun yang telah meninggal dnia walaupun hanya sesaat saja, karena hal tersebut lebih utama daripada beribadah selama 70 tahun”.

Maulid Internasional

Maulid Nabi di Cipayung, yang tiap tahun dihadiri sekitar 100.000 jamaah, termasuk ratusan jamaah dari mancanegara, tidak heran hingga oleh banyak pihak dianggap sebagai maulid internasional.

Setidak-tidaknya acara maulid habib Umar tiap tahun ini sudah menjadi agenda di beberapa negara, khususnya Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Mereka tahu sendiri kapan acara itu diselenggarakan, dan kami tidak pernah mengundangnya lagi,” ujar Ismet.

Habib Umar sendiri, yang kini dalam keadaan uzur akibat usianya yang sudah sangat lanjut, sudah dua tahun ini tidak banyak lagi terlibat dalam menangani kegiatan maulid. Acara ini dan acara-acara keagamaan lainnya, kini dipimpin oleh putranya, Habib Salim Alatas (60).

Dahulunya, kata H Ismet, tiap kegiatan maulid beliau sendiri yang menanganinya. Termasuk upaya-upaya untuk menyediakan persediaan makan dan lauk pauk bagi puluhan ribu jamaah yang hadir. “Kalau ditanya oleh orang dari mana dananya, habib Umar selalu bilang dari Allah,” ujar Ismet.

Ihwal persediaan makan untuk para jamaah yang menghadiri maulid ini, Alwi Edrus menyatakan, dua tahun lalu tidak kurang dari 1.400 ekor kambing dan dua ekor sapi yang dipotong. Sedangkan beras yang digunakan untuk memasak nasi kebuli sebanyak 11 ton. Yang kesemuanya ditangani oleh seribu tukang masak.

Khusus untuk para tamu luar negeri yang berjumlah sekitar 400-500 jamaah, menurut Ismet, mereka disediakan tempat penginapan khusus di Cipayung, rumah Mayjen TNI (Purn) Eddie Marzuki Nalapraya, yang juga sering mendampingi Habib Umar.

“Selama empat atau lima hari mereka di Cipayung, mulai dari sarapan pagi, makan siang dan malam, ditanggung dari kocek Habib Umar sendiri. Paling-paling mereka mengeluarkan uang untuk tiket. Mereka, biasanya datang berombongan. Tiap kepala rombongan ada yang membawa 10-15 orang.

Sesuatu yang mungkin lain dibandingkan dengan acara-acara maulud di majelis lain adalah, tidak ada ceramah-ceramah setelah baca maulud. Acaranya langsung saja yakni baca maulud, zikir dan ditutup dengan do’a. Tidak adanya ceramah-ceramah yang sudah tradisi sejak lama itu, karena Habib Umar khawatir akan menimbulkan saling serang dan fitnah.

Memang, kegiatan Habib Umar lebih-lebih sebelum menderita sakit, cukup padat. Di kediamannya di Condet, tiap hari terdapat sekitar 300 jamaah subuh. Khusus pada hari Jumat, meningkat menjadi sekitar 1.000 orang. Khusus Sabtu subuh, mereka diberikan pelajaran fikih dari sejumlah ulama terkenal. Sedangkan di Cipayung, tiap Kamis malam diadakan pembacaan maulid Diba.

Yang unik, setelah mengikuti kegiatan, para jamaah selalu makan bersama yang dijamu oleh Habib Umar. Tidak peduli pada masa krismon sekarang, jamuan makan yang berlangsung sejak lama itu tidak pernah henti. Menu makanannya hampir selalu nasi uduk berikut lauknya, seperti tahu dan telur.

Selama belasan tahun dekat dengan ulama Betawi ini, Ismet meyakini, bahwa Habib Umar untuk kegiatan-kegiatan keagamaan tidak pernah mau meminta sumbangan. “Kalau pun orang mau memberi hadiah, harus benar-benar ikhlas. Kalau tidak dia akan menolaknya. Apalagi kalau sumbangan itu punya tujuan khusus.” Karena itulah, kata Ismet, tidak ada satu pejabat pun yang bisa mempengaruhi Habib Umar.

Sedangkan bagi KH Zainuddin, seorang ulama Betawi yang tiap Ahad memberikan ceramah di Majelis Taklim Kwitang berpendapat, kecintaan para kiai dan ulama Betawi terhadap Habib Umar, karena ia adalah seorang yang saleh, berakhlak mulia dan penuh keberkahan.

“Para kiai mendatangi Habib Umar bukan sekali-kali untuk menyembahnya, tapi untuk mendapatkan berkah dan doanya,” ujar kiai, yang juga anggota MPP Partai Amanat Nasional (PAN) itu.

Yang juga menarik dari pesan-pesan Habib Umar kepada mereka yang mendatanginya, sangat sederhana sekali. Seperti anjuran untuk berbakti kepada kedua orangtua, lebih mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Penyanyi Muchsin Alatas sendiri merasa sangat terkesan akan keramahtamahannya. “Saya merasakan seolah-olah saya dan keluarga dianggap sebagai anaknya sendiri,” kata Muchsin yang mengaku hatinya lebih tenteram dan sejuk setelah bertemu Habib Umar.

H Marullah (65), yang rumahnya tidak berjauhan dengan kediaman Habib Umar, terkesan dengan cara bertetangga yang baik. Karena rumah habib selalu terbuka dan dapat didatangi tiap waktu. “Habib menganggap semua orang yang datang kepadanya adalah orang-orang baik, tidak peduli orang itu preman sekalipun,” kata putra asali Betawi ini.

Menurut Ismet, Habib Umar sejak beberapa tahun lalu telah mewakafkan tempat kegiatan keagamaannya di Cipayung yang luas itu untuk kegiatan-kegiatan Islam. Untuk itu, di tempat ini tengah dibangun sebuah pesantren terpadu Hamid Umar bin Hoed Alatas, dan sudah mulai beroperasi mulai 8 Agustus mendatang. Pesantren terpadu ini didirikan oleh Yayasan Pendidikan Islam Assaadah, yang diketuai oleh Alwi bin Edrus Alaydrus. Sedangkan pendirinya Habib Umar, Mayjen TNI (Pur) Eddie Nalapraya dan H Ismet Alhabsji. Pesantren ini dibangun melalui tiga tahap, yang seluruhnya akan menelan biaya Rp 14,5 miliar.

Di samping mewakafkan tanah dan pesantren di Cipayung, menurut Ismet, habib juga berwasiat bila ia meninggal dunia agar dimakamkan di makam wakaf Al-Hawi, Kalibata

Suatu hari, beberapa tahun silam, sebuah rumah di pemukiman padat Batu Ampar, Condet, Jakarta timur terbakar hebat. Api berkobar menghanguskan apa saja. Masyarakat tidak bisa berbuat apa-apa, karena sumber air jatuh, sementara petugas dinas pemadam kebakaran tak kunjung datang. Tiba-tiba, di antara kerumunan penduduk, menyeruaklah seorang lelaki berserban dan memegang tasbih. Dengan gagah berani ia maju kea rah rumah yang terbakar itu sambil mengibas-ngibaskan serbannya. 

Ajaib! Dalam waktu sekejap, api yang berkobar hebat itu padam. Setelah itu, ia pergi begitu saja. Siapa dia?

Penduduk Batu Ampar mengenalnya sebagai Habib Umar Al-Aththas. Ulama itu mula-mula tinggal di Kwitang, Jakarta Pusat, kemudian hijrah ke Batu Ampar. 

Dalam perjalanan ke Betawi, beliau singgah di Kuala lumpur, Singapura dan Brunei untuk menggelar dakwah yang dihadiri ratusan jemaah. Baru pada awal 1950-an beliau tiba di Jakarta, dan tinggal di Pasar minggu, kemudian, ia pindah lagi dan selanjutnya menetap di Batu Ampar. Di kediaman yang baru ini, beliau berdakwah dengan pendekatan persuasif, penduduk mengenalnya sebagai ulama yang berpenampilan sejuk dengan karomah luar biasa.

Karomah itu, misalnya, terjadi ketika beliau diminta membantu orang yang gemar membeli undian. Tapi anehnya dengan tenang dan baik, Habib Umar melayaninya.

"Habib Umar, saya minta nomor undian." Kata lelaki itu tanpa sungkan.

"Aku akan berikan engkau nomor undian, dengan syarat jika engkau menang undian segeralah bawa uang itu kepadaku." Jawab Habib Umar.

Beberapa hari kemudian lelaki itu datang lagi. "Habib, saya berhasil menang undian. Ini uangnya." Katanya berseri-seri.

Dengan tenang Habib Umar minta muridnya mengambil sebuah baskom, lalu katanya, "Perhatikan apa yang aku perbuat." Lalu beliau menggenggan uang segepok itu dan memerahnya di atas baskom. Aneh! Dari genggaman tangan Habib Umar mengucurkan darah segar, mengalir memenuhi baskom. "Lihatlah, apa yang telah engkau dapatkan dari undian itu." Katanya. 

Lelaki itu kaget, dan akhirnya bertobat.

Di saat lain, ketika Habib Umar tengah menggelar taklim di masjid, masuklah seorang lelaki berwajah putih bersih. "Wahai Habib Umar, bisakah aku minta nasi kebuli?" tanya lelaki itu.

Permintaan aneh itu tentu saja membuat terkejut seluruh jamaah. Namun, dengan tersenyum Habib Umar berkata arif, "Pergilah ke belakang, dan bersantaplah." Maka lelaki itu pun segera pergi ke dapur.

Tak lama kemudian taklim itu pun usai, dan Habib Umar bersama para jemaah menyusul ke dapur. Mereka melihat lelaki itu tenah menyantap nasi kebuli dengan sangat lahap.

"Siapakah dia? "dia tamu kita, dia adalah Nabi Khidlir." Jawab Habib Umar. 

Tidak semua Ulama besar mendapat kesempatan dikunjungi Nabi Khidlir. Dan kunjungan Nabi Khidlir itu menunjukkan betapa Habib Umar sangat alim dan shaleh.

Ada cerita lain mengenai karomahnya. Pada suatu hari datanglah seorang lelaki membawa air agar didoakan sebagai obat. Tapi baru saja ia mengetuk pintu, Habib Umar sudah menyuruhnya pulang. Tentu ia bersikeras dan bertahan menunggu di depan pintu. Akhirnya Habib Umar keluar. Katanya, "Pulanglah, air yang engkau bawa itu sudah bisa menyembuhkan."

"Tapi, Bib..."

"Pulanglah. Bukankah engkau sudah ditunggu oleh keluargamu?"

Mendengar jawaban Habib Umar yang begitu santun dan lembut, orang itu sungkan juga. Akhirnya dengan keyakinan yang kuat ia pulang membawa air dalam botol tersebut, dan menuangkannya ke dalam gelas untuk diminum oleh keluarganya yang sakit.

Ajaib! Tak lama kemudian keluarga yang sakit tersebut sembuh. Setelah sembuh, mereka bertamu ke rumah Habib Umar untuk bersilaturrahmi. Menurut beberapa Habib yang kenal dekat dengan Habib Umar, karamah yang dimilikinya itu berkat keikhlasan dalam merawat ibundanya. Selama 40 tahun, dengan tekun, ikhlas dan sabar, beliau merawat sang ibu hingga akhir hayatnya.

Habib Ismail bin Yahya, seorang pengurus Naqabatul Ashraf, alah satu lembaga penyensus para habib, juga menyatakan, karamah tersebut berkat keikhlasan Habib Umar merawat ibundanya. Bahkan karena lebih mementingkan merawat sang ibu, suatu saat Habib Umar tidak sempat menghadiri pengajian-pengajian di luar rumah, termasuk masjid Riyadh, Kwitang, yang digelar Habib Ali Al-Habsyi. 

Ulama besar yang dikenal sangat sederhana dan tawaduk ini wafat pada tahun 1999 dalam usia 108 tahun, meninggalkan tiga putra : Habib Husein, Habib Muhammad dan Habib Salim. Selama hidupnya, almarhum selalu menekankan pentingnya mencintai dan meneladani Rasulullah saw. Sebagai ulama yang shaleh, seperti halnya habaib yang lain, beliau juga suka menggelar maulid. Dalam maulid enam tahun lalu, sebelum wafat Habib Umar memotong 1600 ekor kambing untuk menjamu puluhan ribu jamaah.

Habib Umar dimakamkan di kompleks pemakaman Al-Hawi, Condet, Jakarta Timur. Upacara pemakamannya kala itu dihadiri puluhan ribu jemaah. Bahkan saking banyaknya jamaah yang ingin menyalalatkan jenazahnya, salat jenazah dilakukan sampai tiga kali dengan tiga orang imam. 

Setelah beberapa tahun mukim di Makkah, beliau hijrah lagi ke Singapura, kemudian kembali lagi ke Indonesia dan tinggal di kawasan Pasar Minggu, Jakarta. Disana beliau membangun sebuah masjid dan madrasah yang diberi nama Assa’adah. Nama Assa’adah yang berarti kebahagiaan adalah pemberian dari Habib Sholeh bin Muhsin Al Hamid (Tanggul, Jember). Kepengurusan masjid dan madrasah tersebut kemudian dipegang oleh putranya, Habib Salim bin Umar Al Attas. Setelah sekian lama tinggal disana, beliau pindah lagi ke kawasan Condet, Jakarta Timur hingga akhir hayatnya.

Setiap tahun Habib Umar senantiasa melaksanakan acara Maulid Akbar di Cipayung, Bogor. Peringatan Maulid ini dihadiri oleh ribuan orang, dari dalam dan luar negeri. Untuk jamuannya, beliau menyembelih 1.600 kambing, dua unta dan memasak 25 ton beras. Jika ditanya darimana uang sebanyak itu, beliau hanya menjawab “Dari Allah.” Setiap hari beliau memimpin shalat Shubuh di kediamannya, di Condet, pada hari biasa terdapat sekitar 300 orang, dan khusus pada hari Jum’at meningkat menjadi 1.000 orang. Setiap Sabtu beliau mengajar Fiqih, dan setiap malam Jum’at mengadakan pembacaan Maulid Addiba’i di Cipayung, Bogor, dari sanalah beliau dikenal dengan nama Habib Umar Cipayung.

Setelah seumur hidupnya diabdikan di jalan Allah, akhirnya beliau berpulang kehadirat Tuhan Yang Agung pada Rabu malam Kamis, tanggal 11 Agustus 1999 M (1420 H) pada usia 108 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman Al Hawi, Cililitan, Jakarta. Diantara anak-anak beliau adalah Habib Husain, Habib Muhammad, Habib Salim dan Syarifah Raguan. Habib Umar meninggal dunia pada bulan Agustus 1999 di rumahnya dan dimakamkan di Wakaf al-Hawi dekat dengan pusat perbelanjaan PGC cililtan sesuai dengan wasiat beliau.

Demikian riwayat yang singkat, dari sekian banyak riwayat Al Imam Al’Arif Alhabb Umar bin Muhammad bin Hasan bin Ali bin Hoed al Aththas. Semoga bermanfaat bagi kita semua,mendapatkan rahmat dan berkah, serta dikumpulkan bersama beliau di akhirat kelak, Aamiin ya Rabbal Alamiin....

Al - Kisah No.22/ tahun III/24 oktober-6 november 2005