Tingkatan Nafsu

A’uudzu billaahi minasy syaythaanir rajiim

Bismillahir rahmaanir rahiim. Alhamdulillahi robbil ‘alaamin

Allaahumma shalli wa sallim wa barik ‘alaa Sayidina Muhammadin wa ‘alaa aali Sayidina Muhammadin wa ashaabihi wa azwajihi wa dzuriyyatihi wa ahli baitihi ajma'in.

Yaa Mawlana Yaa Sayyidi Madad al-Haqq.

Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh

amma ba'du,

 

 

Nafsu merupakan suatu keinginan manusia akan sesuatu. Pada dasarnya wajar saja manusia memiliki keinginan akan sesuatu selama tidak bertentangan dengan perintah Allah SWT. Namun kebanyakan dari kita mengartikan nafsu itu dari sisi negatif. Mungkin setelah kita pelajari bersama mengenai tingkatan nafsu, kita bisa mengartikan nafsu dari sisi positifnya. Namun saat ini sedikit sekali orang yang manggunakan nafsunya untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Padahal jika nafsu bisa diperintah dengan baik bisa mengubah hati manusia dari keruh menjadi sangat jernih. Dan firman Allah SWT: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)".

 بَلۡ زُيِّنَ لِلَّذِينَ كَفَرُواْ مَكۡرُهُمۡ وَصُدُّواْ عَنِ ٱلسَّبِيلِ‌ۗ وَمَن يُضۡلِلِ ٱللَّهُ فَمَا لَهُ ۥ مِنۡ هَادٍ۬

 

"Bahkan sebenarnya telah diperhiaskan oleh Iblis bagi orang-orang yang kafir itu akan kekufuran dan tipu daya mereka (terhadap Islam), dan mereka pula disekat oleh hawa nafsu mereka daripada menurut jalan yang benar. Dan (ingatlah) sesiapa yang di sesatkan oleh Allah (dengan pilihannya yang salah) maka tidak ada sesiapapun yang dapat memberi hidayah petunjuk kepadanya." (Ar-Ra'd 13:33)

Setelah kita membahaskan berkenaan syarat mengetahui tahap keimanan dalam proses mengenal diri. Pada kali ini kita akan cuba menghuraikan tingkatan-tingkatan nafsu yang menjadi syarat kedua untuk mengenal diri.

Allah menjadikan haiwan mempunyai nafsu tanpa akal. Allah menjadikan para malaikat mempunyai akal tanpa nafsu. Dan Allah jadikan manusia memiliki akal dan nafsu. Maka jadilah manusia itu sebaik-baik ciptaan Allah SWT.

 

Tazkiyatun nafs “penyucian jiwa” adalah sesuatu yang sangat penting untuk terus kita lakukan dalam hidup ini. Makna dan pentingnya tazkiyatun nafs bisa dilihat dalam tulisan ini. Setelah kita memahami makna dan pentingnya tazkiyatun nafs, sangat penting pula kita mengenali dan tahu apa yang akan kita sucikan. Sebagaimana kalau kita mau membersihkan rumah kita. Kita harus tahu yang mau kita bersihkan itu tanah, atau rumput, atau kaca, atau tembok, atau karpet, atau keramik, atau marmer. Setelah kita tahu apa yang mau kita bersihkan berikut sifat-sifatnya, kita bisa memilih alat pembersih yang sesuai.

Apa itu jiwa (an-nafs)? Pertama-tama, kita harus tahu bahwa Allah telah mengilhamkan kepada setiap jiwa manusia:  fujur (potensi buruk) dan taqwa (potensi baik). Allah SWT berfirman dalam QS Asy-Syams: 7-8 yang tafsirnya: “Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya.”

Dua potensi ini ada pada jiwa/nafsu setiap manusia. Tinggal kita masing-masing, mau menguatkan potensi baiknya ataukah potensi buruknya?

Nah, dari sinilah manusia itu kemudian secara ekstrim bisa dibedakan menjadi dua. Pertama, manusia yang bisa mengendalikan nafsunya, sehingga nafsu tunduk kepada dirinya. Ini sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nazi’at: 40-41, yang tafsirnya : “Adapun orang yang takut terhadap kebesaran Tuhannya dan menahan dirinya dari ajakan hawa nafsu, maka sesungguhnya surga akan menjadi tempat kembalinya.” Selaras dengan ayat ini, Rasulullah saw bersabda, “Laa yu’minu ahadukum hataa yakunu hawaahu taba’an lima ji’tu bihi (Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa).”

Adapun jenis manusia yang kedua adalah manusia yang dikendalikan dan diperbudak oleh nafsunya, sehingga ia tunduk kepada nafsu. Tentang jenis manusia ini, Allah SWT berfirman dalam QS Al-Furqan: 43 yang tafsirnya: “Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?”

Nafsu merupakan salah satu dari 4 penghalang utama kepada seseorang muslimuntuk beribadah kepada Allah. Hakikatnya nafsu ini perlu ada dalam diri kita. Tidak boleh tidak. Kena ada dalam diri manusia. Tetapi nafsu tersebut hendaklah dididik. Kerana nafsu ini sebenarnya milik haiwan. Haiwan yang memiliki nafsu. Haiwan yang liar, jika dijinakkan dan dididik, akan memberi manfaat kepada manusia. Lembu kalau dijinakkan mampu membantu manusia melakukan kerja di ladang. Begitu juga kuda. Kuda liar jika dididik dan dijinakkan, mampu dijadikan haiwan tunggangan. Nafsu juga begitu. Nafsu jika tidak dididik dan dijinakkan maka akan mendatangkan kerosakan kepada diri manusia. Kerosakan di dunia, lebih-lebih lagi di akhirat. Maka wajiblah seseorang itu mendidik nafsu mereka agar terdididik. Dan dalam usaha mendidik nafsu, sewajarnyalah kita mengetahui akan tingkatan-tingkatan nafsu.

Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi membagi nafsu dalam 7 tingkatan yang dikenal dengan istilah “marotibun- nafsi”. Tempat-tempat dimana nafsu ini bersemayam dalam dunia sufi biasa dinamakan sebagai “lathifah”, yaitu sebuah titik halus dalam diri kita yang keberadaannya tersebar. Yaitu ;

1. Ammarah

2. Lawwamah

3. Mulhamah

4. Mutmainnah

5. Radiah

6. Mardiah

7. Kamilah

Tingkatan yang terendah dan terhina ialah Ammarah. Dan tingkatan yang termulia ialah Kamilah.

Namun pada kali ini, kita hanya ingin membicarakan 4 tingkatan yang pertama demi keselamatan kita dan usaha kita dalam menuju ke arah keredhaan Allah SWT, karena tahapan inilah yang sangat perlu kita raih dalam hidup kita sebagai seorang muslim hamba-Nya yang baik.

Nafsu Ammarah ialah nafsu yang paling hina, paling buruk dan paling jahat.

 

An-Nafs Al-Ammarah bis-Suu’ artinya Nafsu yang Senantiasa Mengajak kepada Keburukan. Tentang jiwa/nafsu jenis ini, Allah SWT berfirman dalam QS Yusuf: 53 yang tafsirnya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya jiwa/nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

 

Nafsu ammarah disebut oleh Allah di dalam Al-Quran, Allah SWT perkenalkan sifat nafsu ammarah itu kepada kita:

 

إِنَّ ٱلنَّفۡسَ لَأَمَّارَةُۢ بِٱلسُّوٓءِ

 

“Sesungguhnya hawa nafsu sangat mengajak kepada kejahatan.” (Yusuf: 12:53)

 

Orang yang berada di peringkat nafsu Ammarah tak peduli dengan Akhirat. Mudah kecewa dan tidak tahan bila diuji. Allah panjangkan umur mereka, agar puas dengan maksiat, bila mati akan lemparkan oleh Allah ke dalam api Neraka. Orang yang mempunyai nafsu Ammarah adalah nafsu ahli Neraka. Ada juga yang mencuba berpura-pura baik, agar mudah dengan kejahatan dan mencari keuntungan diri.

 

Dalam ayat 53 Surah Yusuf, ia berkaitan dengan peristiwa Nabi Yusuf dan Zulaikha, isteri perdana menteri Mesir. Pengajaran kisah itu, barangsiapa yang memiliki nafsu ammarah, dia tidak dapat tahan lagi untuk menjaga kehormatan dirinya, walaupun dia orang terkenal, akan jatuh ke lembah kehinaanlah orang yang menurutkan nafsu ammarah.

 

Orang yang memiliki nafsu ammarah, tidak mampu lagi untuk menjaga diri supaya tidak terjerumus ke dalam maksiat. Mengapa kita lihat orang yang tidak disangka-sangka tiba-tiba minum arak, punya simpanan perempuan, membunuh, rasuah dan sebagainya. Ini adalah akibat menuruti nafsu ammarah yang ada dalam diri.

 

Ini ah jiwa/nafsu yang buruk dan tercela, karena ammarah bis suu’, senantiasa mengajak kepada keburukan. Tetapi memang inilah sifat dasar dari jiwa/nafsu. Jika jiwa/nafsu tidak kita bina, tidak kita didik, tidak kita kendalikan, tidak kita bersihkan, maka ia akan senantiasa mengajak kepada keburukan.

 

Tetapi jika kita bina, kita didik, kita kendalikan, dan kita bersihkan, maka jiwa/nafsu kita akan naik peringkat: dari nafsu ammarah bis suu’ meningkat menjadi nafsu lawwamah, dan kemudian meningkat lagi menjadi nafsu muthmainnah dan seterusnya.

 

Dan membina jiwa/nafsu ini memang tidak mudah, perlu mujahadah (usaha ekstra keras). Tetapi bagaimanapun juga harus kita lakukan. Jika tidak, selamanya kita tidak akan bisa mengendalikan hawa nafsu kita. Karena itu Imam Al-Bushiri dalam qashidah Burdah-nya mengatakan: “Jiwa/nafsu itu seperti bayi yang menetek pada ibunya. Jika pada waktunya disapih ia tidak disapih, maka ia akan selamanya menetek pada ibunya.”

 

Orang yang bersifat dengan nafsu Ammarah, dia akan merasa bangga apabila melakukan dosa. Dia merasa kebahagiaan dan kelezatan yang amat sangat apabila berpeluang melakukan dosa. Bukan hanya  itu saja, orang yang berada di tingkatan nafsu Ammarah, dia akan mengajak orang lain juga berbuat dosa dan kemungkaran. Mereka inilah yang menjadi sebab dan promotor-promotor kepada program maksiat dan kemungkaran. Dia akan mengajak manusia-manusia yang lain untuk bersama-sama dirinya melakukan maksiat dan kemungkaran secara berjamaah. Andainya, ada usaha yang dilakukan untuk mencegah kemungkaran, mereka-mereka inilah yang menjadi manusia-manusia durjana yang menghalang kepada program menyeru yang makruf dan mencegah kemungkaran. Andainya ada orang yang menegur kemungkaran dan maksiat yang dilakukannya, orang yang menegur itu akan dimusuhi. Orang yang bernafsu Ammarah inilah yang sentiasa menjadi batu api, memanfaatkan orang demi kepentingan diri mereka. Mereka jugalah agen kepada kesesatan yang dibawa oleh musuh-musuh Islam. Tidak heran, kalau mereka boleh dilabel sebagai hamba nafsu atau pun hamba syaitan. Orang yang bernafsu Ammarah, tempatnya tidak lain dan tidak bukan ialah di neraka.Secara Muktamad, kalau dia mati akan ke neraka. Dan dosa-dosa orang yang mengikuti seruannya untuk melakukan maksiat juga, dia akan memperoleh saham (dosa) darinya. Jadi kepada mereka yang bernafsu Ammarah, bersiap sedialah untuk dibakar di neraka.

 

Syetan memang akan selalu menggoda manusia, tanpa kenal menyerah. Pada orang-orang yang memiliki nafsu muthmainnah, yang lebih dominan menyertainya adalah para malaikat. Sedangkan pada orang-orang yang memiliki nafsu ammarah bis suu’, yang lebih dominan menyertainya adalah para syetan. Karena itu tidaklah mengherankan jika orang-orang  sholeh kita terdahulu mengatakan: “Syetan yang menggoda orang-orang yang taat, yang nafsunya muthmainnah, itu kurus-kurus. Sedangkan syetan yang menggoda orang-orang yang suka bermaksiat, yang nafsunya lawwamah, itu gemuk-gemuk.”

 

SIFAT SIFAT ORANG YANG BERNAFU AMMARAH:

 

1. Selalu mudah mengikuti kepada godaan nafsu dan syaitan. Nafsu ammarah sentiasa menyuruh seseorang berbuat kejahatan dan dia tidak faham bahwa perbuatan itu jahat atau tidak.

 

2. Tidak merasa sedih atau menyesal di atas perbuatan jahatnya, malah perasaannya lega dan gembira. Contohnya bila tertinggal solat, hatinya tidak pusing dan kesal sedikit pun, bahkan kadang kadang merasa gembira dan senang.

 

3. Terlalu gembira bila mendapat nikmat dan berputus asa bila ditimpa bala dan kesusahan.

 

“ Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah akibat kesalahan tangan mereka sendiri, lantas mereka berputus asa. “ (tafsirnya Ar-Rum: 36)

 

4. Sifat sifat yang timbul dari benih nafsu ammarah ini ialah bakhil, tamak dan mengejar akan harta dunia serta terlalu cintakan keduniaan, panjang angan angan, sombong, takabbur, suka akan kemegahan, ingin namanya terkenal dan mahsyur, hasad dengki, dendam kesumat, khianat dan niat jahat, lalai terhadap Allah dan sebagainya.

 

Barang siapa mendapati di hatinya ada salah satu sifat tersebut, itu tandanya dia termasuk dalam golongan ammarah. Orang berilmu atau tidak berilmu banyak terjebak dalam golongan ini. Nafsu ammarah ini adalah serendah rendah derajat dan sejahat jahatnya/seburuk-buruknya nafsu dalam dunia Tasawwuf. Tempat yang wajar untuk golongan ini ialah KAWAH NERAKA yang penuh azab yang maha pedih.

Tingkatan kedua nafsu ialah Lawwamah. Orang yang memiliki nafsu Lawwamah sadar bahwa dirinya sering terlibat dengan dosa, dan dia sering mengkritik dirinya sendiri apabila terlibat dengan dosa. Mereka sentiasa melakukan dosa. Waktu melakukan dosa, mereka tidak fikir apa-apa pun. Tak ingat kepada Allah, tak ingat kepada surga dan neraka. Yang dia ingat hanyalah nikmat ketika berbuat dosa yang hakikatnya adalah nikmat yang sementara.Setelah melakukan dosa, dia baru sadar yang dia telah terlanjur kerjakan. Dia menyesal dan mengkritik dirinya sendiri di atas keterlanjuran perbuatannya. Tetapi setelah masa berlalu, dia buat kembali dosa kemungkaran yang menjadi kegemarannya. Seandainya orang bernafsu Lawwamah ini membuat kebaikan, maka senanglah timbul riya’ dan ujub dalam dirinya. Dirasakan dialah yang paling arif, paling mengerti dalam hal bab-bab perjuangan. Dirasakan dialah yang paling mulia dan suci. Perasan dan sok sendiri. Inilah antara ciri-ciri yang ada pada orang yang bernafsu Lawwamah.

 

Di dalam Al-Quran, Allah berfirman yang bermaksud:

 

وَلَآ أُقۡسِمُ بِٱلنَّفۡسِ ٱللَّوَّامَةِ

 

Dan Aku bersumpah dengan "Nafsul Lawwaamah" (Bahwa kamu akan dibangkitkan sesudah mati)! (Al-Qiaamah 75:2

 

Nafsu lawwamah ialah nafsu yang selalu mengkritik atau mencela diri sendiri apabila berlaku sesuatu kejahatan dosa atas dirinya.

 

SIFAT SIFAT ORANG YANG BERNAFSU LAWWAMAH:

 

1. Mencela kesalahan diri sendiri.

 

2. Selalu berfikir (bertafakur) mengenang dosa dan keburukan.

 

3. Rasa takut bila rasa bersalah.

 

4. Mengkritik terhadap apa pun yang bentuk kejahatan.

 

5. Mudah merasa riya’, yakni hendak memperlihatkan kepada orang lain apabila berbuat kebaikan.

 

6. Mudah merasa sum’ah, yaitu ingin memperdengarkan atau memberitahu kepada orang sesuatu kebajikan yang dibuatnya supaya mendapat pujian orang.

 

7. Mudah juga merasa ujub, yaitu perasaan yang melonjak lonjak dalam hati, merasakan diri lebih lebih baik daripada orang lain, walaupun pada lahirnya ia menunjukkan sifat tawadhu’ atau tidak mau terkenal atau pemurah.

 

8. Sifat mazmumah (sifat tercela) dalam hati masih tidak mampu dilawan dan sedang menguasai hatinya.

 

Martabat nafsu lawwamah terletak pada kebanyakan orang awam. Surga untuk orang martabat ini tidak terjamin, kecuali setelah mndapat ampunan Tuhan dan Rahmat-Nya.

 

Jalan selamat untuk orang yang bersifat nafsu lawwamah adalah perlu senantiasa bergaul dengan orang baik yang shaleh dan sentiasa berada dalam lingkungan (suasana) baik. Ia hendaklah menjauhi kawan-kawan dan suasana jahat, kerana hatinya mudah tergoda dan mengikuti kejahatan.

 

Selain itu, orang yang bersifat atau yang berada pada tingkatan nafsu ini hendaklah:

 

a) Belajar dan berusaha untuk melatih diri bermujahadah bagi melawan hawa nafsu dengan cara menanamkan tidak suka kepada maksiat dan menanamkan rasa cinta kepada kebajikan.

 

b) Dibantu pula dengan memperbanyak dzikrullah supaya hati lebih lembut.

 

c) Setelah itu dibantu lagi dengan berdoa memohon pertolongan Allah untuk memudahkn melawan nafsunya itu.

 

d) Hendaklah juga dipimpin guru mursyid.

 

Beda antara orang nafsu Ammarah dan Lawwamah, orang di nafsu Lawwamah tidak merasa bangga apabila melakukan dosa, dia tidak pula mengajak orang lain turut bersama-sama membuat dosa dengannya, dan dia tidak pula menghalangi usaha-usaha mencegah kemungkaran. Tetapi dia sering terjebak dengan dosa, sebab tidak/belum mampu meninggalkan nikmat dunia ketika membuat dosa. Contohnya, dia sudah merasa kelazatan zina, maka dia terus melakukan zina walau dia tahu ianya berdosa. Tingkatan nafsu Lawwamah lebih tinggi sedikit dari nafsu Ammarah, tetapi nafsunya masih belum terdidik dan rakus. Masih bersarang dengan sifat mazmumah/sifat tercela. Hanya diri orang yang bernafsu Lawwamah ini sudah mudah ditegur dan hatinya mudah didorong ke arah ibadah dan kebaikan. Nafsunya masih belum dididik sepenuhnya. Surga untuk orang di nafsu Lawwamah masih jauh panggang dari api neraka-Nya. Nafsu yang seperti  ini masih belum dapat menjamin bahwa akan menyelamatkan pemiliknya diri dari api neraka.

Tingakatan yang ketiga ialah nafsu Mulhamah. Orang yang bernafsu Lawwamah, apabila dia sadar bahwa dia melakukan dosa, hasil dia mengkritik dirnya sendiri setelah dia terlanjur melakukan dosa, dia akan berusaha menghisab diri dan berusaha memperbaiki diri. Dia mempelajari ilmu Fardhu Ain (syariat agama) dan mula mengamalkannya. Berdasarkan ilmu tasawwuf yang dia pelajari, dia berusaha menyucikan hatinya. Orang yang bernafsu Mulhamah, dia masih terlibat dengan dosa. Tetapi dosa yang dilakukannya tidak sebanyak dosa yang dilakukan oleh orang di tingkatan nafsu Lawwamah. Namun dosa, walau sekecil mana pun, balasannya di akhirat tetap ke neraka.

 

Firman Allah yang tafsirnya,

“ Demi nafsu (manusia) dan yang menjadikannya (Allah) lalu diilhamkan Allah kepadanya mana yang buruk dan mana yang baik, sesungguhnya dapat kemenanganlah orang yang menyucikan hatinya dan rugilah (celakalah) orang yang mengotorinya. ” (As-Syam: 8-10)

Andainya orang nafsu Lawwamah, terjebak kepada dosa karena inginkan kelezatan nikmat kemungkaran yang sementara, orang bernafsu Mulhamah melakukan dosa karena tidak sengaja. Bukan karena dia suka akan perbuatan dosa tersebut. Andainya orang di tingkatan nafsu Lawwamah setelah melakukan dosa, baru dia sadar akan kejinya perbuatannya itu. Orang bernafsu Mulhamah sewaktu buat dosa, sedang dia buat dosa, dia sudah terasa betapa kejinya perlakuan maksiat yang sedang dia lakukan. Andainya orang bernafsu Lawwamah setelah melakukan dosa, dia mengkritik dirinya sendiri. Orang yang bernafsu Mulhamah bukan mencela dirinya sendiri, tetapi malahan dia segera mencari kaedah atau cara upaya untuk tidak melakukan dosa dan menghindarkan dari jalan-jalan yang mengundang dosa . Namun orang di tingkatan Mulhamah ini, masih belum selamat dari melakukan dosa. Hati dia sedih dan pedih bila melakukan dosa, walau pun tidak sengaja. Namun ia terus berusaha dilakukan untuk tidak mengulangi perlakuan dosa itu lagi.

Tingkatan yang keempat ialah nafsu Mutmainnah. Orang yang bernafsu Mulhamah, hasil usahanya mencari jalan keluar dari melakukan dosa, ia lakukan secara istiqamah dan sungguh-sungguh, maka Allah akan meningkatkan nafsunya ke tingkatan Mutmainnah. Orang yang telah mencapai ke tingkatan ini, hatinya sudah suci dan tenang. Datanglah 1001 macam ujian musibah melanda, hatinya tidak tergugah. Dia sabar dan ridha dengan segala ketentuan yang datang dari Allah. Dia sujud dan syukur di atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya. Ujian musibah yang melanda dianggap sebagai kafarah/pelebur dosa di dunia dan wasilah (jalan/perantara) untuk menghampirkan dirinya kepada Allah. Nikmat yang diberikan oleh Allah kepadanya dikongsi bersama dengan saudara semuslim, dengannya agar nikmat itu dapat dibagikan ke seluruh pelusuk alam.

 

Orang yang bernafsu Mutmainnah inilah yang dikatakan orang-orang bertaqwa. Orang yang mampu melaksanakan segala titah perintah Allah dan mampu meninggalkan segala larangan Allah. Mereka inilah yang dijamin akan selamat dari siksaan neraka Allah di akhirat. Mereka inilah juga yang bakal menjadikan surga yang penuh dengan kemanisan nikmat yang berkekalan sebagai tempat rehatnya nanti kelak di akhirat, Insya Allah.

 

Firman Allah yang tafsirnya,

“ Wahai orang yang bernafsu mutmainnah, pulanglah ke pangkuan tuhan-Mu dalam keadaan redha-meridhai dan masuklah ke dalam golongan hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku. “ (Al-Fajr: 27-30)

Orang yang berada dalam tingkatan ini senantiasa dijauhkan dari rasa cemas dan gelisah atas segala ketetapan Allah SWT dan selalu merasa sejuk hatinya, tenteram jiwanya,jika dia bisa melakukan suatu amal kebajikan. Hatinya senantiasa rindu pada Allah SWT.

Timbul persoalan. Bagaimana ingin menigkatkan taraf nafsu ? Tidak lain dan tidak bukan ialah dengan bermujahadatun nafsi ( bermujahadah melawan nafsu ). Langkah pertama ialah dengan menimba ilmu Fardhu Ain. Seterusnya beramal dengannya. Dalam beramal inilah berlaku proses mujahadah melawan nafsu.

Mujahadah melawan nafsu tempatnya di hati. Maka dalam proses mujahadah ini, terdapat tiga peringkat yang akan dilalui. Pertama peringkat takhalli (buang). kedua peringkat tahalli ( isi ). Ketiga peringkat tajalli (merasai). Tamsilan/perumpamaan yang boleh dibuat tentang ketiga-tiga peringkat mujahadah ini adalah seperti sebuah piring yang mengandung kotoran bekas makan. Sebuah piring mengandungi kotoran bekas makan yang membuat pandangan menjadi tidak baik dan nyaman. Apabila kotoran piring bekas makan tersebut dibuang dari kotoran dan bekas dibersihkan, itulah tamsilan/perumpamaan kepada proses takhalli. Setelah bekas kosong dan bersih, bekas tersebut diisi pula dengan buah-buahan atau makanan yang lezat, dihias lagi dengan hiasan bunga yang cantik dan mekar. Inilah tamsilan kepada proses tahalli. Setelah keindahannya nampak, maka siapa  pun yang memandangnya akan merasakan keindahan piring tersebut yang berisi buah-buahan dan bunga, inilah tamsilan proses tajalli.

 

Dalam mujahadah melawan nafsu. Perlawanan berlaku di hati. Di kala nafsu mengajak hati untuk berlaku riya’ dan sombong, maka lawanlah bisikan tersebut. Inilah takhalli. Rasa sombong dan riya’, digantikan dengan rasa tawadduk dan rendah diri. Paksa hati untuk tawadduk dan rendah diri. Inilah tahalli. Apabila manusia lain melihat kita memiliki sifat mahmudah dan mencontohi kita.

 

Memanfaatkan sifat yang ada pada kita, itulah tajalli. Maka ini boleh dikiaskan kepada sifat-sifat yang lain. Semoga kita memperoleh panduan dalam melakukan mujahadah terhadap nafsu kita, agar nafsu kita mampu dididik dan dijinakkan. Yang akhirnya dapat kita manfaatkan untuk keagungan dan kemuliaan Islam.

Saudara dan saudari sekalian. Berdasarkan ciri-ciri manusia dari 4 tingkatan nafsu itu, periksalah diri kita. Di tingkatan manakah nafsu kita berada ?

 

 

Wallahu ‘alam bish showab, wal ‘afu minkum,

Wassalamu a’laikum warrahmahtullahi wabarakatuh

Wa min Allah at taufiq hidayah wal inayah, wa bi hurmati Habib wa bi hurmati fatihah!!