Ummu Syarik Al-Qurasyiyyah

KETEGARAN ITU MENYADARKAN MEREKA.

Demi melihat tanah yang basah, orang-orang Quraisy yang menjaganya menjadi curiga.

“Dari mana kamu mendapat air sebanyak ini?”

 

Dengan cara sembunyi-sembunyi Ummu Syarik Al-Qurasyiyyah alias Ghaziyah binti Jabir bin Hakim mendatangi wanita-wanita Quraisy Makkah dan menyampaikan dakwah agama Islam kepada mereka. Ini dilakukannya karena memang pada saat itu orang-orang Quraisy sangat memusuhi ajaran Nabi Muhammad SAW, yang mereka anggap telah memecah belah persatuan dan persaudaraan mereka. Anak memusuhi orangtuanya, istri memusuhi suaminya, dan seterusnya.

Ummu Syarikh adalah wanita Quraisy keturunan Bani Amir bin Lu’ay yang ketika itu telah lmenjadi istri Abu Bakar Ad Dausi.

Dakwah itu dilakukannya dengan kesadaran yang tinggi, termasuk akibat yang bakal dipikulnya. Namun, itu tidak membuatnya gentar, bahkan melecutnya untuk lebih berani lagi. Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW telah merasuk ke dalam hati sanubarinya.

Sejak iman telah merasuk ke dalam qalbunya dan menyadari kewajiban agamanya yang lurus,ia pun mengisi hidupnya untuk menyebarkan dakwah tauhid, meninggikan kalimah Allah SWT, dan mengangkat panji-panji Islam.

Ia juga meyakini bahwa iman bukan sekedar ucapan, melainkan juga hakikat yang menuntut adanya tanggung jawab, amanat yang harus ditunaikan, dan perjuangan yang membutuhkan kesabaran. Maka, ia pun tidak bosan-bosan melaksanakan tugas sucinya itu, meski harus dengan cara sembunyi-sembunyi.

Namun kegiatannya itu akhirnya diketahui penduduk dan ia pun ditangkap.”Kalau bukan karena kaummu, tentu kami akan berbuat sesuka hati kepadamu.”kata mereka yang menangkap dirinya. “Akan tetapi, kami akan meyerahkan dirimu kepada kaummu.”

Maka Ummu Syarik pun diserahkan kepada Bani Amir bin Lu’ay.

Pihak keluarga suaminya, Abu Bakar, datang dan bertanya, “Kamu telah memeluk agama Muhammad ya ?”

“Demi Allah aku memangtelah memeluk agama beliau.” Jawab Ummu Syarik tanpa gentar. Ia memang tidak bermaksud menyembunyikan keimanannya, karena hal itu sudah diketahui para wanita Quraisy dan istri para penangkapnya.

“Tunggulah siksaan kami” kata mereka.”Kamu pasti tidak akan kuat menanggungnya.”

Ummu Syarik kemudia dinaikkan  ke atas punggung unta dan diikat dengan cara yang tidak senonoh. Lantas unta itu dibiarkan berjalan sendiri mengarungi padang sahara yang panas di siang hari dan dingin di malam hari.

Meski member ransum, yaitu roti dan madu, mereka tidak memberikan air minum setetes pun sehingga kerongkongan wanita tersebut terasa tersumbat.

 

 

 

“Kami Bersaksi……”

                Ketika sampai di tempat yang bernama Dzil Khalashah di kawasan Shan’a, mereka membiarkan Ummu Syarikh dalam kondisi seperti itu selama tiga hari. Kesadaran Ummu Syarikh pun kian tipis, tapi tidak sampai pingsan.     

                Pada hari ketiga, mereka mendapati Ummu Syarikh dan berkata macam-macam, tapi yang jelas didengar Ummu Syarikh adalah,”Tinggalkan agamamu yang baru itu.” Selanjutnya ia tidak mendengar lagi ucapan mereka, karena jatuh pingsan. Namun sebelum itu ia sempat menunjukkan jarinya ke langit sebagai isyarat bahwa ia tetap beriman kepada Yang Mahakuasa.

Allah Ta’ala memperhatikan hambaNya yang sedang dirundung siksa itu. Ketika tengah ditinggal sendirian, tiba-tiba ia melihat sebuah ember yang bergantug di atas badannya. Ember itu berisi penuuh air dan menggelantung tepat di depan wajahnya sehingga ia dapat meminumnya, meski hanya seteguk.

Setelah itu ember itu naik sendiri ke atas sehingga ia hanya bisa melihatnya. Namun, lagi-lagi ember itu turun mendekati wajahnya sehingga ia bisa minum lagi seteguk. Setelah itu, lagi-lagi ember itu terangkat ke atas. Dan ketika ember itu turun lagi untuk yang ketiga kalinya menghampiri wajahnya, Ummu Syarik berhasil minum sepuas-puasnya dan bahkan bisa menyiramkan sisa airnya ke seluruh tubuhnya sehingga membahasahi tanah di bawahnya. Setelah itu, ember tersebut tak terlihat lagi.

Demi melihat tanah yang basah, orang-orang Quraisy yang menjaganya menjadi curiga. Mereka bertanya dengan geram, “Dari mana kamu mendapat air sebanyak ini?”

“Air itu adalah rizqi yang diberikan Allah SWT kepadaku.” Jawab Ummu Syarikh tegar. Ia merasa telah mendapatkan perlindungan dari Allah dan merasa bahwa siksaan yang diterimanya itu sebagai ujian keimanan.

Mereka segera memeriksa persediaan airnya, namun ternyata tidak berkurang setetes pun. Kenyataan itu menyadarkan mereka bahwa Ummu Syarikh adalah wanita yang diberkahi Tuhan.

Kesadaran itu demikian tinggi menyelinap ke dalam hati mereka sehingga akhirnya mereka pun masuk Islam, “Kami bersaksi bahwa Tuhanmu adalah Tuhan kami juga, dan bahwa yang memberimu air di tempat ini adalah Allah, yang mensyariatkan Islam.”