Abu Bakar Asy-Syibly

Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Dulaf ibnu Jasdar Asy-Syibly, beliau dilahirkan di Surraman pada tahun 247 H. Beliau dilahirkan dari keluarga pejabat yang dihormati oleh masyarakat. Beliau mendapat julukan "Asy-Syibly" karena beliau dilahirkan di Syiblah yaitu daerah Khurasan.

Asy-Syibly menempuh pendidikannya dengan baik sejak kecil hingga dewasa, sehingga beliau dapat menguasai ilmu Agama dan menguasai ilmu fiqih dan mempelajari ilmu Hadits kepada para ahlinya. Selama dua puluh tahun beliau menempuh pendidikan tersebut kepada para ulama' terkenal dan tokoh sufi.

Setelah  Asy-Syibly mengakhiri kehidupannya sebagai pejabat pemerintahan, beliau memulai membuka lembaran hidup baru dengan menndalami ajaran sufi sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Al-Junaid. Asy-Syibly mendalami ilmu Fiqih dan Tasawuf, beliau belajar berguru kepada Al-Junaid, lebih dulu Asy-Syibly pernah bergabung dengan kelompok diskusi Khair An-Nassaj dan dari kelompok inilah kemudian beliau mendapat saran untuk belajar kepada Syekh Junaid Al-Baghdady, bimbingan yang diberikan oleh Al-Junaid kepada Asy-Syibly diantaranya adalah :

Kedua bimbingan dan intruksi yang diberikan oleh Al-Junaid dapat dilaksanakan dengan baik oleh Asy-Syibly dan akhirnya Asy-Syibly menjadi Murid Syech Al-Junaidy. Setelah Asy-Syibly menerima bimbingan dari Al-Junaidy, Asy-Syibly hidup dengan penuh disiplin dan sebagai seorang sufi beliau hidup sampai menggapai Zuhud, Wara', Taqwa dan disertai dengan pandangan sufi yang teguh dalam menghadapi dan memecahkan berbagai macam persoalan yang dihadapi.

Pokok pikiran Asy-Syibly, diantaranya ialah sebagai berikut :

Dimana beliau termasuk pembesar para sufi dan para ‘Arif billah. Beliau berkata di dalam munajatnya :

Wahai Tuhanku…

Sesungguhnya aku senang

Untuk mempersembahkan kepadaMu semua kebaikanku

Sementara aku sangat faqir dan lemah

Oleh karena itu wahai Tuhanku,

Bagaimana Engkau tidak senang

Untuk memberi ampunan kepadaku atas segala kesalahanku

Sementara Engkau Maha Kaya

Karena sesungguhnya keburukanku tidak akan membahayakanMu

Dan kebaikanku tidaklah memberi manfaat bagiMu

Dan sesungguhnya sebagian orang yang mulia telah memberikan ijazah agar dibaca 7 kali setelah melaksanakan shalat Jum’at dari bait syair sebagai berikut :

Ilahy lastu lil firdausi ahla  #  Walaa aqway ‘ala naaril jahiimi

Fahably zallaty wahfir dzunuuby  #  Fa innaka ghaafirul dzanbil ‘adziimi

Wa ‘aamilny mu’aamalatal kariimi  #  Watsabbitny ‘alan nahjil qawwimi

(Hikayat) Sesungguhnya Syaikh Abu Bakr As-Syibly datang kepada Ibnu Mujaahid. Maka segeralah Ibnu Mujaahid mendekati As-Syibly dan mencium tempat diantara kedua mata beliau. Maka ditanyakanlah kepada Ibnu Mujaahid akan perbuatannya yang demikian, dan beliau berkata, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW didalam tidur dan sungguh beliau SAW telah mencium As-Syibly. Ketika itu berdirilah Nabi SAW di depan as-Syibly dan  beliau mencium antara kedua mata As-Syibly".  Maka aku bertanya, "Yaa RasuluLlah, apakah benar engkau berbuat yang demikian terhadap As-Syibly ?". Rasulullah SAW menjawab, "Benar", sesungguhnya dia tidak sekali-kali mengerjakan shalat fardhu melainkan setelah itu membaca : "Laqad jaa akum Rasuulum min anfusikum ‘aziizun ‘alaiHi maa ‘anittum chariisun ‘alaikum bil mukminiinar ra’uufurrahiim faintawallau faqul chasbiyaLlaahu laaIlaaha Illa Huwa ‘alaiHi tawakkaltu waHuwa Rabbul ‘Arsyil ‘adziim…".setelah itu dia (As-Syibly) mengucapkan salam ShallaLlaahu ‘alaika Yaa Muhammad”.  Kemudian aku tanyakan kepada As-Syibli mengenai apa yang dibacanya setelah shalat fardhu, maka beliau menjawab seperti bacaan tadi.

Telah berkata Asy-syibly, “Apabila engkau menginginkan ketenangan bersama Allah, maka bercerailah dengan nafsumu.” Artinya tidak menuruti apa yang menjadi keinginannya. Telah ditanyakan keadaan Asy-Syibly di dalam mimpi setelah beliau wafat, maka beliau menjawab, "Allah Ta’ala berfirman kepadaku,"Apakah engkau mengetahui dengan sebab apa Aku mengampunimu ?"

Maka aku menjawab, "Dengan amal baikku”.

Allah Ta’ala berfirman,"Tidak".

Aku menjawab, "Dengan ikhlas dalam ubudiyahku".

Allah Ta’ala berfirman, "Tidak".

Aku menjawab,"Dengan hajiku dan puasaku ?"

Allah Ta’ala berfirman, "Tidak".

Aku menjawab, "Dengan hijrahku mengunjungi orang-orang shaleh untuk mencari ilmu“.

Allah Ta’ala berfirman,"Tidak".

Akupun bertanya, "Wahai Tuhanku, kalau begitu dengan apa ?“

Allah Ta’ala menjawab, "Apakah engkau ingat ketika engkau berjalan di Baghdad kemudian engkau mendapati seekor anak kucing yang masih kecil dan lemah karena kedinginan, dan ia emnggigil karenanya. Kemudian engkau mengambilnya karena rasa kasihan kepada anak kucing itu dan engkau hangatkan ia ?”

Aku menjawab, "Ya". 

Maka berfirmanlah Allah Ta’ala, "Dengan kasih sayangmu kepada anak kucing yang masih kecil itulah Aku menyayangimu".

Asy-Syibli hidup hingga usia 87 tahun dan wafat pada tahun 334 H dimakamkan di Baghdad.