Imam Abdullah Ba’alawi

Syekh Abdullah Ba Alawi adalah salah satu tokoh yang banyak menurunkan keturunan sebagai da’i di seluruh penjuru dunia, termasuk Asia Tenggara.

Saksi sejarah

كبير شهير للفضائل حائز        و كم أتت من آية و نوادر

Dia adalah orang besar terkenal, memiliki berbagai keutamaan

terbukti dengan tampaknya tanda dan kejadian darinya

شريف منيف هاشمي و محسن    إلى كل شخص قائم في الدياجر

Orang terhormat, sopan, dari keluarga Bani Hasyim

selalu berbuat baik pada orang lain

و مجتهد حاز الفنون جميعها        و جاهد في ذهت الإله بباتر

Mujtahid yang menguasai berbagai disiplin ilmu 

berjuang sepenuhnya di jalan Allah

و قدوة أهل لعصر فانصر لشانه    لقد فاق في العليا لكل مصابر

Teladan kaum di zamannya, telah mengungguli semua orang sabar, 

maka belalah jalan yang dilaluinya

و أول من سميت في القطر شيخه    سمعنا بذا عن أول و أواخر

Orang pertama yang kamu juluki dengan julukan Syekh di seluruh kota, 

hal ini disampaikan orang sekarang dan juga orang dulu

Pendahuluan

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah untuk Nabi Muhammad SAW, keluarganya yang mulya dan para sahabat yang dengan tulus ikhlas meneladani Nabi Muhammad SAW, juga para pengikut mereka. Abdullah Ba Alawi adalah tokoh Hadhramaut yang lain. Seorang figur berhati bersih. Sebab kemulyaan nasab, ucapan dan tingkah lakunya menjadi baik. Di kalangan Klan Bani Alawi, ia adalah orang pertama yang dijuluki syekh. Ia juga termasuk orang yang dikabulkan doanya. Ini dibuktikan ketika penduduk Makkah memintanya berdoa agar Allah menurunkan hujan, Allah mengabulkannya dan turunlah hujan.

Berikut ini sejarah dan jalan hidupnya. Agar generasi yang melupakan sejarah tokoh pendahulunya, dapat mempelajari dan mengambil hikmahnya.

Biografi Syekh Abdullah Ba Alawi

Imam Abdullah Ba 'Alawy bin Sayyidina Al-Imam Alwi Al-Ghuyur bin Sayyidina Al-Imam Al-Faqih Al-Muqaddam muhammad bin Sayyidina Ali bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib Marbat bin Sayyidina Al-Imam Kholi Qosam bin Sayyidina Alwi bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Shohib As-Shouma’ah bin Sayyidina Al-Imam Alwi Shohib Saml bin Sayyidina Al-Imam Ubaidillah Shohibul Aradh bin Sayyidina Al-Imam Muhajir Ahmad bin Sayyidina Al-Imam Isa Ar-Rumi bin Sayyidina Al- Imam Muhammad An-Naqib bin Sayyidina Al-Imam Ali Al-Uraydhi bin Sayyidina Al-Imam Ja’far As-Shodiq bin Sayyidina Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Sayyidina Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Al-Husein. Rodiyallahu ‘Anhum Ajma’in.

Nama lengkapnya Syekh Abdullah bin Alawi bin al Faqih al Muqaddam Muhammad bin Ali Ba Alawi. Ia Imam yang menggabungkan ilmu dhahir dan bathin. Ia memahami hakikat ilmu dan rahasianya, juga akhlaq yang terkandung dalam misi Nabi SAW. Abdullah Ba Alawi terkenal dengan kedermawanan dan kelapangan hati. Ia getol memerangi hawa nafsu dan haal (perubahan kepribadian sebab dzikir yang banyak) yang nampak.

Abdullah Ba Alawi lahir di Tarim tahun 637. Waktu itu, kakeknya, al Faqih Al Muqaddam masih hidup. Abdullah Ba Alawi lalu menghafal al Qur’an di kota itu. Ia hidup dan berkembang sedari masa kecilnya dalam suasana dan lingkungan yang penuh dengan ketakwaan. Hal ini didukung pula oleh keluarganya yang sangat dikenal oleh semua masyarakat Hadhramaut, baik ayah, ibu, saudara dan lainnya. Semuanya paham bagaimana menggunakan waktu dan menghabiskan detik-detik hidupnya.

Penulis Kitab Al Musyari’ Al Rawi mengatakan, “Karakter Abdullah Ba Alawi adalah karakter ayah dan kakeknya. Jalan yang ia lewati adalah yang dikenalkan ayah dan kakeknya. Ketika masih muda, ia pergi ke gunung-gunung dan padang luas, berjuang melawan nafsu dan menggantikannya dengan ibadah, ketaatan dan mendekatkan diri pada Allah. Abdullah Ba Alawi banyak menangis. Ia menghindari hal-hal yang melupakan diri dari Allah dan segala macam permusuhan. Ia senantiasa memperbanyak membaca Al Quran, mengajak anak dan rekan-rekannya memperbanyak membaca kitab suci itu.

Imam Abdullah bin Alwi di Tarim. Beliau belajar tafsir , hadits dan tasawuf kepada kakek dan ayahnya, Imam Ahmad bin Abdurahman bin Alwi bin Muhammad Shahib Marbath, Syaikh Abdullah bin Ibrahim Baqasyir. Beliau seorang yang zuhud, wara' dan menempati maqom wali besar yang terkumpul padanya ilmu-ilmu syariah dan hakikat. Disamping belajar di Tarim, beliau juga belajar kepada Syaikh Umar bin Maimun di Yaman dan setelah itu beliau menunaikan ibadah haji ke Makkah pada tahun 670 hijriyah. Di Makkah, para penduduk di sana meminta kepada Imam Abdullah untuk berdoa agar hujan segera turun di kota itu. Maka dengan izin Allah swt hujan pun turun di Makkah. Banyak penduduk Makkah yang belajar ilmu kalam dan ilmu tasawuf kepadanya.

Syekh Abdullah Ba Alawi Merantau

Syekh Abdullah Ba Alawi semenjak belia merantau dari Hadhramaut ke Haramain (Makkah dan Madinah). Ia tinggal di sana kurang lebih delapan tahun. Dalam perantauannya, ia melintasi daerah kota dan desa di Yaman. Di antara daerah-daerah tersebut, ada yang disebutkan dalam beberapa literatur kitab, antara lain al ‘Awaliq al Sufla Kota Ahwar. Di kota itu tinggal Syekh Muhammad bin Maimun al Tihami , salah seorang murid Syekh Ismail al Hadhrami. Syekh Abdullah Ba Alawi lalu belajar dari beliau. Para sejarawan berselisih, berapa lama Abdullah Ba Alawi tinggal di Ahwar.

Setelah itu ia pindah ke Aden, lalu daerah Tihamah Yaman. Setiap singgah, para ulama selalu mendatanginya untuk mengambil faidah darinya. Abdullah Ba Alawijuga mengambil faidah dari mereka.

Al Gharar  mengatakan, saat Syekh Abdullah Ba Alawi masuk Kota Taiz, penduduk kota itu memintanya untuk tinggal di sana. Namun Abdullah Ba Alawi memohon maaf karena tak bisa memenuhi permintaan mereka. Abdullah Ba Alawi justru yang mengambil faidah dari beberapa orang penduduk Taiz.

Setelah lama tinggal di Makkah, penduduk Tarim meminta beliau untuk pulang ke negerinya. Maka ia pun pulang ke Tarim melalui kota Zubaidi dimana kota tersebut banyak berkumpul para ulama besar, kemudian beliau ke kota Taiz dan kota Akur untuk berziarah kepada Syaikh Umar bin Maimun. Akan tetapi ketika sampai di kota tersebut beliau menemukan Syaikh Umar bin Maimun telah meninggal, maka beliau memandikan dan menguburkannya. Sesudah itu beliau ke Tarim.

Kehidupan Sang Tokoh di Haramain

Syekh Abdullah Ba Alawi tinggal di Makkah, di dekat Baitullah. Ia belajar dari majelis-majelis taklim di sana. Ia juga banyak menghabiskan waktunya untuk beramal saleh dengan berpuasa, shalat dan lainnya. Semua kalangan, besar kecil, pemerintah atau rakyat jelata, merasakan keterikatan dengannya. Doanya dikabulkan Allah SWT. Allah juga banyak menampakkan karamah pada dirinya.

Sebagian Riwayat Hidup Syekh Abdullah Ba Alawi

Disebutkan dalam beberapa buku biografi, seperti Al Musyarri’ Al Gharar, Syarah Al Ainiyah dan lainnya bahwa Syekh Abdullah Ba Alawi ketika tinggal di Makkah berjuang keras untuk bisa belajar sambil mengamalkan ilmu yang diperolehnya. Di bulan Ramadhan, ia menghatamkan Al Quran pada setiap dua rakaat, setelah berbuka dan Shalat Maghrib. Ia lalu pergi ke kota Zabid, tempat berkumpulnya para ulama besar. Ia belajar dari para ulama di kota itu. Ia juga saling bertukar riwayat dan pengalaman keilmuan. Syekh Abdullah Ba Alawi lantas singgah di Taiz dan belajar dari ulama kota ini. Tentang tekad dan kedermawanannya, pengarang Kitab Al Gharar mengatakan, “Semasa hidup, dialah yang menafkahi keluarga Bani Alawi semuanya. Ia bersedekah dengan jumlah yang banyak sekali. Di antaranya bersedekah untuk masjid yang dinamai dengan namanya, Masjid Ba Alawi. Sebelumnya masjid ini dinamakan dengan Masjid Bani Ahmad, disandarkan pada keturunan Al Imam Al Muhajir Ila Allah Ahmad bin Isa.

Syekh Abdullah Ba Alawi mensedekahkan lahan pertanian, mata air dan kebun korma senilai 90 ribu dinar. Hasilnya digunakan mensejahterakan masjid dan menghormati para tamu masjid. Syekh Abdullah Ba Alawi juga bersedekah untuk pasar Tarim, pelayanan penggalian kubur dan penguburan jenazah. Selain itu, ia juga mensedekahkan lahan bernama Al Wasithah. Tanah ini dipergunakan untuk menghormati para tamu di Tarim.

Saat Syekh Abdullah Ba Alawi masih berdomisili di Haramain, bantuan untuk Hadhramaut selalu mengalir. Sampai saat saudaranya, Syekh Ali bin Alawi meninggal di Hadhramaut, orang-orang memintanya pulang ke Tarim. Akhirnya ia pulang lewat jalan darat melalui Aden dan Mukalla.

Disebutkan dalam beberapa buku biografi, di antaranya Al Musyari Al Rawi, saat berada dalam perjalanan antara Aden dan Mukalla, ia menyempatkan diri singgah di Ahwar untuk bersilaturahmi dengan gurunya, Syekh Umar bin Maimun. Namun Syekh Abdullah Ba Alawi mendapatinya telah meninggal dunia. Ia lalu yang memandikan dan mengkafaninya. Ternyata dulu, sebelum meninggal Syekh Maimun pernah mengatakan pada Syekh Abdullah Ba Alawi, “Nanti bila aku meninggal dunia, mandikan dan kafani aku. Saat itu, akan datang seorang syekh dengan sifat-sifat seperti ini, jadikan ia imam untuk mensholati jenazahku. Dialah yang akan menjadi penggantiku kelak.”

Ketika Syekh Abdullah Ba Alawi datang, wasiat itu ia laksanakan. Lantas penduduk memintanya untuk tingal di situ menjadi pengganti Syekh Maimun. Namun ia tidak bisa memenuhi permintaan tersebut. Akhirnya putra Syekh Maimun dibaiat menjadi syekh dan dipakaikan Khurqah. Syekh Abdullah Ba Alawi berpesan, “Eratkan ikat pinggangmu karena aku diutus untuk menjadikanmu Imam.” Lalu ia meninggalkan mereka menuju Ba Ma’bad.

Syekh Kembali ke Tarim

Syekh Abdullah Ba Alawi sampai di Tarim dan disambut penduduk kota itu. Ia lantas menikah dengan istri mendiang adiknya. Ia merawat dan mendidik anak-anaknya. Penulis Al Musyarri’ mengatakan, “Ketika sampai di Tarim, penduduk kota itu seakan mendapatkan keunutngan luar biasa. Kota ini menjadi bersemangat. Semua penduduk menyambutnya dengan wajah gembira berseri-seri.”

Syekh Abdullah Ba Alawi mengajar fiqih Madzhab Syafi’i, Thariqah dan pembahasan-pembahasan tentang ilmu hakikat. Orang dari luar Tarim pun berdatangan untuk belajar padanya. Ilmunya menyebar ke seluruh penjuru. Syekh Abdullah Ba Alawi mengangkat para syekh dan menghormati posisi mereka. Di bawah asuhannya, terlahir generasi yang banyak dan luar biasa.

Sebagian Murid Syekh Abdullah Ba Alawi 

Sebagian muridnya adalah:

1.    Tiga orang putranya; Ali, Muhammad dan Ahmad.

2.    Keponakannya, Muhammad Muladawilah.

3.    Sepupunya: Abu Bakar dan Alawi bin Ahmad.

4.    Sayyid Muhammad bin Alawi.

5.    Syekh Abdullah bin Al Faqih Ahmad bin Abdul Rahman.

6.    Syekh Ali bin Silim.

7.    Syekh Fadhal bin Muhammad Ba Fadhal.

8.    Syekh Abdullah bin Al Faqih Fadhal.

9.    Syekh Muhammad bin Ali Ba Syuaib Al Anshari.

10.    Syekh Muhammad bin Al Khatib.

11.    Syekh Muhammad bin Abi Bakar Ba Abbad.

12.    Syekh Muhammad bin Ali Ba Syu’aib Al Anshari.

13.    Syekh Muhammad bin Khatib.

14.    Syekh Ahmad bin Ali Al Khatib.

15.    Syekh Abdul Rahman bin Muhammad Al Khatib.

16.    Syekh Umar Bawazir (dimakamkan di Al Ghail Al Asfal).

17.    Syekh Khalil bin Umar bin Maimun peduduk Ahwar.

18.    Syekh Maflah bin Abdullah bin Fahad.

19.    Syekh Bahmaran (dimakamkan di Maifa’ah, ia bukan Bahmaran murid Al Faqih Al Muqaddam)

Mengatur Waktu

Disebutkan dalam Kitab Al Musyari’ Al Rawi, “Di antara kebiasaannya, keluar masjid untuk shalat witir dan membaca Al Qur’an sampai terbit Fajar. Kemudian beri’tikaf, membaca Al Quran sampai terbit matahari. Lalu pulang ke rumah sebentar dan kembali lagi ke masjid untuk menyampaikan pelajaran sampai saat qailulah (tidur siang menjelang Dhuhur sampai waktu Dhuhur). Beliau ber-qailulah di rumah, lalu kembali ke masjid untuk Shalat Dhuhur. Setelah itu, kembali lagi ke rumah untuk muthala’ah sampai datang waktu Ashar. Kemudian Syekh Abdullah Ba Alawi melaksanakan Shalat Ashar bersama masyarakat dan duduk di masjid sampai datang waktu Maghrib. Setelah Shalat Maghrib, ia membaca Al Quran sampai Isya. Baru kemudian ia kembali ke rumahnya.

Di Bulan Ramadhan, ia berada di masjid sampai waktu Shalat Tarawih tiba. Setelah shalat tarawih, ia shalat dua rakaat. Saat shalat dua rakaat itu, ia menghatamkan Al Quran. Lantas Syekh Abdullah Ba Alawi pulang ke rumah dan sahur, kemudian kembali lagi ke masjid sampai waktu Dhuha tiba. Setelah Shalat Dhuha, ia pulang ke rumah untuk ber-qailulah sampai datang waktu Dhuhur. Setelah itu, ia kembali lagi ke masjid, Shalat Dhuhur berjamaah, lalu memberikan pelajaran sampai Ashar. Setelah itu ia berzikir.

Syekh Mauladawilah mensifati gurunya ini, “Aku belum mendapati orang seperti pamanku Abdullah, baik ketika aku di sini ataupun ketika aku berpergian.” Menurut Syekh Abdul Rahman al Segaf, “Semua ‘arifin (tingkatan di mana seseorang diberi kemampuan untuk merasakan kehadiran Allah) sepakat bahwa Syekh Abdullah Ba Alawi adalah sisa para mujtahid.”

Imam Abdullah seorang yang bersifat dermawan. Beliau menginfaqkan hartanya untuk keluarga Alawiyin yang ada di Tarim. Syaikh Ali bin Salim menceritakan: "Pada suatu hari beliau mendapat uang sebesar lima ratus dinar, maka dibagikannya uang tersebut kepada keluarganya tanpa meninggalkan sedikitpun untuknya".

Imam Abdullah Ba'alawi adalah seorang yang banyak menangis karena rasa takutnya kepada Allah swt terutama ketika sedang membaca alquran hingga terlihat matanya bengkak. Dan salah satu kebiasaannya, beliau sering beri'tikaf di masjid mulai sebelum subuh sampai terbit matahari. Pada waktu i'tikaf diisi dengan shalat dan membaca alquran. Setelah terbit matahari beliau pulang ke rumah dan beberapa saat kemudian beliau kembali lagi ke masjid untuk mengkaji ilmu sampai waktu sebelum dzuhur. Sesudah itu beliau pulang ke rumahnya untuk tidur sesaat dan beliau beristirahat di rumahnya sampai waktu shalat ashar tiba. Setelah itu beliau shalat ashar berjama'ah di masjid dan bermudzakarah dengan sahabatnya sampai waktu shalat maghrib, setelah shalat maghrib beliau membaca alquran sampai waktu shalat isya' dan setelah shalat isya beliau pulang kerumahnya.

Pada bulan Ramadhan beliau pergi ke masjid untuk shalat tarawih sesudah itu shalat dua rakaat. Dalam shalat itu, beliau membaca alquran sampai khatam. Kemudian beliau kembali ke rumahnya. Ketika waktu sahur tiba, beliau kembali lagi ke masjid hingga waktu shalat dzuhur. Setelah itu beliau mengkaji ilmu sampai waktu ashar.

Syaikh Muhammad Maula Dawilah berkata: "Tidak aku lihat dalam perjalananku dan selama hidupku orang seperti pamanku Abdullah Ba'alawi". Syaikh Abdurahman Assaqqaf berkata: "Para kaum ulama al-arifin bersepakat bahwa Syaikh Abdullah bin Alwi merupakan pemimpin kaum mujtahid yang mempunyai keramat yang khariqah".

Syekh Abdullah Ba Alawi Di Penghujung Usianya 

Syekh Abdullah Ba Alawi termasuk orang yang berumur panjang  untuk beribadah dan beramal saleh. Di akhir usianya, ia berujar, “Segala sesuatu mengurangi diriku kecuali dunia. Aku tak peduli sama sekali pada dunia, apakah dia datang atau pergi. Tempat dunia hanya di atas tenggorokan.”

Maksud kalimat, ‘Segala sesuatu mengurangi diriku’: mengurangi kekuatanku. Sebab badan menjadi lemah bila dibanding saat masa muda. Meski begitu, ia tak pernah telat beribadah dan beramal saleh. Ia tak pernah bermalas-malasan untuk mencapai segala keutamaan. Ia memiliki banyak keutamaan, di antaranya sebagaimana disebutkan penulis Al Musyarri': “Syekh Ba Alawi sangat gemar minyak wangi sampai baunya tercium dari kejauhan. Ia berkulit putih, tinggi, berwajah tampan, matanya lebar, lisannya fasih, pemberani, berjambang lebat, berwibawa, senyum ketika bertemu dengan siapapun. Semua orang memujinya dengan bait-bait syair, seandainya itu dikumpulkan, akan menjadi buku tebal.”

Pada saat wafat beliau berumur sembilan puluh tiga tahun. Berkata Syech bin Abdullah Alaydrus: "Tidak ada dari keluarga Ba'alawi yang hidup umurnya melebihi sembilan puluh kecuali hanya tiga orang yaitu al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, Syaikh Abdullah bin Alwi dan Syaikh Abdurahman Assaqqaf".

Imam Abdullah bin Alwi wafat pada hari Rabu bulan Jumadil 'Ula tahun 731 hijriyah. Pada hari wafatnya banyak orang yang hadir terutama dari kalangan kaum fuqara dan kaum lemah serta anak-anak yatim. 

Menurut Imam Abdurraman Assegaf bin Muhammad Maula Dawilah, para ulama di zamannya telah sepakat, Imam Abdullah Ba’alawy adalah seorang Mujtahid-Ulama besar yang mampu melakukan ijtihad. Pendapat serupa datang dari Al-Faqih Ali bin Salim, “Aku pernah berada di Makkah bersama Imam Abdullah Ba’alawy di bulan Ramadhan. Setiap kali usai shalat Tarawih, kami melakukan shalat dua rakaat. Dalam dua rakaat tersebut kami membaca Al-Qur’an sampai habis. Kami tidak makan malam kecuali setelah dua ibadah tersebut. Sementara kami hanya berbuka puasa dengan seteguk air dan kurma.” Katanya.

Imam Andullah Ba’alawy adalah guru yang sangat bersungguh-sungguh dalam mendidik murid-muridnya, terutama dalam pelajaran Al-Qur’an.”Aku pernah belajar Al-Qur’an bersama beliau. Pelajaran kami tidak akan selesai kecuali setelah habis setengah dari Al-qur’an.” Kata Al-Faqih bin Salim.

Sosok Imam Abdullah Ba’alawy merupakan panutan dan suri teladan, terutama kedermawanannya. Beliau dikenal banyak berinfaq kepada semua keluarga Ba’alawy dan pembantu-pembantu mereka. Beliau menginfaqkan hartanya hingga hanya tersisa sedikit, termasuk untuk memakmurkan masjid dan ketikamenunaikan haji.

Beliau juga berinfaq dalam jumlah besar untuk majelisnya. Dari majelis itulah kemudian lahir para ulama besar, seperti Al-Faqih Ali bin Salim, Syekh Muhammad Basyu’aib, Syekh Umar Bawazir, Syekh Shaleh Fadhl bin Abdullah bin Fadhl Asy-Syihri, Syekh Bahamran, Syekh Khalil bin Syekh Bamaimun, Sayid Syekh Muhammad Maula Dawilah.

Syekh al-Imam Abdullah Ba Alawi senantiasa menyampaikan ilmu sampai akhir hayatnya, di hari Rabu, pertengahan Jumadil Ula, tahun 731 H / 1311 M; meninggalkan tiga putra. Ia wafat dalam usia 93 tahun atau 91 tahun. Perbadaan ini karena hari kelahirannya diperselisihkan. Hari itu merupakan hari kesedihan, terutama bagi orang-orang faqir, lemah dan anak yatim. Ia dimakamkan di samping makam kakeknya, Al Imam Al Faqih Al Muqaddam.

Penulis Kitab Al Gharar memuji beliau dalam bait-bait:

سلام على نسل شيوخ الأكابر            سلام عليه بالعشي و باكر

Keselamatan bagi putra para syekh yang mulia sepanjang malam dan siang

سلام على شيخ الشيوخ أبيهم            سلام عليه عد طش المواطر

Keselamatan bagi guru di sejumlah titik air hujan

سلام على الأواب واحد عصره        إمام الهادي كهف التقى و البصائر

Keselamatan bagi orang yang taubat, imam para penunujuk, naungan ahli takwa

سلام على كنز المساكن عينهم        أب لليتامى و الأرامل ياسر

Keselamatan bagi pusat orang-orang miskin, ayah anak-anak yatim, dan janda-janda

سلام على القوام  على نسق الدجى        و في الصيف صوام بوقت الهواجر

Keselamatan bagi orang yang shalat di saat gelap gulita, dan di kala musim panas berpuasa, saat semua orang menghindarinya.

سلام على النحرير و الفاضل            ترقى إلى العليا بفخر مفاخر

Keselamatan bagi orang yang mahir nan utama,  yang meningkat derajatnya dengan segala kebanggaan

عظيم التقى و الزهد للخلق معقل        لإذا ناب خطب مؤلم للعاشر

Seorang yang berderajat tinggi dalam ketakwaan, kezuhudan, benteng bagi masyarakat ketika dilanda hal yang menyakitkan

يقوم مقاما لم يقم فيه غيره            هو الشيخ عبد الله نجل لباقر

Mencapai derajat yang belum pernah  dicapai orang lain, beliaulah Syekh Abdullah ayah Baqir

سلالة العلوي الهمام الذي سما        سماء المعالي ما له من مناظر

Beliau keturunan Sayyidina Ali yang telah mencapai ketinggian tak tertandingi

Keluarga Abdullah Ba Alawi

Ali Abdullah Ba Alawi adalah julukan bagi keluarga Bani Alawi keturunan Syekh Abdullah Ba Alawi. Nasab keluarga ini benar-benar dijaga silsilahnya dengan cara dicatat dan dibukukan. Di antara buku ini, yang terakhir kali di-tahqiq dan ditertibkan adalah buku Syamsu al Dhahirah, di-tahqiq oleh Sayyid Muhammad Dhiya Syihab.

Dari buku di atas, kita banyak mengetahui data tentang Ali Abdullah Ba Alawi. Silsilah Keluarga Ali Abdullah Ba Alawi.

Penulis Syamsu Al Dhahirah mengatakan, Syekh Abdullah Ba Alawi memiliki tiga putra:

Imam Abdullah Ba'alawi bin Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam, wafat di Tarim tahun 731 H dikuburkan di sebelah Timur makam kakeknya al-Ustadz al-Faqih al-Muqaddam. Beliau dikaruniai tiga orang anak laki, bernama:

1. Ahmad, mempunyai anak bernama Muhammad Jamalullail. 

Muhammad Jamalullalil mempunyai seorang anak laki bernama Abdullah, dan Abdullah mempunyai seorang anak laki bernama Ahmad (keturunannnya terputus)

2. Ali, wafat di Tarim tahun 784 H, (ibunya Ummu Maula Dawilah) dikaruniai: 

anak perempuan: 

a. Bahiyah (isteri dari Sayid Abdurahman Assaqqaf, ibu dari Ahmad, Muhammad, Abu Bakar, Umar Muhdhar dan Maryam)

b. Fathimah (ibu dari anak-anak Muhammad Jamalullail)

anak laki-laki:

a. Muhammad 

b. Ahmad al-Abdullah Ba'alawi, keturunannya terputus.

c. Abdurahman 

d. Abdullah, mempunyai dua orang anak laki:

1) Ahmad (keturunannya terputus)

2) Alwi al-Syaibah, mempunyai enam orang anak laki, dua diantara keturunan anaknya terputus, empat orang anak yang dikaruniai keturunan:

a. Umar (keturunannya sedikit dan terputus)

b. Muhammad (keturunan keluarga Aal-Masilah di Sawahil dan keluarga Barum di Du'an, India) 

c. Abu Bakar, wafat di Tarim tahun 887 H, dikaruniai lima orang anak laki empat diantaranya terputus keturunannya. Adapun anaknya yang yang meneruskan keturunannya adalah Abdullah Al-Syili

d. Ahmad Qasam, mempunyai enam orang anak laki, empat diantaranya terputus keturunannya dan dua orang anak laki yang dikaruniai keturunan:

(1) Alwi (keturunannya di Qasam, terputus) 

(2) Muhammad (Keturunannya keluarga Bin Junaid di Qasam, keluarga al-Achdhor, keluarga Junaid al-Achdhor di Saihut, Dasinah, Keluarga al-Jailani di Dua'an)

3. Muhammad, (ibunya Ummu Maula Dawilah), wafat di Tarim tahun 743 H, dikaruniai Empat orang anak laki, bernama:

a. Ali

b. Abdurahman, mempunyai empat orang anak laki:

1) Ahmad Babirik, mempunyai tiga orang anak laki:

a. Hasan, wafat di Tarim tahun 885 H. Dikaruniai dua orang anak, Keturunannya terputus. 

b. Ali, wafat tahun 909 H, keturunannya sedikit dan terputus.

c. Umar, keluarganya di Burdah, Surat, India.

2) Alwi al-Khuun, keturunannya terputus tahun 1139 H.

3) Muhammad Hamidan, mempunyai dua orang anak laki:

a) Abdul Qadir (keturunannya terputus)

b) Alwi Khirid, mempunyai lima orang anak laki, empat terputus keturunannya, sedangkan yang kelima bernama Ali, dikaruniai lima orang anak laki:

(1) Abdurahman 

keturunannya terputus

(2) Abdullah 

(3) Ahmad, wafat di Tarim tahun 957 H, keturunannya terputus

(4) Zein, kakek keluarga Khirid di Tarim.

(5) Muhammad

4) Ali Jahdab, mempunyai dua orang anak laki:

a) Abud (keturunannya sedikit dan terputus)

b) Muhammad al-Mualim, mempunyai seorang anak laki bernama Alwi, dan mempunyai empat orang anak laki, dua orang terputus keturunannya. Sedangkan anak yang dikaruniai keturunan:

(1) Ahmad bin Alwi Bajahdab ( Pemimpin Saadah Ba'alawi)

(2) Muhammad Hamdun, keturunannya keluarga Hamdun Jahdab di Habasyah.

c. Ahmad al-Aksah, wafat tahun 814 H, dikaruniai tiga orang anak laki:

1. Muhammad Barabi' (keturunannya sedikit dan terputus)

2. Umar Baraqbah, (keturunannya keluarga Baraqbah di Tarim, India, Jawa, Jambi, Cirebon, Palembang, Siak, Riau, Surabaya, Pekalongan)

3. Ali Dubjan, mempunyai seorang anak laki bernama Abdullah Abud ( kakek keluarga Ba'bud Dubjan di Qasam, Ghaizhah, Jawa )

d. Abdullah, mempunyai seorang anak bernama Muhammad al-Munaffir, dikaruniai enam orang anak laki:

1) Abdul Qadir 

2) Ahmad keturunannya sedikit dan terputus

3) Ali 

4) Alwi 

5) Abdurahman al-Munaffir, keturunannya keluarga Munaffir di Tarim, Malabar, Jawa dan keluarga Bin Hamid di Tarim.

6) Abdullah Wathob, wafat tahun 884 H, dikaruniai enam orang anak laki:

a) Alwi Hawilah

b) Ahmad Marzaq, mempunyai delapan orang anak dua terputus keturunannya. Sedangkan yang meneruskan keturunannya:

(1) Muhammad 

keturunannya sedikit di Zili', Yaman.

(2) Ali 

(3) Abdullah keturunannya terputus.

(4) Abdurahman

(5) Alwi al-Riqoq keturunannya di Baijapur

(6) Syech keturunannya keluarga Al-Masyhur Marzaq di Bangil, dan keluarga Marzaq di Syibam dan Jawa.

c) Umar Fad'aq, wafat tahun 910 H, dikaruniai enam orang anak laki:

(1) Muhammad 

(2) Sulaiman keturunannya sedikit dan terputus

(3) Ahmad 

(4) Ali keturunannya keluarga Fad'aq di India dan keluarga Abu Numai di Buusy, Habasyah, Syihir, Pekalongan, Gail, Malabar, Kelantan.

(5) Alwi, keturunannya keluarga Fad'aq di India.

(6) Ibrahim, mempunyai dua orang anak laki, bernama:

(a) Abdurahman al-Mualim (keturunannya di Qasam, terputus) 

(b) Abdullah (keturunannya di Zhufar)

d) Muhammad, mempunyai lima orang anak laki, tiga terputus keturunannya, sedangkan yang meneruskan keturunannya adalah:

(1) Abu Bakar (keturunannya sedikit dan terputus)

(2) Ahmad Mudhir, mempunyai dua orang anak laki:

(a) Mubarok (keturunannya di Zhufar)

(b) Abdullah Mudhir, mempunyai tiga orang anak laki:

I) Abu Bakar (keturunannya di Surat)

II) Salim (keturunannya di Dahli dan Surat) 

III) Mubarok Mudhir, mempunyai tiga orang anak laki:

(i) Syech

(ii) Abdullah

(iii) Alwi (keturunannya keluarga Mudhir di Makkah, Zhufar dan keluarga Muthohar di Qasam)

e) Mubarok, mempunyai tiga orang anak laki:

(1) Alwi 

keturunannya sedikit dan terputus

(2) Ali 

(3) Abdullah, mempunyai seorang anak bernama Muhammad, dikaruniai dua orang anak laki:

(a) Hasyim, mempunyai dua orang anak:

i) Toha

ii) Muhammad, mempunyai dua orang anak di Aden.

(b) Fad'aq, keturunannya keluarga Fad'aq di Qasam. 

f) Ali al-Mundarij, mempunyai seorang anak laki bernama Syech, dan Syech dikaruniai tujuh orang anak laki tiga diantaranya terputus keturunannya, sedangkan yang meneruskan keturunannya:

(1) Hasyim (keturunannya sedikit dan terputus)

(2) Umar (keturunannya sedikit)

(3) Abdullah, mempunyai tujuh orang anak laki:

a. Muhammad

b. Syech

c. Abu Bakar

d. Alwi keturunannya sedikit

e. Umar

f. Ahmad al-Majzub (keturunannya di Musyaqos)

g. Abu Numai(keturunannya keluarga Abu Numai di Gail Bawazir, Seiwun yang dikenal dengan Asy-Syatiri Abu Numai.

(4) Aqil, mempunyai tiga orang anak laki: 

a. (Muhammad, wafat tahun 1005 H.

b. Syech, mempunyai dua orang anak laki, terputus keturunannya. 

c. Abdullah, keturunannya keluarga Mudihij di Tarim

Al-Kisah no. 12 / Tahun IV / 5 - 18 Juni 2006