Mengungkap Rahasia Ramadhan

Untaian nasehat dan beberapa kalam mutiara yang sarat dengan hikmah ini berasal dari seorang yang bergelar waliyullah yang arif (mencintai dan di cintai Allah serta Rasul Nya SAW) dan menapakkan kakinya pada jejak dan langkah datuk-datuknya. Semenjak kecil dikenal sebagai seorang yang mempunyai tali ikatan kuat kepada Allah dan Rasul-Nya SAW hingga kalam mutiaranya di tulis dan di bacakan di setiap pembukaan majelis-majelis sebagai sarana untuk menumbuhkan benih kecintaan kepada Nafahat (hembusan rahmat) dan Rahmat Allah serta sebagai penawar rindu kepada kekasih-Nya, Rosul Allah SAW. Beliau tiada lain adalah Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi yang nasehat dan kalamnya terangkum dalam kitab “Al Mawaaid Ar Ramadhaniyyah Minal Anfaasil Aliyyah” yang di kumpulkan oleh Habib Ali bin Abdul Qodir bin Muhammad Al Habsyi Seiwun pada tahun 1986 M/1406 H.

Habib Ali Al Habsyi memusatkan perhatiannya terhadap Nafahat yang di turunkan Allah SWT, agar kita yang hidup di akhir zaman ini dapat mengambil berkah hingga dapat menumbuhkan banyak pohon yang membuahkan ilmu dan amal khususnya di bulan Ramadhan.

Kumpulan kalam beliau tersebut di sampaikan pada malam ke 7 Ramadhan 1326 H setelah sholat Tarawih di Masjid Riyadh di kota Seiwun. Beliau menegaskan,

“Ketahuilah, bulan ini adalah bulan yang mulia dan di mulyakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karenanya datang lah kepada Tuhan kalian dengan penuh kemulyaan, raih lah kedudukan yang tinggi dengan amal shaleh pada bulan ini. Jika kalian menginginkan kebahagiaan dan kemenangan di bulan ini, lakukan bentuk-bentuk ketaatan dan senangkanlah dirimu pada kebaikan seperti dengan memperbanyak membaca Al Qur’an, berdzikir, sedekah dsb. Maka hal itu semua merupakan tanda bahwa kalian semua adalah orang-orang ahli khair.”

Dulu nasehat sangat bermanfaat dan menggoreskan kesan yang dalam di hati karena sesungguhnya kesan nasehat itu bukan hanya sekedar khusyu’ ketika mendengarkannya. Namun nasehat itu dapat menyebabkan kalian meninggalkan maksiat, menyesali dosa dan membangkitkan semangat untuk berbuat taat.

Para sholihin dahulu telah berhasil meraih nafahat pada bulan Ramadhan. Ini di karenakan mereka mampu menundukkan nafsu mereka untuk tidak berbuat maksiat. Mereka sadar di beri amanat oleh Allah SWT yang berupa mata, lisan, telinga dan perut mereka jaga. Berbeda dengan kita sudah berapa banyak amanat yang di berikan kepada kita, namun kita khianati. Ketahuilah, wahai saudaraku sudah 7 hari Ramadhan lewat di hadapan kita, namun apakah tampak pada diri kita perubahan amal, perubahan hati yang tadinya gelap menjadi terang. Hal itu semua dapat tertolong dengan banyaknya shodaqoh di bulan ini.

Jangan sekali-kali kalian menganggap remeh perbuatan kebajikan walau sebesar biji sawi. Misal, menampakkan wajah yang berseri-seri kepada saudaranya. Karena Allah di setiap malam bulan Ramadhan membebaskan dari api neraka sebanyak 600.000 hambanya yang mau menggunakan kesempatan di bulan Ramadhan untuk berbuat kebajikan.

Imam Sya’roni di dalam mujahadahnya (kesungguhan) amalnya dan dalam menundukkan hawa nafsunya apabila terbesit pada hatinya ingin bersedekah walau ia masih berada dalam kamar mandi, ia berteriak kepada keluarganya,

“Tolong berikan uang dinar ku kepada Fulan agar aku merasa lega.” Ketika di tanya kenapa tidak menunggu hingga keluar dari kamar mandi baru setelah itu bersedekah…? Beliau menjawab,

“Saya khawatir nafsuku menundukkan diriku, hingga aku berpaling tidak mau bersedekah dan meninggalkan amal baik. Oleh karenanya aku bersegera untuk menundukkan nafsuku.”

Pada kesempatan lain di malam ke 8 Ramadhan 1326 H, setelah melakukan shalat tarawih berjamaah di Masjid Riyadh, beliau berdiri memberikan nasehatnya,

“Sebagian para arifin telah berkata, orang yang tidur sedangkan hatinya tidak tersimpan sesuatupun kecuali Allah, maka ia akan mendapati di dalam tidurnya keistimewaan yang tidak di berikan kepada orang yang berdiri di tengah sholat malamnya dan orang yang berpuasa di siang harinya. Karena Allah telah memuliakan orang yang mempunyai hati yang siap untuk menerima nafahat di bulan Ramadhan ini.

Al Qur’an dan hadits-hadits Nabi SAW telah memberikan peringatan, namun hati ini tetap keras. Apakah kita tidak merasa kematian yang akan datang dengan tiba-tiba, perpisahan dengan orang yang kita cintai. Bukalah mata hati kalian, gunakan telinga kalian untuk mendengarkan Kitabullah. Ketahuilah, perjalanan hari telah memberi peringatan. Kalian telah mengetahui perjalanan hidup Kekasih Allah, Nabi Muhammad SAW. Jika tidak meneladani Nabi SAW, lantas kita mau meneladani siapa…????

Gunakan kesempatan kalian pada sisa-sisa malam di bulan yang penuh barokah ini. Karena aku melihat Nabi SAW di beberapa malam di bulan Ramadhan ini ketika aku berada di hadapan beliau. Beliau SAW menjawab salamku, kemudian Beliau SAW berkata kepadaku,

“Apakah engkau tidak senang wahai ‘Ali, bahwa sesungguhnya amalmu dan amal teman-temanmu di terima oleh Allah SWT.”

Ketahuilah, wahai saudara-saudaraku bahwa di malam-malam Ramadhan, Allah SWT membukakan pintu untuk dapat langsung berhubungan dengan Allah dan Kekasih-Nya. Semoga Allah mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan di tahun-tahun berikutnya dengan keadaan sehat wal ‘afiyah..”

Pada hari Rabu tanggal 28 Ramadhan 1327 H, beliau menasehatkan, “Dahulu para pendahulu kita yang sholeh setiap hari bahkan setiap saat menginfaqkan harta yang mereka dapatkan di jalan Allah. Amal taat ini mereka tambah ketika berada di Bulan Ramadhan. Karena mereka yakin Allah pasti menggantinya dengan yang lebih baik. Bahkan keyakinan ini di tanamkan kepada anak-anak mereka hingga mereka menjadi anak-anak yang kuat keyakinannya kepada Allah SWT.

Pernah di ceritakan ada salah seorang ulama datang berkunjung ke rumah saudaranya, namum di situ tidak di temui makanan sedikitpun hingga ia mendapati keponakannya yang berumur 5 tahun dalam keadaan menangis. Kemudian ia berkata kepada saudaranya,

“Wahai saudaraku, kasihan anakmu ini. Barangkali ia menangis karena lapar.” Maka anak itu berkata kepada ayahnya,

“Wahai ayahku, aku tidak menangis karena lapar. Akan tetapi aku menangis karena bersyukur kepada Allah Ta’la.”

Lihatlah bagaimana mereka mendidik anak-anaknya.

Didiklah anak-anak kalian sejak kecil, ajari mereka untuk yakin kepada Allah. Sebab jika telah dewasa ia akan sulit menerima nasehat. Didiklah mereka secara bertahap, jangan di bebani dengan sesuatu yang tidak mampu mereka laksanakan. Ayahku dahulu memperlakukan aku dan saudara-saudaraku seperti teman, bukan seperti anak. Beliau bergurau dengan kami, jika di tangan kami ada makanan beliau mengambil dan memakannya. Begitu pula jika beliau memegang makanan maka kami mengambil dan memakannya. Namun, beliau tidak membiarkan kami duduk bergaul dengan orang yang tidak sejalan dan juga tidak mengijinkan kami masuk pasar..”

Demikian sekelumit dari apa yang di gambarkan Habib Ali tentang kehidupan kaum Sholihin dan bulan Ramadhan.

Semoga yang singkat ini dapat di jadikan sebagai peran besar dalam menumbuhkan serta memperkuat keimanan dan amal yang sholeh serta lebih mengenal arti bulan Ramadhan itu sendiri sebagai bulan yang penuh dengan naungan rahmat dan nafahat..

Marhaban Yaa Ramadhan..