PT Rifan Financindo Berjangka | Pendapatan Merosot, Bagaimana Kemampuan Pem

PT Rifan Financindo Berjangka | Pendapatan Merosot, Bagaimana Kemampuan Pemerintah Bayar Utang?

PT Rifan Financindo Berjangka - Jakarta Kemampuan pemerintah untuk membayar utang di tengah wabah virus Corona dipertanyakan oleh banyak kalangan. Sebab realisasi pendapatan negara dalam tiga bulan ini terus merosot.

Pemerintah belum lama ini menerbitkan surat utang berdenominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau global bond senilai US$ 4,3 miliar. Ini penerbitan surat utang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Apalagi global bond ini memiliki tenor hingga 50 tahun yang menjadi jatuh tempo pelunasan utang terlama.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu mengatakan posisi Indonesia dalam mencari pembiayaan tidak sulit. Sebab, rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) masih aman di level 30% atau jauh dari batas 60%.

"Kita tidak berada di situasi sangat susah. Debt to GDP ratio masih 30%," kata Febrio dalam video conference di kantornya, Jakarta, Senin (20/4/2020).

Meski masih aman, Febrio mengaku akan melakukan pembiayaan melalui penarikan utang sangat hati-hati. Pasalnya setiap ada penambahan dalam jumlah besar pasti ada resiko yang harus diterima.

"Jadi walau kita dalam kondisi nyaman, kita tetap tidak bisa ceroboh dalam menaikkan ini secara tiba-tiba," jelasnya.

"Karena kita juga akui, kalau kita push untuk stimulus tapi stabilitas makro terganggu, back fire juga. Kalau rupiah gonjang-ganjing, careless dan inflasi tinggi. Ini semua harus dilihat dalam konteks lengkap," tambahnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PAN, Ahmad Yohan mengingatkan pemerintah untuk memperhitungkan kemampuan pembayaran utang dalam jangka pendek dan jangka panjang.

Peringatan tersebut dilayangkan komisi anggaran tersebut menyusul kebijakan pemerintah yang baru saja menerbitkan global bond. Global bond tersebut nantinya akan menjadi salah satu sumber pendanaan tambahan belanja yang disiapkan pemerintah untuk penanganan dan pemulihan dampak pandemi virus Corona (COVID-19) senilai Rp 405 triliun.

"Pemerintah perlu memperhatikan profil utang termasuk kemampuan bayar dengan berbagai pendekatan terhadap rasio utang yang sehat, baik utang jangka pendek atau jangka panjang (tenor 50 tahun). Apakah sehat atau justru akan membebani anggaran negara di kemudian hari," kata Yohan kepada detikcom.

Menurut Yohan, pemerintah semestinya tidak hanya melihat rasio utang terhadap PDB yang masih di bawah 60% sebagai indikator bahwa situasi keuangan pemerintah masih sehat. Pemerintah juga harus menghitung rasio utang terhadap pendapatan negara sebagai parameter riil untuk melihat kemampuan negara sebagai debitur.

Baca Juga :


Menurut Yohan, Rasio Utang terhadap PDB merupakan model formulasi yang diterapkan Dana Moneter Internasional dan sudah menuai banyak kritikan. Sebab, PDB tidak merupakan perhitungan output seluruh unit usaha barang dan jasa dalam suatu negara selama satu periode waktu tertentu, sehingga tidak mencerminkan kondisi dana tunai sesungguhnya.

"Kami selalu menyarankan, agar peruntukan global bond harus benar-benar menyentuh sektor-sektor ekonomi yang dapat benar-benar tumbuh dan padat karya selama masa pandemi, agar peruntukannya lebih efektif dan tepat sasaran," ungkapnya.

Realisasi pendapatan negara sampai akhir Maret 2020 mencapai Rp 375,9 triliun atau tumbuh 7,7%. Peningkatan dikarenakan adanya lonjakan setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Namun dari perpajakan hanya tumbuh 0,4% menjadi Rp 279,9 triliun. Hingga akhir Maret 2020, penerimaan pajak hanya Rp 241,6 triliun atau turun 2,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy). Sementara penerimaan Bea dan Cukai sebesar Rp 38,3 triliun atau tumbuh 23,6%.( Mbs-Rifan-Financindo-Berjangka )


Lihat : PT Rifan Financindo Berjangka


Sumber : finance.detik