TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
· Memahami definisi tentang materi Takhsish dengan baik;
· Menyimpulkan tentang materi Takhsish dengan baik;
· Mengomunikasikan tentang materi Takhsish dengan baik;
Kaidah fikih "Takhsish" adalah salah satu prinsip hukum Islam yang digunakan untuk mengklasifikasikan hukum-hukum syariat berdasarkan konteks atau kondisi tertentu. Kata "Takhsish" berasal dari bahasa Arab yang berarti "pengkhususan" atau "pengecualian". Prinsip ini mengakui bahwa dalam beberapa situasi, suatu hukum atau peraturan syariat dapat dikecualikan atau diubah seiring dengan adanya kondisi-kondisi khusus.
Tujuan dari prinsip Takhsish adalah untuk memastikan bahwa hukum-hukum Islam dapat diaplikasikan dengan bijaksana dan adil, mengingat bahwa situasi dan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan lingkungan dapat berubah dari waktu ke waktu. Dalam penerapannya, prinsip Takhsish sering kali berhubungan dengan mengingatkan bahwa suatu hukum atau prinsip tidak selalu berlaku secara mutlak dalam semua keadaan.
Contoh konkret dari prinsip Takhsish dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti:
Hukum Makanan: Beberapa jenis makanan yang seharusnya diharamkan dalam Islam, seperti daging babi, dapat dikecualikan dalam situasi darurat di mana tidak ada alternatif lain yang tersedia.
Shalat: Orang yang sakit atau tidak mampu menjalankan shalat dengan posisi berdiri dapat melakukannya dalam posisi duduk atau berbaring.
Puasa Ramadan: Orang yang dalam kondisi sakit atau dalam perjalanan dapat menggantinya di kemudian hari jika mereka tidak mampu berpuasa pada saat itu.
Hukum Waris: Dalam beberapa kasus, aturan pembagian waris dapat disesuaikan berdasarkan kondisi keluarga yang khusus.
Kaidah Takhsish ini memungkinkan agama Islam untuk tetap relevan dan fleksibel dalam menghadapi perubahan zaman dan keadaan, sambil tetap mempertahankan prinsip-prinsip etika dan nilai-nilai agama yang mendasar. Namun, penting juga untuk diingat bahwa prinsip Takhsish tidak boleh disalahgunakan untuk menghindari kewajiban agama atau untuk melanggar nilai-nilai inti dalam Islam.
Macam-macam Takhsish
Ada beberapa macam-macam takhsish (pengkhususan atau pengecualian) dalam fikih yang digunakan untuk mengadaptasi hukum-hukum syariat dengan berbagai kondisi dan situasi. Beberapa contoh dari macam-macam takhsish meliputi:
Takhsish Muttasil: Takhsish muttasil mengacu pada pengkhususan yang kontinu atau terhubung. Ini berarti bahwa suatu hukum atau prinsip syariat dikecualikan atau diubah secara terus-menerus dalam kondisi atau situasi tertentu. Contohnya adalah ketika seseorang dalam keadaan sakit, ia diizinkan untuk mengganti shalat yang biasanya dilakukan dengan posisi berdiri menjadi dengan posisi duduk atau berbaring. Ini adalah bentuk takhsish muttasil karena pengecualian hukum terjadi dalam situasi yang berkelanjutan (sakit) dan terkait dengan tindakan tertentu (shalat).
Takhsish Munfasil: Takhsish munfasil mengacu pada pengkhususan yang terputus-putus atau terpisah. Ini berarti bahwa suatu hukum atau prinsip syariat dikecualikan dalam situasi tertentu yang tidak selalu berlanjut. Contoh takhsish munfasil dapat ditemukan dalam hukum puasa Ramadan. Orang yang dalam perjalanan jauh diizinkan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari. Ini adalah bentuk takhsish munfasil karena pengkhususan hukum hanya terjadi dalam situasi tertentu (perjalanan) dan tidak berlaku secara terus-menerus.
Dalam kedua kasus tersebut, prinsip takhsish digunakan untuk mengakomodasi situasi-situasi tertentu yang mungkin tidak sesuai dengan aturan asal, tetapi dengan mempertimbangkan keadaan dan tujuan hukum Islam. Tujuan dari pengkhususan ini adalah untuk menjaga prinsip-prinsip keadilan, kemudahan, dan fleksibilitas dalam penerapan ajaran agama tanpa melanggar prinsip-prinsip inti Islam.