PERTEMUAN 6
Zina dan Qazaf
Zina dan Qazaf
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Menelaah dasar hukum materi tentang Zina dan Qazaf dengan baik;
Memahami materi tentang Zina dan Qazaf dengan baik;
Menyajikan fakta-fakta terkait materi tentang Zina dan Qazaf dengan baik;
Mengomunikasikan materi tentang Zina dan Qazaf dengan baik.
1. Pengertian Zina
Zina merupakan persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat hubungan pernikahan atau perkawinan yang sah.
Dari klausul "'ke dalam farji" dalam definisi diatas dipahami bahwa melakukan persetubuhan namun bukan ke dalam farji (kemaluan perempuan) tidaklah dinamakan zina, tetapi dinamakan liwat (sodomi), dan jika memasukkannya ke dalam dubur (anal). Sedangkan dari klausul "tanpa syubhat", dipahami bahwa tidak pula termasuk zina seperti bila melakukan hubungan intim dengan wanita lain yang disangka isterinya sendiri, dan juga termasuk syubhat jika melakukan hubungan intim dengan wanita yang dinikahi melalui nikah mut'ah atau pernikahan lain yang mengandung kesalahan prosedur, seperti nikah tanpa wali, atau nikah tanpa saksi. Terhadap kasus pelanggaran seperti ini meskipun tidak masuk dalam kategori zina, namun tetap dikenakan hukuman yaitu berupa takzir dan bukan had zina.
Lalu timbul pertanyaan bagaimanakah jika persetubuhan itu dilakukan dengan cara yang aman seperti dengan menggunakan alat kontrasepsi? Apakah masih dikatakan zina? Ini semua tetap diharamkan bila dilakukan terhadap wanita lain (bukan istri), termasuk hubungan bebas antar remaja. Walaupun ´illat hukum berupa tercampurnya nasab (ikhtilat al-nasab) dalam hal ini mungkin dapat dihindari, tapi perbuatan tersebut tetap merupakan perbuatan yang diharamkan.
Para ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram dan termasuk salah satu bentuk dosa besar. Allah Swt. berfirman:
"Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra [17]:32).
3. Dasar penetapan hukum zina
Penerapan had bagi pelaku tindak pidana zina baik laki-laki maupun perempuan, dapat dilaksanakan jika tertuduh telah melalui proses pembuktian menurut aturan hukum Islam dan diyakini benar-benar telah melakukan perzinaan.
Rasulullah Saw. sangat berhati-hati dalam melaksanakan had zina ini. Karena itu, Beliau tidak akan melaksanakan had zina sebelum yakin bahwa tertuduh benar- benar berbuat zina. Artinya proses utuk penetapan hukuman had, tidaklah sederhana.
Berikut ini adalah dasar-dasar yang dapat digunakan untuk menetapkan bahwa seseorang telah benar-benar berbuat zina:
a. Adanya empat orang saksi laki-laki yang adil. Yang kesaksian mereka harus sama dalam hal tempat, waktu, pelaku dan cara melakukannya. Firman Allah Swt:
"Dan para perempuan yang melakukan perbuatan keji di antara perempuan- perempuan kamu, hendaklah terhadap mereka ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Apabila mereka telah memberi kesaksian, maka kurunglah mereka (perempuan itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan (yang lain) kepadanya.” (QS. Al-Nisa’ [4]:15).
b. Pengakuan pelaku zina, sebagaimana dijelaskan dalam hadis Jabir bin Abdillah r.a. berikut ini:
“Dari Jabir bin Abdullah al-Anshari ra. Bahwa seorang laki-laki dari Bani Aslam datang kepada Rasulullah Saw dan menceritakan bahwa ia telah berzina. Pengakuan ini diucapkan empat kali. Kemudian Rasulullah Saw menyuruh supaya orang tersebut dirajam dan orang tersebut adalah muhsan.” (HR. al-Bukhari).
Sebagian Ulama berpendapat bahwa kehamilan perempuan tanpa suami dapat dijadikan dasar penetapan perbuatan zina. Akan tetapi Jumhur Ulama’ berpendapat sebaliknya. Kehamilan saja tanpa pengakuan atau kesaksian empat orang yang adil tidak dapat dijadikan dasar penetapan zina.
Adapun had zina itu sendiri dapat dijatuhkan terhadap pelakunya, jika telah terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pelaku zina sudah baligh dan berakal
2. Perbuatan zina dilakukan tanpa paksaan
3. Pelaku zina mengetahui bahwa konsekuensi dari perbuatan zina adalah had
4. Telah diyakini secara syara’ bahwa pelaku tindak zina benar-benar melakukan perbuatan keji tersebut.
Zina terbagi atas 2 yaitu, zina muhsan dan zina ghairu muhsan
a. Zina muhsan yaitu perbuatan zina yang dilakukan oleh seorang yang sudah menikah. Maksud ungkapan “seorang yang sudah menikah” mencakup suami, istri, janda, atau duda. Had (hukuman) yang diberlakukan kepada pezina mukhsan adalah rajam.
Teknis penerapan hukuman rajam yaitu, pelaku zina muhsan dilempari batu yang berukuran sedang hingga benar-benar mati. Batu yang digunakan tidak boleh terlalu kecil sehingga memperlama proses kematian dan hukuman. Sebagaimana juga tidak dibolehkan merajam dengan batu besar hingga menyebabkan kematian seketika yang dengan itu tujuan “memberikan pelajaran” kepada pezina mukhsan tidak tercapai.
b. Zina ghairu muhsan yaitu zina yang dilakukan oleh seseorang yang belum pernah menikah. Para Ahli Fikih sepakat bahwa had (hukuman) bagi pezina gairu muhsan baik laki-laki ataupun perempuan adalah cambukan sebanyak 100 kali.
Adapun hukuman pengasingan (taghrib/nafyun), para Ahli fikih berselisih pendapat.
1) Imam Syafi'i dan Imam Ahmad berpendapat bahwa had bagi pezina gairu Muhsan adalah cambuk sebanyak 100 kali dan pengasingan selama 1 tahun.
2) Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa had bagi pezina ghairu muhsan hanya cambuk sebanyak 100 kali. Pengasingan menurut Abu Hanifah hanyalah hukuman tambahan yang kebijakan sepenuhnya dipasrahkan kepada hakim. Jika hakim memutuskan hukuman tambahan tersebut kepada pezina gairu muhsan, maka pengasingan masuk dalam kategori takzir bukan had.
3) Imam Malik dan Imam Auza’i berpendapat bahwa had bagi pezina laki-laki merdeka ghairu muhsan adalah cambukan sebanyak 100 kali dan pengasingan selama 1 tahun. Adapun pezina perempuan merdeka gairu Muhsan hadnya hanya cambukan 100 kali. Ia tidak diasingkan karena wanita adalah aurat dan kemungkinan ia dilecehkan di luar wilayahnya.
4) Dalil yang menegaskan bahwa pezina ghairu muhsan dikenai had berupa cambuk 100 kali dan pengasingan adalah firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2 yaitu:
"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman." (QS. An-Nur [24]: 2).
Rasulullah Saw bersabda:
“Dari Zaid bin Khalid Al-Juhaini, dia berkata : “Saya mendengar Nabi menyuruh agar orang yang berzina dan ia bukan muhshan, didera 100 kali dan diasingkan selama satu tahun.” (HR. Al-Bukhari).
a. Memelihara dan menjaga keturunan dengan baik. Karena anak hasil perzinaan pada umumnya kurang terpelihara dan terjaga.
b. Menjaga harga diri dan kehormatan manusia.
c. Menjaga ketertiban dan keteraturan rumah tangga.
d. Memunculkan rasa kasih sayang terhadap anak yang dilahirkan dari pernikahan sah.
1. Pengertian qadzaf
Qadzaf secara bahasa artinya adalah melempar dengan menggunakan batu atau yang sejenis. Istilah ini kemudian digunakan untuk menunjukkan arti melempar dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, karena adanya sisi kesamaan antara batu dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, yaitu adanya dampak dan pengaruh dari pelemparan dengan kedua hal tersebut. Pelemparan dengan menggunakan kedua hal itu sama-sama menimbulkan rasa sakit. Jadi qadzaf dapat menyakiti orang lain melalui perkataan.
Adapun menurut istilah dalam hukum Islam, qadzaf adalah penisbatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain kepada perbuatan zina. Dengan istilah lain yang lebih spesifik, qadzaf adalah penisbatan yang dilakukan oleh seorang yang mukallaf terhadap orang lain yang merdeka, orang baik-baik dan muslim, baligh, berakal dan mampu (melakukan persetubuhan) kepada perbuatan zina.
Qadzaf merupakan salah satu dosa besar yang diharamkan oleh syariat Islam. Di antara dalil-dalil yang menegaskan keharaman qadzaf adalah:
Firman Allah Swt dalam an-Nur ayat 23:
"Sungguh, orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik, yang lengah dan beriman (dengan tuduhan berzina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat, dan mereka akan mendapat azab yang besar." (QS.An-Nur [24]: 23)
Sabda Rasulullah Saw. yang diriwayatkan Abu Hurairah r.a.:
"Dari Abu Hurairah ra. Nabi bersabda : “Jauhilah olehmu tujuh (perkara) yang membinasakan”, Nabi ditanya : “Apa saja perkara itu, ya Rasulullah?” Rasul menjawab : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan jalan yang sah menurut syara’, memakan harta anak yatim, berpaling dari medan perang, dan menuduh zina wanita baik-baik yang tak pernah ingat berbuat keji, lagi beriman." (H.R. Al- Bukhari dan Muslim).
Had (hukuman) bagi pelaku qadzaf adalah cambuk sebanyak 80 kali bagi yang merdeka, dan cambuk 40 kali bagi budak, karena hukuman budak setengah hukuman orang yang merdeka.
Allah Swt berfirman dalam surat an-Nur ayat 4:
"Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Mereka itulah orang-orang yang fasik," (QS. An-Nur [24]: 4).
Adapun syarat-syarat tejadinya had bagi orang yang melakukan qadzaf adaah sebagai berikut:
a. Tertuduh berzina adalah muhsan. Pengertian muhsan dalam qadzaf berbeda dengan Muhsan dalam masalah zina. Dalam qadzaf, muhsan adalah orang baik yang benar-benar tidak berzina. Adapun muhsan dalam pembahasan zina adalah seorang yang sudah pernah menikah.
b. Penuduh baligh dan berakal
c. Tuduhan berzina benar-benar sesuai aturan syara’, di mana saksi dalam kasus qadzaf adalah dua orang laki-laki adil yang menyatakan bahwa penuduh telah menuduh orang baik-baik berbuat zina atau pengakuan dari penuduh sendiri bahwa dirinya telah menuduh orang baik-baik berbuat zina.
Seorang yang menuduh orang baik-baik berzina bisa terlepas dari had qadzaf jika salah satu dari tiga hal di bawah ini terjadi:
a. Penuduh dapat menghadirkan empat orang saksi laki-laki adil bahwa tertuduh benar-benar telah berzina.
b. Li'an (sumpah seorang suami atas nama Allah Swt. sebanyak 4 kali), jika suami menuduh istri berzina sedang dirinya tak mampu menghadirkan 4 saksi adil.
c. Tertuduh memaafkan.
Timbulnya efek negatif yang dimunculkan qadzaf adalah tercemarnya nama baik tertuduh, serta jatuhnya harga diri dan kehormatannya di mata masyarakat. Karenanya, Islam mengharamkan qadzaf dan menetapkan had yang berat bagi pelakunya. Adapun beberapa hikmah terpenting penetapan had qadzaf adalah:
a. Menjaga kehormatan diri seseorang di mata masyarakat
b. Agar seseorang tidak begitu mudah melakukan kebohongan dengan cara menuduh orang lain berbuat zina
c. Agar si penuduh merasa jera dan sadar dari perbuatannya yang tidak terpuji
d. Menjaga keharmonisan pergaulan antar sesama anggota masyarakat
e. Mewujudkan keadilan dikalangan masyarakat berdasarkan hukum yang benar