PERTEMUAN 4
Diyat dan Kaffarat
Diyat dan Kaffarat
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Menelaah dasar hukum materi tentang Diyat dan Kaffarat dengan baik;
Memahami materi tentang Diyat dan Kaffarat dengan baik;
Menyajikan hasil analisis materi tentang Diyat dan Kaffarat dengan baik;
Diyat secara bahasa yaitu denda atau ganti rugi. Secara istilah diyat merupakan sejumlah harta yang wajib diberikan kepada korban atau keluarga korban (wali) berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan.
Pelaku tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan diwajibkan untuk membayar diyat (denda) sesuai ketentuan yang telah ditetapkan jika terjadi beberapa hal berikut ini ;
a. Pembunuhan sengaja yang pelakunya dimaafkan oleh keluarga korban (wali). Dalam hal ini, jika seseorang terbukti didepan hakim melakukan tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan maka diwajibkan qisas atasnya, namun hukuman qisas ini menjadi gugur dan berubah menjadi kewajiban membayar diyat (denda) kepada korban atau keluarga korban (wali) jika mendapatkan maaf.
b. Pembunuhan seperti sengaja.
c. Pembunuhan karena kesalahan atau pembunuhan tidak sengaja.
d. Pembunuh yang melarikan diri, akan tetapi identitasnya sudah diketahui secara jelas. Dalam konteks ini, diyat (denda) dibebankan kepada keluarga pembunuh.
e. Qisas sulit dilaksanakan. Ini terjadi pada tindak pidana penganiayaan (tindak pidana yang terkait dengan melukai, merusak fungsi atau menghilangkan anggota badan).
Diyat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Diyat mughalladzah (diat berat), yaitu membayarkan 100 ekor unta yang rinciannya terdiri ;
1) 30 ekor hiqqah ( unta betina berumur 3-4 tahun )
2) 30 ekor jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun )
3) 40 ekor khilfah ( unta yang sedang hamil ).
Yang wajib membayarkan diyat mughalladzah (diat berat) adalah:
a) Pelaku tindak pidana pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh keluarga korban. Dalam hal ini diyat harus diambilkan dari hartanya dan dibayarkan secara kontan sebagai pengganti qisas.
Rasulullah Saw. bersabda:
Artinya: "Barang siapa yang membunuh dengan sengaja, (hukumannya) harus menyerahkan diri kepada keluarga korban, jika mereka menghendaki dapat mengambil qisas, dan jika mereka tidak menghendaki (mengambil qisas), mereka dapat mengambil diyat berupa 30 hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun), 30 jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun ) dan unta khilfah (unta yang sedang bunting )." (HR. Al-Tirmidzi: 1308)
b) Pelaku tindak pidana pembunuhan seperti sengaja. Diyat mughalladzah (diyat berat) dibayarkan kepada keluarga korban dengan cara diangsur selama tiga tahun, yang setiap tahunnya dibayar sepertiga.
c) Pelaku tindak pidana pembunuhan di tanah haram (Mekah), atau pada asyhurul hurum (Muharram, Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah)
b. Diyat mukhaffafah (diyat ringan)
Diyat mukhaffafah (diyat ringan) yang dibayarkan kepada keluarga korban ini berupa 100 ekor unta, terdiri dari
1) 20 ekor hiqqah (unta betina berumur 3-4 tahun)
2) 20 ekor jadza’ah (unta betina berumur 4-5 tahun)
3) 20 ekor binta makhadh (unta betina lebih dari 1 tahun)
4) 20 ekor binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun)
5) 20 ekor ibna labun (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun) Yang wajib membayarkan diyat mukhaffafah adalah:
a) Pelaku pembunuhan karena kesalahan (tidak sengaja), yaitu pembayaran berupa 100 ekor unta yang pembayarannya diangsur selama 3 tahun, dan setiap tahunnya sepertiga dari jumlah diyat.
Rasulullah Saw. bersabda:
“dari Sahabat Abdullah bin Mas'ud berkata, bahwa Rasulullah Saw. bersabda Diyat khatha’ diperincikan lima macam, yaitu 20 unta hiqqah, 20 unta jadza’ah, 20 unta binta makhath (unta betina lebih dari 1 tahun), 20 unta binta labun (unta betina umur lebih dari 2 tahun), dan 20 unta bani makhad (unta jantan berumur lebih dari 2 tahun)." (HR. Ibnu Majah)
b) Pelaku tindak pidana penganiayaan berupa melukai, merusak fungsi atau menghilangkan anggota badan yang seharusnya di qisas namun dimaafkan oleh korban atau keluarganya.
Dalam hal ini, Jika diyat (denda) tidak bisa dibayarkan dengan berupa unta, maka wajib dibayarkan dengan sesuatu yang setara atau senilai dengan unta.
Aturan diyat untuk kejahatan melukai atau memotong anggota badan tidak seperti aturan diyat pembunuhan. Berikut penjelasan ringkasnya:
a. Wajib membayar satu diyat penuh berupa 100 ekor unta, apabila seseorang menghilangkan anggota badan tunggal (seperti lidah, hidung, kemaluan laki-laki) atau sepasang anggota badan (sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan, sepasang kaki).
b. Wajib membayar setengah diyat berupa 50 ekor unta, jika seseorang memotong salah satu anggota badan yang berpasangan semisal satu tangan, satu kaki, satu mata, satu telinga dan lain sebagainya.
c. Wajib membayar sepertiga diyat apabila melukai anggota badan sampai organ dalam, semisal melukai kepala sampai otak.
d. Wajib membayar 15 ekor unta jika seseorang melukai orang lain hingga menyebabkan kulit yang ada di atas tulang terkelupas.
e. Wajib membayar 10 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga mengakibatkan jari-jari tangannya atau kakinya putus (setiap jari 10 ekor unta).
f. Wajib membayar 5 ekor unta bagi seseorang yang melukai orang lain hingga menyebabkan giginya patah atau lepas (setiap gigi 5 ekor unta).
Adapun teknis pembayaran diyat, jika diyat tidak bisa dibayarkan dengan unta, maka ia bisa digantikan dengan uang seharga unta tersebut. Ketentuan-ketentuan yang belum ada aturan hukumnya diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan hakim.
Hikmah terbesar ditetapkannya diyat adalah mencegah pertumpahan darah serta sebagai obat hati dari rasa dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan. Yang mana dalam hal ini keluarga korban sebenarnya mempunyai dua pilihan. Pertama; meminta qisas, kedua; memaafkan pelaku tindak pembunuhan atau penganiayaan dengan kompensasi membayar diyat. Dan saat pilihan kedua dipilih keluarga korban, maka secara tidak langsung keluarga korban telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi, hati mereka menjadi bersih dari amarah ataupun rasa dendam yang akan dilampiaskan kepada pelaku tindak pembunuhan ataupun penganiayaan.
Walaupun demikian, secara manusiawi rasa sakit hati ataupun dendam tidak bisa dihilangkan begitu saja dengan diterimanya diyat, tetapi karena keluarga korban telah berniat dari awal untuk memaafkan pelaku tindak pidana maka dorongan batin itu lambat laun akan menetralisir suasana hingga akhirnya keluarga korban benar-benar bisa memaafkan pelaku tindak pidana setelah mereka menerima diyat.
Sampai titik ini, semakin bisa dirasakan bahwa diyat merupakan media yang sesuai dengan ajaran Islam yang efektif untuk pencegah pertumpahan darah dan penghilang rasa sakit hati atau dendam keluarga korban terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan ataupun penganiayaan.
1. Pengertian kifarat
Dalam al-Qamus al-Fiqhiy karya Sa’diy Abu Jayb disebutkan makna kifarat sebagai berikut, “Sesuatu yang dapat menutupi dari perbuatan dosa seperti bersedekah, berpuasa dan lain-lain”. Dalam bahasa Arab, kifarat berarti yang menutupi, menghapuskan atau yang membersihkan. Jadi menurut istilah, kifarat adalah denda yang harus dibayar karena telah melanggar suatu ketentuan syara’ dengan tujuan menghapuskan, membersihkan atau menutupi dosa tersebut. Dengan kata lain kifarat merupakan tanda taubat kepada Allah SWT dan sebagai penebus dosa.
2. Macam-macam Kifarat
Ada beberapa pelanggaran yang mengharuskan seseorang terkena ketentuan (membayar) kifarat, diantaranya ;
a. Kifarat Pembunuhan
Agama Islam sangat melindungi jiwa seseorang. Darah tidak boleh ditumpahkan tanpa sebab-sebab yang dilegalkan oleh syariat. Karenanya, seorang yang membunuh orang lain selain dihadapkan pada salah satu dari dua pilihan yaitu; diqisas atau membayar diyat, ia juga diwajibkan membayar kifarat.
Dzihar adalah perkataan seorang suami kepada istrinya, "kau bagiku seperti punggung ibuku" (kamu untukku haram dinikahi). Pada masa jahiliyyah dzihar dianggap sebagai talak. Akan tetapi setelah syariat Islam turun, ketetapan hukum dzihar yang berlaku di kalangan masyarakat jahiliyyah dibatalkan. Syariat Islam menegaskan bahwa dzihar bukanlah talak, dan pelaku dzihar wajib menunaikan Kifarat dzihar sebelum ia melakukan hubungan biologis dengan istrinya.
Kifarat seorang suami yang mendzihar istrinya adalah memerdekakan hamba sahaya. Jika ia tak mampu melakukannya, maka ia beralih pada pilihan kedua yaitu berpuasa 2 bulan berturut-turut. Dan jika ia masih juga tak mampu melakukannya, maka ia mengambil pilihan terakhir yaitu memberikan makan 60 fakir miskin.
Kifarat yang ditetapkan untuk pasangan suami istri yang melakukan hubungan biologis pada siang hari di bulan Ramadhan sama dengan Kifarat dzihar ditambah qadha sebanyak jumlah hari yang ditinggalkan karena pelanggaran melakukan hubungan biologis di siang hari bulan Ramadhan.
Kifarat bagi seorang yang bersumpah atas nama Allah kemudian ia melanggarnya adalah memberi makan 10 fakir miskin, atau memberi pakaian kepada mereka, atau memerdekakan budak. Jika ketiga hal tersebut tak mampu ia lakukan, maka diwajibkan baginya puasa 3 hari berturut-turut.
Kifarat Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak melakukan hubungan biologis dengan istrinya dalam masa tertentu. Semisal perkataan suami kepada istrinya, "demi Allah aku tidak akan menggaulimu". Konsekuensi yang muncul karena ila’ adalah suami membayar Kifarat ila’ yang jenisnya sama dengan Kifarat yamı̂ n (kifarat melanggar sumpah).
Kifarat jenis ini adalah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang, atau memberi makan orang miskin, atau berpuasa.