PERTEMUAN 10
Pengertian Bughat, Tindakan Hukum Terhadap Bughat, dan Status Hukum Pemberontak
Pengertian Bughat, Tindakan Hukum Terhadap Bughat, dan Status Hukum Pemberontak
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Menelaah dasar hukum materi tentang Pengertian Bugat, Tindakan Hukum Terhadap Bugat, dan Status Hukum Pembrontak (pelaku Bugat) dengan baik;
Memahami materi tentang Pengertian Bugat, Tindakan Hukum Terhadap Bugat, dan Status Hukum Pembrontak (pelaku Bugat) dengan baik;
Menyajikan fakta-fakta terkait materi tentang Pengertian Bugat, Tindakan Hukum Terhadap Bugat, dan Status Hukum Pembrontak (pelaku Bugat) dengan baik;
Mengomunikasikan materi tentang Pengertian Bugat, Tindakan Hukum Terhadap Bugat, dan Status Hukum Pembrontak (pelaku Bugat) dengan baik;
Pengertian Bugat, Tindakan Hukum Terhadap Bugat, dan Status Hukum Pembrontak (pelaku Bugat)
1.Pengertian
Memberontakan adalah sikap seseorang yang keluar dari kepatuhan kepada pemimpin yang sah (pemerintah) dengan melakukan perlawanan dan revolusi bersenjata, atau pembangkangan terhadap pemimpin dengan menggunakan kekerasan.
Adapun “bughat” dalam pengertian syara’ adalah orang-orang yang menentang atau memberontak pemimpin Islam yang terpilih secara sah. Tindakan yang dilakukan bughat bisa berupa memisahkan diri dari pemerintahan yang sah, membangkang perintah pemimpin, atau menolak berbagai kewajiban yang dibebankan kepada mereka. Al-Qurthubi mendefinisikan bughat sebagai keluarnya sekelompok orang untuk menentang dan menyerang imam yang adil, yang diperangi setelah sebelumnya diserukan untuk kembali (ruju’) kepada ketaatan.
Seorang baru bisa dikategorikan sebagai bughat dan dikenai had bughat jika beberapa kriteria ini melekat pada diri mereka:
a. Memiliki kekuatan, baik berupa pengikut maupun senjata.
b. Memiliki takwil (alasan) atas tindakan mereka keluar dari kepemimpinan imam atau tindakan mereka menolak kewajiban.
c. Memiliki pengikut yang setia kepada mereka.
d. Memiliki imam yang ditaati.
Para bughat harus diusahakan sedemikian rupa agar sadar atas kesalahan yang mereka lakukan, hingga akhirnya mau kembali taat kepada Imam dan melaksanakan kewajiban mereka sebagai warga negara.
Proses penyadaran kepada mereka harus dimulai dengan cara yang paling halus. Jika cara tersebut tidak berhasil maka boleh digunakan cara yang lebih tegas. Jika cara tersebut masih juga belum berhasil, maka digunakan cara yang paling tegas. Berikut ini adalah tahap-tahap pemberian tindakan hukum terhadap pelaku bughat sesuai ketentuan fikih Islam:
a. Mengirim utusan kepada mereka agar diketahui sebab–sebab pemberontakan yang mereka lakukan. Apabila sebab-sebab itu karena ketidaktahuan mereka atau keraguan mereka, maka mereka harus diyakinkan hingga ketidaktahuan atau keraguan itu hilang.
b. Apabila tindakan pertama tidak berhasil, maka tindakan selanjutnya adalah menasihati dan mengajak mereka agar mau mentaati Imam yang sah.
c. Jika usaha kedua tidak berhasil, maka usaha selanjutnya adalah memberi ultimatum atau ancaman bahwa mereka akan diperangi. Jika setelah munculnya ultimatum itu mereka meminta waktu, maka harus diteliti terlebih dahulu apakah waktu yang diminta tersebut akan digunakan untuk memikirkan kembali pendapat mereka, atau sekedar untuk mengulur waktu. Jika ada indikasi jelas bahwa mereka meminta penguluran waktu untuk merenungkan pendapat-pendapat mereka, maka mereka diberi kesempatan, akan tetapi sebaliknya, jika didapati indikasi bahwa mereka meminta penguluran waktu hanya untuk mengulur-ulur waktu maka mereka tak diberi kesempatan untuk itu.
d. Jika mereka tetap tidak mau taat, maka tindakan terakhir adalah diperangi sampai mereka sadar dan taat kembali.
Kalangan bughat tidak dihukumi kafir. Namun hukuman bagi pelaku bughat secara jelas telah disebutkan yaitu diperangi, Sebagaimana al-Quran menegaskan dalam surat al-Hujurat [49]: 9
"Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.”(Q.S. al-Hujarat [49]: 4)
Pelaku bughat yang yang taubat, maka taubatnya diterima dan ia tidak boleh dibunuh. Oleh sebab itu, para bughat yang tertawan tidak boleh diperlakukan secara sadis, lebih-lebih dibunuh. Mereka cukup ditahan saja hingga sadar.
Adapun harta mereka yang terampas tidak boleh disamakan dengan ganimah. Karena setelah mereka sadar, harta tersebut kembali menjadi harta mereka. Bahkan jika didapati kalangan bughat yang terluka saat perang, mereka tidak boleh serta merta dibunuh. Terkait hal ini terdapat Hadis Nabi Muhammad Saw.
" dari Ibnu 'Umar bahwasannya Nabi berkata kepada Ibnu Mas'ud: Wahai anak Ibu hamba (Allah), bagaimana hukum orang yang mendurhaka dari umatku? Aku berkata: Allah dn Rasul-Nya lebih mengetahui. Beliau bersabda: Mereka yang lari tidak diikuti, yang terluka tidak segera dibunuh, dan yang tertawan tidak dibunuh. (HR. Imam Bukhâri: 6885).