SHADAQAH
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Memahami definisi tentang Shadaqah dengan baik;
Menjelaskan dasar hukum tentang Shadaqah dengan baik;
Menyajikan dalam bentuk peta konsep tentang Shadaqah dengan baik;
Mengomunikasikan tentang Shadaqah dengan baik;
Pengertian dan Hukum Sedekah
Secara bahasa kata sedekah berasal dari bahasa Arab shadaqah yang secara bahasa berarti tindakan yang benar. Pada awal pertumbuhan Islam, sedekah diartikan sebagai pemberian yang disunahkan. Tetapi, setelah kewajibkan zakat disyariatkan yang dalam al-Qur’an sering disebutkan dengan kata shadaqah maka shadaqah mempunyai dua arti. Pertama, shadaqah sunah / tathawwu’ (sedekah) dan wajib (zakat). Yang menjadi pembahasan dalam bab ini adalah shadaqah sunah yang di masyarakat sering diucapkan dengan istilah sedekah.
Secara syara’ (terminologi), sedekah diartikan sebagai sebuah pemberian seseorang secara ikhlas kepada orang yang berhak menerima yang diiringi juga oleh oahala dari Allah. Contoh, memberikan sejumlah uang, beras, atau benda-benda lain yang bermanfaat kepada orang lain yang membutuhkan. Berdasarkan pengertian ini, maka yang namanya infak (pemberian/sumbangan) termasuk ke dalam kategori sedekah.
Dasar Hukum Sedekah
Secara ijma, ulama menetapkan bahwa hukum sedekah ialah sunah. Islam mensyariatkan sedekah karena di dalamnya terdapat unsur memberikan pertolongan kepada pihak yang membutuhkan. Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang menganjurkan agar kita bersedekah diantaranya terdapat dalam firman Allah swt. Surat al-Baqarah ayat 280 dan ayat 261.
“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. ” (Qs:2/280)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartany dijalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Qs.2/261)
Sedekah yang Tidak Dibolehkan
Sedekah hukumnya diperbolehkan selama benda yang disedekahkan itu adalah milik diri sendiri dan benda itu dari zatnya suci dan diperoleh dengan cara yang benar, meskipun jumlahnya sedikit. Maka jika barang itu statusnya milik bersama atau orang lain, maka tidak sah benda itu disedekahkan karena barang yang disedekahkan harus didasari oleh keihklasan dan kerelaan dari pemiliknya. Berkaitan dengan hal ini, maka tidak boleh seorang istri menyedekahkan harta suaminya kecuali tanpa izin darinya. Tetapi, jika telah berlaku kebiasaan dalam rumah tangga seoarang istri boleh menyedekahkan harta tertentu seperti makanan, maka hukumnya boleh tanpa minta izin kepada suaminya terlebih dahulu. Dalam hal ini, bukan hanya seorang istri yang mendapat pahala tetapi suami pun mendapat pahala.
Demikian halnya, haram menyedekahkan benda yang secara zat dihukumi haram seperti babi, dan anjing. Atau benda itu diperoleh dengan cara yang diharamkan seperti mencuri, merampok atau korupsi karena hal itu bukan miliknya secara sah, dan Allah juga tidak menerima sedekah dari yang haram atau bersumber dari cara yang haram sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis bahwa “Sesungguhnya Allah itu Suci tidak akan menerima kecuali yang suci pula” (HR. Muslim). Kemudian, Rasulullah menyebutkan seseorang laki-laki yang lam berkelana dengan rambutnya yang kusut, pakaianya yang berdebu, menandahkan tangannya ke langti seraya berkata, Ya Tuhanku, Ya Tuhanku, padahal makannya haram, pakaiannya haram, minumnya haram, dan dibesarkan dari sesuatu yang haram, maka bagaimana doanya dapat dikabulkan ? (HR. Muslim).
Hal ini yang perlu diperhatikan dalam bersedekah adalah faktor kebutuhan. Orang yang memiliki sesuatu tetapi, sesuatu itu dibutuhkan untuk menafkahi keluarganya atau membayar utangnya maka sesuatu itu tidak boleh untuk disedekahkan.
Sedekah hendaknya disalurkan tepat sasarannya artinya orang yang menerima adalah mereka yang benar-benar berhak dan sangat membutuhkan seperti fakir miskin. Maka orang kaya tidak diperbolehkan menerima sedekah dengan cara memperlihatkan dirinya sebagai orang fakir. Demikian halnya, dengan orang yang sehat dan mampu bekerja dengan baik haram baginya meminta-meminta sedekah kepada orang lain dan sedekah yang diterima itu hukumnya harta haram, demikian menurut imam al-Mawardi. Disunahkan dalam penyaluran zakat itu dikhususkan kepada mereka yang ahli kebaikan dan orang-orang yang benar-benar membutuhkannya. Makruh hukumnya bagi orang yang telah menyedekahkan sesuatu kepada orang lain kemudian ia mengambil alih sesuatu itu menjadi miliknya baik dengan cara hibah atau mengganti dan haram menyebut-menyebut sedekahnya, hal terakhir ini dapat membatalkan pahala sedekahnya.
Dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 60, secara tegas ada beberapa golongan yang berhak menerima sedekah.
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk haitnya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, maka sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs:8/60)
Menurut mufasir yang dimaksud:
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Mualaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berutang: orang yang berutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutan untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin, diantara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, dan rumah sakit.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Selain itu delapan ashnaf (golongan) diatas, sedekah juga diberikan kepada isteri, anak, dan pelayan. Hal ini didasari oleh hadis Rasulullah “Bersedekahlah kamu, lalu seorang laki-laki bertanya, Ya Rasulullah saya mempunyai satu dinar uang, rasul berkata, “sedekahkanlah untuk dirimu sendiri”, laki-laki itu berkata lagi, “ada lagi satu dinar lagi ya Rasulullah”, maka rasulullah berkata, “sedekahkan untuk isterimu”, kemudian ia berkata lagi, “masih ada satu dinar lagi ya Rasulullah”, rasul berkata, “sedekahkan kepada pelayanmu”, ia berkata lagi, “ada satu dinar lagi ya rasulullah”, rasulullah berkata “terserah padamu, engkau lebih mengetahui ke mana yang lebih baik.” (HR. Abu Daud, al-Nasai, dan Hakim).
Perkara yang dapat Membatalkan Sedekah
Ada beberapa perkara yang dapat menghilangkan pahala sedekah:
1. Al-Mann (membangkit-bangkitkan) artinya menyebut-menyebut dihadapan orang lain.
2. Al-Adza (menyakiti) artinya sedekah itu dapat menyakiti perasaan orang lain yang menerimanya baik dengan ucapan atau perbuatan.
Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala diakhirat.
Poin satu dan dua diatas didasari oleh al-Qur’an surat al-Baqarahayat 264:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-menyebut dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Qs: 2/264)
3. Riya (memamerkan) artinya memperlihatkan sedekah kepada orang lain karena ingin dipuji. Bersedekah jika ada orang tetapi jika dalam keadaan sepi ia tidak mau bersedekah. Dijelaskan oleh al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 262:
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala disisi tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Qs: 2/262)
Hikmah Sedekah
Sedekah memiliki nilai sosial yang sangat tinggi. Orang yang bersedekah dengan ikhlas ia buka hanya mendapatkan pahala tetapi juga memeiliki hubungan sosial yang baik. Hikmah yang dapat dipetik:
1. Orang yang bersedekah lebih mulia dibanding orang yang menerimanya sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadis “Tangan diatas lebih baik dari tangan yang dibawah”
2. Mempererat hubungan sesama manusia terutama kepada kaum fakir miskin, menghilangkan sifat bahkil dan egois, dan dapat membersihkan harta serta dapat meredam murka Tuhan.
3. Orang yang bersedekah senantiasa didoakan oleh kedua malaikat.
“Tidaklah seorang laki-laki berada di pagi hari kecuali dua malaikat berdoa, Ya Allah berilah ganti orang yang menafkahkan (menyedekahkannya) hartanya dan berikanlah kehancuran orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari Muslim).