TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Memahami definisi Bank dengan baik;
Menjelaskan dasar hukum tentang Bank dengan baik;
Menyajikan dalam bentuk peta konsep tentang Bank dengan baik;
Mengomunikasikan tentang Bank dengan baik.
BANK
1. Pengertian Bank
Kata bank berasal dari bahasa Italia, banca yang berarti meja. Menurut UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Fungsi bank adalah sebagai berikut:
a. Menyimpan dana masyarakat.
b. Menyalurkan dana masyarakat ke publik.
c. Memperdagangkan utang piutang.
d. Mengatur dan menjaga stabilitas peredaran uang.
e. Tempat menyimpan hata kekayaan (uang dan surat berharga) yang terbaik dan aman.
f. Menolong manusia dalam mengatasi kesulitan ekonomi keuangan.
Tujuan bank di antaranya yaitu :
1. Menolong manusia dalam banyak kesulitan, (peminjaman uang tunai atau kredit).
2. Meringankan hubungan antara para pedagang dan pengusaha dengan memperlancar pemindahan uang (money-transfer).
3. Bagi hartawan adalah untuk menjaga keamanan dan memberi perlindungan dari penjahat dan pencuri dengan menyimpan di tempat yang aman.
4. Untuk kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional maupun internasional dalam seluruh bidang kehidupan.
2. Jenis-jenis Bank
Jenis perbankan dewasa ini dapat ditinjau dari beberapa segi, yaitu segi fungsi, kepemilikan, status, dan cara menentukan harga atau bunga.
a. Dilihat dari Segi Fungsi
Menurut UU Pokok Perbankan Nomor 10 Tahun 1998, jenis bank menurut fungsinya adalah sebagai berikut.
1) Bank umum, yaitu bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2) Bank Perkreditan Rakyat, adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Dilihat dari Segi Kepemilikan
Jenis bank berdasarkan kepemilikannya dapat dibedakan sebagai berikut:
1) Bank milik pemerintah
Bank milik pemerintah merupakan bank yang akte pendiriannya maupun modal bank ini sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah, sehingga keuntungannya dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah adalah Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN). Contoh bank milik pemerintah daerah antara lain Bank DKI, Bank Jabar, Bank Jateng, Bank Jatim, Bank DIY, Bank Riau, Bank Sulawesi Selatan, dan Bank Nusa Tenggara Barat.
2) Bank milik swasta nasional
Bank milik swasta nasional merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga keuntungannya menjadi milik swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain Bank Central Asia, Bank Lippo, Bank Mega, Bank Danamon, Bank Bumi Putra, Bank Internasional Indonesia, Bank Niaga, dan Bank Universal.
3) Bank milik koperasi
Bank milik koperasi merupakan bank yang kepemilikan saham- sahamnya oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh bank milik koperasi adalah Bank Umum Koperasi Indonesia (Bukopin).
4) Bank milik asing
Bank milik asing merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, atau seluruh sahamnya dimiliki oleh pihak asing (luar negeri). Contoh bank milik asing antara lain ABN AMRO Bank, American Express Bank, Bank of America, Bank of Tokyo, Bangkok Bank, City Bank, Hongkong Bank, dan Deutsche Bank.
5) Bank milik campuran
Bank milik campuran merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional dan secara mayoritas sahamnya dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran adalah Bank Finconesia, Bank Merincorp, Bank PDFCI, Bank Sakura Swadarma, Ing Bank, Inter Pacifik Bank, dan Mitsubishi Buana Bank. Adapun dalam pengaturan dan pengawasan Bank seacara umum terdapat Bank sentral di Indonesia yang dipegang oleh Bank Indonesia (BI). Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Bank Indonesia merupakan lembaga negara yang independen bebas dari campur tangan pemerintah dan atau pihak- pihak lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang tersebut.
Fungsi bank sentral adalah sebagai bank dari pemerintah dan bank dari bank umum (banker’s bank), sekaligus untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Sementara tugas bank sentral antara lain sebagai berikut:
1) Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.
2) Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran.
3) Mengatur dan mengawasi bank
4) Sebagai penyedia dana terakhir (last lending resort) bagi bank umum dalam bentuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
c. Berdasarkan jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1) Bank Konvensional (dengan sistem bunga)
Bank dengan sistem bunga (Konvensional) ada dua jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat.
2) Bank Syariah (Bank dengan prinsip Bagi Hasil)
Karena belum ada kata sepakat dari para ulama tetang hukum bank konvensional sementara umat Islam harus mengikuti perkembangan ekonomi sehingga perlu jalan keluar, maka lahirlah bank syariah dengan prinsip bagi hasil.
Bank Syariah
Bank syariah adalah suatu bank yang dalam aktivitasnya; baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.
a. Konsep Dasar Transaksi
1) Efisiensi, mengacu pada prinsip saling menolong untuk berikhtiar, dengan tujuan
mencapai laba sebesar mungkin dan biaya yang dikeluarkan selayaknya.
2) Keadilan, mengacu pada hubungan yang tidak menzalimi (menganiaya), saling mengikhlaskan antar pihak-pihak yang terlibat dengan persetujuan yang adil tentang proporsi bagi hasil, baik untung maupun rugi.
3) Kebenaran, mengacu pada prinsip saling menawarkan bantuan dan nasehat untuk saling meningkatkan produktivitas.
b. Produk Perbankan Syariah
1)Produk penyaluran dana
▪ Prinsip Jual Beli (Bai’)
Transaksi jual beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang, seperti:
- Pembiayaan Murabāḥah
Murabāḥah adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
- Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Dalam praktik perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara angsuran. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi dijual kembali secara tunai atau secara cicilan.
- Istiṣna
Produk istiṣna menyerupai produk salam, namun dalam istiṣna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istiṣna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan kontruksi.
▪ Prinsip Sewa (Ijārah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya 'an at-tamlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.
▪ Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
- Musyārakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/ reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
- Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
3. Hukum Bunga Bank dalam Islam
Bank merupakan masalah baru dalam khazanah hukum Islam, maka para ulama masih memperdebatkan hukum bunga bank. Berikut ini beberapa pandangan mengenai hukum perbankan, yaitu mengharamkan, tidak mengharamkan, dan syubhat (samar- samar).
a. Kelompok yang mengharamkan
Ulama yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahra (guru besar Fakultas Hukum, Kairo, Mesir), Abu A’la al-Maududi (ulama Pakistan), dan Muhammad Abdullah al-A’rabi (Kairo). Mereka berpendapat bahwa hukum bank adalah haram, sehingga kaum Muslimin dilarang mengadakan hubungan dengan bank yang memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.
b. Kelompok yang tidak mengharamkan
Ulama yang tidak mengharamkan di antaranya adalah Syekh Muhammad Syaltut dan A.Hassan. Mereka mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda, sebagaimana digambarkan dalam Q.S. Ali Imran [3]:130:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung".
c. Kelompok yang menganggap syubhat (samar)
Bank merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam Islam karena bank merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Hal-hal yang belum ada nas dan masih diragukan ini yang dimaksud dengan barang syubhat (samar). Karena untuk kepentingan umum atau manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka berdasarkan kaidah usul (maslahah mursalah), bank masih tetap digunakan dan dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank pemerintah (non swasta), dan tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.