Para ulama membagi perang terhadap kaum bughāt dalam 2 kategori hukum:
a. Bughah wajib diperangi.
b. Bughah mubah (boleh) diperangi.
Mereka yang hukumnya wajib diperangi adalah yang melakukan salah satu dari tindakan berikut:
1) Menyerang wanita dalam kawasan ahlu al adli, yaitu suatu perkampungan di mana masyarakat sipil biasa hidup.
2) Mengambil bagian dari baitul mal kaum muslimin secara tidak sah.
3) Tidak mau menyerahkan hak yang telah diwajibkan atas mereka. Baik menyangkut hak Allah seperti zakat, maupun hak makhluk seperti pajak, hutang, dll.
4) Secara jelas melakukan pembangkangan untuk menjatuhkan Imam/ pemimpin yang telah sah dibai'at dan wajib ditaati.
Masih diperselisihkan oleh para Fuqahā adalah orang-orang yang mengadakan pemisahan diri dari jama'ah muslimin dan tidak mau menyerahkan zakat, kecuali kepada sesama golongan mereka (kaum bughāh). Imam Syafi’i dalam qaul qadiīmnya berpendapat mereka wajib diperangi atas dasar pendapat bahwa zakat wajib diserahkan kepada baitul mal muslimin. Namun dalam qaul jadid Imam Syafi’i berpendapat mereka mubah diperangi atas dasar pendapat bahwa penyerahan zakat ke baitul mal adalah sunat dan tidak wajib.
Adapun hikmah dari adanya hukuman bagi pelaku bughat antara lain sebagai berikut:
a. Seseorang atau sekelompok organisasi tidak akan mudah memusuhi/ membangkang dengan memberontak terhadap negara yang sudah terbentuk secara sah. Mereka akan menerima sanksi diperangi oleh negara yang sah dan juga tidak dapat menikmati kehidupan yang bebas dan damai di negara tempat mereka tinggal.
b. Seseorang atau sekelompok organisasi akan memahami betapa hukum Islam benar-benar melindungi kedaulatan negara yang sah secara hukum. Karena kehadiran negara yang damai dan adil dapat mengantarkan umat manusia kedalam kehidupan yang aman, damai, dan tentram.
c. Menghindarkan manusia/sekelompok organisasi dari berbuat kesemena-mena yang tidak melewati jalur konstitusi yang diakui oleh negara. Oleh karena itu pemberontakan sangat berbahaya bagi keutuhan suatu bangsa dan negara yang sah.
d. Memberikan efek jera terhadap pelaku bughat agar tidak memberontak dan dapat kembali taubat serta mengakui negara yang sah secara konstitusional dan hukum Islam.
e. Memberikan pemahaman bahwa jika terdapat perbedaan pendapat terkait dengan jalannya pemerintahan, maka harus disalurkan dengan cara-cara yang benar.