PERTEMUAN 8
Khuluk ,Fasakh, Iddah,Hadanah dan Rujuk
Khuluk ,Fasakh, Iddah,Hadanah dan Rujuk
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Memahami materi Khuluk ,Fasakh, iddah,Hadanah dan Rujuk dengan baik;
Menjelaskan dasar hukum tentang materi Khuluk dan Fasakh, iddah,Hadanah dan Rujuk dengan baik;
Menyajikan dalam bentuk peta konsep tentang materi Khuluk dan Fasakh, iddah,Hadanah dan Rujuk dengan baik;
Mengomunikasikan tentang materi Khuluk dan Fasakh, iddah,Hadanah dan Rujuk dengan baik;
Khuluk dan Fasakh, iddah,Hadanah dan Rujuk
1. Pengertian Khuluk
Khuluk adalah permintaan perceraian yang timbul atas kemauan istri dengan mengembalikan mahar kepada suaminya. Khuluk disebut juga dengan talak tebus. Terkait dengan khuluk, Allah berfirman dalam surat al-Baqarah [2]: 229:
: “...Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak dosa bagi keduanya mengadakan bayaran yang diberikan oleh pihak istri untuk menebus dirinya.”(QS. Al Baqarah [2]: 229)
2. Rukun Khuluk
a. Suami yang baligh, berakal dan dengan kemauannya
b. Istri yang masih terikat pernikahan dengan suami. Maksudnya istri tersebut belum di talak suami yang menyebabkannya tidak boleh dirujuk.
c. Ucapan yang menunjukkan khuluk
d. Bayaran yaitu suatu yang boleh dijadikan mahar.
Tebusan khulu’ dapat berupa pengembalian mahar sebagian atau seluruhnya dan dapat juga harta tertentu yang sudah disepakati suami istri. Dalam salah satu hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas R.a, dijelaskan bahwa istri Tsabit bin Qais mengadu kepada Rasulullah Saw. Berkaitan dengan keinginan berpisah dari suaminya. Maka Rasulullah Saw. bertanya kepadanya apakah dia rela mengembalikan kebun yang dulu dijadikan mahar untuknya kepada Tsabit? dan kala istri Tsabit menyatakan setuju, maka Rasulullah pun bersabda kepada Tsabit:
“ Terimalah kebunnya, dan talaklah ia satu kali talak.” (HR. An-Nasai)
Adapun terkait besar kecilnya tebusan khulu’, para ulama berselisih pendapat:
Pertama, pendapat jumhur ulama: Tidak ada batasan jumlah dalam tebusan khulu’. Dalil yang mereka jadikan sandaran terkait masalah ini adalah firman Allah dalam surat al-Baqarrah ayat 229 –sebagaimana tersebut di atas.
Kedua, pendapat sebagian ulama: Tebusan khulu’ tidak boleh melebihi mas kawin yang pernah diberikan suami.
Ketika terjadi khulu’, maka suami tidak bisa merujuk istrinya, walaupun khulu’ tersebut baru masuk kategori talak satu ataupun dua dan istri masih dalam masa iddahnya. Seorang suami yang ingin kembali kepada istrinya setelah terjadinya khulu’ harus mengadakan akad nikah baru dengannya.
Secara bahasa fasakh berarti rusak atau putus. Adapun dalam pembahasan fikih fasakh adalah pemisahan pernikahan yang dilakukan hakim dikarenakan alasan tertentu atau diajukan salah satu pihak dari suami istri yang bersangkutan. Adapun sebab-sebab fasakh adalah ;
Tidak terpenuhinya syarat-syarat akad nikah, misalnya seseorang yang menikahi seorang perempuana yang ternyata adalah saudara perempuannya.
2. Munculnya masalah yang dapat merusak pernikahan dan menghalangi tercapainya tujuan pernikahan, sebagaimana beberapa hal berikut:
a. Murtadnya salah satu dari pasangan suami istri
b. Hilangnya suami dalam tempo waktu yang cukup lama
c. Dipenjarakannya suami, dihukum mati beberapa hal lainnya.
Iddah ialah masa menunggu atau batas waktu untuk tidak menikah bagi perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suaminya.
1. Macam-macam iddah :
a) Iddah Istri yang dicerai dan ia masih haid (rutin), lamanya tiga kali suci.
b) Iddah Istri yang dicerai dan ia sudah tidak haid (menopouse), lamanya tiga bulan
c) Iddah Istri yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan sepuluh hari bila ia tidak hamil.
d) Iddah Istri yang dicerai dalam keadaan hamil lamanya sampai melahirkan.
e) Iddah Istri yang ditinggal wafat suaminya dalam keadaan hamil masa iddahnya menurut sebagian ulama adalah iddah hamil yaitu sampai melahirkan.
f) Untuk istri yang dicerai namun belum pernah bercampur dengan suami, maka tidak mempunya masa iddah
2. Kewajiban Suami Istri Selama Masa Iddah
a) Kewajiban Suami
Suami yang mencerai istrinya tetap berkewajiban memberi belanja dan tempat tinggal hingga masa iddahnya berakhir. Berikut penjelasan singkatnya:
1) Perempuan yang dicerai dengan talak raj'i berhak mendapatkan belanja dan tempat tinggal.
2) Perempuan yang di talak bain dan ia dalam keadaan hamil berhak memperoleh nafkah dan tempat tinggal.
3) Perempuan yang ditalaq bain dan tidak hamil berhak memperoleh tempat tinggal saja dan tidak berhak memperoleh belanja.
4) Perempuan yang ditinggal wafat suami baik dalam kondisi hamil atau tidak, ia tidak berhak memperoleh uang belanja atau tempat tinggal karena ia mendapat warisan dari harta peninggalan suaminya.
b) Kewajiban istri selama masa iddah
Wanita yang dicerai suaminya wajib menetap di rumah suaminya selama iddahnya belum berakhir.
“Jangan kamu keluarkan mereka istri-istri yang telah dicerai dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang.” (QS. At-Talāq [65]: 1)
c) Tujuan masa iddah :
1) Menghilangkan keraguan tentang kosongnya rahim mantan istri.
2) Untuk menjaga perasaan keluarga mantan suami yang sedang berkabung (ini terkait dengan iddah wanita kala ditinggal mati suaminya).
3) Memberikan kesempatan kepada suami istri untuk berpikir kembali, apakah akan tetap berpisah atau rujuk (kembali).
Sebagai akibat dari perceraian dalam rumah tangga, maka efeknya adalah bagi mereka yang mempunyai keturunan. Jika anak keturunan masih dibawah umur, maka ada kewajiban dan hak yang dilakukan oleh pihak kedua orangtuanya, lalu siapakah yang paling berhak mendidiknya dan seterusnya, sehingga konsep hadanah hadir dalam pembahasan ini. Hadanah adalah memelihara anak dan mendidiknya dengan baik.
1. Syarat-syarat Hadanah :
a. Berakal.
b. Beragama.
c. Medeka.
d. Baligh.
e. Mampu mendidik.
f. Amanah.
2. Tahap-tahap Hadanah
Jika suami istri bercerai maka pemeliharaan anak mengikuti aturan sebagaimana berikut:
a. Jika anak masih kecil dan belum baligh, maka ibu lebih berhak memeliharanya.
b. Jika anak sudah baligh, maka keputusan diserahkan kepada anak tersebut diikuti pertimbangan hakim, apakah ia akan memilih ibunya atau bapaknya.
Rujuk adalah kembalinya suami kepada istrinya yang telah dicerai, bila istrinya masih dalam masa iddah. Allah Swt. berfirman :
“Apabila kamu menceraikan istri-istrimu lalu mereka menghendaki akhir iddahnya maka rujuklah mereka dengan cara yang baik pula.” (QS. Al-Baqarah [2]: 231)
Hukum asal rujuk adalah boleh, kemudian dapat berkembang sesudai dengan keadaan yang mengiringi proses rujuk tersebut. Berikut hukum rujuk:
a. Haram, apabila rujuk mengakibatkan kerugian atau kemadharatan di pihak istri.
b. Makruh, apabila bercerai lebih bermanfaat daripada rujuk.
c. Sunnah, apabila rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian
a) Untuk istri, apabila:
1. Sudah pernah dicampuri
2. Talak yang dijatuhkan adalah talak raj’i
3. Masih dalam masa iddah
b) Untuk suami apabila:
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Tidak dipaksa
Sigat rujuk yang diucapkan suami kepada istrinya bisa bernada tegas, dan juga bisa bernada sindiran. Untuk sighat rujuk dengan nada sindiran dibutuhkan niat, hingga benar-benar bisa diketahui bahwa sang suami telah benar-benar meminta kembali istrinya.
4. Saksi dalam Masalah Rujuk
Kesaksian dalam rujuk sama dengan syarat saksi dalam talak, yaitu dua orang laki-laki yang adil.