PERTEMUAN 7
Musaqah, Muzaraah, Mukhobarah, Mudharabah, dan Murabahah serta Syirkah
- Sebelum Melakukan Pembelelajaran, mari kita bersama- sama berdo'a agar proses pembelajaran berjalan lancar.
- Selama proses pembelajaran berlangsung, mari bersama-sama menciptakan suasana belajar yang tenang dan damai.
- Materi ini dapat diakses setiap hari kecuali absensi Online dan Evaluasi
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Memahami definisi tentang Musaqah, Muzaraah, Mukhobarah, Mudharabah, dan Murabahah serta Syirkah dengan baik;
Menjelaskan dasar hukum tentang Musaqah, Muzaraah, Mukhobarah, Mudharabah, dan Murabahah serta Syirkah dengan baik;
Menyajikan dalam bentuk peta konsep tentang Musaqah, Muzaraah, Mukhobarah, Mudharabah, dan Murabahah serta Syirkah dengan baik;
Mengomunikasikan tentang Musaqah, Muzaraah, Mukhobarah, Mudharabah, dan Murabahah serta Syirkah dengan baik;
A. Musāqah, Muzāra’ah dan Mukhābarah
1. Musāqah
a. Pengertian Musāqah
Musāqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam akad.
b. Hukum Musāqah
Hukum musāqah adalah mubah (boleh) sebagaimana sabda Rasulullah Saw. yang artinya:
Dari Ibnu Umar, “sesungguhnya nabi Saw telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar, agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija)” (HR. Muslim).
c. Rukun musāqah
Pemilik dan penggarap kebun.
Pekerjaan dengan ketentuan yang jelas baik waktu, jenis, dan sifatnya.
Hasil yang diperoleh berupa buah, daun, kayu, atau yang lainnya. Buah, hendaknya ditentukan bagian masing-masing (yang punya kebun dan tukang kebun) misalnya seperdua, sepertiga, atau berapa saja asal berdasarkan kesepakatan keduanya pada waktu akad.
Akad, yaitu ījāb qabūl baik berbentuk perkataan maupun tulisan.
2. Mukhābarah dan Muzara'ah
a. Pengertian Mukhābarah
Mukhābarah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari yang punya tanah. Pada umumnya kerjasama mukhābarah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya cukup mahal, seperti cengkeh, pala, vanili, dan lain- lain. Namun tidak tertutup kemungkinan pada tanaman yang benihnya relatif murah pun dilakukan kerjasama mukhābarah.
b. Pengertian Muzāra'ah
Muzāraah adalah kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap sedangkan benihnya dari penggarap. Pada umumnya kerjasama muzāra'ah ini dilakukan pada tanaman yang benihnya relatif murah, seperti padi, jagung, kacang, kedelai dan lain- lain.
c. Hukum Mukhābarah dan Muzāra’ah
Hukum mukhābarah dan muzāra’ah adalah boleh sebagaimana hadis Rasulullah saw:
Dari Ibnu Umar: “Sesungguhna Nabi Saw. Telah memberikan kebun kepada penduduk khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian mereka akan diberi sebagian dari penghasilan, baik dari buah – buahan maupun dari hasil pertahun (palawija)” (HR Muslim).
Adapun persamaan dan perbedaan antara musāqah, muzāra’ah, dan mukhābarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan akad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musāqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzāra’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangkan di dalam mukhābarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.
Syirkah
Pengertian Syirkah
Menurut bahasa syirkah artinya: persekutuan, kerjasama atau bersama-sama. Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa, untuk mendapatkan keuntungan. Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat banyak manfaatnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama. Kerjasama itu ada yang sifatnya antar pribadi, antar grup bahkan antar Negara. Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama, didorong oleh keinginan untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan dan keuntungan bersama.
Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Syirkah amlak (syirkah kepemilikan) syirkah amlak ini terwujud karena wasiat atau kondisi lain yang menyebabkan kepemilikan suatu aset oleh dua orang atau lebih.
b. Syirkah uqūd (syirkah kontrak atau kesepakatan), syirkah uqūd ini terjadi karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syarikat modal untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqūd dibedakan menjadi empat macam :
1) Syirkah ‘nan (harta).
Syirkah harta adalah akad kerjasama dalam bidang permodalan sehingga terkumpul sejumlah modal yang memadai untuk diniagakan supaya mendapat keuntungan.
2) Syirkah a’māl (serikat kerja/syirkah ‘abdan)
Syirkah a’māl adalah suatu bentuk kerjasama dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Contoh : CV, NP, Firma, Koperasi dan lain-lain.
3) Syirkah Muwāfadah
Syirkah muwāfadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban hutang dan kesamaan laba yang didapat.
4) Syirkah Wujūh (Syirkah keahlian)
Syirkah wujūh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.
Rukun dan Syarat Syirkah
Rukun dan syarat syirkah dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Anggota yang berserikat, dengan syarat : baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan baligh, berakal sehat, atas kehendak sendiri dan mengetahui pokok-pokok perjanjian.
b. Pokok-pokok perjanjian syaratnya :
- Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
- Anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus jelas.
- Yang disyarikat kerjakan (obyeknya) tidak bertentangan dengan prinsip- prinsip syari’at Islam.
c. Ṣīghat, dengan Syarat : Akad kerjasama harus jelas sesuai dengan perjanjian.
Muḍārabah dan Murābaḥah
1. Muḍārabah
a. Pengertian Muḍārabah
Muḍārabah adalah suatu bentuk kerjasama perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengelola dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan jika mengalami kerugian akan ditanggung oleh si pemilik modal.
b. Rukun Muḍārabah
Rukun Muḍārabah yaitu:
▪ Adanya pemilik modal dan Muḍārib
▪ Adanya modal, kerja dan keuntungan
▪ Adanya ṣīghat yaitu ījab dan qabūl
c. Macam-macam Muḍārabah
Secara umum muḍārabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu:
1) Muḍārabah muṭlaqah
Dimana pemilik modal (ṣāḥibul māl) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (Muḍārib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha normal yang sehat.
2) Muḍārabah muqayyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
2. Murābaḥah
a. Pengertian Murābaḥah
Murābaḥah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murābaḥah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
b. Ketentuan Murābaḥah
1) Jual beli murābaḥah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2) Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.
3) Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun prosentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murābaḥah
4) Dalam sistem murābaḥah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5) Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murābaḥah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murābaḥah.