PERTEMUAN 3
Memahami Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan
Memahami Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Memahami materi Memahami Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan dengan baik;
Menjelaskan dasar hukum tentang materi Memahmi Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan dengan baik;
Menyajikan dalam bentuk peta konsep tentang materi Memahami Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan dengan baik;
Mengomunikasikan tentang materi Memahami Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan dengan baik;
Memahami Mahram dan Prinsip Kafaah dalam Pernikahan
Memahami Mahram
Mahram adalah orang, baik laki-laki maupun perempuan yang haram dinikahi. Adapun sebab-sebab yang menjadikan seorang perempuan menjadi haram dinikahi oleh seseorang laki-laki dapat dibagi menjadi dua yaitu:
Perempuan-perempuan yang haram dinikahi untuk selamanya terbagi menjadi empat yaitu:
a. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena hubungan nasab yaitu
1) Ibu, nenek secara mutlak dan semua jalur ke atasnya
2) Anak perempuan beserta semua jalur ke bawah
3) Saudara perempuan
4) Bibi dari jalur ayah secara mutlak beserta jalur ke atasnya
5) Bibi dari jalur ayah secara mutlak beserta jalur ke atasnya
6) Anak perempuan dari saudara laki-laki secara mutlak
7) Anak perempuan dari saudara laki-laki, anak perempuannya anak perempuan beserta jalur ke bawahnya.
Sebagaimana Firman Allah Swt.:
"Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara ayahmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan… " (Q.S. An-Nisā' [4]: 23).
b. Wanita-wanita yang haram dinikahi karena pertalian nikah, mereka adalah:
1) Isteri ayah dan Istri kakek beserta jalur ke atasnya.
2) Ibu istri (ibu mertua) dan nenek istri(ibunya ibu mertua).
3) Wanita-wanita yang haram dinikahi karena se-susuan (radha’ah).
a. Ibu yang menyusui
b. Saudara se-susuan
4) Wanita yang haram dinikahi lagi karena sebab li'an.
Li'an adalah sumpah atas persaksian seorang suami yang menyaksikan istrinya berzina namun tidak memiliki saksi yang lain selain dirinya. Adapun lafadz sumpah li’an sebagaimana berikut, "Aku bersaksi kepada Allah, atas kebenaran dakwaanku bahwa istriku telah berzina."
Persaksian ini diulangi hingga 4 kali, kemudian setelahnya ia berkata, "Laknat Allah akan menimpaku seandainya aku berdusta dalam dakwaanku ini." Bisa disimpulkan bahwa suami yang mendakwa istrinya berzina, dikenai salah satu dari 2 konsekuensi. Pertama; didera 80 kali bila ia tidak bisa menghadirkan saksi. Kedua; li’an, yang dengan persaksian tersebut ia terbebas dari hukuman dera.
Walaupun dengan li’an seorang suami terbebas dari hukuman dera, akan tetapi efek yang diakibatkan dari li’an tersebut, ia harus berpisah dengan istrinya selama-lamanya. Hal ini disandarkan pada Hadis Rasulullah Saw.:
“Suami Isteri yang telah melakukan li’an (saling melaknat), yang keduanya hendak cerai maka tidak boleh berkumpul kembali (dalam ikatan pernikahan) selamalamanya” (HR. Abu Dawud).
Ada beberapa sebab yang menjadikan seorang wanita tidak boleh dinikahi sementara waktu. Apabila sebab tersebut hilang, maka wanita tersebut boleh dinikahi kembali. Sebab-sebab tersebut adalah :
a. Pertalian nikah
Perempuan yang masih dalam ikatan perkawinan, haram dinikahi laki-laki lain. Termasuk perempuan yang masih ada dalam massa iddah, baik iddah talak maupun iddah wafat.
b. Talak ba’in kubra (talak tiga)
Bagi seorang laki-laki yang mencerai istrinya dengan talak tiga, haram baginya menikah dengan mantan istrinya itu, selama ia belum dinikahi laki-laki lain, kemudian diceraikan kembali dan melalui masa iddah.
Dengan kata lain, ia bisa menikahi kembali istrinya tersebut dengan beberapa syarat berikut:
1) Istrinya telah menikah dengan laki-laki lain (suami baru).
2) Istrinya telah melakukan hubungan intim dengan suami barunya.
3) Istrinya dicerai suami barunya secara wajar, bukan karena ada rekayasa.
4) Telah habis masa iddah talak dari suami baru.
c. Memadu dua orang perempuan bersaudara
Diharamkan bagi seorang laki-laki yang masih berada dalam ikatan pernikahan dengan seorang perempuan menikahi beberapa wanita berikut:
1) Saudara perempuan istrinya, baik kandung seayah maupun seibu
2) Saudara perempuan ibu istrinya (bibi istri) baik kandung seayah ataupun kandung seibu dengan ibu istrinya.
3) Saudara perempuan bapak istrinya (bibi istrinya) baik kandung seayah atupun seibu dengan bapak istrinya.
4) Anak perempuan saudara permpuan istrinya (keponakan istrinya) baik kandung seayah maupun seibu
5) Anak perempuan saudara laki-laki istrinya baik kandung seayah maupun seibu
6) Semua perempuan yang bertalian susuan dengan istrinya.
Pengharaman menikah dengan beberapa wanita di atas juga berlaku bagi seorang laki-laki yang mentalaq raj’i istrinya. Artinya, selama istri yang tertalaq raj’i masih dalam masa ‘iddah, maka suaminya tidak boleh menikah dengan wanita-wanita di atas.
d. Berpoligami lebih dari empat
Seorang laki-laki yang telah beristri empat, haram baginya menikahi wanita yang kelima. Karena syara’ telah menetapkan bahwa seorang laki-laki hanya boleh menikahi maksimal empat orang wanita.
e. Perbedaan agama
Haram nikah karena perbedaan agama, ada dua macam :
1) Perempuan musyrik, dimana ia haram dinikahi laki-laki muslim
2) Perempuan muslimah, dimana ia haram dinikahi laki-laki non muslim, yaitu orang musyrik atau penganut agama selain islam.
Prinsip Kafaah dalam Pernikahan
1. Pengertian kafaah
Kafáah atau kufu artinya kesamaan, kecocokan dan kesetaraan. Dalam konteks pernikahan berarti adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon istri dari segi (keturunan), status sosial (jabatan, pangkat) agama (akhlak) dan harta kekayaan.
Kafa’ah adalah hak perempuan dari walinya. Jika seseorang perempuan rela menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sekufu, tetapi walinya tidak rela maka walinya berhak mengajukan gugatan fasakh (batal). Demikian pula sebaliknya, apabila gadis shalihah dinikahkan oleh walinya dengan laki-laki yang tidak sekufu dengannya, ia berhak mengajukan gugatan fasakh. Kafaah adalah hak bagi seseorang. Karena itu jika yang berhak rela tanpa adanya kafaah, pernikahan dapat diteruskan.
Beberapa pendapat tentang hal-hal yang dapat diperhitungkan dalam kafaah, yaitu:
a. Sebagian ulama mengutamakan bahwa kafaah itu diukur dengan nasab (keturunan), kemerdekaan, ketataan, agama, pangkat pekerjaan/profesi dan kekayaan.
b. Pendapat lain mengatakan bahwa kafaah itu diukur dengan ketataan menjalankan agama. Laki-laki yang tidak patuh menjalankan agama tidak sekufu dengan perempuan yang patuh menjalankan agamanya. Laki-laki yang akhlaknya buruk tidak sekufu dengan perempuan yang akhlaknya mulia begitupun sebaliknya.
1) Kufu ditinjau dari segi agama.
Yang menjadi standar disini adalah keimanan. Ketika seorang yang beriman menikah dengan orang yang tidak beriman, maka pernikahan keduanya tidak dianggap sekufu.
2) Kufu’ dilihat dari segi iffah.
Maksud dari ‘iffah adalah terpelihara dari segala sesuatu yang diharamkan dalam pergaulan. Maka, tidak dianggap sekufu ketika orang yang baik dan menjaga diri dengan baik menikah dengan seseorang yang melacurkan dirinya, walaupun mereka berdua seagama.