PERTEMUAN 8
Hukum Mencuri
Hukum Mencuri
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Menelaah dasar hukum materi tentang Hukum Mencuri dengan baik;
Memahami materi tentang Hukum Mencuri dengan baik;
Menyajikan fakta-takta terkait materi tentang Hukum Mencuri dengan baik;
Mengomunikasikan materi tentang Hukum Mencuri dengan baik.
1. Pengertian mencuri
Secara bahasa mencuri adalah mengambil harta atau selainnya secara sembunyi-sembunyi. Dari arti bahasa ini muncul ungkapan “fulan istaraqa assam'a wa an-nazara” (Si Fulan mencuri pendengaran atau penglihatan).
Sedangkan menurut istilah syara’ mencuri adalah mengambil harta orang lain dari penyimpanannya yang semestinya, secara diam-diam dan sembunyi- sembunyi. Atau pengertian lain " mukallaf yang mengambil harta orang lain secara sembunyi-sembunyi, jika harta tersebut mencapai satu nisab, terambil dari tempat penyimpanannya, dan orang yang mengambil tidak mempunyai andil kepemilikan terhadap harta tersebut.”
Berpijak dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa praktik pencurian yang pelakunya diancam dengan hukuman had memiliki beberapa syarat berikut ini:
a. Pelaku pencurian adalah mukallaf
b. Barang yang dicuri milik orang lain
c. Pencurian dilakukan dengan cara diam-diam atau sembunyi-sembunyi
d. Barang yang dicuri disimpan di tempat penyimpanan
e. Pencuri tidak memiliki andil kepemilikan terhadap barang yang dicuri. Jika pencuri memiliki andil kepemilikan seperti orangtua yang mencuri harta anaknya maka orangtua tersebut tidak dikenai hukuman had, walaupun ia mengambil barang anaknya yang melebihi nisab pencurian.
f. Barang yang dicuri mencapai jumlah satu nisab.
praktik pencurian yang tidak memenuhi syarat-syarat di atas pelakunya tidak dikenai had. Namun demikian, hakim berhak menjatuhkan hukuman takzir kepadanya.
Disamping syarat-syarat di atas, had mencuri tidak dapat dijatuhkan sebelum tertuduh praktik pencurian benar-benar diyakini-secara syara’ telah melakukan pencurian yang mengharuskannya dikenai had. Tertuduh harus dapat dibuktikan melalui salah satu dari tiga kemungkinan berikut:
1. Kesaksian dari dua orang saksi yang adil dan merdeka
2. Pengakuan dari pelaku pencurian itu sendiri
3. Sumpah dari penuduh
Jika terdakwa pelaku pencurian menolak tuduhan tanpa disertai sumpah, maka hak sumpah berpindah kepada penuduh. Dalam situasi semisal ini, jika penuduh berani bersumpah, maka tuduhannya diterima dan secara hukum tertuduh terbukti melakukan pencurian.
Jika praktik pencurian telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dijelaskan di atas, maka pelakunya wajib dikenakan had mencuri, yaitu potong tangan. Allah Swt. berfirman dalam surat al-Maidah ayat 38:
"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.(QS. Al-Maidah {[5] : 38).
Ayat di atas menjelaskan had pencurian secara umum. Adapun teknis pelaksanaan had pencurian yang lebih detail dijelaskan dalam hadis Rasulullah berikut:
"Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Rasulullah bersabda mengenai pencuri: "jika ia mencuri (kali pertama) potonglah satu tangannya, kemudian jika ia mencuri (kali kedua) potonglah salah satu kakinya, jika ia mencuri (kali ketiga) potonglah tangannya (yang lain), kemudian jika ia mencuri (kali keempat) potonglah kakinya (yang lain)." (HR. al-Baihaqi dalam Ma'rifatus al-Sunnan wa Asar).
Bersandar pada hadis tersebut sebagian ulama diantaranya imam Malik dan imam Syafi’i berpendapat bahwa had mencuri mengikuti urutan sebagaimana berikut:
a. Potong tangan kanan jika pencurian baru dilakukan pertama kali
b. Potong kaki kiri jika pencurian dilakukan untuk kali kedua
c. Potong tangan kiri jika pencurian dilakukan untuk kali ketiga
d. Potong kaki kanan jika pencurian dilakukan untuk kali keempat
e. Jika pencurian dilakukan untuk kelima kalinya maka hukuman bagi pencuri adalah takzir dan ia dipenjarakan hingga bertaubat.
Sebagian ulama lain diantaranya Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa hukuman potong tangan dan kaki hanya berlaku sampai pencurian kedua, yakni potong tangan kanan untuk pencurian pertama dan potong kaki kiri untuk pencurian kedua, sedangkan untuk pencurian ketiga dan seterusnya hukumannya adalah takzir.
Para Ulama berbeda pendapat terkait nisab (kadar minimal) barang yang dicuri.
• Menurut madzhab Hanafi, nisab barang curian adalah 10 dirham
• Menurut Jumhur Ulama, nisab barang curian adalah ¼ dinar emas, atau tiga dirham perak.
Dalil yang dijadikan sandaran jumhur ulama terkait penetapan had nisab ¼ dinar emas atau tiga dirham perak adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya dan Imam Ahmad dalam kitab musnadnya, dimana Rasulullah Saw. Bersabda :
“Dari Aisah, bahwa Rasulullah Saw. Menjatuhkan had potong tangan pada pencuri seperempat dinar atau lebih.” (H.R Muslim).
Adapun tentang harga dinar atau dirham selalu berubah-ubah. Satu dinar emas diperkirakan seharga 10-12 dirham. Jika dihargakan dengan emas, satu dinar setara dengan 13,36 gram emas. Jadi diperkirakan nisab barang curian adalah 3,34 gram emas (1/4 dinar).
Ulama sepakat bahwa pemilik barang yang dicuri dapat memaafkan pencurinya, sehingga pencuri bebas dari had sebelum perkaranya sampai ke pengadilan. Karena had pencuri merupakan hak hamba (hak pemilik barang yang dicuri).
Jika perkaranya sudah sampai ke pengadilan, maka had pencuri pindah dari hak hamba ke hak Allah. Dalam situasi semisal ini, had tersebut tidak dapat gugur walaupun pemilik barang yang dicuri memaafkan pencuri. Dalil yang menjelaskan tentang masalah tersebut adalah, hadis riwayat Abu Dawud dan Nasa’i berikut:
"Diriwayatkan dari Abudullah bin Amer Ra: “Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda : “Maafkanlah had selama masih berada ditanganmu, adapun had yang sudah sampai kepadaku, maka wajib dilaksanakan.” (HR. Al-Nasa’i).
Adapun hikmah dari had mencuri antara lain sebagai berikut:
a. Seseorang tidak akan dengan mudah mengambil barang orang lain karena hal tersebut akan memunculkan efek ganda. Ia akan menerima sanksi moral yaitu malu, sekaligus mendapatkan sanksi yang merupakan hak adam yaitu had.
b. Seseorang akan memahami betapa hukum Islam benar-benar melindungi hak milik seseorang. Karunia Allah terkait harta manusia bukan hanya dari sisi jumlahnya, lebih dari itu, saat harta tersebut telah dimiliki secara sah melalui jalur halal, maka ia akan mendapatkan jaminan perlindungan.
c. Menghindarkan manusia dari sikap malas. Mencuri selain merupakan cara singkat memiliki sesuatu secara tidak sah, juga merupakan perbuatan tidak terpuji yang akan memunculkan sifat malas. Sifat ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
d. Membuat jera pencuri hingga dirinya terdorong untuk mencari rezeki yang halal.