PERTEMUAN 16
Wasiat
Wasiat
TUJUAN PEMBELAJARAN
Melalui kegiatan mengamati, menanya, mengeksplorasi, asosiasi, dan mengkomunikasikan, peserta didik mampu :
Memahami materi Wasiat dengan baik;
Menjelaskan dasar hukum tentang materi Wasiat dengan baik;
Menyajikan dalam bentuk peta konsep tentang materi Wasiat dengan baik;
Mengomunikasikan tentang materi Wasiat dengan baik;
1. Pengertian Wasiat
Wasiat menurut bahasa berasal dari bahasa ( وصیة ) yang berarti pesan.menurut istilah artinya pesan terhadap sesuatu yang baik, yang harus dilaksanakan atau dijalankan sesudah seseorang meninggal dunia.
Pengertian diatas adalah pengertian wasiat dalam arti umum. Baik mengenai pekerjaan/perbuatan yang harus dilaksanakan maupun harta yang ditinggalkan bila seseorang meninggal dunia. Adapun dalam pembahasan bab ini adalah wasiat dalam arti khusus, yaitu hanya berkaitan dengan masalah harta. Jadi, yang dimaksud wasiat disini adalah pesan seseorang untuk menatasharufkan/membelanjakan harta yang ditinggalkan jika ia telah meninggal dunia, dengan cara-cara yang baik yang telah ditetapkan. Misalnya, seseorang berwasiat: "kalau saya meninggal dunia, mohon anak angkat saya diberikan bagian seperlima dari harta yang ditinggalkan."
2. Hukum Wasiat
Landasan hukum wasiat adalah firman Allah Swt dalam QS. Al-Baqarah [2]: 180
"Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orangtua dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al- Baqarah [2]: 180)
Jika dilihat dari segi cara objek wasiat, maka hukum berwasiat dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Wajib
Hal ini wajib dalam hubungan dengan hak Allah Swt, seperti zakat, fidyah, puasa dan lain-lain yang merupakan utang yang wajib ditunaikan.
Sebagian ulama dan fuqaha seperti qatadah, Ibn Hazm, Ibnu Musayyab, Ishaq bin Rawahah berpendapat bahwa wasiat hukumnya wajib. Perintah wasiat dalam QS al-Baqarah [2]: 108 diatas tidak maksukh, tetapi tetap berlaku, yaitu untuk kerabat dekat yang tidak memperoleh bagian dalam warisan, diberikan wasiat.
b. Sunnah
Sunnah, apabila berwasiat kepada selaian kerabat dekat dengan tujuan kemaslahatan dan mengharapkan ridha Allah Swt. Pendapat ini dikuatkan oleh Jumhur Ulama termasuk didalamnya mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
Nabi Saw bersabda:
"Tidaklah hak seorang muslim yang mempunyai sesuatu yang ingin diwasiatkannya sampai lewat dua malam, kecuali wasiatnya itu dicatat." (HR. Buhari dan Muslim)
Maksudnya ialah bahwa wasiat itu perlu segera dicatat atau disaksikan didepan orang lain.
c. Makruh
Hukum wasiat makruh dilaksanakan apabila harta yang dimilikinya sedikit sedangkan ahli warisnya banyak, serta keadaan mereka sangat memerlukan harta warisan sebagai penunjang kehidupannya, atau biaya kebutuhan lainnya.
b. Haram
Haram, apabila harta yang diwasiatkan untuk tujuan yang dilarang oleh agama. Misalnya, mewasiatkan untuk membangun tempat perjudian atau tempat maksiat yang lainnya.
3. Rukun dan Syarat Wasiat
Rukun wasiat ada 4 yaitu ;
a) Orang yang mewasiatkan (mushii)
b) Adanya penerima wasiat ( musha lahu )
c) Adanya sesuatu/ barang yang diwasiatkan
d) Adanya ijab qabul (ucapan serah terima) dengan adanya ijab dari mushii misalnya “Aku berwasiat untuk fulan akan sesuatu itu.” Sedangkan qabul berasal dari pihak mushaa lahu yang sudah jelas ditentukan.
Adapun syarat-syarat wasiat
a) Syarat-syarat yang harus dimiliki mushii (orang yang berwasiat)
Mukallaf (baligh dan berakal sehat)
Merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, muslim maupun non Muslim.
Dalam keadaan rela dengan kehendak sendiri (tidak terpaksa)
b) Syarat-syarat mushaa lahu (pihak yang menerima wasiat)
Harus benar-benar wujud (ada), meskipun orang yang diberi wasiat tidak hadir pada saat wasiat diucapkan.
Tidak menolak pemberian yang berwasiat
Bukan pembunuh orang yang berwasiat
Bukan ahli waris yang berhak menerima warisan dari orang yang berwasiat, kecuali atas persetujuan ahli warisnya.
Rasulullah Saw. bersabda:
"dari Abu Umamah al-Bahaili Ra, ia berkata "Aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda "sesungguhnya Allah Swt. telah memberikan hak kepada orang yang telah punya hak, maka tidak ada wasiat bagi ahli waris." (HR. Ahmad dan al-Tirmidzi).
c) Syarat-syarat (sesuatu) harta yang diwariskan
Jumlah wasiat tidak lebih dari sepertiga dari seluruh harta yang ditinggalkan
Dapat berpindah milik dari seseorang kepada orang lain
Harus ada ketika wasiat diucapkan
Harus dapat memberi manfaat
Tidak bertentagan degan hukum Syara', misalnya wasiat agar membuat bangunan megah diatas kuburannya.
d) Syarat-syarat sighat ijab qabul
Kalimatnya dapat dimengerti atau dipahami, baik dengan lisan ataupun tulisan
Penerima wasiat diucapkan setelah orang yang berwasiat meninggal dunia.
a. Kadar wasiat
Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta yang dipunyai oleh orang yang berwasiat. Yaitu harta bersih seetelah dikurangi utang apabila orang yang berwasiat meninggalkan utang, misalnya, orang yang berwasiat meninggal dunia dan meninggalkan harta berupa uang 1 milyar. Namun ternyata ia mempunyai hutang 500 juta, maka uang wasiat yang dikeluarkan adalah sepertiga dari 500 juta, bukan seperiga dari 1 Milyar.
Rasulullah bersabda:
"sesungguhnya Rasulullah bersabda: wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak (HR. Bukhari).
Berdasarkan hadis diatas, banyak ulama menetapkan, sebaiknya wasiat itu kurang dari sepertiga bagian dari harta yang dimiliki, apabila ahli warisnya terdiri dari orang-orang yang membutuhkan harta warisan untuk biaya hidup.
Suatu saat, ketika Sa'ad bin Abi Waqas sakit, ia bertanya kepada Rasulullah Saw. "Apakah boleh aku berwasiat dua pertiga atau setegah dari harta yang aku miliki? Rasulullah menjawab :
"Tidak, saya bertanya lagi, (bagaimana kalau) sepertiga? Rasulullah menjawab. "ya" sepertiga. Sepertiga itupun banyak. Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli waris dalam keadaan cukup itu lebih baik daripada engkau meninggalkan dalam keadaan kekurangan dan meminta-minta kepada orang lain (HR. Bukhari dan Muslim).
Para ulama sepakat bahwa batas minimal harta yang diwasiatkan adalah sepertiga harta. Jika lebih dari itu maka hendaklah atas pesetujuan ahli waris dan dengan catatan tidak menyebabkan madarat bagi ahli waris.Adapun kadar wasiat bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris, para ulama berbeda pendapat, diantaranya adalah:
Pertama, sebagian berpendapat, bahwa orang yang tidak mempunyai ahli waris tidak boleh berwasiat lebih dari sepertiga harta miliknya. Alasan mereka disandarkan kepada hadis-hadis Nabi Saw. yang sahih bahwa sepertiga itupun sudah banyak, dan Nabi tidak memberikan pengecualian kepada orang yang tidak mempunyai ahli waris.
Kedua, sebagaian ulama lain berpendapat, bahwa orang yang tidak mempunyai ahli waris boleh mewasiatkan lebih dari sepetiga hartanya. Mereka beralasan, bahwa hadis-hadis Nabi Saw. yang membatasi sepertiga adalah karena terdapat ahli waris yang sebaiknya ditinggalkan dalam keadaan cukup daripada dalam keadaan miskin. Maka apabila ahli waris tidak ada, pembatasan sepertiga itu tidak berlaku. Pendapat diatas dikemukakan oleh Ibnu Mas'ud, Ibnu Ubadah, Masruq, dan diikuti oleh ulama-ulama Hanafiyah.
Adapun wasiat menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam), yaitu sistem kombinasi antara hukum Islam dan hukum negara Indonesia dalam bentuk undang-undang yang legal formal. Masalah wasiat dibahas secara khusus dalam KHI BUKU II Bab V yang detailnya dapat dilihat di sini. Ringkasannya sebagai berikut:
Pasal 194
(1) Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan tanpa adanya paksaan dapat mewasiatkan sebagian harta bendanya kepada orang lain atau lembaga.
(2) Harta benda yang diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat.
(3) Pemilikan terhadap harta benda seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini baru dapat dilaksanakan sesudah pewasiat meninggal dunia.
Pasal 195
(1) Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan dua orang saksi, atau dihadapan Notaris.
(2) Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris menyetujui.
(3) Wasiat kepada ahli waris berlaku bila disetujui oleh semua ahli waris.
(4) Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau tertulis di hadapan dua orang saksi di hadapan Notaris.
Pasal 196
Dalam wasiat baik secara tertulis maupun lisan harus disebutkan dengan tegas dan jelas siapa atau lembaga apa yang ditunjuk akan menerima harta benda yang diwasiatkan.
a. Sebagai bentuk ketaatan terhadap perintah Allah dalam QS al-Baqarah: 108
b. Menghormati nilai-nilai kemanusian, terutama bagi kerabat dan orang lain yang tidak mendapatkan warisan.
c. Sebagai bentuk kepekaan terhadap keluarga serta mempererat tali silaturrahim.