Tanikawa 2010
LUSI LABORATORIUM ALAM UNGGULAN STUDI MUD VOLCANO DI DUNIA
Tanikawa, 2010
Dikontribusikan oleh: Prof. Dr. Hardi Prasetyo
Wakil Kepala BPLS untuk Lusi Library: Knowledge Management
Sifat-sifat pengangkutan fluida dan estimasi dari overpressure pada mud volcano LUSI, Cekungan Jawa Timur
Fluid transport properties and estimation of overpressure at the Lusi mudvolcano,
East Java Basin
Tanikawa et al., (2010)
PREVIEW ALL PAPER: 2010_ENGEO3292_tanikawa_final.pdf View
POKOK-POKOK KESIMPULAN
· Data labotorium menunjukkan permeabilitas Formasi Kelibeng rendah antara 10/-19 sampai 10/-20 m2
· Porositas dan permeabilita Formasi Kujung Atas lebih tinggi daripada Formasi Kujung Bawah
· Formasi Kalibeng Atas kondisi overpressures, karena kecepatan sedimen tinggi dan permeabilitas rendah
· Pengurangan strength berlangsung lama mungkin menyebabkan semburan lumpur
· Likuifakasi dan perekahan hidro dari dinamika tekanan pori dipicu oleh gempabumi Yogyakarta
· Gas-cairan cepat, masif dari Formasi Kujung keluar melalui rekahan menyebabkan semburan berlanjut
· Evolusi regional jangka panjang, tekanan fluida, lumpur tebal penting pada pembentukan mud volcano
KESIMPULAN
Data labotorium menunjukkan permeabilitas Formasi Kelibeng rendah antara 10/-19 sampai 10/-20 m2.
Sember data laboratorium yang telah dikembangkan memperlihatkan bahwa permeabilitas pada Formasi Kalibeng, dimana telah ditentukan sebagai sumber lumpur dari Lusi (mud source for Lusi).
Mempunyai nilai yang relatif rendah berkisar antara 10/-19 sampai 10/-20 m2.
Porositas dan permeabilita Formasi Kujung Atas lebih tinggi daripada Formasi Kujung Bawah
Formasi Kujung Atas (Upper Kujung Formation) bersifat poros dan permeable (porous and permeable), tapi Formasi Kujung Bawah (Lower Kujung Formation) lebih kecil lagi.
Formasi Kalibeng Atas pada kondisi overpressures, karena kecepatan sedimen yang tinggi dan permeabilitas rendah
Analisi cekungan (basin analysis) yang dilakukan di daerah Lusi memperlihatkan bahwa overpressures dibangkitkan dan dipelihara di dalam Formasi Kalibeng Atas.
Disebabkan kombinasi dari kecepatan sedimentasi yang tinggi (rapid sedimentation rate) dan permeabilitas yang rendah (low permeability) dari Formasi Kalibeng.
Karakteristik dari sebaran tekanan sama dengan yang perkiraan dari pemboran.
Pengurangan strength berlangsung lama mungkin menyebabkan semburan lumpur
Pengurangan strength dari batuan sebagai hasil dari tekanan tinggi yang berlangsung jangka panjang (long term high pressure). Mungkin telah berhubungan dengan semburan lumpur.
Likuifakasi dan perekahan hidro dari dinamika tekanan pori dipicu oleh gempabumi Yogyakarta
Karena strength yang rendah lebih ideal untuk membangkitkan likuifaksi (generation of liquefaction) dan perekahan hidro and (hydrofacturing) pada level dari fluktuasi dinamika tekanan pori (dynamic pore pressure fluctuation).
Hal ini sebagaimana halnya yang telah dipicu oleh gempabumi Yogyakarta.
Gas-cairan yang cepat, masif berasal dari Formasi Kujung keluar melalui rekahan menyebabkan semburan berlanjut
Penulis percaya bahwa bahwa masukan gas dan cairan yang cepat dan dalam jumlah yang masif (rapid and massive influx of gas and liquid).
Berasal dari dari Formasi Kujung, yang mengalir melalui jalankeluar yang sebelumnya telah ada (flowing through pre-existing pathways).
Yang dibentuk oleh perekahan (formed by fracturing) selama evolusi cekungan (basin evolution), sehingga dapat menjelaskan mengapa semburan dapat terus berlanjut (the continous eruption of Lusi).
Evolusi regional jangka panjang, tekanan fluida, lumpur tebal penting pada pembentukan mud volcano di Jawa
Evolusi regional berjangka panjang (the regional long-term evolution) dari tekanan fluida di dalam lapisan lumpur yang tebal (of fluid pressures in thick mud layers).
Telah memainkan peran yang besar (plays a great part in the formation) padapembentukan mud volcano di pulau jawa Indonesia (of mud volcano on the island of Jawa in Indonesia).
Pokok-Pokok Bahasan: Abstrak
· Pembangkitan dan pemeliharaan kondisi overpressure di cekungan dalam
· Faktor kunci tekanan fluida berlebih menimbulkan semburan Lusi, dengan mekanisme yang tidak jelas
· Pengukuran permeabilitas pada batulumpur Formasi Kalibeng Atas, sebagai sumber semburan Lusi
· Permeabilitas batugamping Formasi Kujung Atas dua kali lebih besar dari Formasi Kujung Bawah
· Permeabilitas dan porositas batuan sedimen tersemenkan dengan sensivitas rendah terhadap tekanan efektif
· Tekanan berlebih telah dibangkitkan di bawah batulumpur Formasi Kalibeng Atas mencapai level litostatik.
· Overpressure pada kurun waktu lama dan kedalaman ditimbulkan oleh sedimen permeabilitas rendah, tebal, kecepatan sedimen tinggi
· Lumpur Formasi Kalibeng Atas telah menimbulkan fluidasasi, perekahan hidro, hasil tekanan diinduksi gempabumi Yogyakarta:
Abstrak
Pembangkitan dan pemeliharaan kondisi overpressure di cekungan dalam:
Pembangkitan dan pemeliharaan dari overpressure (Generation and maintenance of overpressure) dapat mencegah sedimen mengalami kompaksi.
Disamping itu terjadinya pelemahan batuan-batuan sedimen di cekungan-cekungan dalam (weaken sedimentary rocks in deep basins).
Faktor kunci tekanan fluida berlebih menimbulkan semburan Lusi, dengan mekanisme yang tidak jelas:
Tekanan fluida yang berlebih (Excess fluid pressure) merupakan salah satu dari faktor-faktor kunci untuk menjelaskan semburan lumpur yang menimbulkan bencana (disastrous mud eruption) yang telah terjadi di Sidoarjo, Jawa Timur, pada 29 Mei 2006.
Namun, dengan mekanisme yang bagaimana ia berkembang tidak diketahui dengan baik.
Pengukuran permeabilitas pada batulumpur Formasi Kalibeng Atas, sebagai sumber semburan Lusi:
Kami mengukur permeabilitas dan penyimpanan yang khusus pada pembatasan tekanan (confining pressure) 100 MP, pada contoh singkapan (outcrop samples) dari Cekungan Jawa Timur (East Java Basin).
Kedua pemeabilitas dan penyimpanan khusus dari contoh-contoh memperlihatkan variasi stratigrafi yang luas (large stratigraphic variations).
Batulumpur dari Formasi Kalibeng Atas (The mudstone of the Upper Kalibeng Formation) yang ditentukan sebagai sumber dari lumpur Lusi (source of mud at Lusi), mempunyai permeabilitas yang rendah dari contoh-contoh sekitar 10 - 19 -10-20m2.
Permeabilitas batugamping Formasi Kujung Atas dua kali lebih besar dari Formasi Kujung Bawah:
Sedangkan permeabilitas dari batugampung Formasi Kujung Atas (the Upper Kujung Formation limestone) adalah 10-16m2.
Nilai ini adalah dua kali lebih besar daripada batugamping Formasi Kujung Bawah (Lower Kujung Formation limestone).
Permeabilitas dan porositas batuan sedimen tersemenkan dengan sensivitas rendah terhadap tekanan efektif:
Sebagai tambahan, permeabilitas dan porositas dari batuan-batuan sedimen yang tersemenkan (permeability and porosity of cemented sedimentary rocks).
Memperlihatkan sensivitas yang rendah terhadap tekanan efektif (effective pressure).
Tekanan berlebih telah dibangkitkan di bawah batulumpur Formasi Kalibeng Atas mencapai level litostatik:
Analisis cekungan secara numerik dari lokasi Lusi bersamaan dengan data laboratorium, selanjutnya telah dievaluasi evolusi dari tekanan pori dan sejarah porositas (pore pressure and porosity histories) dan sebarannya saat ini.
Hasil kami memperlihatkan bahwa tekanan berlebih yang tinggi telah dibangkitkan di bawah batulumpur dari Formasi Kalibeng Atas, dimana hampir mencapai level litostatik (lithostatic levels).
Overpressure pada kurun waktu lama dan kedalaman ditimbulkan oleh sedimen permeabilitas rendah, tebal, kecepatan sedimen tinggi:
Pemodelan variasi tekanan fluida konsisten dengan pengamatan data Overpressures pada kurun waktu berjangka panjang pada kedalaman (The long-lived overpressure at depth).
Hal ini terutama disebabkan oleh keberadaan sedimen dengan permeabilitas rendah yang tebal (existence of thick low-permeability sediments) dan kecepatan sedimen yang tinggi (a high sedimentation rate).
Lumpur Formasi Kalibeng Atas telah menimbulkan fluidasasi, perekahan hidro, hasil tekanan diinduksi gempabumi Yogyakarta:
Formasi Kalibeng Atas yang berada di bawah tekanan karena overpressurization mungkin telah menyebabkan lumpur kehilangan ketegasannya.
Selanjutnya menyebabkan likuifaksi (may have caused the mud to lose strength and cause liquefaction) dan perekahan hidro (and hydro fracturing) sebagai suatu hasil tekanan kecil, yang secara berfluktuasi diinduksi oleh gempabumi Yogyakarta.
Hal ini kemungkinan sebagai penyebab akhir dari semburan lumpur (which may have ended up causing the mud eruption).
ABSTRACT
Generation and maintenance of overpressure can prevent sediments from compaction and weaken sedimentary rocks in deep basins.
Excess fluid pressure is one of the key factors to explain the disastrous mud eruption that took place in Sidoarjo, East Java, on 29 May 2006, though the mechanism by which it developed is not well known.
We measured permeability and specific storage at a confining pressure of 100M Pain outcrop samples from the East Java Basin. Both permeability and specific storage in our samples showed large stratigraphic variations.
The mudstone of the Upper Kalibeng Formation that is thought to be the source of mud at Lusi had the lowest permeability of our samples at around 10−19–10−20m2, and the permeability of the Upper Kujung Formation limestone was 10−16m2, which is two orders of magnitude larger than that of the Lower Kujung Formation limestone.
In addition, the permeability and porosity of cemented sedimentary rocks showed low sensitivity to effective pressure.
From numerical basin analysis of the Lusi site together with laboratory data, we evaluated the evolution of pore pressure and porosity histories and their present distributions.
Our results show that high over pressure was generated below the mudstone of the Upper Kalibeng Formation and almost reached lithostatic levels.
The modeled fluid pressure variationis consistent with the observed data. The long-lived overpressure at depth is mainly caused by the existence of thick low-permeability sediments and a high sedimentation rate.
Undercompaction of the Upper Kalibeng Formation because of overpressurization may have caused the mud to lose strength and cause liquefaction (and hydro fracturing) as a result of small stress fluctuations induced by the Yogyakarta earthquake, which may have ended up causing the mud eruption.